Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3535 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andenko Utama
"Grease lithium merupakan salah satu jenis conventional grease yang memiliki kualitas dan kinerja yang sangat baik , dan saat ini merupakan jenis grease yang paling banyak digunakan, namun lithium memiliki beberapa kelemahan. Penambahan alkali tertentu dapat menjadi solusi untuk menutupi kelemahankelemahan tersebut, dengan menambahkan atau menggabungkannya dengan alkali yang dapat menutupi kekurangan-kekurangan yang dimiliki, akan didapatkan jenis grease baru yang lebih baik. Calcium merupakan salah satu jenis alkali yang dapat digunakan untuk menutupi kekurangannya. grease.
Pada penelitian telah dilakukan pembuatan grease Li-Ca dimana tahapan pembuatan grease Li-Ca diawali dengan memasukkan lithium terlebih dahulu kedalam campuran base oil dan asam lemak, lalu dilanjutkan dengan penambahan calcium, dan dilakukan pengujian parameter mutu terhadap grease Li-Ca yang diperoleh yaitu, dropping point, penetrasi, oil separation, dan water washout.
Hasil uji analisis menunjukkan bahwa, dropping point grease Li-Ca yang berada diantara grease-Li dan grease-Ca, nilai penetrasi serta water washout yang memiliki karakteristik mutu yang mendekati grease-Li, serta menghasilkan grease yang karakteristik mutu oil separation yang mendekati grease-Ca."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S49730
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagaol, Eva Herawati
"Pada penelitian ini, telah dibuat gemuk bio campuran Li-Ca 12HSA Asetat Kompleks menggunakan base oil minyak sawit terepoksidasi dengan thickening agent Lithium 12HSA Asetat Kompleks dan Kalsium 12HSA Asetat Kompleks. Komposisi thickening agent divariasikan untuk mendapatkan gemuk dengan tingkat konsistensi NLGI 2 (multipurpose), sifat tahan terhadap suhu dan yang tinggi air serta sifat anti aus yang baik. Gemuk bio campuran ini dibuat 2 jenis yaitu perbandingan antara lithium asetat/lithium stearat maupun kalsium asetat/kalsium stearat sebesar 3:1 (Gemuk Bio Campuran A) dan 5:1 (Gemuk Bio Campuran B). Gemuk bio campuran ini dibuat melalui reaksi saponifikasi 2 tahap yaitu pada suhu 125°C dan 200°C. Gemuk bio campuran ini dilakukan pengujian meliputi uji sifat fisika-kimia dan uji performa gemuk. Gemuk bio campuran Li-Ca 12HSA Asetat Kompleks yang diperoleh memiliki dropping point 339°C (@NLGI 2), jumlah keausan sebesar 0.4 mg pada persentase kalsium 12HSA Asetat Kompleks 35% atau persentase lithium 12HSA Asetat Kompleks 65% sedangkan nilai water wash out masih berada antara gemuk bio tunggal Lithium 12HSA Asetat Kompleks dan gemuk bio tunggal Kalsium 12HSA Asetat Kompleks.

