Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88203 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Triandriani Mustikawati
"Signage dalam bentuk papan nama toko dan reklame, merupakan elemen visual yang dominan pada suatu koridor pertokoan dan memiliki peran yang penting dalam menentukan penampilan keseluruhan koridor pertokoan sebagai bagian dari kawasan kota. Sering tidak disadarinya hal ini menyebabkan keberadaan signage kurang mendapat perhatian dari segi penataan kota, padahal penataan signage dapat memberikan nilai tambah bagi penampilan kota. Karena itu perlu diketahui apa raja aspek-aspek penataan signage pads koridor pertokoan, dilihat dari segi penataan kota. Skripsi ini membahas mengenai aspek-aspek penataan signage dari segi kota, melalui tinjauan pustaka. Kemudian dilakukan tinjauan kasus di koridor pertokoan Pasar Baru untuk mengetahui bagaimana penerapan aspek-aspek tersebut. Kesimpulan dari skripsi ini menyatakan bahwa dari pendekatan penataan kota, aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam penataan signage pada sebuah koridor pertokoan adalah visibilitas (terlihat), legibilitas (terbaca) dan aspek visual / estetika. Di camping itu, hasil tinjauan kasus menunjukkan bahwa dalam penerapannya, selain ketiga aspek ini, kondisi fisik koridor pertokoan di mana signage tersebut berada juga ikut mempengaruhi pertimbangan penataan signage di koridor pertokoan tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Suharno
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S47869
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Salim Yunior
"Aspek suhu kenyamanan sesunggunnya telah semakin menjadi perhatian dalam kehidupan manusia, oieh karena suhu kenyamanan tersebut punya pengaruh yang besar pada kesehatan manusia sehari-hari. Suhu kenyamanan manusia di daerah tropis tidaklah sama dengan suhu kenyamanan pada daerah beriklim kering dan intermediate. Yang berbeda adalah faktor iklim pada beberapa daerah tidaklah sama.
Pencahayaan matahari menjadi faktor penentu suhu kenyamanan pada daerah iklim tropis. Intensitas pencahayaan matahari tidaklah sama untuk tiap iklim, begitu pula halnya dengan iklim tropis. Untuk mendapatkan acuan bagi perencanaan Iingkungan tempat tinggal manusia di iklim tropis teori mengenai arsitektur tropis dapat dijadikan sumber.
Skripsi ini akan membahas mengenai pencahayaan matahari pada iklim tropis lembab (Warm Humid Climate), di mana suhu kenyamanan yang akan dibahas juga mengenai suhu kenyamanan daerah tropis. Begitu pula dengan wujud kota tropis dapat dijadikan patokan untuk menciptakan suatu Kota yang warganya dapat menjalankan kehidupan sehari-hari secara nyaman."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S48241
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasdiman Rasyad
"Tingginya angka laju pertumbuhan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia dalam 3 dekade terakhir menyebabkan permintaan akan pelayanan prasarana kota meningkat tajam. Hal ini mendorong pemerintah untuk membangun prasarana kota secara besar-besaran, meluas dan terencana. Pembangunan prasarana kota dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk, untuk memacu perkembangan ekonomi dan mengarahkan perkembangan fisik kota. Kepentingan pembangunan prasarana kota untuk mengarahkan perkembangan fisik kota adalah untuk mencapai kualitas tata ruang perkotaan yang baik sehingga kota layak untuk dihuni oleh penduduknya.
Penelitian mengenai manfaat pembangunan prasarana kota untuk memenuhi kebutuhan penduduk telah banyak dilakukan. Namun pengaruh pembangunan prasarana kota terhadap kualitas tata ruang belum banyak diteliti. Kualitas tata ruang merupakan salah satu faktor yang membentuk kualitas Iingkungan hidup perkotaan. Dengan meneliti kualitas tata ruang suatu wilayah, dapat diketahui gambaran kualitas lingkungan hidup wilayah tersebut.
Penelitian ini menilai kualitas tata ruang suatu kawasan dengan mengukur variabel-variabel tertentu sebagai indikator dari kualitas tata ruang tersebut. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa (i) kualitas tata ruang pada koridor perkembangan perkotaan ditentukan oleh faktor-faktor kepadatan hunian, koefisien dasar bangunan, penggunaan tanah, garis sempadan bangunan, dan pohon peneduh; dan bahwa (ii) perkembangan fisik perkotaan di lokasi penelitian cenderung menyebabkan rendahnya kualitas tata ruang kawasan tersebut.
