Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26433 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harmen
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48180
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanis Alex Ninu
"ABSTRAK
Salah satu aspek yang menjadi pokok pengkajian dalam karya ilmiah ini adalah partisipasi politik pedagang kaki lima dalam mengikuti kegiatan pemi1ihan umum, kegiatan organisasi dan mengatakan hubungan dengan para pejabat pemerintahan wilayah kota administratif Kupang. Sedangkan faktor-faktor yang diduga turut mempengaruhi para pedagang kaki lima da1am memgikuti kegiatan-kegiatan tersebut adalah status sosial ekonomi yang tercermin pada tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan tingkat kekayaan.
Untuk membuktikan apakah terdapat hubungan di antara tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan tingkat kekayaan dengan tingkat partisipasi politik pedagang kaki lima terhadap kegiatan-kegiatan politik tersebut, penulis dapat melakukan penelitian terhadap 120 responden, sebagai sampel dengan teknik anaIisa data yang digunakan adalah analisa data kualitatif.
Dari hasil penelitian ini, penulis menemukan bahwa umumnya tingkat partisipasi politik para pedagang kaki lima di wilayah kota administratif Kupang dalam mengikuti kegiatan pemilihan umum, kegiatan organisasi dan berhubungan dengan para pejabat pemerintahan adalah tinggi atau menyatakan mengikuti kegiatan politik jika dibandingkan dengan responden yang tingkat partisipasinya rendah atau tidak mengikuti kegiatan politik.
Di pihak lain dapat diketahui bahwa tingginya tingkat partisipasi politik pedagang kaki lima dalam mengikuti kegiatan-kegiatan politik tersebut selain dipengaruhi oleh tingkat status sosial ekonomi para pedagang kaki lima yang tercermin pada tingkat pendidikan; tingkat pendapatan, dan tingkat kekayaan, juga menunjukkan bahwa telah terdapat kesadaran politik. Namun, apabila ditelusuri lebih mendalam terlihat bahwa dalam mengikuti kegiatan-kegiatan politik tersebut, para pedagang kaki lima masih nenemui tekanan﷓tekanan yang datang dari pihak lain seperti pihak aparat pemerintah dan sebagainya,
Dalam kaitan dengan hasil penelitian di atas dapatlah dikatakan bahwa hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini diterima dan semakin meneguhkan teori yang dikemukakan oleh Huntington bahwa dalam semua tahap pembangunan, tingkat pembangunan sosio-ekonomi dan pemerataan sosio-ekonomi yang lebih tinggi menga kibatkan tingkat partisipasi politik yang tinggi. Oleh karena itu diketahui bahwa status sosial ekonomi mempunyai hubungan dengan tingkat partisipasi politik yang berarti bahwa jika terjadi perubahan dalam status sosial ekonomi akan mengakibatkan juga perluasan pola partisipasi politik, penganeka ragaman partisipasi politik dan partisipasi politik yang dimobilisir berubah menjadi partisipasi politik yang otonom.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Wahyu Sudarmadji
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T39651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumpal Hasiholan Agustinus
"Kota Adminitrasi Jakarta Utara merupakan pusat industri, perdagangan, pariwisata dan transportasi, memiliki daya tarik yang kuat bagi pelaku usaha termasuk kaki lima. Berkaitan dengan itu, maka sangat penting untuk membuat rumusan strategi bagi penanganan PKL, dengan melibatkan seluruh stakeholders yang ada dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Penelitian ini mencoba menawarkan sebuah rumusan strategi yang didasarkan pada usaha untuk mensinergiskan beberapa pandangan dan preferensi para penilai sebagai expert dalam penanganan PKL. Dengan menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP), rumusan strategi penanganan PKL selanjutnya yang dijabarkan dalam pelaksanaan program-program dengan memperhatikan kepentingan stakeholders dapat ditentukan berdasarkan skala prioritas.
Hasil yang diperoleh dari pendekatan AHP, antara lain : aspek sosial menjadi aspek yang paling penting untuk dipertimbangkan dalam menangani PKL di Kota Administrasi Jakarta Utara dengan nilai pembobotan sebesar 0,281 atau 28,1 persen, yang disusul oleh aspek ketertiban umum yang memiliki bobot 0,247 atau 24,7 persen, dan aspek ekonomi yang memiliki bobot 0,233 atau 23,3 persen.
