Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172514 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Salah satu proses pengolahan air di CGS (Cenrral Garhering Sralion) adalah water .sojiening (pelunakan air) yang bertujuan menumnkan kesadahan air unluk mencegah terbentuknya scafe (kerak) dalam unit pembangkit uap. Kesadahan air diturunkan dengan menggunakan resin penukar kation. Di PT Caltex Pacific Indonesia, lcesadahan air baku umpan tidak diijinkau melebihi 1 ppm. Pelunakan air di PT CPI dilakukan dalam beberapa unit niarer sojiener di tiga CGS. Di clalam softener akan tezjadi pergantian ion (ion exchange) dimana ion-ion Ca” dan Mg”
akan teradsorp (terjerap) oleh resin, menggantikan ion sodium. Kemampuan resin menjerap ion sangat tergantung pada kondisi operasi dim:-ma pelunakan dijalankan.
Dalam penelitian ini akan diteliti pada kondisi operasi bagairnana resin akan menjerap secara optimal. Kondisi operasi yang dimaksud adalah laju alir umpan masuk dan volume resin yang digunakan.
Penelitian dilakukan dengan eara meneliti performance pelunalcan pada laju aiir dan volume resin tertentu. Performance pelunakan diuji pada skala laboratorium. Sampel outlet (ejluenl) diambil untuk diukur kesadahannya. Dari lcesadahan (sebagai sumbu Y) clan volume ejluent (sebagai sumbu X) akan terbentuk kurva terobosan (breakthrough curve). Luas di bawah permukaan lcurva menunjukkan kesadahzm total yang terbawa air keluar. Sedangkan luas di atas kurva menunjukkan kesadahan total di dalam resin. Kesadahan total digunalcan untuk menghitung kapasitas total kolom yang dipakai sebagai acuan apakah penggunaan resin telah optimal.
Data yang diperoleh menunjukkan semakin kecil laju alir, maka kesadahan total resin akan semakin besar, Sehingga kapasitas total juga semakin besar.
Semakin besar volume resin, kesadahan total resin semakin besar. Tetapi peningkatan kesadahannya tidal: sebanding dengan peningkatan volume resin.
Karena kapasitas merupakau fungsi kesadahan dan volume resin, dimana semakin besar volume kapasitas akan semakin kecil, malca semakin besar volume ternyala kapasitas totalnya semakin kecil.
Dari kondisi optimal skal laboratorium, dilakulcan scale up untuk mengetahui kondisi optimal di CGS I. Scale up dilakukan dengan mengasumsikan tidak ada penganlh hidrodinamik dan perbedaan dimensi antara kolom soiiener di laboratorium dengan kolom sojener di CGS 1. Penggunaan resin optimal didapatkan dengan laju alir 10mL/menit pada skala lab, atau setara clengan 24,5000BPD pada CGS l. Sedangkan volume resin optimal adalah 20mL skala lab, atau setara dengan l9lcuft pada CGS 1, Duri Field."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Salah satu proses pengolahan air di CGS adalah water softening (pelunakan air) yang bertujuan menurunkan kesadahan air untuk mencegah terbentuknya scale (kerak) dalam unit pembangkit uap. Kesadahan air diturunkan dengan menggunakan resin penukar kation. Di PT Caltec Pacific Indonesia, kesadahan air baku umpan tidak diijinkan melebihi 1 ppm. Pelunakan air di PT CPI dilakukan dalam beberapa unit water softener di tiga CGS. Di dalam softener akan terjadi pergantian ion (ion exchange) dimana ion-ion Ca2+ dan Mg2+ akan teradsorp oleh resin, menggantikan ion sodium. Proses pelunakan ini berlanjut sampai resin menjadi jenuh sehingga tidak lagi mampu mengikat Ca dan Mg sehingga perlu dilakukan regenerasi dengan penggaraman yang bertujuan agar hardness yang ada di resin dapat digantikan oleh ion natrium yang ada pada larutan garam sehingga resin dapat digunakan lagi. Penggaraman dilakukan dengan melewatkan larutan garam (brine introduction) berkonsentrasi 14-18.
