Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165601 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chairul Octora
"Untuk membuat desain alat angkat Towbarless Aircraft Tractor yang mempunyai gaya dorong yang lebih efisien, maka pada desain ini dibuat sebuah alat angkat Towbarless Aircraft Tractor dengan metode scooping yang memiliki lintasan angkat miring yang lebih panjang, sehingga memiliki kemiringan yang lebih rendah dari sebelumnya yang menyebabkan gaya dorong yang berkurang. Pada desain ini dengan menggunakan mesin kapasitas 559 kW, traktor ini dapat melakukan proses pengangkatan nose landing gear selama 15,75 menit.

To design a scooping device of Towbarless Aircraft Tractor that has efficient force, then, this design is made a scooping device that has longer oblique track, so it has lower slope than before that make push force on the tractor decrease. Using machine that has force capacity 559 kW, this tractor can scoope the nose landing gear for 15.75 minute."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50972
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dony Hidayat
"ABSTRAK
Beban yang terjadi pada main landing gear saat touchdown impact merupakan fungsi dari berat pesawat dikalikan dengan ground reaction load factor. Pada CASR Part 23.473 Ground Load Conditions and Assumptions disebutkan bahwa nilai ground reaction load factor berada antara 2 s/d 2.67 dan harus dibuktikan dengan Landing Gear Drop Test LGDT . Dari simulasi dengan kecepatan jatuh vsink 1.7 m/detik dan beban 22 kN diperoleh gaya kontak/impak yang terjadi pada simulasi menggunakan perangkat lunak MSC ADAMS sebesar 73.65 kN, sedangkan menggunakan perangkat lunak Solidworks Motion Analysis sebesar 74.47 kN. Hasil pengujian eksperimental diperoleh gaya kontak/impak sebesar 73.61 kN. Untuk mendapatkan ground reaction load factor dibawah 3 pada vsink = 3.05 m/detik, maka harus menggunakan rubber damper dengan stiffness antara 2000 - 2100 N/mm dan tekanan roda antara 60 - 65 psi.

ABSTRACT
Loads at main landing gear while touchdown impact is function of aircraft weight and ground reaction load factor. In regulation CASR Part 23.473 states ground reaction load factor at vsink 3.05 m s is between 2 to 2.67 and must be proven by Landing Gear Drop Test LGDT . From simulation with vsink 1.7 m s and load 22 kN obtained contact impact force that ensue in MSC ADAMS is 73.65 kN and Solidworks Motion Analysis is 74.47 kN, while from experimental is 73.61 kN. To obtain ground reaction load factor below 3 in vsink 3.05 m s, rubber damper stiffness have to 2000 2100 N mm and tire pressure between 60 65 psi."
2016
T47938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Ansharah Rammon
"ABSTRACT
Rancangan Roda Pendarat Pesawat Komuter ini dikembangkan dari model sebelumnya dengan tujuan membawa penumpang yang lebih banyak. Beban total dari pesawat akan bertambah seiring bertambahnya kapasitas penumpang. Dengan beragamnya landasan terbang yang ada di Indonesia, maka diperlukan performa roda pendarat yang cukup baik untuk pendaratan di landasan beraspal dan tidak beraspal. Dalam tugas akhir ini, performa rancangan roda pendarat dianalisa melalui metode kinematika dan dinamika, hal yang menjadi perhatian adalah kemampuan shock absorber roda pendarat, dan aktuator penggerak mekanisme ekstensi dan retraksi. Dari hasil analisa, disimpulkan bahwa rancangan roda pendarat mampu mendarat pada landasan beraspal dan tak beraspal dengan pertambahan ukuran shock absorber dan akutator.