Secara keseluruhan alternatif dengan prioritas tertinggi adalah penentuan lokasi strategis tempat usaha bagi PKL, yang merupakan variabel dari aspek ekonomi, dengan bobot prioritas sebesar 0,071 atau 7,1 persen. Rekomendasi penelitian ini selanjutnya yaitu berkaitan dengan keterbatasan metode ini, meskipun pendekatan berdasarkan penilaian expert ini penting, namun dibutuhkan pendekatan kuantitatif sebagai pembanding. Kedua pendekatan tersebut harus sinergis, sehingga penilaian expert tidak terkesan mengutamakan subjektivitasnya saja, tetapi didasarkan pada pengamatan empiris serta analisis yang mendalam khususnya tentang penanganan PKL.

North Jakarta City is a center of industry, commerce, tourism and transport, has a strong appeal for entrepreneurs including street vendors. In connection with that, then it is very important to make the formulation of strategies for the handling of street vendors, by involving all stakeholders in realizing a prosperous society.
This research tries to offer a formula that is based on strategies to synergize some of the views and preferences of the appraiser as an expert in the handling of street vendors. By using the approach of Analytical Hierarchy Process (AHP), the formulation of management strategies outlined in the next street vendor implementation of the programs by taking into account stakeholders' interests can be determined based on the priority scale.
Results obtained from the AHP approach, among other : social aspects become the most important aspect to consider in dealing with street vendors in North Jakarta City with a weighting value of 0.281 or 28.1 percent, followed by aspects of public order which has a weighting 0.247 or 24.7 percent, and economic aspects that have weight 0.233 or 23.3 percent.
Overall, the alternative with the highest priority is the determination of the strategic location of places for vendors, with a priority weight of 0.071, or 7.1 percent, which is a variable of economic aspects. Recommendations of this study is related to the limitations of this method, although the approach based on expert assessments are important, but it takes a quantitative approach for comparison. Both approaches should be synergistic, so that expert assessments are not impressed priority to subjectivity, but based on empirical observation and in-depth analysis, especially concerning the handling of street vendors.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T27614
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Settlement and construction concept of retailers (PKL) have to develop regulations, construction and protection purposes. Regulation of settlement and construction for PKL have to accommodation sociological, juridical and philosophical principal to enact local ordinance. Neglecting those dimensions has negative implication for the people, especially PKL. It's no relevance with protection of human rights and good regulation principles."
JIPUR 12:21 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Apep Insan Parid AP
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai respon pedagang kaki lima terhadap kebijakan penertiban yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung. Penelitian ini penting mengingat adanya respon pedagang yang mengakibatkan kebijakan penertiban berjalan tidak efektif, bahkan hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Pemerintah Kota Bandung. Padahal kebijakan penertiban bertujuan untuk menata kota dalam rangka menyukseskan Kota Bandung sebagai Kota Jasa yang Genah, Mereunah dan Tumaninah.
Penelitian ini difokuskan di Jl. Merdeka sebagai lokasi yang terkena kebijakan sesuai dengan keputusan Walikota Nomor : 511.23/Kep.1322-huk/2001 Tentang Lokasi Bebas Kegiatan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Bandung.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif melalui proses studi kepustakaan, wawancara dengan informan, dan pengamatan dilapangan. Informan penelitian berasal dari pejabat Pemerintah Kota Bandung dan beberapa pedagang kaki lima sebagai objek kebijakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa operasi penertiban yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bandung tidak disetujui oleh pedagang kaki lima, penertiban mendapat. perlawanan melalui tindakan anarkhis pedagang dan dalam perkembangannya respon pedagang seolah-olah tidak mengindahkan pelarangan perkembangannya respon pedagang seolah-olah tidak mengindahkan pelarangan berjualan. Mereka tetap menjalankan usahanya seiring dengan ditariknya petugas dari lokasi penertiban.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: tanggapan dan sikap pedagang, pengetahuan pedagang terhadap kebijakan, motivasi, pengalaman, kekompakan pedagang, dan budaya pedagang yang sulit diatur. Sedangkan faktor eksternal meliputi: tidak adanya fasilitas yang disediakan pemerintah, akses informasi yang kurang, perilaku petugas penertiban, situasi yang berkembang, lingkungan dan masyarakat sekitar, serta keberadaan organisasi pedagang.
