Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70713 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The maximum Cadmium content in tap water based on Drinking Ware Standard Quality of DKI Local
Government, is 0, 01 mg/L. This experiment is aimed to reduce Cadmium content by adsorbtion process
using 8-10 nun granular activated Carbon. By using continous system to adopt the real condition and
the contact time during isothermal adsorption and the time needed to achive equilibrium conditions
are observed The granular carbon is heated at 100 " C for 24 hours and the surface areas change tom
555,6 m2 /gr to 597,6 m2 / gr .The system reaches penetration curve after I4 hours for 10 minutes
contact rime and I8 hours for 20 minutes.
"
Jurnal Teknologi, 15 (3) September 2001 : 336-345, 2001
JUTE-15-3-Sep2001-336
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amru Zauda
"ABSTRAK
Karbon aktif merupakan bahan yang dikenal sebagai bahan adsorben untuk digunakan pada sektor industri pangan maupun non paugan. Selain itu, penggunaan karbon aktif sangat erat hubungannya dengan usaha perlindungan lingkungan.
Semakin ketat pelaksanaan peraturan tentang perlindungan lingkungan ini, maka pemakaian karbon aktif semakin meningkat.
Pemerintah DKI Jakarta telah mengeluarkan ketetapan tentang baku mutu air minum. Ketetapan tersebut antara lain berisi tentang kandungan timbal (Pb) maksimum yang diperbolehkan dalam air minum sebesar 0.01 mg/liter. Sedangkan ?air PAM? yang tersedia memiliki kandungan timbal maksimum sebesar 0.05 mg/liter. Menyadari hal tersebut, dimulailah penelitian mengurangi timbal dalam ?air PAM? dengan menggunakan karbon aktif granular dengan sistem Batch.
Pada penelitian ini karbon aktif yang digunakan dipanaskan terlebih dahulu pada temperatur 100℃ selama 24 jam, perlakuan ini dimaksudkan untuk memperbesar luas permukaan karbon aktif. Kemudian karbon aktif yang tetah diaktifasi tersebut digunakan untuk mengadsorb Pb dalam ?air PAM?.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterisasi luas permukaan karbon aktif terjadi peningkatan pada saat sebelum aktifasi dan sesudah aktifasi, yaitu 223.6 m2/gr menjadi 323.5 m2/gr. Kemudian menurun setelah mengalami proses adsorpsi, yaitu sebesar 233.4 m2/gr.
Dari hasil pengujian kapasitas adsorpsi karbon aktif dengan variasi jumlah karbon aktif; menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut mengalami brealdrough (kurva terabosan) pada penambahan karbon aktif sebesar 5.5 gr/liter. Sedangkan pengujian kapasitas adsorpsi dengan variasi waktu kontak, menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi mengalami breaktrough (kuva terobosan) pada waktu kontak 20 jam.
Untuk mengurangi kandungan Pb dalam ?air PAM? dari 0.05 mg/liter menjadi 0.01 mg/liter, maka karbon aktif granular yang dibutuhkan sebanyalc 151 gr/liter.
"
2000
S49030
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Michael BM
"ABSTRAK
Karbon aktif merupakan bahan yang di kenal sebagai bahan adsorben untuk di gunakan pada sector industri pangan maupun non pangan. Selain itu, penggunaan karbon aktif sangat erat hubungannya dengan usaha perlindungan lingkungan. Semakin ketat pelaksanaan peraturan tentang perlindungan ini, maka pemakaian karbon aktif semakin meningkat.
Pemerintah DKI Jakarta telah mengeluarkan ketetapan baku mutu air minum. Ketetapan tersebut antara lain berisi tentang kandungan logam timbal maksimum yang diperbolehkan dalam air minum sebesar 0.01 mg/L. Sedangkan ?air PAM? yang tersedia memiliki kandungan timbal sebesar 2.3 mg/L. Menyadari hal tersebut, maka dimulailah penelitian mengurangi kadar timbal dalam ?air PAM? dengan karbon aktif granular melalui sistim kontinu.
