Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182753 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Salah satu proses pengolahan air di CGS adalah water softening (pelunakan air) yang bertujuan menurunkan kesadahan air untuk mencegah terbentuknya scale (kerak) dalam unit pembangkit uap. Kesadahan air diturunkan dengan menggunakan resin penukar kation. Di PT Caltec Pacific Indonesia, kesadahan air baku umpan tidak diijinkan melebihi 1 ppm. Pelunakan air di PT CPI dilakukan dalam beberapa unit water softener di tiga CGS. Di dalam softener akan terjadi pergantian ion (ion exchange) dimana ion-ion Ca2+ dan Mg2+ akan teradsorp oleh resin, menggantikan ion sodium. Proses pelunakan ini berlanjut sampai resin menjadi jenuh sehingga tidak lagi mampu mengikat Ca dan Mg sehingga perlu dilakukan regenerasi dengan penggaraman yang bertujuan agar hardness yang ada di resin dapat digantikan oleh ion natrium yang ada pada larutan garam sehingga resin dapat digunakan lagi. Penggaraman dilakukan dengan melewatkan larutan garam (brine introduction) berkonsentrasi 14-18.
Dalam penelitian ini akan diteliti jumlah penggunaan garam dan laju alir larutan garam yang optimal untuk regenerasi resin di unit water softener dengan memperhatikan waktu dan biaya yang dibutuhkan.
Penelitian dilakukan dengan cara meneliti performance sistem penggaraman yang dilakukan saat ini di lapangan. Sampel diambil saat tahap Brine introduction saat regenerasi setiap 2 menit sekali selama 55 menit. Sampel kemudian dianalisa kesadahannya dengan metode AAS. Selain itu dilakukan simulasi regenerasi di laboratorium dengan variasi konsentrasi % NaCl dalam larutan garam, yaitu 6-12%
serta variasi Iaju alir 10-20ml/menit.
Penggaraman optimal didapatkan dengan menggunakan larutan 12% NaCl dengan laju alir sebesar 10 ml/menit( 180 gpm) selama 35 menit."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Salah satu proses pengolahan air di CGS (Cenrral Garhering Sralion) adalah water .sojiening (pelunakan air) yang bertujuan menumnkan kesadahan air unluk mencegah terbentuknya scafe (kerak) dalam unit pembangkit uap. Kesadahan air diturunkan dengan menggunakan resin penukar kation. Di PT Caltex Pacific Indonesia, lcesadahan air baku umpan tidak diijinkau melebihi 1 ppm. Pelunakan air di PT CPI dilakukan dalam beberapa unit niarer sojiener di tiga CGS. Di clalam softener akan tezjadi pergantian ion (ion exchange) dimana ion-ion Ca” dan Mg”
akan teradsorp (terjerap) oleh resin, menggantikan ion sodium. Kemampuan resin menjerap ion sangat tergantung pada kondisi operasi dim:-ma pelunakan dijalankan.
Dalam penelitian ini akan diteliti pada kondisi operasi bagairnana resin akan menjerap secara optimal. Kondisi operasi yang dimaksud adalah laju alir umpan masuk dan volume resin yang digunakan.
Penelitian dilakukan dengan eara meneliti performance pelunalcan pada laju aiir dan volume resin tertentu. Performance pelunakan diuji pada skala laboratorium. Sampel outlet (ejluenl) diambil untuk diukur kesadahannya. Dari lcesadahan (sebagai sumbu Y) clan volume ejluent (sebagai sumbu X) akan terbentuk kurva terobosan (breakthrough curve). Luas di bawah permukaan lcurva menunjukkan kesadahzm total yang terbawa air keluar. Sedangkan luas di atas kurva menunjukkan kesadahan total di dalam resin. Kesadahan total digunalcan untuk menghitung kapasitas total kolom yang dipakai sebagai acuan apakah penggunaan resin telah optimal.
Data yang diperoleh menunjukkan semakin kecil laju alir, maka kesadahan total resin akan semakin besar, Sehingga kapasitas total juga semakin besar.
Semakin besar volume resin, kesadahan total resin semakin besar. Tetapi peningkatan kesadahannya tidal: sebanding dengan peningkatan volume resin.
Karena kapasitas merupakau fungsi kesadahan dan volume resin, dimana semakin besar volume kapasitas akan semakin kecil, malca semakin besar volume ternyala kapasitas totalnya semakin kecil.