ABSTRACT
Landing Gear Design of this commuter aircraft was developed from its previous model, with the aim of carrying more passengers. The total load of the aircraft will increase as passenger capacity increases. With a variety of runways in Indonesia, it is necessary to have a good landing gear performance for landing on a paved and non-paved runway. In this final project, the performance of landing gear design is analyzed through kinematics and dynamics methods, the concern is the ability of the landing gear shock absorber, and the actuator drive extension mechanism and retraction. The analyze conclude, the landing gear design was capable during landing on paved and unpaved runway, with an increase of the shock absorber and actuator design."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafiq Ali Abdillah Azizi
"Saat Ini Universitas Indonesia sedang melakukan penelitian mengenai mobil terbang. Mobil terbang merupakan sebuah kendaraan yang mampu beroperasi di darat dan udara. Untuk dapat beroperasi maksimal dibutuhkan roda pendarat inti untuk proses pendaratan. Perancangan sistem ekstensi dan retraksi pada roda mobil dapat menjadi solusi untuk roda mobil berfungsi menjadi roda pendarat. Untuk dapat melakukan proses ekstensi dan retraksi, dibutuhkan aktuator hidrolik dengan tekanan kerja sistem 100 bar, diameter piston 50 mm dan diameter piston rod 25 mm. Nilai keamanan juga sangat penting dalam merancang sistem roda pendarat inti ini. Untuk itu penulis melakukan pengujian untuk mendapatkan nilai faktor keamanan dan nilai indeks defleksi yang terjadi. Dari hasil pengujian, desain roda pendarat inti mobil terbang memiliki nilai faktor keamanan terkecil 1,52, dan nilai indeks defleksi terbesar 0,002. Berdasarkan hasil penelitian, desain tersebut telah memenuhi standar keamanan roda pendarat dengan nilai faktor keamanan 1,5 , dan nilai indeks defleksi 1/240.

University of Indonesia is conducting research on flying cars. Flying car is a vehicle that can operating in the air and on the ground. Based on the criteria, flying car must have main landing gears for the landing process. The design of an extension and retraction system on the landing gear can be a solution for car wheels to function as landing gear. To carry out the extension and retraction process, the system needed a hydraulic actuator with 100 bar of working pressure, 50 mm of piston diameter, and 25 mm of piston rod diameter. Safety was very important in designing this main landing gear system. For this reason, the authors conducted tests to get the value of the safety factor and the value of the deflection index on this design. This main landing gear design has the smallest safety factor value of 1.52 and the largest deflection index value of 0.002. Based on the results, the design is qualified the landing gear safety standards with a safety factor value of 1.5 and a deflection index value of 1/240."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riki Ardiansyah
"Pesawat berpenumpang 19 orang dimodifikasi agar dapat mendarat di air dengan menggubah roda pendaratan dengan float. Float yang digunakan merupakan produk impor yang sebelumnya telah digunakan oleh pesawat sejenis. Float harus dapat menopang pesawat dan dapat menerima beban impak saat mendarat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah float yang merupakan produk impor tersebut dapat digunakan pada pesawat berpenumpang 19 serta meneliti pengaruh yang terjadi pada pelampung ketika melakukan pendaratan dipermukaan air. Tegangan dan displacement merupakan keluaran simulasi yang menjadi fokus penelitian. Parameter tersebut didapat dengan cara simulasi numerik pendaratan float dengan beberapa parameter seperti: kecepatan pendaratan dan massa pesawat. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa float dengan konfigurasi ketebalan sesuai dengan yang dikeluarkan oleh produsen, struktur utama (keel, sisterkeel, chine, gunwall) sebesar 3,5 mm serta wear strip sebesar 12 mm dapat digunakan pada pesawat berpenumpang 19 orang pada kecepatan landing 54 knots dan maximum landing weight 6.940 Kg. Selain itu diketahui juga bahwa semakin cepat kecepatan dan massa semakin berat pesawat maka stress dari float menjadi lebih besar. Serta didapat bahwa kecepatan merupakan faktor paling berpengaruh dalam keluaran hasil simulasi. Dengan bertambahnya kecepatan sebesar 40,7% maka penambahan beban menjadi 98,1%, sedangkan peningkatan massa sebesar 4,8% tidak memberikan penambahan beban yang terlalu besar yaitu sebesar 3,2%.