Pada penelitian ini karbon aktif yang diguuakan dipanaskan terlebih dahulu pada temperatur 100 °C selama 24 jam, perlakuan ini dimaksud untuk memeperluas permukaan karbon aktif yang selanjutnya akan digunakan untuk mengadsorpsi timbal dari air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterisasi luas permukaan karbon aktif mengalami peningkatan pada saat sebelum aktivasi dan sesudah aktivasi yaitu sebesar 284 m²/gr menjadi 314.4 ml/gr.
Pada saat adsorpsi dengan vadasi waktu kontak didapat kondisi jenuh pada waktu kontak 10 menit disaat jam ke-16 dan pada waktu kontak 20 menit pada jam ke-10.
Untuk mendapatkan ?air PAM" dengan kandungan timbal sebesar 0.01 mg/L (sesuai dengan ketentuan baku mutu) akan di gunakan karbon aktif sebesar 0.061 gr/L air untuk waktu kontak 10 menit dengan Iaju alir sebesar 23.5 ml/menit, dan 0.029 gr/L air untuk waktu kontak 20 menit dengan Iaju alir 1 1.75 ml/menit.
Pada konsentrasi 312.3 untuk mendapatkan ?air PAM? dengan kandungan timbal sebesar 0.01 mg/L, maka diperlukan karbon aktif sebesar 480,44 gram untuk waktu kontak 10 menit dengan Iaju alir sebesar 23.5 ml/menit dan sebesar 227.02 gram untuk waktu kontak 20 menit dengan Iaju alir sebesar 11.75 ml/menit."
2000
S50848
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bachtiar Firdaus
"ABSTRAK
Karbon aktif merupakan bahan yang dikenal sebagai bahan adsorben untuk digunakan pada sektor industri pangan maupun non pangan. Selain itu, penggunaan karbon alctif sangat erat hubungannya dengan usaha perlindungan lingkungan.
Semakin ketat pelaksanaan peraturan tentang perlindungan ini maka pemakaian karbon aktifsemakin meningkat.
DK1 Jakarta telah mengeluarkan ketetapan baku mutu air minum. Ketetapan tersebut antara lain berisi tentang kandungan logam kadmium maksimum yang diperbolehkan dalam air minum sebesar 0.01 mg/L. Sedangkan air yang tersedia rnemiliki kandungan kadmium sebesar 363.6 mg/L. Menyadari hal tersebut maka dimulailah penelitian mengurangi kadar kadmium dalam air dengan karbon aktif granular ukuran 0.8-1.0 mm melalui sistem kontinu.
Karbon aktif yang digunakan dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 100°C selama 24 jam, perlalcuan ini dimaksud untuk memperluas permukaan karbon aktif. Dengan menggunakan Autosorb BET, karakterisasi luas permukaan karbon aktif diukur pada saat sebelum dan sesudah aktivasi, hasilnya mengalami kenaikan yaitu dari 555.5 m2/gr menjadi 597.6 m2/gr.
Pada proses adsorpsi dengan variasi waktu kontak diperoleh kondisi jenuh pada waktu kontak 10 menit disaatjam ke-14 dan pada waktu kontak 20 menit pada jam ke-18. Dengan permodelan Freundlich diperoleh konstanta kesetimbangan adsorpsi (Kr) untuk waktu kontak 10 menit sebesar 4.62l66, sedangkan untuk waktu kontak 20 menit diperoleh konstanta kesetimbangan adsorpsi (Kf) sebesar 6.53l45.
Penurunan konsentrasi air dari 363.6 mg/L menjadi air dengan kandungan kadmium 0.01 mg/L (sesuai ketentuan baku mutu) maka diperlukan karbon aktif sebesar 630.49 gram untuk waktu kontak 10 menit dengan laju alir sebesar 49.06 cm3/menit dan sebesar 548.55 gram untuk waklu kontak 20 menit dengan laju alir sebesar 24.50 cms/menit.