Dalam penelitian ini akan diteliti jumlah penggunaan garam dan laju alir larutan garam yang optimal untuk regenerasi resin di unit water softener dengan memperhatikan waktu dan biaya yang dibutuhkan.
Penelitian dilakukan dengan cara meneliti performance sistem penggaraman yang dilakukan saat ini di lapangan. Sampel diambil saat tahap Brine introduction saat regenerasi setiap 2 menit sekali selama 55 menit. Sampel kemudian dianalisa kesadahannya dengan metode AAS. Selain itu dilakukan simulasi regenerasi di laboratorium dengan variasi konsentrasi % NaCl dalam larutan garam, yaitu 6-12%
serta variasi Iaju alir 10-20ml/menit.
Penggaraman optimal didapatkan dengan menggunakan larutan 12% NaCl dengan laju alir sebesar 10 ml/menit( 180 gpm) selama 35 menit."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Purwanto
"Uranium memiliki peranan penting dalam bidang energi. Ion uranil sangat larut dalam ikatan asam atau larutan karbonat-bikarbonat dan akan membentuk kompleks yang stabil dengan ion karbonat dan sulfat, sehingga pelindihan lebih banyak menggunakan asam sulfat atau natrium karbonat/bikarbonat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi optimum dan kapasitas adsorpsi maksimal resin Amberlite IRA 402-Cl terhadap uranium (VI) karbonat. Penelitian dilakukan secara batch dengan resin Amberlite IRA-402 Cl pada variabel waktu kontak, pH larutan terhadap masing-masing konsentrasi karbonat. Eksperimen juga dilakukan secara kontinyu di dalam kolom dengan konsentrasi karbonat 0,05 M dan 0,1 M untuk memperoleh kurva breakthrough. Pemodelan dilakukan untuk menentukan kurva breakthroughpada konsentrasi karbonat 0,05 M dan 0,1 M. Eksperimen pada variabel konsentrasi karbonat dan pH didapatkan nilai optimum pada konsentrasi karbonat 0,1 M  dan pH 10. Waktu kesetimbangan eksperimen batch pada menit ke-120. Kinetika adsorpsi uranium mengikuti pseudo orde dua. Model isoterm Langmuir menghasilkan kapasitas adsorpsi uranium 81,96 mg/g. Kurva breakthrough hasil eksperimen kontinyu dipengaruhi oleh konsentrasi karbonat. Hasil karakterisasi FTIR, SEM XPS, dan XRF menunjukkan mekanisme adsorpsi uranium oleh resin Amberlite IRA 402-Cl melalui pertukaran ion. Hasil pemodelan proses kontinyu adospsi uranium konsentrasi karbonat 0,05 M dan 0,1 M divalidasi dengan hasil eksperimen menghasilkan tingkat kevalidan yang sangat baik.