Merujuk pada kondisi tersebut, perlu adanya suatu mekanisme operasi penertiban yang bisa diterima oleh pedagang dengan memberikan solusi pemecahan masalah sehingga kebijakan yang dijalankan menguntungkan kedua belah pihak, dalam hal ini pihak Pemerintah Kota Bandung dan pihak pedagang kaki lima."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviar Gustriandi
"Dewasa ini kehadiran para pencari kerja migran dalam jumlah yang tinggi di beberapa kota di Indonesia, membuat kota menjadi semakin padat dan tidak terkendali. Sektor formal yang secara umum memerlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu, berproduktivitas tinggi, modal yang besar, dan pemanfaatan teknologi yang serba canggih dan mutakhir, ternyata tidak menyediakan ruang bagi para migran pencari kerja. Para migran tersebut lalu membentuk usaha baru yang disebut sektor informal. Salah satu kegiatan dari sektor informal yang menjadi jenis pekerjaan yang penting adalah pedagang kaki lima. Pada umumnya nasib pedagang kaki lima kurang menguntungkan. Tidak jarang karena karakteristik yang melekat pada jenis pekerjaan ini membuat mereka sering terkena razia dan dikejar-kejar oleh petugas. Namun di sisi lain, sebagaimana yang ditunjukkan oleh besarnya jumlah pedagang kaki lima di Kota Pontianak (10.339 orang) mengindikasikan bahwa sektor ini mampu menjadi katup pengaman bagi meledaknya angka pengangguran. Sektor ini juga akan memberikan pemasukan yang tidak kecil bagi PAD Pemerintah Kota Pontianak, roda perputaran uang setiap harinya relatif cukup besar, yaitu mencapai 5,5 milyar rupiah dengan total omset sebesar 1,7 milyar rupiah. Kapabilitas yang ditunjukkan oleh sektor ini tidak lepas dari aktivitas yang mereka lakukan sehari-hari yang diikat oleh norma-norma informal yang menjadi aturan bagi sikap dan perilaku pedagang kaki lima dengan berbagai pihak sebagai modal sosial. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar kecilnya modal sosial pedagang kaki lima di Kota Pontianak yang dapat dilihat dari bagaimana mereka dapat mengimplementasikan norma-norma informal secara lugas atau dengan kata lain mereka memiliki kepercayaan (trust) dengan berbagai pihak di dalam maupun di luar jaringannya. Jika sebagian besar norma-norma tersebut lebih berlandaskan kepada trust, maka dapat dikatakan pedagang kaki lima di Kota Pontianak memiliki modal sosial yang besar. Sebaliknya, jika sebagian besar norma-norma tersebut kurang berlandaskan kepada trust, maka pedagang kaki lima di Kota Pontianak dapat dikatakan memiliki modal sosial yang kecil. Penelitian ini juga bermaksud untuk mengetahui bagaimana proses terbentuknya suatu jaringan dari kerja sama yang terjadi antara pedagang kakilima dengan berbagai pihak dan norma-norma informal apa saja yang terdapat dalam jaringan pedagang kaki lima tersebut.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Jenis penelitian ini dipandang relevan untuk digunakan dalam mengamati perilaku dan kondisi sosial pedagang kaki lima sehari-hari. Dari metode kualitatif ini akan dapat digambarkan keadaan riil di lapangan berdasarkan dukungan fakta dan informasi yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data studi kepustakaan (library research), observasi, dan wawancara yang dilakukan secara mendalam kepada informan (indepth interview). Penulis dengan sengaja memilih informan penelitian melalui teknik pemilihan informan purposive sampling, yaitu memilih pedagang kaki lima, baik yang berjualan di pasar-pasar tradisional maupun di pinggiran-pinggiran jalan, yang pada umumnya mereka menggunakan sebagian dari lahan publik. Dari 6 (enam) orang calon informan penelitian yang telah dipilih, ternyata pedagang kaki lima yang memenuhi beberapa kriteria informan yang telah penulis tetapkan, hanya 2 (dua) orang, yaitu pedagang kaki lima yang berjualan telur di Pasar Flamboyan dan pedagang kaki lima berjualan pakaian bekas (lelang) di Pasar Dahlia. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terbentuknya jaringan pedagang kaki lima dengan berbagai pihak adalah dari kerjasama yang dilandasi hubungan moral kepercayaan. Temuan di lapangan menunjukkan ada 4 (empat) pedagang kaki lima dengan berbagai pihak, yaitu jaringan dengan keluarga, agen, sesama pedagang kaki lima, dan Iangganan. Keempat jaringan tersebut dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) jaringan, yaitu jaringan keluarga, jaringan pertemanan, dan jaringan usaha. Ketiga jaringan pedagang kaki lima ini masing-masing memiliki pola hubungan sosial yang berbeda.
Hasil analisis temuan menunjukkan bahwa kedua pedagang kaki lima memiliki norma-norma informal yang sama, yaitu 16 (enam belas) norma. Hasil analisis trust terhadap norma-norma informal tersebut, memperlihatkan bahwa norma-norma informal yang lebih berlandaskan trust, yaitu sebanyak 11 (sebelas) norma (68,75%), sedangkan yang kurang berlandaskan trust sebanyak 5 (lima) norma (31,25%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa norma-norma informal kedua pedagang kaki lima (penjual telur dan penjual pakaian bekas) memiliki modal sosial yang besar. Hasil analisis temuan menunjukkan bahwa norma-norma informal yang kurang berlandaskan kepada trust, ternyata merupakan norma-norma kunci yang dipegang teguh oleh pedagang kaki lima dalam menjalankan usahanya.