In this research, making a mixture of bio grease Li-Ca 12HSA Acetate complex using epoxidized palm oil base oil with a thickening agent Lithium 12HSA Acetate Complex and Calcium 12HSA Acetate Complex. Thickening agent composition was varied to get grease with the consistency of NLGI 2 (multipurpose), high temperature , resistant water high and a good anti-wear. Bio grease mixture was made 2 types of comparisons between the lithium acetate / lithium stearate or calcium acetate / calcium stearate of 3:1 (Bio Grease Mixture A) and 5:1 (Bio Grease Mixture B). Bio Grease Mixture reaction was prepared by saponification two stages, at a temperature of 125°C and 200°C. This mixture of bio grease do testing properties of physical-chemical and performance. Bio grease Li-Ca mixture have dropping point 339°C (@ NLGI 2), antiwear 0.4 mg of the percentage calcium 12HSA Acetate Complex 35% or the percentage of lithium 12HSA Acetate Complex 65% while the value of wash out water between bio grease Lithium 12HSA Acetate Complex and bio grease Calcium 12HSA Acetate Complex."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43052
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Sudorowerdi
"ABSTRAK
Kandungan garam di dalam air laut dapat dikurangi konsentrasinya, melalui proses osmosa balik. Osmosa balik adalah proses pemisahan zat-zat dalam larutan dengan cara permeasi di bawah tekanan melalui membran yang sesuai.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat membran dengan menggunakan bahan dasar nilon-6 dan menentukan pengaruh annealing terhadap karakterisasi membran. Membran nilon-6 dapat dibuat dengan cara mencampurkan nilon-6, asam format, dan formamida. Campuran tersebut diaduk, dilanjutkan dengan proses pencetakan, penguapan, pencelupan dalam air, dan memvariasi kondisi pemanasan (annealing). Membran yang dihasilkan diuji harga penolakan garam, kecepatan aliran, kandungan air, kuat regang dan perpanjangan putus, serta melihat pori-pori membran yang dihasilkan dengan menggunakan SEM.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur annealing, dan pada kisaran waktu annelaing antara 5 sampai dengan 10 menit, semakin tinggi temperatur dan semakin lama waktu annealing, maka besarnya harga penolkan garam, kuat regang dan perpanjangan putus meningkat, sedangkan kecepatan aliran dan kandungan air menurun."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suminto Winardi
"ABSTRACT
Membran anorganik MCM-41 diketahui mempunyai selektifitas cukup tinggi pada pemisahan cair-cair atau gas-gas. Membran silika sistem aliran satu dimensi MCM-41 dapat disintesis pada membran pendukung yang terbuat dari zeolit Malang dan clay Lampung dengan metode hidrotermal. Komposisi larutan mol yang digunakan untuk membuat MCM-41 adalah TEOS : CTABr : NaOH : H2O = 1 : 0,05 : 3,13 : 124,07. Hasil IR menunjukkan bahwa clay sebagai binder material mempunyai kemiripan komposisi dengan zeolit sebagai bahan support. Hasil XRD juga menunjukkan pola difraksi yang hampir sama. Sintering support menunjukkan tingkat kristalinitas yang lebih tinggi walau ada puncak difraksi yang hilang. Setelah pelapisan, hasil XRD terlihat puncak difraksi MCM-41 pada 2? = 2,09. Foto SEM menunjukkan tebal film MCM-41 mencapai 15?m. Pada foto permukaan, terlihat homogenitas distribusi Si dipermukaan support. Pada foto melintang, terlihat ada penyebaran unsur Si yang merata antara sisi support dan film MCM-41, dan terbentuknya nanokomposit MCM-41/support. Analisis dengan EDX juga membuktikan hal ini. Analisis gas permeasi N2 pada membran membuktikan ada kontribusi aliran viskus, mengindikasikan ukuran pori MCM-41 tidak terdistribusi seragam. Hasil filtrasi etanol 5% menggunakan membran setelah kalsinasi dengan bantuan tekanan, dianalisis melalui GC dan dihasilkan kadar filtrat 10,21% dan sisa yang tidak tersaring menunjukkan kadar 4,92%. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Johnson
"ABSTRAK
Reaksi hidrogenasi CO2 menjadi metanol dengan menggunakan katalis berbasis logam Cu sudah banyak dilakukan oleh para pakar. Keanekaragaman percobaan yang telah dilakukan menghasilkan berbagai jenis mekanisme reaksi serta persamaan kinetika yang bervariasi. Walaupun demikian, sampai saat ini mekanisme reaksi sitensis metanol belumlah dapat dimengerti seluruhnya. Hal ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan pada sifat alami inti aktif dan benluk peralihan (inlerrnediate), serta apakah metanol dihasilkan dari karbon monoksida, karbon dioksida ataupun dari keduanya.
Pada penelitian ini digunakan katalis CuO/ZnO/ZSM-S pada loading 30 %.
Penentuan persamaan laju reaksi dilakukan dengan analisis kinetika adsorpsi
isotermal berdasarkan asumsi mekanisme reaksi Careon. Untuk menyelesaikan
persamaan kinetika yang kompleks tersebut dilakukan manipulasi terhadap variabel-variabel serta konstanta-konstanta yang ada. Sebagai alat bantu, digunakan juga program komputer regresi linier sehingga diperoleh persamaan laju reaksi pembentukan metanol.