The 19-person aircraft was modified so that it could land on water by changing the landing gear with a float. The float used is an imported product that had previously been used by similar aircraft. Float must be able to support the aircraft and be able to take impact loads when landing. This study aims to determine whether the float which is an imported product can be used on passenger aircraft 19 and examine the effect that occurs on the buoy when landing on the surface of water. Stress and displacement are the output of the simulation that is the focus of research. These parameters are obtained by numerical simulation of a float landing with several parameters such as: landing speed and mass of the aircraft. From the results of the study found that the float with a thickness configuration in accordance with issued by the manufacturer, the main structure (keel, sisterkeel, chine, gunwall) of 3.5 mm and wear strip 12 mm can be used on 19 passenger aircraft at a landing speed of 54 knots and a maximum landing weight of 6,940 kg. It is also known that the faster the speed and the heavier mass of the plane, the greater the stress from the float. And it is found that speed is the most influential factor in the output of simulation results. With an increase in speed of 40.7%, the addition of the load to 98.1%, while an increase in mass of 4.8% does not provide an increase in the burden that is too large, amounting to 3.2%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luqman Sugiyono
"Pesawat dua-seater LAPAN Surveillance Aircraft (LSA) merupakan pesawat milik Pusat Teknologi Penerbangan BRIN yang termasuk kategori pesawat terbang ringan untuk misi surveillance berkaitan dengan pemetaan daerah, mitigasi bencana, monitoring, foto udara, dan sejenisnya. Dengan kemampuan ini, pesawat LSA akan banyak dibutuhkan pada misi pemantauan di pulau-pulau terpencil Indonesia. Pesawat LSA dilengkapi roda pendaratan yang dapat dilipat rapih ke dalam fuselage (retractable landing gear). Penelitian ini membahas mengenai evaluasi performa sistem mekanikal roda pendaratan utama, yang diawali dengan pemodelan 3D, kemudian dianalisis mekanisme gerak retraksi dan ekstensi roda pendaratan utama melalui pendekatan kinematika dan kinetika. Hasilnya menunjukkan bahwa kebutuhan aktuator hidrolik adalah 1.5 kN dan harus dilengkapi tekanan hidrolik cadangan berupa akumulator hidrolik. Hasil ini sesuai dengan hardware yang terpasang pada referensi pembanding. Validasi juga dilakukan pada Autodesk CFD dan Ansys Workbench, hasilnya menunjukkan bahwa hitungan analitik sudah mendekati hasil simulasi dengan persentase perbedaan 9.37%. Rancangan ukuran suspensi pesawat LSA dianalisis saat pembebanan statis sebesar 7122.06 N. Simulasi respon suspensi menunjukkan bahwa osilasi akibat pendaratan hanya sampai pada detik ketiga baik di landasan beraspal maupun tidak beraspal. Analisis flotasi menunjukkan bahwa pesawat LSA dapat dioperasikan pada landasan tak beraspal.