Disarankan dalam penelitian ini agar Pemerintah Kota Pontianak dapat merencanakan pembangunan sosial di daerah dengan mengembangkan potensi pedagang kaki lima yang terbukti memiliki modal sosial yang besar, termasuk memperluas peruntukan lahan pasar bagi pembangunan pasar-pasar tradisional untuk menampung sebagian besar pedagang kaki lima yang masih berada di pinggiran jalan serta memberikan bantuan modal dengan akses yang lebih mudah kepada pedagang kaki lima. Oleh karena hasil penelitian ini belum dapat digeneralisasikan sebagai modal sosial pedagang kaki lima yang berlaku umum, maka disarankan kepada peneliti-peneliti lainnya untuk meneliti modal sosial pedagang kaki lima jenis usaha lainnya, termasuk bagaimana ikatan kekeluargaan dan solidaritas sosial dilihat dari kesukubangsaan pedagang kaki limanya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S6972
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radita Bestari
"Ruang publik dapat berfungsi sebagai latar tempat, ketika interaksi sosial terjadi sebagai ruang dialog di dalam ruang kota. Kota disuguhkan oleh kehadiran pedagang kaki lima, memperlihatkan koneksi antara aspek utama dan pendukung. Koneksi ini berupa mekanisme spasial antara formal-informal dan presence-absence di dalam ruang publik. Mekanisme spasial ini mengakibatkan adanya trasnformasi ruang, khususnya pada trotoar melalui proses negosiasi maupun translasi pedagang kaki lima (PKL). Mekanisme spasial ini menjadi ruang hibrid atau persilangan, yaitu ruang penghubung dari dua bagian atau binary opposition. Dalam studi ini, pedagang kaki lima (PKL) menggunakan trotoar di ruang kota, khususnya kawasan Haji Nawi, dekat stasiun MRT Haji Nawi yang merupakan kawasan perkantoran dan perdagangan. Skripsi ini bertujuan untuk mengungkap mekanisme ruang dalam mengubah sebuah ruang menjadi thirdspace oleh pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima menggunakan elemen-elemen horizontal maupun vertikal di dalam ruang kota sebagai pembentuk ruangnya.

Public space is a setting than a backdrop, where social interaction occurs as a dialog communication in a city. The city is entertained by the presence of the street hawkers, which shows a connection between the primary and the supporter. This connection is a spatial mechanism between formal-informal and presence-absence in public space. Spatial mechanism occurs space transformation, specifically in a sidewalk through negotiation and translation by street hawkers, to be a hybrid space as a connective line between binary opposition. This study is about street hawkers takes place in the sidewalk next to the Haji Nawi MRTs station, which functionalized as office and commercial area. This study proposes an idea of space mechanism by the street hawkers to transform a space into thirdspace. The street hawkers use horizontal and vertical elements to as primary elements to their space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Al-Humami
"Berbagai studi telah menunjukkan bahwa kapital (modal) sosial merupakan variabel penting bagi perkembangan dan kemajuan ekonomi suatu masyarakat atau negara. Begitu penting nilai kapital sosial itu hingga mendorong lembaga keuangan internasional, Bank Dunia, berinisiatif untuk mensponsori berbagai pengembangan kajian ihwal kapital sosial di berbagai Negara Dunia Ketiga dalam rangka mengatasi permasalahan kemiskinan.
Dalam diskursus ekonomi ala J.H. Boeke, ekonomi (sektor) informal, dalam hal ini usaha PKL, secara analogis dikategorikan sebagai jenis ekonomi tradisional (pra-kapitalistlk) yang dinilai statis dan sulit berkembang. Meski demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataannya ekonomi sektor informal (PKL), cenderung memiliki daya survival sangat tinggi. Padahal, ekonomi (sektor) informal hanya ditopang oleh kapital (modal) finansial yang relatif kecil dan terbatas. Kenyataan ini menegaskan bahwa dengan dukungan kapital finansial yang relatif terbatas, keberlangsungan usaha informal (PKL), seperti halnya pedagang angkringan di Kota Yogyakarta, pada dasarnya karena disokong oleh kapital sosial yang besar.
