Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164133 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Claudya Ruth Fransisca
"Paduan Aluminium Lithium ditargetkan menjadi advanced materials untuk industri dirgantara, karena memiliki densitas yang rendah, tahan korosi dan bersifat ringan. Paduan Aluminium lithium 2091 yang digunakan memiliki komposisi 94.87 wt% Al, 1.9 wt% Li dan 1.85 wt% Cu. Paduan ini digunakan sebagai material uji dan diberi heat treatment dan quenching dengan variasi waktu delay. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara delay quenching dengan sifat korosi aluminium lithium 2091. Aluminium lithium 2091 di solutionized pada temperatur 525°C selama 6 jam, lalu dilakukan proses quenching dengan media air pada temperatur ruang dengan variasi waktu delay mulai dari 0 detik, 30 detik, 60 detik dan 90 detik. Karakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction bertujuan untuk mempelajari fasa pada masing-masing sampel. Sedangkan pengujian korosi dilakukan dengan alat potensiostat dengan metode Linear Sweep Voltammetry (LSV) dan Cyclic Voltammetry (CV). Pengujian korosi menggunakan larutan bioethanol dengan variasi temperatur. Hasilnya sampel tanpa delay quenching memiliki laju korosi paling kecil, yaitu sebesar 0.0465 mm/year. Sedangkan hasil pengujian Cyclic Voltammetry ialah dapat diketahui reaksi yang terjadi adalah reaksi irreversible, dibuktikan dengan selisih potensial yang menunjukkan nilai ≠ 0.0183 V (T = 5℃), ≠ 0.0197 V (T = 25℃) dan ≠ 0.0209 V (T = 43℃).

Aluminum Lithium is targeted to be advanced materials for the aerospace industry, because it has a low density, good corrosion resistance and lightweight. Aluminum lithium 2091 has a composition of 94.87 wt% Al, 1.9 wt% Li and 1.85 wt% Cu. This alloy has been subjected to heat treatment and quenching with variations delay time. This study aims to find the relationship between delay quenching with the corrosion properties of aluminum lithium 2091. Aluminum lithium 2091 had solutionized at 525 °C for 6 hours and then have been quenched in water at room temperature with variations of delay time starting from 0 seconds, 30 seconds, 60 seconds and 90 seconds. Characterization using X-Ray Diffraction aims to study the phase in each sample. Meanwhile, corrosion testing was carried out using a potentiostat using the Linear Sweep Voltammetry (LSV) and Cyclic Voltammetry (CV) methods. Corrosion testing using bioethanol solution with temperature variations. The result show aluminium lithium 2091 without delay quenching has the lowest corrosion rate, which is 0.0465 mm/year. While the results of the Cyclic Voltammetry test are that it can be seen that the reaction that occurs is an irreversible reaction, as evidenced by the potential difference which shows the values of ΔE ≠ 0.0183 V (T = 5 ℃), ΔE ≠ 0.0197 V (T = 25 ℃) and ΔE ≠ 0.0209 V (T = 43 ℃).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Herizal
"Steel dengan menggunakan proses pengelasan GTAW terhadap kemampuan tahan korosi pitting SDSS pada lingkungan dengan konsentrasi klorida yang tinggi. Pengelasan dilakukan terhadap empat spesimen dengan gas pelindung yang berbeda, yaitu Ar UHP, Ar 2 N 2, Ar 5 N 2 dan Ar 10 N 2. Hasil lasan pada ke-empat spesimen akan dilakukan pengamatan struktur makro dan mikro dengan mikroskop optik dan SEM-EDS Scanning Electron Microscopic-Energy Dispersive X-ray Spectroscopy , serta pengujian kekerasan, ferite content, pengujian korosi pitting berdasarkan ASTM G48-11 Method E dan potentiodynamic anodic polarization berdasarkan ASTM G5-13 untuk melihat pengaruh nitrogen terhadap struktur mikro dan kemampuan tahan korosi pitting SDSS.