"
2001
S49146
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Riky Maulana Ikhwan
"[Formaldehida merupakan senyawa berbahaya yang terkandung dalam udara indoor dalam bentuk gas. Efek negatif dari menghirup senyawa formaldehida, bagi manusia, bermacam-macam mulai dari bersin-bersin, sakit tenggorokan, keracunan akut, penyakit kulit, hingga kanker. Pada beberapa penelitian sebelumnya senyawa formaldehida dipisahkan dari udara dengan proses adsorpsi. Untuk mengetahui kinerja adsorpsi formaldehida dari udara dengan karbon aktif, dilakukan uji kinerja dengan mengalirkan udara terkontaminasi formaldehida ke dalam kolom berisikan unggun diam karbon aktif. Dalam penelitian ini, kinerja proses diketahui dengan membuat model matematika guna memperoleh kurva breakthrough dengan bantuan software COMSOL Multiphysics 4.4. pada variasi nilai laju alir umpan (40 ml/min – 85 ml/min), konsentrasi awal formaldehida (50 ppm – 200 ppm), serta tinggi unggun karbon aktif (3 cm – 4.5 cm). Selanjutnya, dilakukan simulasi adsorpsi karbon dioksida dari udara untuk mengetahui pengaruh polutan lain terhadap kinerja adsorpsi formaldehida dari udara dengan karbon aktif. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah profil konsentrasi formaldehida luaran akan semakin lambat meningkat ketika laju alir umpan semakin rendah, konsentrasi awal formaldehida semakin rendah, dan tinggi unggun karbon aktif semakin tebal. Didapatkan pula bahwa keberadaan polutan lain (karbon dioksida) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja adsorpsi formaldehida dari udara dengan karbon aktif., Formaldehyde is a hazardous chemical substance that is contained in indoor air in gaseous phase. Negative effects of inhaling formaldehyde for human may vary from cough, sore throat, poisoned, skin disease, even cancer. In many other researches, formaldehyde is separated from air by adsorption process. In order to find out the performance of the adsroption column, performance tests are done by flowing formaldehyde-contaminated air to column containing fixed activated carbon bed. In this research, the process performance is studied by developing a mathematical model to produce breakthrough curves of the adsorption process using COMSOL Multiphysics 4.4. at various gas flow rate (40 ml/min – 85 ml/min), initial conentration of formaldehyde (50 ppm – 200 ppm), and activated carbon bed depth (3 cm – 4,5 cm). Then, a simulation of carbon dioxide adsorption is also done to find out how much other pollutant influences the formaldehyde adsorption process. The result from this research is the concentration of formaldehyde in the outflow needs longer time to increase at lower gas flow rate, lower initial concentration of formaldehyde, and higher activated carbon bed depth. Also, the presence of other pollutant (carbon dioxide) in the air does not have significant effect to formaldehyde adsorption from air using activated carbon.]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58867
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devianty Moeshar
"ABSTRAK
Lingkungan mempunyai peran yang besar dalam menimbulkan gangguan kesehatan. Dari berbagai komponen lingkungan yang potensial menyebabkan gangguan kesehatan diantaranya golongan kimia seperti logam berat kadmium dalam sumber air minum. Di DKI Jakarta masih 54 % penduduknya menggunakan air tanah dangkal sebagai sumber air minum. Dari pemantauan Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta terhadap air sumur penduduk baik sumur biasa atau sumur pompa, di 12 kelurahan ,tahun 1995 tampak bahwa konsentrasi kadmium diatas baku mutu yang ditetapkan dalam Permenkes No.416 tahun 1990. Karena kadmium dapat menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang indikatornya adalah konsentrasi kadmium dalam urine dan kadmium bersifat kumulatif maka dirasakan perlu untuk melakukan penelitian di 12 kelurahan tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan cross sectional dengan sampel adalah masayarakat yang menggunakan sumber air minum yang konsentrasinya diatas baku mutu (kelompok terpajan). Sebagai kelompok pembanding diambil masyarakat yang menggunakan sumber air minum yang konsentrasinya dibawah baku mutu. Dilakukan pengambilan spesimen biologis urine baik dari kelompok terpajan maupun kelompok pembanding. Selain itu dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden rata-rata minum (dirumah) sebanyak 4 gelas (--l liter) setiap hari dan telah mengkonsumsi air tersebut rata-rata 21 tahun serta sebagian besar responder tidak mempunyai kebiasaan merokok Dibandingkan dengan ambang batas yang ditetapkan oleh DFG yaitu 15 µg / l maka konsentrasi kadmium dalam urine pada penelitian ini masih dibawah ambang batas.