"
2001
S49254
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refa Odetta
"Menggunakan bahan dasar minyak dan aditif penyulingan yang berasal dari minyak bumi dalam kandungan pelumas dikaitkan dengan efek berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Gemuk pelumas yang sepenuhnya dapat terurai secara hayati akan memerlukan penggantian minyak nabati yang cocok untuk minyak mineral, juga penggunaan bahan pengental alami yang dapat berfungsi sebagai pengganti sabun metalik atau poliurea. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sintesis alfa-selulosa dari kertas kantor dengan kemurnian maksimum dan juga mempelajari komposisi gemuk bio menggunakan basis minyak RBDPO (Refined Bleach Deodorized Palm Oil) epoksidisasi dan alfa-selulosa sebagai bahan pengental dengan NLGI 2. Pada penelitian ini akan dibuat bio-grease menggunakan minyak sawit terepoksidasi dan alfa selulosa sebagai bahan pengental yang diekstraksi dari limbah kertas bekas dengan metode delignifikasi dan bleaching alfa-selulosa yang dihasilkan diuji karakteristiknya seperti rendemen dan gugus fungsi. analisis membandingkan dengan alfa-selulosa komersial. Gemuk bio yang dihasilkan diuji konsistensinya, dropping point dan keausannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja alfa-selulosa yang optimum adalah dengan delignifikasi pada suhu 100°C dan bio-grease dengan komposisi 30% alfa-selulosa berbahan kertas putih bekas.

Using an oil base and refining additives of petroleum origin in lubricant content is connected with a harmful effect on health and the environment. Fully biodegradable lubricating grease will require the substitution of a suitable vegetable oil for the mineral oil, also the use of natural thickening agents that can serve in replacement of standard metallic soaps or polyureas. This research aims to study the synthesis of alpha-cellulose from office paper with maximum purity and also to study the composition of bio-grease using epoxidized RBDPO (Refined Bleach Deodorized Palm Oil) oil base and alpha-cellulose as a thickening agent with NLGI 2. For this research, bio-grease will be made using epoxidized palm oil and alpha cellulose as a thickening agent that is extracted from waste office paper using delignification method and bleaching The alpha-cellulose produced is tested for its characteristics such as yield and functional group analysis comparing with commercial alpha-cellulose. The bio-grease produced is tested for its consistency, dropping point and wear. The results showed that the optimum performance of alpha-cellulose was by delignification at 100°C and bio-grease with a composition of 30% alpha-cellulose that made from waste white paper."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Fazar Indah
"Virgin Coconut Oil (VCO) adalah produk turunan kelapa berupa minyak kelapa mumi memiliki keunggulan kadar asam laurat yang tinggi serta diproses tanpa menggunakan panas. Produk ini memiliki nilai tambah yang sangat menunjang perkembangan industri kelapa nasional. Proses pembuatan VCO secara sederhana dilakukan dengan beberapa cara, antara lain enzimasi, ekstraksi, dan pengadukan. Pada penelitian ini, dibuat VCO dengan dua cara yaitu dengan metode pengadukan dengan alat pengaduk gantung elektrik dengan kecepatan putar 1000, 1300, dan 1500 rpm dan juga dengan metode enzimasi yang menggunakan crude enzim bromelin dari sari buah nanas.
Kedua metode ini dibandingkan untuk mendapatkan metode yang terbaik dari keduanya. Pengadukan dilakukan untuk memecah emuisi kanil, dengan cara mekanisasi. Energi dari pengadukan memecah globula-globula emuisi sehingga terbentuk tiga fasa yaitu minyak, air dan kanil. Penggunaan sari buah nanas yang mengandung crude enzim bromelin sebagai katalisator, dapat membantu reaksi biokimia, yaitu dalam reaksi pemecahan globula kanil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pengadukan dengan kecepatan putar 1300 rpm lebih baik dari pada metode enzimasi, dengan hasil yang dicapai sebanyak 16,33 ml/100 gram kelapa parut atau 455 ml kanil dan kadar asam laurat mencapai 39,12% terhadap keseluruhan asam lemak dalam VCO."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49498
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Wijaya
"Aditif bensin seperti TEL ataupun MTBE untuk menaikkan angka oktan mulai dihindari penggunaannya sekarang ini. Adanya logam berat dan senyawa kimia beracun di dalam TEL membuat bahan tersebut berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Mengingat masih diperlukannya bensin dengan kualitas yang baik, maka perlu dibuat zat aditif yang dapat menaikkan angka oktan dan aman bagi kesehatan dan lingkungan. Pada penelitian ini, aditif dibuat dengan beberapa proses di antaranya proses transesterifikasi dengan bahan baku minyak sawit. Metil ester yang dihasilkan dari reaksi tersebut selanjutnya mengalami proses perengkahan katalitik dengan katalis H-Zeolit. Produk distilat dari perengkahan ini akan direaksikan dengan HNO3 untuk ditambahkan gugus nitro.