Uranium is a key element in the nuclear fuel cycle. In aqueous phase, uranyl ion forms stable complexes with ligands, such as carbonate and sulfate ions. Therefore adsorption study of these aqueous uranyl complexes is important for various purposes, from uranium mining to waste treatment. The objectives of this study were to obtain the optimum conditions and maximum adsorption capacity of Amberlite IRA 402-Cl resin for uranium (VI) in carbonate solution. The study was conducted using batch experiments to investigate the effect of  contact time, pH of the solution, and carbonate concentration. Furthermore, continuous experiments were also carried out using glass column with carbonate concentrations of 0.05 and 0.1 M to obtain breakthrough curves. Additionally, modeling was carried out to determine the breakthrough curves at 0.05 and 0.1 M carbonate concentrations. The modeling was carried out with PHREEQC code using selectivity of the resin for uranyl carbonate and carbonate ion obtained from the batch experiment. The results show that the equilibrium time of adsorption of uranyl carbonate onto the resin was attained at 120 minutes. The optimum adsorption efficiency was obtained at 0.1 M carbonate concentration and pH 10. The uranium adsorption kinetics followed pseudo second order. The maximum adsorption capacity obtained from Langmuir isotherm model was 81.96 mg/g. The FTIR, SEM XPS, and XRF characterization results suggest the mechanism of uranyl carbonate adsorption onto Amberlite IRA 402-Cl resin is predominantly through ion exchange. The breakthrough curve of continuous experiment was affected by the carbonate concentration. The results of continuous process modeling of uranium adsorption at carbonate concentrations of 0.05  and 0.1 M were validated with experimental results to produce a very good level of validity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jelita Ninda Qorina
"ABSTRAK
Microbial Desalination Cell (MDC) adalah salah satu metode dalam wastewater treatment dimana MDC juga dapat mendesalinasi air laut dan memproduksi listrik karena bakteri yang dimanfaatkan pada sistem MDC merupakan bakteri exoelectrogenic yang merupakan bakteri penghasil listrik. Stacked Microbial Desalination Cell (SMDC) merupakan pengembangan MDC dimana SMDC menggunakan banyak pasangan dari ion Exchange Membranes (IEMs) dimana IEMs diletakkan diantara Anion Exchange Membrane (AEM) dan Cation Exchange Membrane (CEM). Hal ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi transfer elektron. SMDC juga dapat mengembalikan lebih banyak energi dibandingkan jenis MDC lain sehingga biaya yang digunakan lebih efektif. Namun, kekurangan SMDC yaitu terbatasnya proton pada elektroda yang menyebabkan kecilnya produksi listrik SMDC dimana memengaruhi juga SMDC sebagai sistem pengolahan limbah. Oleh karena itu, dilakukan penambahan resin penukar ion yang dapat menstabilkan hambatan ohm dimana hambatan semakin meningkat seiring dengan pengurangan konsentrasi garam dan konduktifitas. Studi ini mengembangkan sistem SMDC dengan penambahan resin penukar ion pada ruang garam dimana substrat yang digunakan yaitu model limbah oli. Variasi yang dilakukan yaitu perbandingan resin penukar ion berturut turut sebesar 1:1; 1;1,7; dan tanpa penambahan resin penukar ion. Hasil yang didapat, resin dengan perbandingan 1:1,7 dapat mengurangi konsentrasi COD sebesar 50,729% dan power density sebesar 7,035 x 10-4 W/m3, serta perubahan pH sebesar 0,19. Hasil ini lebih baik dibanding dengan variasi perbandingan 1:1 dan tanpa penambahan resin.

ABSTRACT
Microbial Desalination Cell (MDC) is one of the methods in wastewater treatment where MDC can also desalinate seawater and produce electricity because bacteria that used in the MDC system are exoelectrogenic bacteria which are electricity-producing bacteria. Stacked Microbial Desalination Cell (SMDC) is an MDC development where SMDC uses many pairs of ion Exchange Membranes (IEMs) where IEMs are placed between the Anion Exchange Membrane (AEM) and the Cation Exchange Membrane (CEM). This is intended to increase the efficiency of electron transfer. SMDC can also return more energy than other types of MDC so that the cost is more effectively. However, the lack of SMDC is the limited proton of the electrode which causes the small production of SMDC electricity which also affects the SMDC as a waste treatment system. Therefore, the addition of ion exchange resins can stabilize the ohm resistance where the resistance increases with the reduction in salt concentration and conductivity. This study develops an SMDC system by adding an ion exchange resin to the salt ruang where the substrate used is waste engine oil model. Variations made are the ratio of successive ion exchange resins by 1: 1; 1; 1,7; and without the addition of ion exchange resins. The results obtained, resin with a ratio of 1: 1.7 can reduce the COD concentration by 50,729% and power density by 7.035 x 10-4 W / m3, and the change in pH by 0.19. This result is better than the 1: 1 ratio variation and without the addition of resin."