Dari faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan konsentrasi kadmium dalam urine, hanya faktor konsentrasi kadmium dalam air (dibawah atau diatas baku mutu), banyaknya minum, jenis kelamin, dan usia, yang masing-masing secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan konsentrasi kadmium dalam urine. Sedang lamanya minum dan merokok masing-masing tidak berhubungan dengan konsentrasi kadmium dalam urine.
Jika dilihat secara bersama-sama, konsentrasi kadmium dalam air minum (dibawah atau diatas baku mutu), banyaknya minum dan jenis kelamin dapat memprediksi konsentrasi kadmium dalam urine.
Walaupun konsentrasi kadmium dalam urine masih dalam batas normal namun karena kadmium bersifat kumulatif maka penggima air tersebut tetap mempunyai risiko mendapat gangguan kesehatan. Karena itu sebaiknya jaringan air minum yang memenuhi ketentuan (PDAM) dapat menjangkau daerah ini. Selain itu perlu peningkatan kualitas petugas terutama petugas lapangan agar pemantauan lingkungan dapat terlaksana dengan baik. Disamping itu perlu diciptakan suatu sistem pemantauan kualitas lingkungan yang sederhana dan tepat guna. Penelitan lebih lanjut atau penelitian tentang insidens gangguan atau penyakit ginjal pada komunitas ini perlu dilakukan.

ABSTRACT
Cadmium Excretion In The Urine Of The Community Consuming Cadmium Exposed Drinking Water In DKI Jakarta, In 1997. Environment plays an important role in causing health problems. Among the environmental components potentially causing those problems are chemical substances, such as heavy mineral cadmium contained in consumed water resources. In Jakarta Metropolitan city, 54 % of the population still consume shallow (ground) well pump water for their daily drinking and cooking purposes. A survey by the Kantor Pengkajian Perkotaan and Lingkungan (Office for environmental surveillance and control) on the drinking water, obtained either from ground open well or pump well sources, in 12 subdistricts, in 1955, showed that cadmium concentration was above the threshold allowed in the government related regulation called Permenkes No. 416 of 1995. Since cadmium can cause renal impairments, the indicator of which is the cumulative cadmium concentration in the urine, a study to determine that possibility was conducted at those 12 subdistricts.
The study was cross sectionally designed, using those exposed people whose drinking water sources contained cadmium concentration above the allowed threshold as its sample. This was then compared to those unexposed, whose drinking water was within the allowed threshold, as the second group. The specimens studied were the urine collected from both the exposed and unexposed groups. Beside that, each respondent was asked to f I I in a related questioners and a follow-up interview was also performed, respectively.
The study showed that respondents consumed an average of four liters of water daily, and used to consume it for an average of 21 years. Most of them did not smoking. Compared to the permissible limit by DFG, that is 15 microgram/liter, the cadmium concentration detected in the sample urine were below that limit.
Statistically, cadmium concentration in urine is significantly related to concentration of cadmium in water (either below or above the standard limit), amount of water drunk, sex, and age, compared to other factors suspected of determining urine cadmium concentration. While duration of consuming drinking water and smoking was not related to cadmium concentration in urine, respectively. In other word, the cadmium concentration in drinking water (either below or above the standard limit), the amount of drinking water consumed, and sex, will predict the cadmium concentration in the urine.
Nevertheless, given that cadmium can cause a cumulative effect to the human body, those people consuming such drinking water still confront possible health risk, even the concentration of cadmium contained in the drinking water they consumed is still within normal range, as the study showed. One best way to reduce such possible risk, is the availability of good water supply by PDAM. In addition, an improvement of the system and technology, as well the skill and knowledge of the related personnel in environmental surveillance and control, especially regarding drinking water, is a deemed necessity.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Idham
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi konsentrasi Kadmium di udara bagian pengelasan, kadar Kadmium dalam darah pekerja las dan penggunaan Alat Pelindung Diri, untuk mengetahui hubungan pemaparan konsentrasi Kadmium di udara dan penggunaan Alat Pelindung Diri dengan kadar Kadmium dalam darah pekerja di bagian pengelasan. Mengambil lokasi penelitian di P.T. YIMM pada bagian welding plant tahun 2004.