This thesis focuses on the effect of nitrogen on the shielding gases for the welding of super duplex stainless steel materials by using GTAW welding process against the pitting corrosion resistance of SDSS in environment with high chloride concentration. Welding was carried out on four specimens with different shielding gases, Ar UHP, Ar 2 N 2, Ar 5 N 2 and Ar 10 N 2. The weldments of the four specimens will be observed for macro and microstructures with optical microscope and SEM EDS Scanning Electron Microscopic Energy Dispersive X ray Spectroscopy , hardness testing, ferrite content, pitting corrosion testing based on ASTM G48 11 Method E and potentiodynamic anodic polarization based on ASTM G5 13 to see the effect of nitrogen on the microstructure and pitting resistance of SDSS."
2017
T47673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryo Sembodo
"Paduan aluminium AA7075-T7351 merupakan paduan keras yang memiliki keunggulan sifat mekanis, ringan, dan dapat di recycle sehingga paduan ini banyak di aplikasikan sebagai material struktur. Untuk meningkatkan ketahanan korosi paduan tersebut diperlukan rekayasa permukaan sehingga umur pakai material ini menjadi lebih lama dengan cara anodisasi. Optimasi ketahanan korosi dan kekerasan mekanik diperoleh dengan variasi suhu elektrolit dan penambahan aditif etanol pada elektrolit asam sulfat. Morfologi dan ketebalan lapisan oksida yang dihasilkan diamati dari foto SEM, ketahanan korosi sampel diuji dengan metode elektrokimia, dan karakteristik sifat mekanis permukaan didapat dari uji kekerasan. Anodisasi pada suhu 0°C mampu meningkatkan ketebalan lapisan oksida hingga 46%, kekerasan mikro sampai dengan 83%, dan meningkatkan ketahanan korosi. Anodisasi pada suhu 0°C dengan penambahan etanol 10 vol% dalam elektrolit asam sulfat pada paduan aluminium AA7075-T7351 menghasilkan lapisan oksida paling tebal (75,75µm), kekerasan mikro paling besar (281.06 HV), serta ketahanan korosi paling tinggi (Icorr = 10-5 µA/cm2).
AA7075-T7351 aluminum alloy is a hard alloy that has the advantage of mechanical properties, lightweight, and can be recycled so that this alloy is widely applied as a structural material. To improve the corrosion resistance of these alloys, surface engineering is needed so that the lifetime of this material becomes longer by anodizing. Optimization of corrosion resistance and mechanical hardness is obtained by variations in electrolyte temperature and the addition of ethanol into sulfuric acid electrolytes. The morphology and thickness of the resulting oxide layer were observed from SEM photographs, the corrosion resistance of the samples was tested by electrochemical methods, and the characteristics of surface mechanical properties were obtained from hardness tests. Anodization at 0 ° C can increase the thickness of the oxide layer by up to 46%, micro hardness up to 83%, and increase corrosion resistance. Anodization at 0 ° C with the addition of 10 vol% ethanol in sulfuric acid electrolyte in aluminum alloy AA7075-T7351 resulted in the thickest oxide layer (75.75µm), the greatest micro hardness (281.06 HV), and the highest corrosion resistance (Icorr = 10-5 µA/cm2)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Rofi Alfarabi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara bakteri aerob yang digunakan pada instalasi pengolahan air limbah industri terhadap laju korosi baja rendah karbon jenis SA283 Grade C dengan variabel waktu, ketersediaan oksigen dan nutrien. Media lingkungan yang dipakai adalah air limbah yang telah berisi bakteri aerob yang berasal dari bak aerasi instalasi pengolahan air limbah. Penelitian dilakukan dengan 3 kondisi berbeda yakni tanpa penambahan gelembung dan nutrient, hanya penambahan gelembung, dan ada penambahan gelembung dan nutrien. Pengujian dilakukan selama 3,6,9,12, dan 15 hari. Selain itu dilakukan pengujian dengan variabel tambahan nutrien dengan rasio 1:10,1:20,1:30,1:40, dan 1:50 dengan 15 hari pengujian.
Hasil penelitian membuktikan adanya pengaruh bakteri aerob terhadap laju korosi yang terjadi dan mengakibatkan adanya fenomena korosi mikrobiologi. Laju korosi terbesar terjadi pada 3 hari pertama pengujian dan dalam kondisi adanya penambahan gelembung dan nutrien hingga mencapai 110 mpy. Sedangkan komposisi penambahan nutrient 1:10 memiliki laju korosi 14 mpy. Jumlah koloni bakteri terbesar terjadi pada 3 hari pertama pada kondisi ada penambahan gelembung dan nutrien hingga memiliki jumlah koloni sebanyak 1300 x 104 koloni. Nilai pH selama pengujian bergerak turun, hal ini membuktikan adanya aktifitas bakteri aerob yang menghasilkan kandungan asam pada media uji. Berdasarkan analisis permukaan spesimen kupon dapat ditunjukkan adanya korosi seragam yang ditandai dengan adanya tubercle akibat aktifitas bakteri aerob.