Berdasarkan hasil penelitian, reaktor fixed bed dengan sistem batch dibuat dan dapat melakukan perengkahan katalitik dengan laju produksi sebesar 2,95 ml/jam, dan efisiensi energi sebesar 6,44%. Perengkahan terjadi pada suhu 320oC. Perengkahan ditandai dengan penurunan densitas dan bertambahnya gugus C=C, C=O dan C-O dan CH3 pada spektrum yang dibandingkan terhadap spektrum referensi 2970 cm-1, yaitu gugus CH2. Selain itu, juga terlihat pada banyaknya molekul lain dengan rantai karbon yang lebih pendek dari metil ester berdasarkan uji GC-MS. Pada aditif bensin, terjadi proses penambahan gugus nitro yang ditandai dengan adanya spektrum FTIR pada frekuensi 1661-1499 cm-1. Hasil nilai oktan dari pencampuran 5% aditif pada bensin premium 95% membuat oktan bensin campuran naik menjadi 90,2 dan 90,3. Dengan perhitungan persamaan linear, angka oktan aditif 1 dan aditif 2 bernilai 105,4 dan 107,4. Sehingga disimpulkan semakin banyak gugus nitro dalam aditif maka semakin tinggi angka oktannya.

Gasoline additives such as TEL or MTBE to raise the octane number began to preclude use today. The presence of heavy metals and toxic chemical compounds in the TEL making this material harmful to the environment and health. Given the continuing need gasoline with good quality, it needs to be made of additives that can increase the octane number and it?s safe for health and the environment. In this study, an additive made by some process of which the process of transesterification with palm oil feedstock. Methyl ester produced from the that reaction will be cracked with H-zeolite catalysts. Distillate products from the cracking will be reacted with HNO3 to add the nitro group.
Based on this research, fixed bed reactor with a batch system is created and can perform catalytic cracking with a production rate of 2.95 ml/hr, with energy efficiency about 6.44%. Cracking occurs at a temperature of 320 oC. Cracking is characterized by decreased density and increased group C = C, C = O and C-O and CH3 on the spectrum is compared against a reference spectrum of 2970 cm-1, the CH2 group. In addition, also seen in many other molecules with shorter carbon chain of the methyl esters by GC-MS test. In the gasoline additive, a process of addition of nitro groups are characterized by FTIR spectrum at a frequency of 1661-1499 cm-1. The results of blending octane value of 5% additive in gasoline octane premium gasoline 95% make the mixture rose to 90.2 and 90.3. With the calculation of linear equations, the octane number additive 1 and additive 2 worth 105.4 and 107.4. As a conclution a growing number of nitro groups in the additive would raise the octane number.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1725
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Fenjery
"Minyak sawit yang diperoleh dari CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak nabati yang memiliki potensi untuk dijadikan minyak lumas karena secara alami minyak nabati memiliki gugus fungsi yang dapat menempel pada permukaan dan berfungsi mencegah kontak langsung, melindungi permukaan, mengurangi keausan dan friksi antara dua permukaan logam yang saling bergerak. Lebihjauh lagi, minyak sawit ini memiliki potensi untuk dijadikan pelumas foodgrade karena senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya tidak beracun (karena berasal dari alam). Namun, pemakaian minyak nabati sebagai pelumas untuk mesin-mesin modern tidak bisa dilakukan karena mudah terbentuk resin dan deposit yang akan menyebabkan penyumbatan. Resin dan deposit ini terbentuk karena minyak nabati mempunyai banyak ikatan rangkap karbon yang mudah teroksidasi dalam struktur molekulnya. Pada penelitian