Lokasi penelitian merupakan penggalan prasarana jalan yang telah mengalami perubahan kondisi sebagai akibat dari pelebaran pada tahun 1997 - 1999. Jalan yang menghubungkan Kota Cibinong dengan Kota Citeureup sekarang ini telah berkembang menjadi koridor perkembangan perkotaan yang memiliki peran ekonomi yang cukup penting bagi Kabupaten Bogor.
Metode penelitian yang digunakan adalah metoda deskriptif dan survey. Variabel yang diteliti adalah Kepadatan Hunian dan Koefisien Dasar Bangunan (dua indikator terpilih yang mewakili faktor daya dukung lingkungan), Kecocokan Penggunaan Tanah (indikator terpilih yang mewakili faktor fungsi lingkungan), Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh (dua indikator terpilih yang mewakili faktor estetika lingkungan). Variabel dipilih berdasarkan pertimbangan batasan operasional kualitas tata ruang dan kemungkinan ketersediaan data.
Penilaian kualitas rata ruang dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian setiap variabel terhadap tolak ukur tertentu. Tolak ukur dikembangkan dari ketentuan variabel-variabel tersebut yang dialur di dalam berbagai peraturan daerah Kabupaten Bogor terkait dan beberapa referensi lainnya. Skala penilaian yang digunakan di dalam tolok ukur adalah 1 (sangat buruk) sampai dengan 5 (sangat baik).
Hasil analisis univariat dengan metoda distribusi frekuensi memperlihatkan bahwa variabel Kepadatan Hunian dan Koefisien Dasar Bangunan memiliki nilai buruk. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk di lokasi penelitian telah melampaui ketentuan sebagaimana yang ditetapkan di dalam rencana tata ruang wilayahnya, dan sebagian besar bangunan dibangun dengan melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan yang ditetapkan di dalam rencana tata ruang wilayahnya.
Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa variabel Kecocokan Penggunaan Tanah memiliki nilai menengah. Hal ini menunjukkan bahwa banyak bangunan yang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata guna lahan dibandingkan bangunan yang digunakan sesuai dengan ketentuan rencana tata guna lahan. Hal ini membelikan gambaran bahwa perkembangan fisik perkotaan yang terjadi di lokasi penelitian tidak sepenuhnya mendukung fungsi lingkungan yang diinginkan.
Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa variabel Ketaatan Garis Sempadan Bangunan memiliki nilai yang cukup baik dan Ratio Pohon Peneduh memiliki nilai yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa cukup banyak bangunan yang menaati ketentuan garis sempadan bangunan, namun sebagian besar halaman bangunan tidak memiliki pohon peneduh atau memiliki pohon peneduh kurang bila dibandingkan dengan luasnya.
Secara keseluruhan, nilai rata-rata kualitas tata ruang lokasi penelitian adalah menengah, namun secara distributif, sebagian besar bangunan sampel berada pada kelompok yang berkualitas buruk dan sangat buruk. Hal ini menunjukkan bahwa Kualitas Tata Ruang Lokasi Penelitian yang dibentuk oleh variabel-variabel Kepadatan Hunian, Koefisien Dasar Bangunan, Kecocokan Penggunaan Tanah, Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh berada dalam keadaan yang cenderung buruk.
Hasil analisis univariat juga memberikan petunjuk bahwa variabel Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh merupakan variabel yang berpengaruh terhadap pembentukan kualitas tata ruang di lokasi penelitian. Hasil analisis multivariat dengan metoda analisis faktor menunjukkan bahwa faktor yang dibentuk dari kombinasi variabel Koefisien Dasar Bangunan, Ketaatan Garis Sempadan Bangunan, dan Ratio Pohon Peneduh merupakan faktor yang berdasarkan uji validasi sampel, sangat stabil, Artinya faktor tersebut dapat digeneralisasi untuk menganalisis populasi. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas tata ruang di lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel Koefisien Dasar Bangunan, dan oleh variabel Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh.
Dari hasil analisis tersebut dapatlah disimpulkan bahwa pembentukan kualitas tata ruang di lokasi penelitian sangat di pengaruhi oleh variabel Ketaatan Garis Sempadan Bangunan dan Ratio Pohon Peneduh.
Dengan memperhatikan hasil-hasil penelitian di atas, dapatlah diajukan saran sebagai berikut:
1) Indikator/variabel yang digunakan di dalam penelilian ini adalah merupakan ketentuan di dalam rencana kata ruang wilayah daerah. Oleh karena itu penelitian ini dapat dijadikan model bagi pemerintah daerah untuk menilai dan mengevaluasi pencapaian kualitas tata ruang bagian-bagian wilayahnya.