Metoda penelitian ini adalah cross sectional hanya melihat pada waktu tertentu. Sampel diambil sebanyak 40 orang pekerja las. Instrumen pengumpulan data adalah personal sampling untuk mengetahui konsentrasi Kadmium di udara dan kuesioner sebagal pengumpul data penggunaan Alat Pelindung Diri serta pengambilan darah sebagal sampel biologi untuk mengetahui kadar Kadmium dalam darah pekerja. Teknik analisis data digunakan korelasi product moment dan uji t-test.
Hasil yang diperoleh konsentrasi Kadmium di udara terendah 0,003210 mg/m3, tertinggi 0,013780 mg/m3 dengan konsentrasi rata-rata 0,007158 mglm3 dan standar deviasi 0,002384. Dari 40 lokasi pengelasan 5 lokasi ditemukan melebihi NAB. Kadar Kadmium dalam darah terendah 1,28 µg/L dan tertinggi 43,33 µg /L, sedangkan rata-rata sebesar 14,29 µgAL dengan standar deviasi 10,17 µg/L. Dari 40 orang 31 orang atau 77,5 % kadar Kadmium dalam darah mereka melebihi Indeks Pemaparan Biologi.
Ada hubungan bermakna antara pemaparan fume Kadmium dengan kadmium dalam darah dan hubungan bermakna antara penggunaan Alat Pelindung Diri dengan kadar Kadmium dalam darah, hal ini diperaleh persamaan regresi Y = 3349,1 x X - 9,593 dengan harga rxy = 0,6164, dan persamaan regresi Y = 3726 x X - 82142 dengan harga rxy = 0,567. Konsultasi dengan harga kritk r pada taraf kepercayaan 95 % diperoleh harga r tabel = 0,312 berarti keduanya lebih besar dari harga r tabel.
Kelompok pengguna alat pelindung diri kategori baik cenderung mempunyai kandungan kadar Kadmium dalam darah relatif lebih rendah dibanding kelompok pengguna kategori tidak baik. Hal ini diperkuat hasil uji t test yang menunjukkan harga t analisis 4,344 > t tabel sebesar 2,0252 dengan kadar Cd rata-rata kelompok kategori baik 8,71 µg/L, sedangkan kelompok kategori tidak balk 20,87 µg/L.
Kadar Kadmium dalam darah kelompok perokok relatif lebih besar dibanding dengan kelompok bukan perokok. Diperoleh rerata bagi kelompok perokok sebesar 18,83 µg/L sedangkan bukan perokok sebesar 12,12 µglL. Hasit uji t test menunjukkan harga t analisis 2,253 > dari t tabel sebesar 2,0252. Penggunaan Alat Pelindung diri bagi kelompok pernah training K3 relatif sedikit lebih baik dibanding kelompok belum training K3, Skor rerata kelompok pernah training K3 sebesar 25,81, sedangkan kelompok belum training K3 sebesar 26,0.
Daftar bacaan: 24 ( 1975- 2004)

This study was aimed at discovering descriptive Cadmium concentration in the air of the welding plant and in the blood of welders as well as the use of personal protective equipment in order to know correlation between exposure of Cadmium in the air of workplace and use of personal protective equipment with Cadmium in the blood of welders. This research was conducted in 2004 having location at the welding plant of P.T. YIMM.
The study adopted cross sectional method during a specific period with 40 warders being taken as sample. Personal samplers technique was used to measure Cadmium concentration in the air; questionnaire as data collection on the use of personal protective equipment and biological monitoring for Cadmium in blood. Data analysis applied simple linear regression and t-test.
Result showed that the lowest Cadmium concentration in the air of welding plant was 0.003210 mglm3, while the-highest one was 0.013780 mglm3 with average concentration of 0.007158 mghn3 and the standard deviation of 0.002384. From 40 welding areas being monitored, it found 5 locations were exceeding TLV of Cadmium concentration in the air. The lowest Cadmium in the blood was 1.28 µg/L and the highest one was 43.33 µg /L with average content of 14.29 1411 and standard deviation of 10.17 µg/L. From 40 welders being sampled, 31 persons or 77.7 % of Cadmium content in their blood exceeded Biological Exposure Indices.
There was significant correlation between exposure of Cadmium fume and Cadmium content in the blood as well as significant correlation between the use of personal protective equipment and Cd content in the blood, which resulted in regression equation Y = 334.9 x X - 9.593 with value rxy = 0.6164 and regression equation Y = 3726 x X - 82142 with rxy = 0.567. Consultation with critical value r at level of significance of 95 % obtained r table = 0.312, meaning that both values were higher than r table.