This study has purpose to determine the correlation between aerobic bacteria which used in the industrial wastewater treatment plant to corrosion rate of SA283 Grade C low carbon steel with time variable, oxygen and nutrient availability. Environmental media used wastewater from aeration basin which has contained aerobic. The study was conducted with 3 different conditions are without the addition of bubbles and nutrients, only the addition of bubbles, and addition of bubbles and nutrients. The tests were conducted for 3,6,9,12, and 15 days. In addition, testing with additional nutrient variables with ratio of 1 10,1 20,1 30,1 40, and 1 50 with 15 days of testing.
The results of this study proved the effect of aerobic bacteria on corrosion rate that occurred and resulted in the phenomenon of microbiological corrosion. The largest corrosion rate occurred in the first 3 days of testing in condition presence of bubbles and nutrients up to 110 mpy. While the composition of 1 10 nutrient addition has a corrosion rate of 14 mpy. The largest number of bacterial colonies occurred in the first 3 days under the condition of adding bubbles and nutrients to have the number of colonies as much as 1300 x 104 colonies. The pH value during the test moves down, this condition proves that the presence of aerobic bacteria activity can produces acid content on the test medium. Based on the analysis of surface sample there is can be shown the existence of uniform corrosion characterized by the presence of tubercle due to the activity of aerobic bacteria.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T49113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Riastuti
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Nurdin
"ABSTRAK
Sebagai negara maritim, Indonesia memerlukan teknologi industri yang berbasis pada kelautan seperti perkapalan, industri offshore, dan industri lainnya. Karena air laut media korosif, maka diperlukan material yang khusus yang tahan terhadap media korosif. Material yang cukup prospek dikembangkan adalah komposit. Komposit tahan terhadap air laut, korosi, dan abrasi air laut. Di samping itu harganya relatif murah dan ringan dan sifat-sifatnya dapat diatur sesuai kebutuhan.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari material komposit yang unggul terhadap sifat korosif laut. Adapun komposit yang diteliti adalah Glass Reinforced Plastic (GRP), yang terbuat dari serat gelas (fiberglass) bentuk anyaman dan resin poliester (disebut GRP Poliester) dan fiberglass/resin epoksi (disebut GRP Epoksi).
Sifat yang diteliti adalah ketahanan GRP jika direndam dalam lingkungan laut, yaitu air laut, air hujan, air detergen, dan air tanah. Pengaruh lingkungan yang diamati adalah penambahan berat GRP, penurunan kekuatan mekanik, dan efek gel coat blistering (GRP bergelembung karena absorpsi air) serta weathering (warna GRP memudar). Parameter yang diamati adalah kenaikan berat GRP, dan modulus lentur pada uji banding, sementara itu gejala blistering dan weathering diamati secara visual.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa setelah direndam, terjadi kenaikan berat GRP karena mengabsorpsi air, dengan penambahan berat GRP Epoksi lebih cepat daripada GRP Poliester, terutama pada perendaman dalam air taut (setelah 1550 jam, kadar air dalam GRP Poliester 0,65% dan GRP Epoksi 1,68%) dan air detergen (GRP Poliester 0,46%; dan GRP Epoksi 1,87%). Di samping itu, perendaman dalam air detergen menyebabkan sebagian resin terlarut, dengan kelarutan epoksi lebih besar dari poliester.
Pada pengujian kekuatan mekanik, modulus lentur (E) yang dipakai sebagai indikator menunjukkan harga Ef GRP Poliester (9,31 GPa) lebih besar daripada Ef GRP Epoksi (8,80 GPa). Hasil perendaman, penurunan Ef GRP Epoksi lebih cepat daripada GRP Poliester. Penurunan paling cepat terjadi pada perendaman dalam air taut, yaitu 1,70 MPa/jam untuk GRP epoksi dan 0,70 MPa/Jam untuk GRP Poliester. Jadi air laut merupakan media yang paling korosif dan mampu mengurangi kekuatan mekanik dengan cepat, namun dapat disimpulkan bahwa di lingkungan laut, kekuatan mekanik GRP Poliester lebih baik daripada GRP Epoksi. Oleh karena itu untuk pemakaian di industri kelautan, material komposit dan resin poliester lebih unggul dibanding resin epoksi.