The two-seater LAPAN Surveillance Aircraft (LSA) is an aircraft belonging to the Pusat Teknologi Penerbangan BRIN on category of light aircraft for surveillance missions. LSA aircraft are equipped with landing gear that can be folded neatly into the fuselage (retractable landing gear). This study discusses the evaluation of the main landing gear mechanical system performance, which begins with 3D modeling, then analyzes the mechanism of retraction and extension of the main landing gear through kinematics and kinetics approaches. The results show that the hydraulic actuator needs 1.5 kN and must be equipped with backup hydraulic pressure in the form of a hydraulic accumulator. These results are match with the hardware installed on the comparison reference. Validation was also carried out on Autodesk CFD and Ansys Workbench, the results showed that the analytical calculation was close to the simulation results with a percentage difference of 9.37%. The design of the suspension size of the LSA aircraft was analyzed when static loading was 7122.06 N. The suspension response simulation showed that the oscillation due to landing only reached the third second on both paved and unpaved runways. Flotation analysis shows that the LSA aircraft can be operated on unpaved runways"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Choirul Anwar
"Penelitian ini berfokus pada pengukuran regangan pada landing gear pesawat tanpa awak menggunakan sensor Bare Uniform Fiber Bragg Grating (FBG). Landing gear yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari bahan karbon fiber, yang dikenal memiliki kekuatan dan kekakuan tinggi. Sensor FBG diposisikan pada jarak 20 cm dari titik pusat landing gear, tepatnya pada bagian yang melengkung, untuk mengoptimalkan deteksi regangan. Pengujian statis untuk mendapatkan regangan dilakukan dengan memberikan variasi massa beban mulai dari 0 hingga 9 kilogram untuk menguji respon sensor terhadap perubahan beban. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa terdapat ambang batas pengukuran yang konstan pada beban sebesar 50 gram, menunjukkan stabilitas sensor dalam rentang beban tersebut, dengan resolusi pengukuran 0,1654 mikrostrain. Perbandingan hasil pengukuran FBG dibandingkan sensor strain gaugue BLFAB-55, didapatkan perbedaan hasil pengukuran 5,9 %. Dilakukan juga penelitian lebih lanjut dengan diberikan gangguan berupa angin dengan kecepatan 5 m/detik dan 10 m/detik, serta gangguan suhu 30°C dan 45°C. Hasilnya adalah gangguan suhu 45°C paling berpengaruh terhadap perubahan regangan yang dihasilkan oleh FBG, dengan kenaikan nilai regangan sebesar 265 % dibandingkan pada saat tanpa gangguan. Lebih lanjut, pengukuran regangan ini berhasil diintegrasikan dengan aplikasi android, dengan didapatkan nilai pengukuran throughput sebesar 0,9974 Mbps, packet loss 0%, dan delay sebesar 121 ms, sehingga memungkinkan pemantauan secara real-time dan memudahkan proses pengumpulan data di lapangan.

This research focuses on measuring strain on the landing gear of unmanned aerial vehicles using Bare Uniform Fiber Bragg Grating (FBG) sensors. The landing gear used in this study is made of carbon fiber, known for its high strength and stiffness. The FBG sensor is positioned 20 cm from the center point of the landing gear, specifically on the curved part, to optimize strain detection. Static testing to measure strain was conducted by applying varying load masses ranging from 0 to 9 kilograms to test the sensor's response to load changes. The measurement results show a constant measurement threshold at a load of 50 grams, indicating sensor stability within this load range, with a measurement resolution of 0.1654 microstrain. A comparison of the FBG measurement results with the BLFAB-55 strain gauge sensor showed a measurement difference of 5.9%. Further research was also conducted by introducing disturbances in the form of wind at speeds of 5 m/s and 10 m/s, and temperature disturbances of 30°C and 45°C. The results indicate that a temperature disturbance of 45°C had the most significant impact on the strain changes detected by the FBG, with an increase in strain value of 265% compared to without disturbances. Furthermore, this strain measurement was successfully integrated with an Android application, yielding a throughput measurement value of 0.9974 Mbps, 0% packet loss, and a delay of 121 ms, enabling real-time monitoring and facilitating data collection in the field."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arvani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas Impor Suku Cadang Pesawat komersial di Indonesia ditinjau dari prinsip kesederhanaan dan prinsip pertumbuhan ekonomi & efisiensi, dan untuk memberikan alternatif kebijakan pengenaan Bea Masuk yang dapat mendukung industri penerbangan. Penelitian kuantitatif ini bersifat deskriptif dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jika ditinjau dari prinsip simplicity, kebijakan BMDTP belum sepenuhnya memenuhi prinsip simplicity. Jika ditinjau dari prinsip economic growth and efficiency, kebijakan BMDTP belum sepenuhnya memenuhi kedua prinsip economic growth and efficiency. Kemudian, berdasarkan analisis antara kebijakan tarif 0% dengan kebijakan BMDTP yang sudah mengalami penyempurnaan di hampir setiap tahapan, kebijakan BMDTP yang sudah mendapatkan penyempurnaan merupakan kebijakan yang paling mendekati kebijakan pajak yang baik karena dapat mendukung perekonomian nasional tanpa ada pihak yang dirugikan.