2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Zipora
"Struktur kompleks logam transisi yang mengandung gugus -N=6-6=N- dan ikatan tidak jenuh pada ligan yang membentuk kromofor ditemukan pada logam besi (II) dengan ligan 1,10-fenantrolin (fen) dan derivatnya (4,7-dimetilfenantrolin). Kompleks ini sangat stabil dan memberikan warna-warna yang tajam sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai indikator warna, Ligan sianida merupakan ion medan sangat kuat, sehingga diharapkan dapat menggantikan kedudukan salah satu ligan feroin. Dari basil penelitian penentuan stoikiometri berdasarkan perbandingan mol diperoleh hasil Fe(II) fen dan dmfen = 1:3, sedangkan untuk masing-masing kompleks [Fe(fen)312 dan [Fe(dmfen)3]2+: ligan ion CN- = 1:2 maka molekul kompleks yang terbentuk adalah (Fe(L)2(CN)2]. Dari penelitian tentang momen magnet dan spektrum serapan ultraungu-tampak menghasilkan tentang bagaimana terbentuknya ikatan dalam kompleks. Molekul kompleks [Fe(L)2(CN)2} adalah oktahedral dan hibridisasinya d2sp3. Spektrum serapan-tampak pada variasi pelarut berdasarkan bilangan akseptor (BA) elektron terhadap kompleks menunjukkan transisi terjadi pada orbital t2g--t*. Spektrum serapan menunjukkan bahwa semakin besar BA pelarut, penurunan tingkat energi orbiral tea akan semakin besar pula, sehingga transisi t2g-st* membutuhkan energi yang lebih besar. Senyawa kompleks dengan variasi pelarut memberikan warna-warna tertentu kecuali pada pelarut asam format memberikan warna yang sama, yaitu kuning. Aplikasi kompleks dalam penentuan komposisi etanol-air menunjukkan bahwa kompleks dapat digunakan sebagai indikator warna dan dari selisih AXinaks ditemukan bahwa kompleks [Fe(fen)2(CN)2] lebih baik digunakan sebagai indikator warna daripada kompleks [Fe(dmfen)2(CN)2).

The structure of transition metal complexes containing functional group of -N=6-6=N- and of unsaturated bonds for ligand forming cromophore is found in iron (II) metal and in 1,10-phenantrolin ligand and in its derivatives (4,7--dimetilphenantrolin)_ These complexes are very stable and can produce specific colors, so they are potential to be used as color indicators. Cyanide ligand is a very strong field ion and that it is expected to be able to replace the position of any pheroin ligand. The result of stoichiometry study based on mole comparisons was Fe(II): phen and dmphen = 1 : 3, whereas for each complex of [Fe(phen)312+ and [Fe(dmphen}312+ : ligand CN- ion = 1 : 2, formed complex molecules [ Fe (L) 2 (CN) 2 ] . Study of mdyiietiu moment. and uv--V is spectrums showed 'how bonds .iii complexes are rormeu. Complex molecules [Fe(L)2(CN)2) is octahedral-and is the hibridi sation of d2sp3. Visible-spectrum absorbtion for varied solvents based oIl acceptor dumber (AN)) of electrons for complex occured at a transition of t2g-n orbital. Visible-spectrum absorbtion showed that the more acceptor number of solvents, the less the orbital energy level of t2g, therefore t2g-n* orbital will need more energy. Complex compounds with varied solvents produce specific colors except for format acid solvents which produce the same color, yellow. The application of complexes in determining the composition of ethanol-water showed that the complex can be used as color indicators and from its &.max showed that (Fe (fen) 2 (CN) 2) complex is better than [Fe(dmfen)2(CN)21 complex as color indicators.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Saefumillah