ABSTRAK
As maritime country, Indonesia requires the technology and engineering development which related to sea, such as shipping, shipyard, offshore industry, etc. However due to corrosive properties of sea water, specific materials are required which resistant to such a corrosive media. The prospective material available is composite. Composite relatively cheaper than other common materials such as iron, steel, and have low density and low weight. Its characteristic can be arrange for all needed.
The aim of research is to investigated composite materials properties to sea water corrosion. The composites currently investigated are Glass Reinforced Plastic (GRP) which made from fiberglass woven roving form, and polyester resin (GRP Polyester) and epoxy resin (Epoxy GRP) as matrix.
The main thrust of this research is resistance behavior of GRP by immersing on the sea environment, such as sea water, rain- water, detergent solutions, and ground water. The influences being observed are increasing of GRP weight, decreasing of mechanical strength, and gel coat blistering effect (GRP is bubbling because of moisture absorption) and weathering (color of GRP is change). Further, bending test was carried out to find flexural modulus, while blistering and weathering observed by visual.
Experimental data shows that GRP weight increase because absorbed water. The rate of weight increasing of GRP Epoxy is faster than of it of GRP Polyester, especially on sea water (after 1550 hours, moisture content of GRP Polyester is 0,65% and GRP Epoxy is 1,68%) and detergent solution (GRP Polyester: 0,46%; and GRP Epoxy: 1,87%). Detergent solution found to have dissolved some resin, with epoxy solubility is greater than polyester.
On mechanical strength test, flexural modulus (E) of GRP Polyester (9,31 GPa) is greater than Ef of GRP Epoxy (8,80 GPa). The test result shows that decrease of Ef of GRP Epoxy faster than Ef of GRP Polyester. It also shows that sea water has tremendous effect on GRP compare to other as it cause the decreasing of flexural modulus by 1,70 MPa/hours for GRP epoxy and 0,070 MPa/hours for GRP Polyester. Sea water is the most corrosive medium and able to decrease mechanical strength fast, however we can conclude that in the sea water system, mechanical strength of GRP Polyester is better than GRP Epoxy. Therefore, for application on maritime industry, composite material from polyester resin more excellent rather than epoxy resin.
"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrini Wulandari
"Berbagai penelitian telah dilakukan terhadap proses canai untuk mendapatkan material dengan sifat mekanis yang baik namun nilai ekonomisnya tetap tinggi. Penghalusan ukuran butir ferit melalui kontrol proses termo mekanikal merupakan salah satu metode yang digunakan untuk peningkatan sifat mekanik baja karbon rendah. Pada penelitian ini slab baja karbon rendah dideformasi dengan metode warm rolling, kemudian diuji kekerasan dan ketahanan korosi-nya melalui hydrogen charging test. Salah satu penguatan material terhadap serangan difusi hidrogen adalah dengan penghalusan butir ferit melalui proses deformasi. Sehingga dapat dibuat suatu hubungan antara deformasi dengan perubahan struktur mikro ferritic dan ketahanan korosi baja karbon rendah.
Ukuran butir yang diperoleh dalam penelitian ini diukur dengan metode garis intercept. Hasilnya berupa ukuran diameter butir baja karbon rendah yang lebih kecil dibanding dengan diameter butir baja karbon rendah yang tidak dideformasi. Sementara ketahanan korosi baja karbon rendah terhadap pengaruh proses difusi hidrogen untuk benda uji yang ukuran butirnya lebih kecil cenderung meningkat. Peningkatan kekuatan-nya diamati melalui pengujian kekerasan setelah sebelumnya benda uji diaplikasi ke dalam larutan 0,5M H2SO4 + 100 mg/L Thiourea CS(NH2)2 selama 10 menit.