Dari kondisi optimal skal laboratorium, dilakulcan scale up untuk mengetahui kondisi optimal di CGS I. Scale up dilakukan dengan mengasumsikan tidak ada penganlh hidrodinamik dan perbedaan dimensi antara kolom soiiener di laboratorium dengan kolom sojener di CGS 1. Penggunaan resin optimal didapatkan dengan laju alir 10mL/menit pada skala lab, atau setara clengan 24,5000BPD pada CGS l. Sedangkan volume resin optimal adalah 20mL skala lab, atau setara dengan l9lcuft pada CGS 1, Duri Field."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelson Saksono
Depok: Fakultas Teknik. Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Hotma
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terjadi overreaction dan strategi kontrarian menguntungkan di pasar BEJ. Data yang dipergunakan adalah return bulanan yang dimulai dari bulan Januari 1994 sampai dengan Desember 2003. Sedangkan prosedur yang dipergunakan merupakan kombinasi prosedur dari Rodriguez dan Fructuoso (2000) dan Kim (2003), dimana keduanya menggunakan prosedur yang telah dikembangkan oleh De Bondt dan Thaler (1985, 1987). Formasi terdiri atas dua bagian yaitu periode pembentukan dan periode pengujian, masing-masing selama 36 bulan. Periode pembentukan diberi notasi T-1 sampai T-36, sedangkan periode pengujian diberi notasi TI sampai dengan T36. Antara T-1 dan TI diberi jarak 2 bulan, dengan maksud untuk menghindari efek microstructure dan bid-ask spread. Periode pengujian mengunakan hold selama 6, 12, 18, 24, 30 dan 36 bulan . Dari setiap formasi dibentuk portofolio Loser (L) dan portofolio Winner (W), dan dari keduanya dibentuk strategi kontrarian (portofolio L-W).
Pengujian overreaction dilakukan pada hold period pengujian T6, T12, TIB, T24, T30 dan T36. Selain itu, dipergunakan model CAPM yang dimodifikasi untuk melihat overreaction dan perubahan risiko portofolio antara periode pembentukan dan pengujian.
Basil penelitian menunjukkan bahwa terjadi overreaction para portofolio Loser dan portofolio L-W untuk peride hold selama 6, 12, 18, 24, 30 dan 36 bulan, sedangkan portofolio Winner tidak mampu menunjukkan hal tersebut. Selain itu, model CAPM yang dimodifikasi mampu untuk menunjukkan adanya overreaction pada portofolio L, portofolio W dan portofolio L-W pada sebagian besar formasi, namun tidak mampu menunjukkan adanya perubahan risiko sistematis pada portofolio L, portofolio W dan portofolio L-W antara periode pembentukan dan pengujian. Strategi kontrarian ternyata mampu menciptakan profit karena secara statistik signifikan pada seluruh periode hold, yaitu periode 6, 12, 18, 24, 30 dan 36 bulan.

In this paper, we analyze the contrarian strategy in the empirical context of the Jakarta Stock Market, using the monthly return data from January 1994 up to December 2003. We use the combined procedures by Rodriguez and Fructuoso (2000) and Kim (2003), where they have followed the method proposed by De Bond and Thaler (1985, 1987). The formation consists of two parts namely Formation Period and Test Period, each for 36 months. The formation period has the notation T- I - T-36, while the Test Period has the notation TI - T36. There is two month interval between T-1 and TI to avoid the microstructure and bid-ask spread effects.
The Test Period use the hold period of 6, 12 (T12), 18, 24, 30 and 36 months. From these formations we form the loser portfolio (L) and the winner portfolio (W). From the two portfolios, then we form the contrarian strategy (L-W portfolio). Test for overreaction is done at the Test period of 6, 12, 18, 24, 30 and 36 months. We also use the CAPM model that has been modified to observe overreaction and the change of portfolio risk between the Formation Period and the Test Period.
We arrive at the conclusion that there is overreaction at the loser portfolio for hold period of 6, 12, 18, 24, 30 and 36 months, while at the winner portfolio there is no overreactions significantly. The modified CAPM model is able to show overreaction at portfolio L, portfolio W and portfolio L-W for almost the formations, but it can not show the change of systematic risks at portfolio L, portfolio W and portfolio L-W between the Formation Period and the Test Period.