In case of personal protective equipment, good users group tended to have relatively lower Cadmium in their blood than the poor ones. This was confirmed by t-test resulting in value of t analysis of 4.344 > t table of 2.0254 with average Cd content of 8.71 p.g/L for good users and 20.87 µg/L for poor ones.
Cadmium content in the blood of smokers was higher than those of non smokers, it was found that average Cadmium content in the blood of smokers was 18.83 µg1L and those of nonsmokers was 12.12 µg/L. T-test resulted in value of t analysis of 2.253 > 2.0252. Use of personal protective equipment for the group that ever had Occupational Health and safety (OHS) training was relatively better than those never had OHS training. Average score of the group that ever had OHS training was 25.81 while those never had OHS training was 26.0
Bibliography : 24 ( 1975-2004 )
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T 12858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Wahyu Lestari
"Kadmium (Cd) banyak digunakan dalam industri, baik sebagai bahan utama maupun sebagai bahan tambahan dalam proses produksi. Akibatnya limbah yang lepas ke lingkungan pada umumnya masih mengandung Cd dan mencemari lingkungan. Melalui mata rantai makanan masuk dan terakumulasi dalam tubuh manusia.
Telah diketahui bahwa Cd merupakan salah satu logam yang mempunyai toksisitas tinggi. Pajanan logam Cd secara akutdapat menyebabkan berbagai penyakit, antara lain peneumonia dan edema paru-paru, penyakit paru-paru obstruktif, emfisema, penyakit tubuh ginjal kronis. Selain itu Cd juga mempengaruhi sistem Kardiovaskuler dan tulang, juga mempengaruhi kerentanan penjamu terhadap infeksi.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Puslitbang Farmasi Dep-Kes RI dan Laboratorium Biokimia FKUI dari bulan Agustus 1994 - Desember 1994, bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Cd terhadap respon imun pada tikus putih jantan galur Wistar umur 4 bulan. Tikus kelompok perlakuan diberi Cd 20 µg/ekor/hari selama 14 hari. Untuk menyulut respon imun yang mudah dideteksi, baik tikus kelompok kontrol dan perlakuan diimunisasi Sel Darah Merah Domba (SDMD) yang mempunyai sifat antigenik tinggi tetapi tidak patogen. Kemudian dideteksi antibodi-anti SDMD mulai dari minggu ke 0 (sebelum imunisasi) sampai minggu ke 5 setelah imunisasi dengan menggunakan uji hemaglutinasi. Selain itu juga dilihat pengaruhnya terhadap berat badan dan berat limpa pada akhir penelitian. Data hasil penelitian dianalisa dengan uji statistik univariat dan bivariat.
Penelitian menunjukan bahwa selama 5 minggu pengamatan rata-rata titer antibodi-anti SDMD kelompok yang diberi perlakuan Cd selalu lebih rendah dari kelompok kontrol. Rata-rata kenaikan berat badan kelompok perlakuan lebih rendah dari kelompok kontrol, dan juga rata-rata berat limpa pada akhir penelitian kelompok perlakuan lebih rendah dari kelompok kontrol. Analisa statistik menunjukan bahwa perbedaan rata-rata titer antibodi-anti SDMD, perbedaan rata-rata kenaikkan berat badan serta perbedaan rata-rata berat limpa adalah bermakna, p < 0,1 ; (α = 0, l).
Pemberian Cd dapat menurunkan produksi antibodi-anti SDMD, mengurangi kenaikan berat badan dan berat limpa tikus putih jantan. Penelitian lebih lanjut disarankan agar Cd diberikan dengan dosis yang bervariasi, jumlah sampel yang lebih banyak dan dibedakan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, supaya hasilnya dapat digeneralisasi. Mengingat pengaruh pajanan Cd terhadap gangguan kesehatan yang begitu tinggi, sebaiknya pengawasan, pencegahan terhadap pencemaran dan bahayanya lebih ditingkatkan serta dilakukan pemantauan pajanan baik terhadap lingkungan maupun terhadap pekerja yang beresiko.