This study aims to evaluate the policy of government-borne import duties on commercial aircraft part in Indonesia in terms of the simplicity principle and economic growth and efficiency principle. This study also aims to give alternative for import duties policy which can support airlines industries. This is a descripitive quantitive research using in-depth interview with informan. The study design used in this research is survey method by using a questionnaire.
The result of this study indicate that in terms of the simplicity principle, the policy of government-borne import duties is not fully meet the simplicity principle. In terms of the economic growth and efficiency principle, the policy of government-borne import duties is not fully meet the economic growth and efficiency principle. Then, based on analysis between 0% tariff policy with the policy of government-borne import duties that has improvements in nearly every stage, the policy of government-borne import duties that has improvements is the good tax policy as it supports the national economy."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Derizar Ihsan Pratama
"ABSTRACT
Ice accretion pada sayap menjadi salah satu penyebab kecelakaan pesawat terbang karena akan merusak aliran udara pada sayap. Bentuk ice accretion yang terjadi dapat diinvestigasi melalui beberapa cara seperti flight test, eksperimen wind tunnel, dan simulasi numerik. Flight test dan eksperimen wind tunnel dapat menentukan bentuk es yang akurat namun tidak praktis dan memakan banyak biaya. Kode LEWICE digunakan untuk memprediksi geometri es yang akan terbentuk pada sayap pesawat N219 dalam kondisi atmosfir icing. Kondisi atmosfir icing ini telah sesuai dengan kebutuhan sertifikasi icing yang tertera dalam 14 CFR part 25.1419, Appendix C. Pada penelitian ini didapatkan 2 kategori es yang terbentuk pada leading edge sayap pesawat N219 yaitu horn ice dan streamwise ice. Degradasi performa airfoil yang terjadi didapatkan menggunakan XFLR5. Perubahan performa airfoil ini digunakan untuk mencari perubahan landing distance pesawat N219 saat es terbentuk. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa degradasi performa airfoil paling besar terjadi disebabkan oleh horn ice. Namun, degradasi performa airfoil yang didapatkan tidak terlalu mempengaruhi perubahan landing distance pesawat N219 saat terjadi icing. Perubahan landing distance yang terjadi karena adanya ice accretion berkisar antara sampai.

ABSTRACT
Ice accretion on a wing is one of the accident factor in aviation because it will interrupt the flow over the wing. The shape of ice accretion can be investigated through filght test, wind tunnel experiment, and numerical simulation. Flight test and wind tunnel experiment will determine the shape of ice accurately but usually too expensive and not practical. Therefore, numerical simulation is used to predict the shape of ice accretion because it is economic and can simulate the icing process and provide a relatively exact evaluation of ice accretion. LEWICE code is used to predict the geometry of ice that will accrete on the leading edge of the aircraft wing in atmospheric icing condition. This atmospheric icing condition is based on icing certification in 14 CFR part 25.1419, Appendix C. Two category of ice accretion, horn ice and streamwise ice, were obtained on the leading edge. The degradation of airfoil performance then obtained form XFLR5. The change of the airfoil performance will affect the landing distance of the aircraft when the ice accretion happened. The most degradation of airfoil performance is caused by horn ice. But, the degradation of airfoil performance not really have big effects on the change of the aircraft landing distance. The landing distance that change because of ice accretion is within range of and."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1990
S35497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>