Atas dasar itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat jaringan sosial-ekonomi yang dirajut komunitas pedagang angkringan, serta kepedulian dan kepercayaan sosial yang dibangun dan dikembangkan oleh komunitas pedagang angkringan. Ketiga hal ini merupakan bentuk dari sosiabilitas komunitas pedagang angkringan, dan karena itu dinilai sebagai bagian penting dari kapital sosial angkringan.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan tujuannya termasuk jenis penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, data (informasi) penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam dan pengamatan lapangan (observasi). Sementara sebagai informan (subyek) penelitian adalah para pedagang angkringan yang tergabung dalam Kelompok Angkringan Demangan.
Berdasarkan analisis data Iapangan, dapat digambarkan bahwa komunitas pedagang angkringan merajut jaringan angkringan secara kolektif (komunalistik). Kolektifitas angkringan terbentuk karena dua motif kepentingan, yakni: kepentingan ekonomik, dan kepentingan etik. Kepentingan ekonomik terkait dengan keterbatasan kapital finansial yang dimiliki pedagang, sehingga memaksa mereka melibatkan banyak orang untuk melakoni usaha angkringan. Sementara kepentingan etik terkait dengan dorongan moral (kerelaan) untuk berbagi rezeki (peluang usaha) dengan sesama Wong cilik. Simpul struktural dan jaringan angkringan berakar pada ikatan- ikatan sosial, seperti ikatan kekeluargaan (kekerabatan), hubungan ketetanggaan, dan jalinan pertemanan. Selain itu, ikatan ekonomi juga menjadi simpul penghubung bagi kerjasama usaha yang dijalin para pedagang angkringan. Dalam perspektif Colemanian, struktur jaringan angkringan dalam wujud hubungan kerjasama yang dirajut secara kolektif tersebut termasuk kategori struktur sosial yang ketat-tertutup (closure of social structure).
Struktur jaringan angkringan yang bersifat closure tersebut menjadi basis bagi tumbuh-kembangnya norma-nonna kelompok yang dipedomani oleh komunitas pedagang angkringan sebagai acuan bagi perilaku sosial-ekonomi mereka. Norma-norma kelompok ini selanjutnya menjadi dasar bagi penciptaan kepercayaan sosial angkringan. Di antara norma-norma kelompok yang dimaksud itu adalah: kejujurandan tanggungjawab (pemenuhan tugas) yang berbasis pada ajaran agama (Islam), yakni keharusan untuk berlaku amanah, dan kepedulian yang diwujudkan dalam bentuk sikap saling perhatian dan tindakan saling menolong, yang berakar pada norma-norma sosial masyarakat Jawa, yakni kesetiakawanan dan kerukunan. Komitmen yang kuat terhadap kejujuran dan tanggungjawab (pemenuhan tugas), serta kepedulian, kesetiakawanan, dan kerukunan, sebagaimana dikembangkan oleh komunitas pedagang angkringan, merujuk pada Francis Fukuyama, merupakan bentuk substansial dari norma-norma (nilai-nilai) koperatif yang sangat mendukung perilaku kerjasama.
Dengan demkian, bisa disimpuikan bahwa komunitas pedagang angkringan pada dasamya punya persediaan kapital sosial yang sangat besar. Hal ini tercennin dari struktur jaringan angkringan yang termasuk dalam kategori struktur sosial yang ketat-tertutup (closure of social struktur), dengan simpul-simpul struktural yang berakar pada ikatan-ikatan sosial, seperti ikatan kekeluargaan (kekerabatan), relasi ketetanggaan, dan jalinan pertemanan. Besarnya kapital sosial angkringan juga dapat dilihat dari besamya kepercayaan sosiai di antara pedagang angkringan. Komunitas pedagang angkringan membangun dan memelihara kepercayaan sosial dengan memegang teguh norma-norma (niiai-nilai) infomasi yang mendukung dan mempromosikan perilaku koperatif, seperti kejujuran, tanggungjawab, dan kesediaan untuk saling membantu dan menolong, yang dibangun atas dasar kesetiakawanan sosial yang kuat.
Simpul-simpul struktural dari jaringan angkringan yang berakar pada ikatan kekerabatan (kekeiuargaan), hubungan ketetanggan, dan jalinan pertemanan sekaligus menunjukkan bahwa komunitas pedagang angkringan pada hakekatnya mempunyai radius kepercayaan (radius of trust) yang Iuas. Banyaknya ikatan sosial yang menjadi simpul jaringan angkringan menunjukkan bahwa kepercayaan sosiai angkringan tidak hanya dibangun atas dasar solidaritas kelompok yang terbatas (bonding solidarity). rnelainkan juga atas dasar solidaritas keiompok yang lebih luas (broading solidarity)."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>