Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159438 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S40658
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Dwirani
"PT. Pupuk Kujang (PTPK) merupakan salah satu industri penghasil pupuk atau produsen pupuk urea terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 570.000 ton/tahun dan produk antara ammonia sebesar 330.000 ton/tahun serta produk sampingan yaitu nitrogen dan oksigen. Limbah yang berpotensi besar mencemari lingkungan pada pabrik PTPK adalah ammonia (NH3) karena dalam unit proses pembuatan pupuk urea pada PTPK, Limbah yang dikeluarkan banyak terkandung ammonia dalam bentuk gas. Apabila Limbah ini dibuang langsung ke udara ambien dan langsung dimanfaatkan oleh manusia untuk bernafas maka hal ini akan mempengaruhi kualitas udara ambien dan mengurangi derajat kesehatan manusia, tidak hanya akan memberikan potensi bahaya terhadap para pekerja, melainkan juga terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik.
Gas ammonia adalah suatu gas yang tidak berwarna, dan menimbulkan bau yang sangat kuat. Dalam udara, ammonia dapat bertahan kurang lebih satu minggu. Gas ammonia terpajan melalui pernapasan dan dapat mengakibatkan iritasi yang kuat terhadap sistem pernapasan. Karena sifatnya yang iritasi, polutan ini dapat merangsang proses peradangan pada saluran pernapasan bagian atas yaitu saluran pemapasan mulai dari hidung hingga tenggorokan.
Terpajan gas ammonia pada tingkatan tertentu dapat menyebabkan gangguan pada fungsi paru-paru dan sensitivitas indera penciuman.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, diketahui bau ammonia yang ditimbulkan dari kegiatan proses produksi masih sangat terasa pada siang dan malam hari baik itu di lingkungan kerja maupun di luar lingkungan kerja yaitu lingkungan permukiman masyarakat sekitar. Gangguan saluran pemapasan lebih banyak dikeluhkan oleh pekerja pabrik (terpajan ammonia risiko tinggi) dibandingkan pekerja non pabrik (terpajan ammonia risiko rendah). Sementara itu, di lingkungan permukiman masyarakat pun, sebagian besar merasa terganggu dengan bau dari gas ammonia tersebut.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Adakah hubungan antara konsentrasi ammonia di kedua lingkungan kerja tersebut dengan gangguan kesehatan pekerja (gangguan saluran pernapasan), 2) Apakah terdapat hubungan yang nyata antara segmentasi demografi usia, lama tinggal, dan status pekerjaan dengan persepsi masyarakat mengenai kualitas udara yang terkontaminasi ammonia?
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah 1) Adanya hubungan yang signifikan antara konsentrasi ammonia di kedua lokasi tersebut di atas dengan gangguan kesehatan pekerja (gangguan saluran pemapasan), bahwa pekerja pads zona pemajanan konsentrasi ammonia risiko tinggi mempunyai kemungkinan relatip untuk menderita gangguan saluran pernapasan lebih besar daripada pekerja pada zona pemajanan dengan konsentrasi ammonia risiko rendah, 2) Terdapat persepsi yang berbeda secara nyata mengenai kualitas udara ammonia di lingkungan permukiman berdasarkan segementasi demografi usia, lama tinggal, dan status pekerjaan.
Variabel penelitian adalah konsentrasi gas ammonia, gangguan saluran pernapasan dan persepsi masyarakat. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pengukuran langsung, kuesioner, wawancara dan observasi iangsung. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan rencana kelola lingkungan yang terdapat di PTPK, dan arch angin dominan. Besar sampel berdasarkan formulasi tertentu dan pemilihan responden berdasarkan purposive sampling untuk masyarakat, dan stratified random sampling untuk pekerja.
Analisis data dilakukan untuk membuktikan hipotesis yaitu analisis chi square test untuk membuktikan hipotesis pertama, dan analisis chi square test untuk membuktikan hipotesis kedua.