ini, minyak sawit akan diolah melalui tahapan proses kimia menjadi senyawa yang memiliki ketahanan oksidasi lebih baik sehingga cocok dipakai sebagai bahan pelumas. Minyak sawit ditransesterifikasi menggunakan metanol dan katalis NaOH menjadi POME (Palm Oil Methyl Ester). Kemudian dilakukan proses epoksidasi untuk menghilangkan ikatan C=C pada yang terdapat pada POME menjadi gugus oksirana. Setelah itu gugus oksirana ini disubstitusi dengan gliserol dan monoalkohol dengan menggunakan katalis heterogen H-zeolit. Tujuan penggunaan katalis heterogen adalah agar mudah dipisahkan dari produk yang dihasilkan sehingga tidak berbahaya dan produknya dapat digunakan sebagai pelumas foodgrade. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa produk dari reaksi epoksidasi (EPOME) mempunyai ketahanan oksidasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan minyak sawit dan POME. Reaksi pembukaan cincin EPOME menghasilkan EPOME gliserol dan EPOME monoalkohol yang merupakan hidrokarbon jenuh multi gugus fungsi (ester, eter, dan hidroksida) dan dapat melindungi permukaan logam dengan ketahanan oksidasi yang lebih baik. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa EPOME heksadekanol sangat bagus untuk dijadikan minyak lumas dasar karena ketahanan oksidasinya paling baik Jika dibandingkan dengan EPOME gliserol, POME, minyak sawit, dan HVI 160 S."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ambarwati
"Modifikasi minyak sawit untuk menjadi pelumas foodgrade yang telah dilakukan seperti transesterifikasi untuk menghasilkan Palm Oil Methyl Ester (POME) dan epoksidasi untuk menghasilkan EPOME serta pembukaan cincin epoksida dengan gliserol dan monoalkohol telah meningkatkan ketahanan oksidasinya menyamai pelumas foodgrade. Namun modifikasi tersebut belum memenuhi syarat untuk menjadikan minyak sawit sebagai pelumas foodgrade, yang menuntut warna yang bening, untuk diaplikasikan pada industri makanan. Untuk memperbaiki modifikasi ini maka dilakukan modifikasi lainnya yaitu dengan menghilangkan warna melalui proses decolorization. Proses decolorization POME dilakukan dengan menambahkan hidrogen peroksida sebesar 10 % v/v dari POME secara perlahan pada temperatur 65°C dan direaksikan dengan variasi waktu 30 menit, 1 jam, dan 3 jam serta variasi pengulangan proses untuk menghasilkan EPOME Decolorization. Dimana untuk menjadi pelumas foodgrade maka hanya perlu menambahkan gliserol atau monoalkohol untuk membuka cincin epoksidanya. Selain itu decolorization juga dilakukan dengan menggunakan bentonit pada temperatur yang sama selama 2 jam, produk yang dihasilkan diberi nama EPOME Bentonit. Untuk melihat keberhasilan modifikasi ini, dilakukan analisa wama secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 450 nm. Proses decolorization dengan hidrogen peroksida memiliki nilai absorbansi 0.0535 dan perubahan absorbansinya sebesar 76.74 %. untuk waktu reaksi 2 jam, absorbansi produk EPOME Bentonit 0.0865 dan perubahan absorbansi 62.39 %. Proses decolorization dengan hidrogen peroksida waktu reaksi 3 jam memberikan perubahan absorbansi yang lebih besar dibanding metode lain, absorbansi akhir yaitu 0.0431 dengan perubahan absorbansi sebesar 81.26 %, sedangkan dengan dengan waktu reaksi 1 jam absorbansi akhir 0.0508, perubahan absorbansi sebesar 77.91%. Semakin besar perubahan absorbansi yang dihasilkan, penambahan biaya bahan decoloran semakin besar, perubahan absorbansi sebesar 76 % membutuhkan biaya decoloran Rp. 8,600,- , perubahan absorbansi sebesar 81.26 % membutuhkan tambahan biaya sebesar Rp. 18,600,-."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49555
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>