In the hold period of 6, 12, 18, 24, 30 and 36 months, the contrarian strategy can give profit to investors.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T18818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmawi
"Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), merupakan masalah yang serius di Indonesia. Pada saat ini di Indonesia diperkirakan ada sekitar 10 juta orang menderita gondok, 750.000-900.000 menderita kretin endemik dan 3,5 juta menderita GAKY Iainnya. Dampak negatif dari GAKY berpengaruh langsung terhadap kualitas sumber daya manusia, anak-anak yang menderita kekurangan yodium mempunyai rata-rata IQ 13,5 point lebih rendah dibandingkan mereka yang cukup mendapat yodium.
Pemerintah menempuh 2 macam upaya penanggulangan GAKY di Indonesia, yaitu melalui upaya pemberian kapsul minyak beryodium yang diprioritaskan pada wanita usia subur 15-49 tahun termasuk ibu hamil dan ibu nifas dan penggalakkan penggunaan garam beryodium di masyarakat. Untuk meningkatkan demand masyarakat terhadap penggunaan garam beryodium, Pusat Promosi Kesehatan telah melakukan kampanye penggunaan garam beryodium melalui media TV dan Radio pada tahun 1998/1999. Namun data yang telah dikumpulkan baru dianalisis secara univariat, sehingga dirasa perlu untuk dianalisis lebih lanjut melalui penulisan ini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian garam beryodium rumah tangga di 10 propinsi daerah endemik Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia tahun 1999.Desain penelitian adalah cross sectional dengan memanfaatkan data sekunder hasil evaluasi kampanye garam beryodium melalui media TV dan Radio yang dilakukan Pusat Promosi Kesehatan pada tahun 1999 terhadap 600 responden wanita usia subur di 10 propinsi GAKY di Indonesia. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan program komputer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 462 responden (77%) menggunakan garam beryodium, sedangkan sisanya menggunakan garam lain. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan garam beryodium antara lain: Pengetahuan, Pendidikan, Niat, Ketersediaan garam beryodium, dan Keterpaparan terhadap media. Dari ke-lima faktor tersebut, ketersediaan garam beryodium merupakan faktor yang mempunyai hubungan paling dominan dengan penggunaan garam beryodium dengan nilai Odds Ratio (OR)=l,36I (95% CI 1,30 - 1,43). Artinya responden dengan ketersediaan garam beryodium di sekitar tempat tinggalnya, kemungkinan akan menggunakan garam beryodium 1,361 kali dibandingkan dengan responden yang disekitar tempat tinggalnya tidak tersedia garam beryodium.
Atas dasar hasil penelitian tersebut, kepada pengelola program GAKY disarankan untuk melakukan advokasi secara intensif kepada lintas sektor, terutama sektor yang berkaitan dengan distribusi garam beryodium untuk menjamin ketersediaan garam beryodium di seluruh Indonesia. Disamping itu, kampanye penggunaan garam beryodium perlu dijaga kesinambungannya, karena dari hasil penelitian juga terbukti bahwa keterpaparan media berhubungan dengan penggunaan garam beryodium.

Factor Related to Iodized Salt Usage in Ten Province Subjected to Iodine Deficiency Disorder (IDD) in Indonesia Year of 1999There are many people in Indonesia still suffer from goiter. 10 million from 42 million people which living in area with deficiency of iodine are suffering this disease. IDD has negative impact directly to quality of human resources, especially concerned to intelligence and productivity.
In this study we looking for some factor related to iodized salt usage in ten IDD province in Indonesia. Independent factors in this study are predisposition factors (knowledge, willingness, and education), enabling factor (salt availability), and enforcing factor (media). We were looking for some relation of these three variables with iodized salt usage as dependent variable.
This study using cross sectional design to secondary data of 600 respondents (women in fertile age) in ten IDD province (GAKY) in 1999, which collected by Health Promotion Center of Health Department of Republic of Indonesia. From 600 respondents which being studied, 462 respondents (77%) using iodized salt. Factor that related to iodized salt usage is availability of iodized salt, media exposure, knowledge, and level of education. The most dominant factor is iodized salt availability (OR 1,361; 95%CI 1,30-1,43), which means respondents which easy to find iodized salt have 1,361; possibility to use iodized salt compared to those who difficult to find iodized salt.