Analisis kualitas udara dilakukan pada dua zona pemajanan, yaitu lingkungan kerja terpajan konsentrasi ammonia risiko tinggi dan lingkungan kerja terpajan konsentrasi ammonia risiko rendah. Hasil analisis memperlihatkan pads zona pemajanan konsentrasi ammonia risiko tinggi, kualitas udara ammonia pada lingkungan kerja pabrik sebagian besar berada di atas nilai ambang batas yang ditetapkan (25 ppm) yaitu unit kerja urea sebesar 35,51 ppm; unit kerja ammonia sebesar 23,33 ppm; unit kerja utilitas sebesar 34,0 ppm; dan unit kerja bagging sebesar 35,07 ppm. Sedangkan pada zona pemajanan konsentrasi ammonia risiko rendah, kualitas udara ammonia di lingkungan kerja non pabrik berada di bawah nilai ambang batas yang ditetapkan, sebesar 0,102 pprn pada main office, dan sebesar 0,085 ppm pads daerah diktat dan construction office. Sementara itu kualitas udara ammonia untuk lingkungan permukiman masyarakat berada di bawah nilai ambang batas yang ditetapkan (2 ppm). Hasil kualitas udara ambien untuk ammonia memperlihatkan pada dusun Poponcol sebesar 0,013 ppm, dan dusun Pejaten sebesar 0,022 ppm.
Analisis perhitungan odds ratio dengan chi square test menunjukkan adanya kebermaknaan hubungan antara konsentrasi ammonia pada kedua zona terpajan ammonia risiko tinggi dan rendah dengan gangguan saluran pernapasan, batuk, asma, dan kesulitan bemapas (p-value <0,05). Sedangkan untuk gangguan saluran penapasan, batuk dengan dahak, tidak memiliki kebermaknaan hubungan (p-value>0,05). Hasil perhitungan memperlihatkan odds ratio batuk sebesar 2,1; odds ratio batuk dengan dahak sebesar 1,3; odds ratio asma sebesar 1,8; odds ratio kesulitan bemapas adalah 1,1.
Berdasarkan hasil analisis chi square test, diperoleh hasil yaitu tidak terdapat hubungan yang beimakna antara demografi usia, lama tinggal, dan status pekerjaan terhadap persepsi mengenai kualitas udara yang terkontaminasi ammonia.
Menjawab beberapa rumusan perrnasalahan di atas, beberapa kesimpulan dibuat sebagai berikut:
1. Konsentrasi ammonia di lingkungan kerja terpajan ammonia risiko tinggi, yaitu unit urea, unit utilitas, dan unit bagging, telah melampaui NAB (25 ppm), dan di unit ammonia berada sedikit di bawah NAB. Sementara itu konsentrasi ammonia di lingkungan kerja terpajan ammonia risiko rendah berada di bawah NAB (25 ppm).
2. Pekerja yang berada pada zona yang terpajan konsentrasi ammonia risiko tinggi, mempunyai risiko 2,1 kali lebih besar mengalami gangguan batuk; 1,8 kali lebih besar mengalami gangguan asma; 1,1 kali lebih besar mengalami gangguan kesulitan bemapas, dibandingkan pekerja yang berada pads zona yang terpajan konsentrasi ammonia risiko rendah.
3. Persepsi kualitas udara ammonia sangat menyengat tidak dipengaruhi oleh usia seseorang, lama tinggal dan status pekerjaan (bekerja dan tidak bekerja). Persepsi seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti pengetahuan internal seseorang, kebutuhan dan pengalaman.
Berdasarkan hasil dan pembahasan, saran yang dapat diberikan adalah:
1. Pencemaran udara ruangan pada unit bagging dapat dikurangi dengan membuat ventilasi yang sesuai dan memasang filter untuk menangkap polutan dari sumber dan polutan dari udara luar ruangan.
2. Diinstruksikan keharusan penggunaan APD bagi pekerja yang terpajan gas ammonia di lingkungan kerja terpajan ammonia risiko tinggi khususnya dalam penggunaan masker, baik itu masker with canister ataupun masker with catridges. Hal ini dikarenakan untuk melindungi pernapasan pars pekerja dari berbagai polutan, khususnya gas ammonia yang terhirup di lokasi kerja.

PT. Pupuk Kujang is the biggest one of fertilizers industry with production capacity 570.000 ton urea annually and 330.000 ton ammonia per year. Also PTPK produces side products, which are nitrogen and oxygen. Pollution that has become potential pollution to the environment at PTPK is ammonia, because in unit process of urea fertilizers making, the emission contain ammonia in gas phase. If the emission is directly exhausted to ambient air it continuously inhale by human being, it will effect to ambient air quality and human health, not only potentially effect to factory worker, but also effect to public community which are living near by industrial area.
Ammonia gas is a colorless gas with a strong odor. In the air, ammonia will last about one weeks. Ammonia gas exposed by inhalation and can cause strong irritation to respiratory system. This pollutant can irritate the inflammation process of upper respiratory, to the nose and throat. Exposure ammonia gas in certain level can effect to pulmonary function and odor sensitivity.