Cadmium (Cd) has been used widely in the industry as the leading material or supplementary material for the main product. The wastes of the production process then pollute the environment. Through the food chains the Cadmium is entered the human body and accumulated.
It has known that Cd is one of the metals which has a high toxicity. Acute exposure of Cd caused many diseases, i.e. pneumonia and pulmonary edema, chronic obstructive lung disease, emphysema and-chronic renal tubular disease. It is also reported that Cd could effect the skeleton, cardiovascular - system and the defense against infectious.
This study had been done in the Pharmacy Laboratory, National Institute of Health Research and Development, Ministry of Health and Bio-chemistry Laboratory of the Medical Faculty of University of Indonesia from August to December 1994, to know the effect of Cd intoxication to the immune response in the 4 months aged white male rats of Wistar strain. The test group of rats received 20 /g of Cd/each/day for exactly 14 days. Both test and control groups received immunization with Sheep Red Blood Cells (SRBC) which has a high antigenicity but non pathogenic to trigger the easy detected immune response.
The anti SRBC-antibody was assessed by using hemaglutination teenique periodically every week in six times before and after immunization. The effect of Cd to body weight and spleen weight were also measured. The stastical analyze using univariate and bivariate test.
The study shows that in 5 weeks examination, the rate titer of anti SRBC-antibody in test group is lower than control group_ The rate of the increasing of the body weight and the spleen weight in the test group are also lower than control group. There axe significant differences in anti SRBC-antibody, increasing body weight and spleen weight between test group and control group with p<0.1 ;( α =0.1).
Cadmium may reduce the anti SRBC-antibody production and the increasing of body weight and spleen weight white male rats. The future study of Cd with variation of doses, larger of samples and differentiation in age group and gender is suggested in order to get the generalize result. Concerning the high effect of Cd exposure to Health, it is suggested to improve the control and prevention against Cd pollution and hazard. Also to improve the monitoring of the exposure of Cd to environment and high risk workers.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paskih
"ABSTRAK
Bahan pencemar buangan industri Iogam limbah cairnya salah satunya berasal dari proses pengasaman yang mengandung berbagai ion logam diantaranya adalah ion besi dan seng yang juga sering hadir secara bersama-sama dan kehadirannya pada badan air dengan konsentrasi yang tinggi menyebabkan terdegradasinya kualitas air. Aplikasi karbon aktif untuk mereduksi kandungan kedua logam berat adalah salah satu solusi yang diupayakan.
Penelitian adsorpsi ion Fe dan Zn dengan karbon aklif telah dilakukan. Variabel-
variabel operasi yang divariasikan adalah rasio berat karbon aktif dalam larutan, konsentrasi larutan biner dan waktu kontak. Proses adsorpsi larutan Fe dan Zn dilakukan menggunakan adsorben karbon aktif berukuran 0,8 - 1,0 mm melalui sistem batch seiama 24 jam pada kondisi ruangan (T= 28°C, P = 1 atm). Sebelumnya karbon aktif diaktifasi melalui pemanasan pada kondisi vakum T = 105°C, P = 50 mbar dan t = 12 jam. Proses pemanasan ini meningkatkan volume pori mikro dari 0,1067 cm3/gr menjadi 0,1618 cm3/gr dan meningkatkan luas permukaan karbon aktif dari 212,8 m2/gr menjadi 325 m2/gr.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan rasio berat karbon aktif pada larutan biner dalam proses adsorpsi batch memberikan peningkatan prosentasi ion Fe dan Zn terserap yang lebih tinggi namun pengaruh peningkatan ini lebih besar pada penyerapan ion Fe. Prosentasi ion Fe terserap oleh karbon aktif dari larutan biner lebih rendah dibandingkan prosentasi rerserapnya dari larutan tunggal karena pada penyerapan dari larutan biner terdapat persaingan penyerapan. Rentang waktu adsorpsi effektif ion Fe dan Zn dari Iarutannya sebelum kesetimbangan adsorpsi tercapai dan waktu yang dibutuhkan untuk melewati baku mutu adalah berbeda untuk kedua adsorbat yang tenggangya berganlung pada konsentrasi awal masing-masing di dalam larutan dan bergantung pada rasio berat karbon aktif pada Iarutan yang digunakan.

"
2001
S49017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>