"Kopolimerisasi cangkok asam akrilat pada film polietilen kerapatan rendah (LDPE) dengan metode ozonisasi untuk pembuatan membran penukar ion telah berhasil dilakukan. Ozonisasi dilakukan pada film LDPE yang telah dialiri udara pada temperatur 50°C dalam penangas gliserol selama 1 jam. Pengaruh parameter percobaan terhadap persen kopolimerisasi cangkok dipelajari melalui variasi waktu ozoniasasi, ketebalan film, konsentrasi asam akrilat, temperatur, waktu reaksi dan penambahan garam Mohr dan asam sulfat. Karakterisasi sifat film polietilen (PE) awal dan PE yang telah dikopolimerisasi cangkok dengan asam akrilat (PE-g-AA) dilakukan dengan mengamati perubahan ketebalan (thickness meter), morfologi penampang lintang (SEM), spektrum absorpsi infra merah (FTIR), titik leleh (DSC), stabilitas termal (DTAITGA), kristalinitas (XAD), serta kapasitas dan selektivitas penukaran ion (AAS).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan beberapa parameter reaksi pada film LDPE 50 µm, diperoleh kondisi reaksi yang menghasilkan persen kopolimer cangkok yang tinggi dengan waktu ozonisasi 30 menit, waktu reaksi 60 menit, konsentrasi asam akrilat 40 %, temperatur 110°C. Pada percobaan dengan penambahan garam Mohr dan asam sulfat, persen kopolimer cangkok yang dihasilkan menjadi menurun. Film PE-g-AA memiliki ketebalan yang lebih besar dibanding film PE awal. Pengamatan dengan SEM menunjukkan bahwa ketebalan bagian film PE yang mengalami kopolimerisasi Bangkok semakin meningkat dengan meningkatnya persen kopolimerisasi cangkok Pada film PE-g-AA dengan persen kopolimerisasi cangkok sekitar -160 %, kedua jenis film menunjukkan ketebalan bagian yang tercangkok relatif sama, 18,8 um pada kedua sisi film LDPE awal 50 gm dan 16,8 gm pada kedua sisi film LDPE awal 100 gm. Spektrum absorpsi FM menunjukkan munculnya gugus karbonil dan gugus hidroksil yang berasal dari asam akrilat yang dikopolimerisasi cangkok.
Kurva termogram DSC PE awal dan PE-g-AA menunjukkan penurunan entalpi pelelehan dan munculnya dua puncak endotermis baru, sedangkan titik leleh tidak banyak berubah. Kurva termogram DTAITGA menunjukkan stabilitas dekomposisi termal film PE-g-AA yang menurun dari pada film PE awal. Kurva difraktogram Sinar-X menunjukkan penurunan kristalinitas film PE-g-AA dibandingkan dengan PE awal, sejalan dengan meningkatnya persen kopolimerisasi cangkok. Kapasitas penukaran ion Cue pada pH 4,0 meningkat sejalan dengan meningkatnya persen kopolimerisasi cangkok. Kapasitas penukaran ion tertinggi diperoleh pada persen kopolimerisasi cangkok 317,69%, sebesar 7,72 meklg. Pada pH 4,0-6,0 film PE-g-AA lebih selektif terhadap ion Cu`t dan pada ion Ni'+ dan Coy .

Ion Exchange Membrane : Synthesis and Characterization of Acrylic Acid Grafted Onto Low Density Polyethylene (Ldpe) Film by Ozonization MethodGraft copolymerization of acrylic acid (AA) as ion exchange membrane into low density polyethylene (LDPE) film has been studied by using ozonization methode. The ozonized PE was treated with aqueous solution of AA.. The percentage of grafting was determined as fnnctiot of ozonization period, film thickness. monomer concentration. temperature and reaction period. PE- AA f i l m n was characterized by FTIR. SEM, DSC. DTAITGA, XRD and exchange capacity and selectivity towards Cti2 . co 2+ and Ni + ions.
It gas result that the highest of graft copolymerization percentage attained lirr LDPE film with 50 tun thickness within 30 minutes ozonization period, 60 minutes reaction time, 40% acrylic acid and 110"C. The experiment with Mohr salt and sulfuric acid addition showed the decrease of graft copolymerization percentage. With SEM photo PE and PE-g-AA film, it was observed that the increase of' percentage of grafting is followed by the increase of film thickness. 1=TRR spectra showed characteristic of absorption band on wavelength 1730 cni Ibr stretching vibration carbonyl group (C=0) and 3000-3500 cm l for stretching vibration of hydroxyl group (O--1) for both from acrylic acid grafted onto polyethylene film.