Based on field research, odor of ammonia which is caused by production process still strong in the morning and in the night time, both of workplace environment and public housing environment. The effect to respiratory symptoms are more complained by factory worker rather than non factory worker. Besides, most of the public feel annoyed by the strong odor of ammonia.
Research problem identified from the background are 1) Is there any association between ammonia concentration at factory workplace and office workplace to worker health symptoms (which is respiratory symptoms)?, 2) Is there any association between public perception to ammonia polluted air quality with demography segmentation, which are ages, length of stay, and occupational status.
Research hypothesis are following 1) There is association between ammonia concentration at workplace that exposures to high risk and exposures to low risk to health effect of factory worker. Most of the worker in high risk zone have more risk factor to get respiratory symptoms rather than the worker in low risk zone, 2) There are di ferences perception to air quality based on demography segmentation, which are ages, length of stay, and occupational status.
Research variable are a ammonia gas concentration, a respiratory symptoms, and community perception. Collecting data have been done by primary measurement, questionnaire, in deep interview, and field observation. Location were chosen based on environmental and management planning (rencana kelola lingkungan), from the dominant wind rose. Sample size were defined based on certain formulation. Respondent samples of public were chosen based on purposive sampling and respondent samples of worker were chosen based on stratified random sampling.
Data analyzed using chi square test analysis to verify the first hypothesis, and also chi square test analysis to verify the second hypothesis.
Air quality analysis have been done at two exposure zone, which are workplace exposure to high risk, and workplace exposure to low risk. Conclusion of analysis shows, at most of workplace exposure to high risk, ammonia air quality over threshold limit value (25 ppm) which are 35,61 ppm at urea plant unit, 23,33 ppm at ammonia plant unit, 34,0 ppm at utility plant unit, and 35,07 ppm at bagging plant unit. Meanwhile, at the workplace exposure to low risk, ammonia air quality below threshold limit value, which are 0,102 ppm at main office and 0,085 at diktat and construction office. At the public housing environment, ammonia air quality is in below threshold odor concentration (2 ppm). The result of ambient air quality for ammonia gas shows 0,013 ppm at dusun Poponcot and 0,022 ppm at dusun Pejaten.
Odds ratio analysis shows there are significantly association between concentration ammonia at both zone to respiratory symptoms, cough, asthma, and shortness of breath, which are odds ratio for cough 2,1; odds ratio for cough with phlegm 1,3; odds ratio for asthma attack 1,8; and odds ratio for shortness of breath 1,1. It means that worker in high risk zone have more risk factor to get respiratory symptoms rather than the worker in low risk zone.
Chi square test analysis shows there are not significantly association between demography segmentation of ages, length of stay, and occupational status to perception of ammonia contaminated air odor.
To answer the problems, there are several recommendation following:
1. Ammonia concentration at the workplace exposure to high risk such as urea plant, utility plant, and bagging plant are over the TLV, and at ammonia plant, the concentration is below the TLV. Meanwhile, ammonia concentration at the workplace exposure to low risk, which are main office and diktat are below the TLV.
2. The worker in high risk zone have risk probability to get symptoms of cough 2,1 times; asthma attack 1,8 times; and shortness of breath 1,1 times more larger than the worker in low risk zone.
3. The perception of smell a strong ammonia odor does not influenced by ages, length of stay, and occupational status of person. The perception could be influenced by other factor, such as know ledges of the people, needs of people, and experiences.
Based on result and analysis, there are several recommendation following:
1. Indoor air pollution at bagging plant unit cart minimized with make a appropriate ventilation and put in air filter to minimize the pollutant from the source and pollutant from the outside.
2. Good instruction for using personal protective equipment to the worker at workplace that exposure to high risk, such as masker with canister, or masker with cartridge, to prevent the worker respiratory from kind of pollutants especially inhaled ammonia gas at the workplace.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pane, Jauharsyah
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S48739
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1990
S48756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1990
S48807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S48697
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet
"Unit Gas sweetening merupakan salah satu fasilitas inti pada produksi gas alam di suatu kilang minyak dan/atau gas. Di suatu lapangan gas alam yang dikelola oleh PT. X terdapat masalah sering terjadinya korosi di unit Gas sweetening, terutama pada bagian kolom absorber (unit kontaktor). Disamping itu juga terjadi kehilangan sejumlah gas hidrokarbon bernilai ekonomis tinggi, yang ditandai dengan tingginya komposisi C1-C3 (metana, etana, propane) di aliran venting gas asam. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian teknis untuk mengidentifikasi akar masalah dan aksi yang perlu dilakukan guna menanggulangi masalah tersebut.