Various studies have been carried out on rolling process to achieve materials with good mechanical properties but its economic value remains high. Grain refinement through thermo-mechanical process control is one of many methods used to improve low carbon steel mechanical properties. On this paper, low carbon steel is deformed with warm rolling method, then the deformed material is applied to hardness test and corrosion resistance test against hydrogen charging. Hydrogen introduction into material may occur in many ways and one of physical properties of material against this introduction is through microstructure refinement of ferrite grain size by deformation process. So there is a connection between the deformation with the change in ferritic microstructure and corrosion resistance of low carbon steel.
The grain size was measured by intercept line method. The result is grain size of the deformed steel is smaller than the undeformed one. In addition, there is an improvement of corrosion resistance of low carbon steel with smaller grain size against hydrogen diffusion. The improvement can be seen from the result of hardness test. Before the hardness test began, the deformed specimen are introduced to 0,5M H2SO4 + 100 mg/L Thiourea CS(NH2)2 solution for 10 minutes.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1637
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Setiawidiani
"Mekanisme inhibisi korosi pada ekstrak biji saga Abrus precatorius pada baja API 5L Grade B dalam larutan 1M HCl telah dipelajari menggunakan metode polarisasi potensiodinamik dan Electrochemical Impedance EIS pada variasi konsentrasi 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, dan 10 ml. Kandungan flavonoid diidentifikasi terdapat pada ekstrak biji saga melalui pengujian FTIR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan laju korosi menurun seiring dengan penambahan ekstrak biji saga. Ekstrak biji saga dapat berperan sebagai inhibitor korosi dengan efisiensi maksimum 86 pada pengujian polarisasi potensiodinamik dan 66 pada pengujian EIS. Ekstrak biji saga tergolong ke dalam inhibitor campuran dengan dominan inhibitor katodik. Adsorpsi dari ekstrak biji saga pada permukaan logam sesuai isoterm adsorpsi Langmuir dengan mekanisme adsorpsi fisika.

Mechanism of corrosion inhibition on saga Abrus precatorius seed extract on API 5L Grade B in 1M HCl solution has been studied using potentiodynamic polarization and electrochemical impedance spectroscopy EIS with variation concentration of 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, and 10 ml. Flavonoid content in saga seed was identified by FTIR.
The results showed corrosion rate increased with a decrease inhibitor concentration of saga seed extract. Saga seed extract acts as a corrosion inhibitor with maximum efficiency 86 using potentiodynamic polarization and 66 using EIS. Saga seed extract acts as mixed type inhibitor with cathodic inhibitor dominant. Adsorption of saga seed extract on metal surface obeyed Langmuir adsorption isotherm by physical adsorption mechanism.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47795
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nunik Supriyantini
"Proses pengolahan minyak mentah menjadi fraksi-fraksi ringan seperti nafta, kerosin, dan lain-lain akan menghasilkan air limbah yang mengandung antara lain sulfur dan disebut sebagai sour water. Agar air limbah tersebut dapat disirkulasi sebagai air proses atau umpan bagi pengolahan limbah kilang maka dilakukan pengolahan awal dengan menggunakan sour water stripper sehingga kadar sulfur dan amonia serta minyak dari limbah menjadi berkurang. Akibat kecepatan korosinya yang tinggi, umur pakai stripper kurang dari yang diperkirakan. Oleh karena itu dilakukan studi untuk mempelajari korosi pada material stripper yaitu SA 516 dan SS 316L dengan menggunakan media sour water hasil pengilangan minyak. Pelaksanaan studi meliputi pengukuran kecepatan korosi material pada berbagai macam kondisi yaitu variasi kadar sulfida dan kadar natrium hidroksida, variasi suhu, variasi berbagai jenis inhibitor korosi dan gabungan pengaruh suhu dan inhibitor terhadap kecepatan korosi.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pH larutan sour water bukan merupakan parameter utama yang harus diperhatikan, tetapi kualitas umpan sour water secara keseluruhan dan kondisi operasi pada stripper. Pada kandungan sulfida yang besar dan suhu operasi yang tinggi, diperlukan penambahan inhibitor kedalam sour water supaya kecepatan korosi dapat terkontrol. Natrium hidroksida merupakan jenis inhibitor yang paling efektif dibandingkan dengan inhibitor lain yaitu Irgacor, NALCO, dan KN03: Dari kedua jenis logam yang digunakan, logam SS 316L mempunyai ketahanan korosi yang lebih tinggi dibanding logam SA 516."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>