The DSC thermogram curve of PE and PE-g-AA film showed the decrease of the melt-enthalpy and appeared two endothermic peaks at 230"C and 350"C. The TGA thermogram curve showed the decrease of stability of thermal decomposition for PE-g-AA than PE film. From X-ray difTractogram curve was showed the decrease of crystalinity of PE-g-AA than PE film. High exchange capacity towards Cu2 + ion was shown. PE-g-AA film with degree of grafting of 317.69% showed exchange capacity of 7,72 meg/g and the binding copper ions were distributed homogenously in the film surface. Good selectivity towards Cu" ion was attained at p1-i range 4.0-6,0 with coefficient of distribution 1.80.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulidia Putri Laksmi
"Kandungan ion logam Timbal dalam air cenderung sangat rendah sehingga proses analisisnya memerlukan teknik prakonsentrasi menggunakan resin penukar ion. Penggunaan resin penukar ion dalam teknik prakonsentrasi memiliki kelebihan, diantaranya faktor kehilangan analit dapat diminimalkan dan jumlah resin yang digunakan sedikit dan ramah lingkungan. Pada penelitian ini, ekstrak tanin daun Akasia Mangium digunakan sebagai bahan baku pembuatan resin penukar ion. Reaksi polimerisasi ekstrak tanin dengan penambahan H2SO4 pekat dilakukan agar resin tidak mudah larut dalam air. Hasil polimerisasi ekstrak tanin PET dikarakterisasi secara kualitatif menggunakan spektroskopi Fourier Transform Infra Red FTIR dan kuantitatif dengan pengukuran Total Karbon Organik TOC . Untuk mengetahui kemampuannya sebagai resin penukar ion, PET diuji dengan parameter adsorpsi, pola isoterm adsorpsi, dan validasi metode analisis. Kapasitas adsorpsi optimum resin PET diperoleh sebesar 5,261 mg/g pada pH 7 dan waktu kontak 120 menit, sedangkan parameter retensi optimum diperoleh pada konsentrasi eluen HNO3 2 M dengan volume 5 mL. Isoterm adsorpsi yang sesuai untuk resin PET mengikuti isoterm Freundlich dengan nilai regresi 0,9919. Berdasarkan uji validasi metode analisis diperoleh nilai kebolehulangan dengan RSD sebesar 0,97 , linearitas R2 0,9986 pada rentang 0,25-100 ppm, sensitivitas sebesar 0,067 ppm, batas deteksi Limit of Detection/LOD sebesar 0,019 ppm dan recovery sebesar 102,3 -110,91 . Hasil uji sampel menunjukan kadar Timbal di sungai Ciliwung sebesar 105-267 ppb.

The heavy metal ions contained in water tend to be so low that the analysis process requires preconcentration techniques using ion exchange resins. The use of ion exchange resins in preconcentration techniques has advantages, such as factors for loss of analyte can be minimized and the amount of resin used is small and environmentally friendly. In this study, Acacia Mangium leaf tannin extract was used as the raw material for ion exchange resin production. The polymerization reaction of tannin extract with the addition of concentrated H2SO4 is done so that the resin is not easily soluble in water. Results from polymerization of tannin extract PET were characterized qualitatively using Fourier Transform Infra Red FTIR and quantitative spectroscopy with Total Organic Carbon TOC measurements. To find out its ability as ion exchange resin, PET was tested with adsorption parameters, adsorption isotherm patterns, and validation of analytical methods. The optimum adsorption capacity of PET resin was obtained at 5,261 mg g at pH 7 and contact time of 120 min, while the optimum retention parameter was obtained at eluent concentration of HNO3 2 M in 5 mL of volume. The adsorption isotherms suitable for PET resins that follow Freundlich isotherms with a regression value of 0.9919. Based on the validation test of the analysis method, the value of repeatability with RSD is 0.97 , the linearity of R2 0.9986 in the range of 0.25 100 ppm, the sensitivity of 0.067 ppm, the limit of detection Limit of Detection LOD of 0.019 ppm and the recovery of 102.3 110.91 . The result of the sample test shows that the Lead level in Ciliwung River is 105 267 ppb."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Syah Afgani
"Pada penelitian ini dilakukan preparasi Cu0/zeolit alam dengan metode pertukaran ion menggunakan larutan Cu(NO3)2 ditambahkan dengan NI-I3 pekat. Proses preparasi ini berlangsung dengan mempertukarkan [Cu(NH3)4]2+ dengan Hf zeolit alam yang dilanjutkan dengan proses penyalingan, proses pemanasan pada temperatur 110 °C selama 12 jam serta kalsinasi pada temperatur 550 “C selama 4 jam.