Pendekatan yang dilakukan pada kajian teknis ini meliputi kunjungan lapangan (survey), analisis laboratorium, dan simulasi proses Gas sweetening. Survey lapangan ke kilang gas alam dilakukan dengan standar savety yang ketat, untuk mengetahui kondisi aktual di lapangan, termasuk pengambilan data primer dan sampel yang diperlukan untuk analisis laboratorium. Untuk memenuhi aspek teknis dan etika profesi, berbagai pengujian laboratorium dilakukan di Laboratorium Uji yang tersertifikasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional). Simulator yang digunakan untuk optimasi proses adalah VMGsim. Fluid package yang dipakai adalah Amine Package dengan mode stedy state simulation. Untuk memenuhi aspek teknis dan etika profesi, aplikasi simulator proses yang digunakan (VMGsim) merupakan versi legal yang diperoleh secara formal.
Berdasarkan hasil-hasil kajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa proses korosi di unit Gas sweetening telah terjadi, dengan indikasi meningkatnya kandungan Fe secara drastis (lebih dari 70 kali lipat) dalam larutan amine. Beberapa faktor penyebab kemungkinan terjadinya korosi diantaraanya: (a). Larutan amine yang digunakan mengandung klorin (Cl) sangat tinggi (> 18000 ppm; standar savety < 1000 ppm), (b). CO2 loading di rich amine cukup tinggi (> 0,5 mol CO2/mol amine), dan (c). Konfigurasi unit Gas sweetening yang sederhana (tanpa adanya unit stripping), sehingga larutan amine yang dihasilkan hanya semi-lean amine (bukan lean amine). Pada kondisi existing dapat diperoleh sweet gas dengan kandungan CO2 sesuai spesifikasi, namun hydrocarbon losses di acid gas venting masih cukup tinggi yaitu 1,8 % (kondisi desain: 0,95 %). Beberapa faktor penyebab tingginya hydrocarbon losses tersebut diantaranya adalah: (a). Adanya perubahan suhu feed gas (naik lebih dari 10 oC), (b). Terjadinya foaming di kolom absorber, yang diindikasikan oleh terbentuknya padatan NaHCO3 (analisis FTIR) dan FeCl3 (analisis ICP) pada pelarut amine, (c). Tidak dioperasikannya unit Carbon filter, dan (d). Tingginya laju sirkulasi amine yang digunakan. Optimasi proses yang disertai dengan penambahan beberapa unit (seperti cooler di feed gas, cooler di semi-lean amine, dan heater/boiler sebelum LP-Flash) dapat menurunkan hydrocarbon losses di acid gas venting hingga menjadi 1,3 %. Keuntungan yang didapat setelah optimasi tersebut adalah peningkatan produk sweet gas sebesar 0,47 MMSCFD.

Gas sweetening unit is one of the core facilities in the natural gas production in an oil-gas refinery. In a natural gas field operated by PT. X, there is a problem of corrosion in the Gas sweetening unit, especially in the absorber column (contactor unit). In addition, there is also a loss of valuable hydrocarbon gases, which is characterized by the high composition of C1-C3 (methane, ethane, propane) in the acid gas venting stream. Therefore, it is necessary to conduct a technical study to identify the causes of the problems and the actions that need to be taken to overcome the problems.
The approach taken in this technical study includes field visits (surveys), laboratory analysis, and simulation of the Gas sweetening process. Field surveys to the natural gas refinery are carried out with strict safety standards, to determine the actual conditions in the field, including the collection of primary data and samples needed for laboratory analysis. To meet the technical aspects and professional ethics, various laboratory tests are carried out at a Test Laboratory certified by KAN (National Accreditation Committee). The simulator software used for process optimization is VMGsim. The fluid package used is the Amine Package with a steady state simulation mode. To meet the technical and ethical aspects, the process simulator software used (VMGsim) is the legal version which is obtained formally.