We recommend to Department of Trade and Industry to ensure the availability of iodized salt in public, and to IDD program's management to improve campaign of benefits of iodized salt usage to public.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septia Dwi Susanti
"Iodisasi pada garam merupakan salah satu upaya penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI). Namun, penggunaan garam beriodium di Indonesia belum optimal sementara GAKI masih menjadi salah satu dari lima permasalahan utama gizi di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan garam beriodium. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif di 15 Kabupaten/Kota Indonesia dengan disain cross sectional yang merupakan analisis data sekunder yang bersumber dari hasil penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007. Dalam penelitian ini, karena keterbatasan informasi maka perilaku penggunaan garam beriodium didefinisikan sebagai penggunaan garam yang berbentuk halus.
Hasil penelitian menunjukkan dari 1062 sampel terdapat 479 (45,1%) rumah tangga yang menggunakan garam berbentuk halus sedangkan sisanya berbentuk bata dan krasak/kristal. Secara umum, garam yang mengandung iodium ≥ 30 ppm masih rendah karena persentase garam dengan kandungan iodium < 30 ppm atau yang tidak SNI cukup tinggi yaitu berkisar antara 67 % - 81,3 %. Uji statistik menunjukkan pendidikan terakhir orangtua yang tinggi, ibu yang tidak bekerja, bapak dengan pekerjaan tetap, tingkat pengeluaran yang tinggi, daerah perkotaan serta akses yang dekat ke rumah sakit, Puskesmas, Pustu, Dokter Praktek dan Bidan Praktek berpengaruh terhadap perilaku penggunaan garam beriodium.
Sedangkan, hasil uji multivariat menunjukkan masyarakat perdesaan memiliki resiko 2,4 x lebih rendah dibandingkan dengan daerah perkotaan dalam penggunaan garam beriodium. Direkomendasikan dilakukan penelitian lain yang bersifat kualitatif, agar dapat diketahui faktor-faktor yang lebih menggambarkan kondisi sebenarnya terjadi di masyarakat serta terdapat program pemantauan dan promosi KIE yang menarik dan efektif mengenai penggunaan garam beriodium.

Iodization of salt is one of Iodine Deficiency Disorder?s (IDD) intervention. But, iodized salt consumption isn?t optimal while IDD still to be one of big nutrituon problem in Indonesia.Therefore, this study intend to know factors that affect behavior of using iodized salt. This is quantitaive study in 15 districts/city in Indonesia with cross sectional design that analyzing secondary data of ?Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)? in 2007. In this study, because of limited data so behavior of using iodized salt is indicated by using fine-shapped salt.
The result of this study show that from 1062 of sample, there are 479 (45,1%) of households that using fine-shaped salt and the others are brick-shapped aand coarse/crystal-shapped salt. Generally, salt with iodine ≥ 30 ppm still has low percent because salt with iodine < 30 ppm is about 67 % - 81,3 %. This study also show that parent?s with high education; unemployee mother; father with well occupation; high households expenditure; urban area and accsess that near from hospitals, Puskesmas, Pustu, doctors and midwife affect behavior of using iodized salt.
Multivariate result show household in rural area has a lower-risk about 2,4 times than in urban area. In another study is expected to be qualitative, in order to know the factors that best describe of the actual conditions in society and also there are monitoring programs and the promotion of KIE that attractive and effective on the use of iodized salt.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Purwanti
"Curah hujan adalah satu unsur cuaca yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap berbagai sektor kehidupan manusia termasuk dalam sektor kelautan, khususnya terhadap produksi garam. Penambahan curah hujan di masa produksi garam berpotensi menimbulkan penurunan produksi, bahkan pada tingkat ekstrim dapat mengakibatkan kegagalan panen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabilitas curah hujan terhadap produksi garam sekaligus kesesuaian lahan produksi di Kabupaten Sumenep Jawa Timur dilihat dari jumlah rata-rata curah hujan tahunan, panjang musim kemarau dan jumlah maksimum hari tanpa hujan berturut-turut.
Berdasarkan analisis statistik, variabilitas curah hujan, berkorelasi kuat dengan produktivitas garam di Kabupaten Sumenep Jawa Timur, terutama panjang musim kemarau. Sedangkan berdasarkan analisis spasial, desa sentra garam memiliki kesesuaian yang menengah sampai sangat tinggi. Hasil penelitian menyarankan pentingnya informasi panjang musim kemarau dalam informasi iklim kepada pelaku sektor garam.

Rainfall is the weather-climate element that influences various sectors of human activities, such as the marine sector, particularly the salt industry when the production is done in the traditional way. The increase of rainfall will potentially decrease the productivity of salt, moreover at an extreme level, it can lead to total production failure.