2) Indikator/variabel yang dinilai berpengaruh kuat terhadap kualitas tata ruang di lokasi penelitian perlu mendapat perhatian oleh pemerintah daerah dalam rangka mengawasi dan mengendalikan perkembangan fisik perkotaan.
3) Pemerintah daerahn perlu menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) setiap bagian wilayah yang telah menunjukkan perkembangan yang cepat.
4) Penelitian serupa sebaiknya menggunakan variabel yang lebih beragam dan sampel yang lebih banyak.

The high rate of urban population growth in Indonesia in the last 3 decades increasing high demand of urban infrastructures. This situation encourage the Government to build a huge, wide and planned urban infrastructure. The development of urban infrastructure were intended to fulfill the basic needs of inhabitant, to spur ahead economic development of the city, and to lead physical development of the city. The significances of urban infrastructures development in leading physical development of the city is to accomplish a good urban area spatial quality suitable to be inhabited by its inhabitants.
The research concerning to the benefits of urban infrastructure development in fulfilling the basic needs of inhabitant were mostly performed. However the influence of urban infrastructure development to the urban area spatial quality is lessly examined. The urban area spatial quality is one of the factors which is generating the urban area environment quality. By examining the urban area spatial quality, we could have an outline of environment quality of the area.
The research is assessing the area spatial quality by measuring selected variables as the indicators of spatial quality. Hypothesis which is set forward are that (i) the spatial quality on urban development corridor is detemiined by the factor of dwelling density, building coverage ratio, land use, building line, and shade trees; and that (ii) the physical development in the research location tend to depleting the area spatial quality.
The research location is a section of access road with its condition changing due to widening project in 1997 - 1999. The section that linking Kota Cibinong and Kota Citeureup recently has been developed as urban development corridor with its important economic role for Bogor Regency.
The research methodology is descriptive and survey methodology. The variables examined are Dwelling Density and Building Coverage Ratio (two selected indicators which represent the factor of environment carrying capacity), Land Use Suitability (selected indicator which represent the factor of environment function), Building Line Obedience and Ratio of Shade.
Trees (two indicators which represent the factor of environment aesthetic). The variables were selected by considering the operational definition of spatial quality and the situation of research location.
The assessment of spatial quality was executed by comparing the result of each variabel to a certain standard. The standards are developed from the stipulation of variables which are stipulated in various relevant local regulations of Bogor Regency and other references. The assessment scale used in the standard is from 1 (very bad) to 5 (very good).
The results of univariate analysis with frequency distribution methodology shows that the values of Dwelling Density and Building Coverage Ratio variable is bad. These figures show that the level of population density in the location has exceeded the ideal standard as stipulated in its spatial plan, and most of buildings are built by violating the stipulation of building coverage ratio which stipulated in its spatial plan.
The results of analysis also show that the value of land Use Suitability variable is moderate. It shows that more buildings are used in incompatible way to the land me plan rather than the buildings in compatible way to the plan. This situation describes that the physical development of the area is not fully support the expected environment functions.
The analysis show that the level of Building Line Obedience variable is good and Ratio of Shade Trees is bad. These figures show that sufficient amount of buildings comply with the regulation of building lines, and most building's yard does not have shade trees or have little compare to the wide of the yard.
As a whole, the level of Spatial Quality of Research Location is moderate, however distributively, most of sample buildings are in the group with bad and very bad quality. This point indicates that the spatial quality which created by the variables of Dwelling Density, Building Coverage Ratio, Land Use Suitability, Building Line Obedience and Ratio of Shade Trees tends to be in bad situation.
The result of univariate analysis also show that the variable of Building Line Obedience and Ratio of Shade Trees are the variables with influence to the creation of spatial quality of research location.
The result of multivariate analysis by using factor analysis method shows that the factor developed from the combination of Building Coverage Ratio, Building Line Obedience, and Ratio of Shade Trees are the factors which, based on validation examination of sample, very stable. It means that factor might be generalised to analyse the population. This indicates that the spatial quality of research location is intensely influenced by the variables of Building Coverage Ratio, Building Line Obedience, and Ratio of Shade Trees.
From the result of these analysis, it might be summarized that the creation of spatial quality of research location intensely influenced by Building Line Obedience and Ratio of Shade Trees variables.
Taking into account the results above, the following recommendations could be submitted:
1) Indicators/ variables used in the research are parts of the stipulation of the local spatial plan. Therefore the research could be used as model to the Local Government to assessing and evaluating the gain of spatial quality of its parts area.