Based on the results of the study, it shows that the corrosion process in the Gas sweetening unit has occurred, with indications of a drastic increase in the Fe content (more than 70 times) in the amine solution. Several factors causing the possibility of corrosion include: (a). The amine solution used contains very high chlorine (Cl) (> 18000 ppm, standard savety < 1000 ppm), (b). CO2 loading in rich amine is quite high (> 0.5 mol CO2/mol amine), and (c). Gas sweetening unit configuration is simple (without any stripping unit), so that the resulting amine solution is only semi-lean amine (not lean amine). In existing conditions, sweet gas can be obtained with CO2 content according to specifications, but hydrocarbon losses in acid gas venting are still quite high, namely 1.8% (design condition: 0.95%). Some of the factors causing the high hydrocarbon losses include: (a). There is a change in the feed gas temperature (increase more than 10 oC), (b). The occurrence of foaming in the absorber column, which was indicated by the formation of solids NaHCO3 (FTIR analysis) and FeCl3 (ICP analysis) in amine solvent, (c). Not operating the Carbon filter unit, and (d). The high rate of circulating amine used. Process optimization accompanied by the addition of several units (such as cooler in feed gas, cooler in semi-lean amine, and heater/boiler before LP-Flash) can reduce hydrocarbon losses in acid gas venting to 1.3%. The advantage obtained after the optimization is an increase in sweet gas products by 0.47 MMSCFD.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yenni
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S50823
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Cokro
"Merujuk pada ketentuan ILO (International Labour Organizations) yang menyatakan bahwa industri pupuk termasuk ke dalam kategori industri dengan major hazard (kebakaran, ledakan dan kebocoran bahan kimia berbahaya). Skripsi ini membahas tentang potensi terjadinya ledakan pada pipa gas hidrogen yang disebabkan oleh pelepasan gas hidrogen ke udara dan memproyeksikan area kerusakan (threat zone) akibat ledakan jika terjadi ledakan pada pipa tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan disain deskriptif yang menggunakan teknik event tree analysis (ETA) dan piranti lunak ALOHA (Area Locations of Hazardous Atmosphere).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terlepasnya gas hidrogen dapat menyebabkan jet fire, flash fire, kebocoran gas beracun dan vapor cloud explosion, tergantung pada jumlah material hidrogen yang terlepas, kecukupan bercampur dengan udara dan penundaan ignisi. Proyeksi area kerusakan (threat zone) menunjukkan bahwa area merah, yaitu area yang dapat menghancurkan bangunan dan menyebabkan kematian, berada dalam radius 214 meter dengan luas area sebesar 143.930 m2. Area oranye, yaitu area yang dapat menyebabkan cedera serius, berada dalam radius 244 meter dengan luas area sebesar 187.113 m2. Area kuning memiliki radius terjauh ledakan yaitu sebesar 407 meter dengan luas area berisiko sekitar 520.611 m2.
Perkiraan jumlah korban akibat ledakan ini adalah sekitar 500 orang, sebagian besar diantaranya merupakan karyawan yang bekerja di pabrik. Orang yang berisiko menjadi korban adalah mereka yang berada dalam area kuning ketika ledakan tersebut terjadi. Untuk itu, peneliti menyarankan agar PT Pupuk Kujang Cikampek meningkatkan kualitas dan kuantitas alat detektor hidrogen, membuat sistem peringatan dini, mengadakan pelatihan penanganan kebocoran bahan kimia dan meletakkan alat pemadam kebakaran lebih dekat dengan area yang kaya akan gas flammable.
According to the ILO (International Labor Organizations) rule that a fertilizer company is included into the category of a major hazard industry which contains probability of fire, explosions and toxic gas released. This paper analysis about potency of explosion happenings in hydrogen gas pipes which is caused by hydrogen gas released to the air and describes threat zone because of several explosions in its pipes. This paper is a quantitative studies with descriptive design study which uses ETA (event tree analysis) technique and ALOHA (Area Locations of Hazardous Atmospheres) software.
This studies shows that hydrogen gas released to the air can cause several outcomes, like jet fire, flash fire, toxic gas released and vapor cloud explosion depending on quantity of hydrogen released, sufficiency of mixed air volume and delayed ignition. Projection of each threat zone area caused by explosion shows that red zones is 143.930 m2 in 214 m from the centre of the explosions that can destroy several buildings and potentially most caused death. Orange area is 187.113 m2 in 244 m from the centre of the explosions which can cause serious injuries. Yellow area is 520.611 m2 in 407 m out of its threat zone. The estimation about the victims of this explosion is 500 persons that most of them are the employee who works in plant. People at risk which can be a victim of it is they who is in yellow areas when the explosion was happened.
Therefore, author suggests that PT Pupuk Kujang Cikampek has to increase the quality and the quantity of hydrogen detector tools, make an early alarm system, conduct toxic material release training and provide fire extinguisher in the position that very close with the flammable gas areas.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>