This study aims to determine the effect of rainfall variability on salt production in Kabupaten Sumenep East Java based on parameters of average amount of annual rainfall, a length of the dry season and the maximum number of consecutive dry days/dry-spell.
Based on statistical analysis, the rainfall variability is strongly correlated with the fluctuation of salt productivity, especially a length of the dry season. The spatial analysis shows that the saltworks are located in appropriate areas which have supporting climate conditions. It is recommended that the climate information provides to salt production includes a length of dry season information.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T39377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Artining Anggorodi
"Pada tahun 2002, sekitar 71,8% masyarakat Kabupaten Bogor mengonsumsi garam beryodium dengan kategori cukup yang jauh di bawah target Universal Salt Iodization (USI) > 90%. Penelitian dilakukan terhadap 39 informan para ibu bekerja dan tidak bekerja yang tinggal dan tidak tinggal
dengan orang tua, petugas kesehatan, kader, ibu PKK, pedagang sembako yang ada di pasar dan warung di wilayah Kecamatan Leuwiliang. Informan yang tinggal dengan orang tua cenderung memilih garam curah karena orang tua menyukai garam tersebut. Sebaliknya, informan yang
tinggal sendiri memilih garam beryodium tanpa dipengaruhi orang tua. Sementara, informan dengan tingakat pendidikan SMA dan D3 segera mengubah perilaku menggunakan garam beryodium. Ketersediaan garam dan daya beli masyarakat sudah baik. Peran kampanye garam beryodium bagi informan yang tinggal dengan orang tua cenderung memilih garam
curah karena orang tua menyukai penggunaan garam tersebut. Sebaiknya informan yang tinggal sendiri memilih garam beryodium tanpa dipengaruhi orang tua. Pesan dalam kampanye mudah dimengerti, sehingga sampai kini masih diingat oleh para informan. Dalam penggunaan garam beryodium, informan tidak dipengaruhi umur dan pekerjaan, tetapi oleh pendidikan. Ketersediaan garam dan daya beli masyarakat sudah baik."
Universitas Indonesia, 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yasir Mulyansyah Fama
"ABSTRAK
Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau, dengan garis pantai lebih dari 54.000 km yang menjadikan Indonesia sebagai garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Ironisnya, Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan garam nasional terkait kuantitas dan kualitas. Hingga saat ini, Indonesia masih mengandalkan garam impor untuk memenuhi kebutuhan nasional, terutama pada kebutuhan garam industri. Dalam penelitian ini, sebuah kajian dilakukan untuk menilai kesesuaian kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah mengenai produksi dan permintaan garam dengan menggunakan pendekatan Sistem Dinamika untuk memproyeksikan kebutuhan nasional baik garam konsumsi maupun garam industri untuk sepenuhnya dipenuhi oleh produksi lokal. Hasil analisis produksi garam dengan periode bulanan menunjukkan bahwa faktor cuaca secara dramatis masih mempengaruhi produksi garam nasional sehingga Indonesia masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan garam di musim hujan. Sementara hasil dari skenario menunjukkan bahwa Indonesia berhasil dalam swasembada garam konsumsi dan garam industri pada tahun 2028 dengan investasi teknologi untuk meningkatkan kualitas garam. Sementara skenario perluasan area tanaman menunjukkan bahwa Indonesia hanya dapat memenuhi kebutuhan garam industri non-CAP pada tahun 2021.

ABSTRACT
Indonesia has more than 17 thousand islands, with a coastline of more than 54,000 km which makes Indonesia the second longest coastline in the world after Canada. Ironically, Indonesia has not been able to meet the needs of national salt regarding quantity and quality. Until now, Indonesia still relies on imported salt to meet the national needs, especially on the needs of industrial salt. In this research, a study was conducted to assess the suitability of policies established by the government regarding production and demand of salt by using mathematical model and System Dynamics approach to project the national needs of both consumption salt and industrial salt to be entirely fulfilled by local production. The results of monthly production analysis indicate that the weather factor still dramatically influences the production of national salt so that Indonesia even difficulties in meeting the needs of salt in the rainy season. While the results of the scenarios showed that Indonesia succeeds in the self sufficiency of consumption and industrial salt in 2028 with technology investment to increase quality of salt. While the scenario of expanded plants area indicates that Indonesia can only meet the needs of non CAP industry salt in 2021."