2) Indicators/ variables assessed that intensely influencing the spatial quality of research location need to be noticed by Local Government in order to control the physical development of the area.
3) The Local Government needs to prepare Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL/ Building and Environment Code) of every part of its area which is inclining fast development.
4) It is better for the next similar research, if any, to use more various variables and sample size."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Faozan
"This research locus on Dompet Dhuafa (DD) is a public organization dealing with the business of zakat management, which is at the moment implementing new institution structure is called Jejaring Multi Koridor (JMK)/ Multi Corridor Networking. JMK as a concept of organizational learning requires the ability for gaining and applying the knowledge properly in which the publicized strategies may be achieved as it is necessary to be supported by knowledge enablers application in optimal manner of JMK, the productivity of organizational knowledge therefore enables to be motivating in creating continuous innovation. This finally will create competitive advantages (Huseini, 1997). Such condition is necessary to plant for the staff to produce better performance from time to time. The main subject lifted up in this research is how extent to which the application of knowledge enablers in Jejaring Multi Koridor?
Type of applied research is the survey of descriptive method. Data piled up with the questionnaire distributed to all DD employees. Analysis method adopted from assessment tool developed by Silberman (Morrison, 2001). Assessment tool previously provided for the framework and the reflection of learning organization application, in this research context has been adapted as framework and reflection of knowledge enablers application in JMK of DID. Knowledge enablers in this research referred to von Krogh et al. opinion (2000). According to their opinion there are at least 5 enablers are knowledge vision, conversation, mobilize knowledge activists, the right enabling context, and globalize local knowledge. Assessment criteria divided into 4 average score groups of comprehensive, i.e: 25-38= Application rate of knowledge enablers in JMK is not sufficient to create most favorable organizational learning; 39-63= Application rate of knowledge enablers in JMK is less sufficient to create optimum organizational learning; 64-88= Application rate of knowledge enablers in JMK is sufficient to create optimum organizational learning; and 89-100= Application rate of knowledge enablers in JMK is very sufficient to create most favorable organizational learning.
Based on respondents' answers, application average score to each enablers in JMK as follow: the application of knowledge vision (15, 29), conversation (14, 37), mobilize knowledge activists (14, 04), the right enabling context (14,41), and globalize local knowledge (5). Respondents average answer on overall knowledge enabler application is 62, 5. The data shows that the application of knowledge enablers in JMK has not been applied sufficiently. According to collected data can be drawn a picture that there are some causes of the in sufficiency of knowledge enablers application in JMK: in sufficiency of top rank entanglement in facilitating the employees to create the knowledge vision or in conversation process; lack of employee commitment in taking initiative and focusing to the knowledge creation is still lower; the structure of the organization that has been set up does not enable to develop appropriate knowledge in, accordance with vision, mission, and developed strategy especially linked with the networking; no accomplishment of overseas networking as it has been planned.
This research comes into conclusion that the institution of JMK t hat has been structured will find difficulties to create the proclaimed vision and mission due to the existing organizational learning is not supported by application of knowledge enablers sufficiently. In relation to this, proposed correction as follow: Firstly, top leader is necessary to became him/herself as enabling leaders so that the leader is worthy to be a guide for his/her subordinate; secondly, DD is necessary to facilitate the creation of intensively solid and collaboration relation between internal units of DD, between internal units and networking, or with same network; thirdly, DD is necessary to expand global networking remind them as very strategic opportunity; at least and most important is required immediately to redesign the structure of JMK which is more adaptive and flexible to enable the creation of continuous knowledge and innovation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S33988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S34342
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2012
330.9 IND l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Judistia Widianto
"Sistem Park and Ride (P&R) dan feeder merupakan upaya untuk memperluas jangkauan pelayanan busway, namun penerapan kedua sistem tersebut tidak selalu tepat untuk semua koridor busway. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan sistem P&R yang efektif pada koridor busway, menganalisa manfaat yang diperoleh bila dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi secara langsung serta menganalisa daerah pelayanan suatu fasilitas P&R. Survei data responden dilakukan terhadap pengguna busway di halte busway ragunan dan kalideres dan survei stated preference dilakukan terhadap pengguna P&R dengan moda busway di Ragunan dan Kalideres. Metodologi yang digunakan adalah pembentukan parameter untuk mengetahui kebutuhan koridor busway terhadap sistem P&R, analisa secara deskriptif dan perhitungan selisih biaya dan waktu perjalanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Koridor VI membutuhkan sistem P&R, sedangkan koridor III tidak membutuhkan sistem P&R. Sistem yang efektif untuk P&R mobil adalah sistem P&R dengan tarif Rp.4000,- untuk Ragunan dan Rp.10.500,- untuk Kalideres, serta dengan perbaikan waktu perjalanan dengan busway selama 10 menit. Sedangkan untuk pengguna P&R sepeda motor, belum terdapat sistem P&R yang efektif, hal ini terlihat dari biaya dan waktu perjalanan yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan sepeda motor langsung ke tempat tujuan. Manfaat yang didapat pengguna P&R mobil adalah biaya perjalanan rata-rata lebih murah Rp. 4472,- dan waktu perjalanan yang lebih cepat 5,5 menit. Daerah pelayanan P&R Ragunan tersebar sejauh 6,4 km pada sisi timur, 6,2 km pada sisi barat, 3,8 pada sisi utara dan 10,9 km pada sisi selatan dari P&R Ragunan. Sedangkan daerah pelayanan P&R Kalideres tersebar sejauh 13,7 km pada sisi barat, 1,6 km pada sisi utara dan 5,7 km pada sisi selatan dari P&R Kalideres.