Hasil analisis FTIR menunjukkan puncak Cu0 pada CuO/zeolit alam menumpuk pada puncak sekunder zeolit alam sehingga sulit untuk diketahui keberadaanya. Dari hasil analisis XRD dapat diketahui bahwa Cu() pada Cu0/zeolit alam terletak pada puncak utama sudut difiaksi (20) 35", 38° dan 48° dengan d-value berturut-turut 2,53; 2,33 dan 1,87 A. Hasil karakterisasi AAS, BET dan adsorpsi isotermik menunjukkan bahwa loading aktual Cu sebesar 7,96% berat, luas permukaan adalah 98,31 U12/gl' dan dispersi sebesar 60, 16%.
Pengujian adsorpsi dilakukan pada adsorben CuO/zeolit alam pada temperatur 350 °C. Sedangkan untuk proses regenerasi dibedakan atas tiga perlakuan yaitu termal pada temperatur 600 °C, reduksi pada temperatur 250 “C yang dilanjutkan dengan oksidasi pada temperatur 400 "C dan penambahan uap air pada temperatur 600 °C. Pengujian adsorpsi S02 dengan regenerasi termal dilakukan sampai dengan 3 siklus (adsorpsi-regenerasi-adsorpsi-regenerasi-adsorpsi), sedangkan untuk perlakuan regenerasi reduksi oksidasi dan penambahan uap air hanya dilakukan sampai dengan 2 siklus (adSorpsi-regenerasi-adsorpsi).
Hasil uji adsorpsi menunjukkan kemampuan CuO/zeolit alam cukup baik dalam mengeliminasi S02 sampai pada siklus ketiga. Kapasitas adsorpsi S02 CuO/zeolit alam adalah 2,27.10" mol/gr CuOf zeolit alam pada adsorpsi pertama, 5,68.l0" mol/gr CuO/zeolit alam pada adsorpsi kedua dan l,73-l0'5 mol/gr CuO/zeolit alam pada adsorpsi ketiga, Sedangkan variasi perlakuan regenerasi Dengan menggunakan reduksi H2 dilanjutkan dengan oksidasi O2 dan penambahan uap air tidak memberikan kenaikan kapasitas adsorpsi yang berarti dibandingkan dengan regenerasi termal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48921
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johny Wahyuadi Mudaryoto
"ABSTRAK
Dijesti bahan mineral (pembuatan konsentrat itria), pembuatan umpan kolom dari konsentrat LJTJ hasil dijesti, pembuatan eluiter (alat otomatisasi), optimasi kolom penukar ion dengan bahan simulasi dan analisis hasil.
Proses dijesti bahan mineral (pasir senotim) terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :
Proses dijesti pasir senotim dengan asam sulfat pekat 95% proses pemisahan kelompok itria dari kelompok seria dengan membentuk garam rangkap sulfat memakai Na2SO4 pengendapan kelompok itria dengan NaOH pembentukan konsentrat itria dengan pengendapan bertingkat memakai NH4OH untuk memisahkan Th dari konsentrat itria
Bahan-bahan yang diperlukan untuk proses dijesti ini adalah 2,5 Kg pasir senotim asal P. Bangka yang telah digerus menjadi butiran dengan ukuran 100-200 mesh, 5 Lt H2SO4 pekat 95%, 1,5 Kg NaOH pelet, 1,25 Kg Na2SO4, 15 Lt NH4OH pekat 25%, I Lt HCI pekat, 5 Kg H2C204, dan 125 Lt aquades.