2018
T50776
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Musa
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang produksi dan distribusi di Kabupaten Majalengka Kabupaten Majalengka merupakan satu diantara 10 kabupaten endemis GAKY di Jawa Barat yang mempunyai permasalahan distribusi garam beryodium belum menjangkau secara merata wilayah kabupaten.
Jenis Penelitian adalah penelitian operasional, menggunakan triangulasi proses berupa pemanfaatan data sekunder, wawancara mendalam, dan observasi lapangan. Sumber informasi antara lain Kepala Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagamgan Majalengka, tiga orang Kepala Pasar, beberapa orang Pedagang gosir dan eceran di pasar, dan warung-warung.
Data sekuader diolah dan disajikan dalam tabel frekuensi dan dianalisa secara deskriptif Sedangkan analisis domain dilakukan untuk mengolah hasil wawancara mendalam dan observasi lapangan.
Penelitian ini menyajikan informasi bahwa produksi garam beryodium di Majalengka hanya dapat memenuhi 18°% kebutuhan. Tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk suplementasi unsur yodium bagi masyarakat, karena mutunya kurang mengandung kadar yodium < 40 ppm. Kebutuhan garam beryodium di Kabupaten Majalengka 82% dipenuhi oleh produsen garam dari kabupaten lain di Jawa Barat diantaranya dari Kabupaten Cirebon, Karawang, den Subang, Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Jawa Timur.
Ketersediaan garam dari sisi jumlahnya tidak menjadi masalah karena tersedia berbagai bentuk garam (halus, curah, briket dan krosok), bermacam-macam merek, ukuran dengan harga terjangkau oleh masyarakat. Ketersediaan garam beryodium dilihat dari mutunya, hanya 47,9% yang tersedia di pasar-pasar dan 49,9% dari garam yang dijual di warung - warung mengandung kadar yodium cukup (>40 ppm), 28% diantaranya baik yang ada di pasar maupun warung tidak mengandung yodium(O ppm). Terutama 40 - 63.5% garam briket dan lebih dari 70 % garam krosok tidak mengandung yodium. Distribusi garam beryodium yang dilakukan oleh produsen adalah melalui grosir dan pedagang eceran di warung-warung atau langsung ke warung.
Untuk menjamin ketersediaan garam beryodium yang memenuhi syarat yaitu mengandung kadar yodium 40 ppm di Kabupaten Majalengka diperlukan Peraturan daerah untuk mengatur pengadaan dan penyaluran garan beryodium di daerah ini pembinaan tehnis produksi, bimbingan dan bantuan permodalan kepada produsen yang ada di Majalengka, serta meningkatkan pengawasan garam yang beredar dengan lebih meningkatkan peran Kepala Pasar, Pedagang di pasar-pasar dan Staf Puskesmas. Sejalan dengan upaya menggalakkan konsumsi garam beryodium kepada masyarakat.

The Production and Distribution of Iodized Salt in Kabupaten Majalengka, West Java, 1998An operational study on iodized salt were conducted in Kabupaten Majalengka, West Java The objectives were to investigate the role of local products in supplying the iodized salt in the kabupaten and the levels of iodine in the salt available in the area.
The triangulation process of secondary data, in-depth interviews and observations were used in this study. The respondents were; the head of local office of the Ministry of Industrial and Business, 3 market supervisors; several distributors and retailers in 3 markets, and small shops (warung).
Secondary data were analyzed descriptively, and domain analysis was employed to data collected by in-depth interviews and observations.
It was found that local salt production contributed only 18 % of required iodized salt in the areas, and the rest 82% were supplied from kabupaten Cirebon, Karawang, Subang, Central Java and East Java. In additions the local production salt contained iodine of less than 40 PPM.
The problem of salt in kabupaten Majalengka was not in the quantity but in the quality. Only 47.9% of salt in the market and 49.9% of the salt available in warung contained iodine 40 PPM. More than 50% about 28% contained less than 40 PPM. About 40-36.5 % of brick salt and 70% of crystal or granular salt have no iodine.
To ensure the avordability of iodated salt it was suggested that produces locally, and that came into the area contained sufficient iodine. Local procedures should be nurtured in the technical aspect of production, guidance in storing and distribution. credits for capital. Salt that come from outside the area should be monitored and only those that contain iodine X40 PPM are allowed to be sold in the market However, this can only be done there are local regulations on the production and distribution of salt in Kabupaten Majalengka. Monitoring of the quality of the salt in the market should be enhanced by promoting more involvement of market supervisors, distributors, retailers and health center.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>