The Park and Ride (P&R) system and feeder are methods to broaden the service area of busway, but the application of this systems is not always appropriate for all busway corridor. This study attempts to determine the need for an effective P&R system in a busway corridor, analyzing the benefits of using P&R compared to the direct use of personal vehicles and analyzing the service coverage area of a P&R facility. Respondence surveying has been conducted on busway passengers in Ragunan and Kalideres shelters. Stated Preference surveying has also been conducted on P&R user in Ragunan and Kalideres. The methodology of research includes the determination of parameters for evaluating the need for a P&R system in a busway corridor, descriptive analysis & comparative study on travel cost and travel times.
This study shows that the sixth corridor need the P&R system, but the third corridor doesn?t need a P&R system. The effective system for car P&R is P&R system with Rp.4000,- fee for Ragunan and Rp.10.500,- fee for Kalideres, and with a 10 minutes reduction in busway travel time. Meanwhile, a P&R system for motorcycle users has been found to be ineffective for the user because the cost and travel time when using P&R is higher than using motorcycles directly to the destination. The benefits for car P&R users include a lower travel cost (Rp.4472,-) and faster travel time (5,5 minutes). The service coverage area of Ragunan P&R is ranged 6,4 km to the east, 6,2 km to the west, 3,8 km to the north and 10,9 km to the south from location of Ragunan P&R. The service area of Kalideres P&R is ranged 13,7 km to the west, 1,6 km to the north and 5,7 km to the south from location of Kalideres P&R."
2009
S50449
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Fadhila
"Masyarakat modern diketahui memiliki banyak ruang dimana orang-orang di dalamnya diawasi, baik didasari oleh alasan negatif maupun positif, baik oleh manusia maupun oleh sesuatu yang bersifat mekanis, termasuk di dalam ruang publik. Ruang publik menerapkan adanya surveillance sebagai fungsi pengawasan yang menghasilkan adanya kontrol yang mengatur dalam ruang tersebut. Beberapa elemen surveillance yang berbeda akan mengatur ruang tersebut dengan menyesuaikan setiap kebutuhan di dalam ruang publik. Oleh karena itu, tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui kaitan surveillance dengan kontrol di dalam arsitektur yang dapat meningkatkan performa ruang publik sehingga menyebabkan adanya pengamatan sebagai fungsi keamanan. Penulis mengobservasi Pasar Baru sebagai ruang publik dengan menggunakan gagasan Eyes On the Street yang digagas oleh Jane Jacobs, teori Panopticon oleh Jeremy Bentham, beserta teori-teori pendukung lainnya. Sejumlah permasalahan akan dijawab dengan mengaitkan surveillance dengan kontrol, bagaimana surveillance bekerja dalam ruang publik, serta efek yang ditimbulkan oleh surveillance terhadap ruang publik.

Modern society is known to have a lot of space where people in it are supervised, both based on negative and positive reasons, both by humans and by something mechanical, including in public space. Public space implements surveillance as a supervisory function that results in controls governing the space. Several different surveillance elements will regulate the space by adjusting every need in the public space. Therefore, the purpose of this paper is to find out the relation between surveillance and control in architecture that can improve the performance of public space, thereby causing observations as a security function. The author observes Pasar Baru as a public space using the idea of ​​Eyes On the Street initiated by Jane Jacobs, Panopticon theory by Jeremy Bentham, along with other supporting theories. A number of problems will be answered by linking surveillance with control, how surveillance works in public space, and the effects of surveillance on public space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>