Sedang pembuatan umpan kolom terdiri dari 2 tahap proses, yaitu proses ekstraksi caircair dan kalsinasi. Proses ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut TDA (tridodesilamine) 20% dalam n-dodekan dengan penggaram AI(NO3)3 1000 gr/lt. Rafinat diendapkan dengan asam oksalat dan dikalsinasi selama 5 jam pada suhu 1000 °C. Hasa kalsinasi dijadikan umpan kolom dengan dilarutkan dalam HNO3 dengan keasaman lanian tertentu. Pada tahap ini dibutuhkan bahan : 2,5 Lt HNO3 pekat 65%, 1 Lt TDA, 5 Lt n-Dodekan, 5 Kg Al(NO3)3, 1 Kg H2C204, dan Aquades."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana Sari
"Enzim selulase merupakan enzim hidrolase yang mengkatalisis reaksi pemecahan selulosa menjadi unit glukosa. Enzim ini akan digunakan dalam pemanfaatan limbah pertanian (dedak padi) yang kaya akan selulosa untuk dijadikan senyawa lain seperti bioetanol. Pada penelitian ini telah dilakukan isolasi dan pemurnian enzim selulase dari mikroorganisme jamur Trichoderma viride (T051) melalui fermentasi padat menggunakan dedak padi sebagai substratnya. Pemurnian ekstrak kasar enzim dengan pengendapan bertingkat (fraksinasi) menggunakan garam ammonium sulfat, menghasilkan aktivitas spesifik selulase paling tinggi pada tingkat kejenuhan ammonium sulfat 20 -50% (11,4530 mU/mg) dengan tingkat kemurnian 5,3 kali dari ekstrak kasarnya. Pemurnian lebih lanjut dengan kromatografi kolom penukar anion (DEAE-Streamline) menghasilkan 6 puncak protein dengan aktivitas CMCase. Puncak protein ke-1 memiliki aktivitas spesifik paling tinggi (85,6703 mU/mg) dengan tingkat kemurnian 39,1 kali dari ekstrak kasarnya. Aktivitas selulolitik enzim ini ditentukan sebagai aktivitas CMCase (endoglukanase) menggunakan substrat CMC (carboxymethyl cellulose). Enzim selulase hasil pemurnian parsial memiliki aktivitas optimum pada pH 5,5 dan suhu inkubasi 50oC dan enzim ini diinhibisi oleh ion-ion Mg2+, Mn2+, dan Cu2+ (konsentrasi ion logam 100 mM) dengan persen inhibisi berturut-turut sebesar 16,4; 64,2; 60,2 %.

Cellulase is a hydrolase enzyme that catalyzes the reaction of the breakdown of cellulose into glucose units. This enzyme will be used in the utilization of agricultural waste (rice bran) that is rich in cellulose to be used as other compounds such as bioethanol. In this study has been carried out isolation and purification of the cellulase from Trichoderma viride fungal microorganisms (T051) through solid fermentation using rice bran as a substrate. Purification of crude enzyme extract with multilevel deposition (fractionation) using ammonium sulfate salt, generating the highest specific activity of cellulase (11.4530 mU / mg) at 20 -50% level of saturation of ammonium sulfate, with a purity level of roughly 5.3 times of the extract. Further purification by anion-exchange chromatography column (DEAE-Streamline) produces 6 protein peaks with CMCase activity. Peak-1 protein to have the highest specific activity (85.6703 mU / mg) with a purity level of roughly 39.1 times of the extract. Cellulolytic enzyme activity was determined as CMCase activity (endoglucanase) using the substrate CMC (carboxymethyl cellulose). Partial purification of cellulase enzyme has optimum activity at pH 5.5 and incubation temperature 50oC, and this enzyme had inhibition by ions Mg2+, Mn2+, and Cu2+ with inhibition percent respectively at 16.4, 64.2, 60. 2%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1621
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>