Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216103 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agung Nur Rochim
"Pemilihan material merupakan solusi yang paling jelas untuk permasalahan korosi. Untuk itu dilakukan penelitian tentang pemilihan material tahan korosi pada lingkungan CO2 dan H2S untuk flowline, piping dan fasilitas di Central Processing Plant menggunakan Software Predict 4.0 dan Socrates 7.0 yang dibandingkan dengan Standar NACE MR-0175. Dari hasil penelitian, Predict 4.0 memberikan gambaran penggunaan material Baja Karbon dengan batasan korosi 3-6 mm/20 tahun sedangkan Socrates 7.0 memberikan pilihan material paduan tahan korosi berupa Konventional Austenitik SS (316 L), Duplex SS (2205), High Alloy Austenitik SS (254-SMO) dan Paduan Ni 28 Cr. Kesesuaian hasil antara Socrates 7.0 dengan NACE MR-0175 untuk semua nomor stream sekitar 17/32 atau 53 %.

Material Selection is real solution for corrosion problems. For that, a reaserch has been done about material selection for corrosion resistant in CO2 and H2S environment for flowline,piping and facility at Central Processing Plant using Software Predict 4.0 and Socrates 7.0 and then compared with Standar NACE MR-0175. From reaserch result, Predict 4.0 describe carbon steel with corrosion allowance 3-6 mm/20 year while Socrates 7.0 offer corrosion resistant alloy such as Konventional Austenitik SS (316 L), High Alloy Austenitik SS (254-SMO), Duplex SS (2205), and Nikel Alloy 28 Cr. Compatibilty between Socrates 7.0 with NACE MR-0175 is about 17/32 or 53 %."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51481
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alim Saadi
"Kegagalan material karena korosi berpengaruh pada operasi kilang sehingga diperlukan analisa dan pemilihan material untuk menjamin kehandalannya. Pelaksanaan Inspeksi Berdasarkan Resiko memerlukan data korosi dan identifikasi material terutama untuk menentukan nilai kemungkinan kegagalan (probability of failure). Terdapat korelasi yang berarti (significant) antara korosi material dengan inspeksi berdasarkan resiko. Pengujian material baja karbon Pipa ASTM A 106 Grade B, Pipa ASTM A 53 Grade B, Pipa KI-R 410 W, Grade P265 GH, Pipa SA 335 Grade P5, dan Pipa ASTM A516 Grade 70 menghasikan laju korosi dan sifat mekanis sebagai acuan pemilihan material.
Dari hasil penelitian diperoleh laju korosi terbesar adalah pipa ASTM A 106 Grade B sebesar 1.1649 mpy. Optimalisasi pemilihan material terhadap kelima sampel diperoleh material terbaik adalah pipa KI-R 410 W, diikuti pipa ASTM A 53 Grade B, pipa 516 Grade 70, pipa SA-335 Grade P5 dan terakhir pipa ASTM A 106 Grade B. Pemilihan material yang optimal meningkatkan kehandalan kilang.

Material Failure due to corrosion has a significant role in a plant operation, therefore material has to be analyzed and selected properly to guarantee plant reliability in their operation. Implementations of Risk Based Inspection need some data of corrosion in order to determine the probability of failure. We found a significant correlation between materials failure due to corrosion in Risk Based Inspection. More corrosive material will increase the probability of failure. Experiment on Pipe materials ASTM A 106 Grade B, ASTM A 53 Grade B, Pipe KI-R 410 W Grade P65 GH, Pipe ASTM SA 335 Grade B and Pipe A 516 Grade 70, conclude that corrosion rate, service life and mechanical properties can be used as a basic for materials selections.
From the experiment we found the biggest corrosion rate is ASTM A 106 Grade B with 1.1649 mill per year. From the material selection we found the best material is Pipe KI-R 410 W, and than ASTM A 53 grade B, Pipe 516 Grade 70, Pipe SA 335 Grade P5 and Pipe ASTM A 106 Grade B. The correct material selection will increase the reliability of plant.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T44239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triadhi P. Tiggor
"Adanya pemilihan material yang repat unmk pengaplikasian di dunia pengolahan minyak bumi sangat bergzma karena umumnya sumur penghasil minyak bumi ini bersU`ar sangat korosj sehfngga dengan penggunaan material yang tepat maka kim akan mendapatkan hasil se-efisien mungkin. Pengujfan dilalcukan dengan menggunakan merode polarisasi ya/mi dengan metode cyclic polarization dan dynamic polarization, pada lfngkungan yang mengandung Narrium Klorida (NaC`l)a’an gas C03, Serta pada remperarur wang, medium (6o”C;, dan /o0“C, aengan henna lgf AP; 5L_ 304 Ss, 316 ss, Duplex S51 dan lncoloy 825. Dari pengujian ini diharapkan didapaflcan besar laju korosi dari masing-masing material. Hasil pengujian menurjukkan bahwa logam lncoloy 825 memiliki tingkar laju korosiffras (corrosion rate) yang lebih rendah dibandingkan logam lainnya, pada lingkungan yang mengandung gas C03 dan lemperalur l000C` laju k0r‘0Sl dar! logam ini 0.001 afmpy. Pada lingkungan yang mengandung 2%NaCl. gas CO; dan remperarur 100° C, laju korosirgza 0,5662 mp. Pada lingkungan yang merlgrmdung gas C Og, dan Iemperafm' 60"C, lqju l<0r0.s‘inyG 0. 0004 mpy, scdangankan pada ling/:ungan yang mengandung gas C0g,, l.5%NaCI, clan temperatur 600C laju ko:-osinya 1,0115 mpy. Pada ternperarur ruang, dengan pemberlan gas CO3 Serra 0.5% NaCl laju korosi logam ini 0,8=l93mpy. Dan pada remperarure ruang dengan pemberian gas C 0; Serra 1.5% NaCl 0,31 I 4 mpy."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S41381
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Irawan
"Dalam penelitian ini dilakukan beberapa metode pengukuran laju korosi dari suatu pipa penyalur dengan fluida gas didalamnya serta adanya gas CO2 dan H2S. Metode untuk mengamati laju korosi yang dilakukan yaitu dengan perbandingan laju korosi berdasarkan perhitungan dari corrosion probe terhadap laju korosi berdasarkan perhitungan kehilangan berat dari corrosion coupon, serta laju korosi yang dihitung menggunakan software corrosion modeling dengan menggunakan data dari analisa fluida. Corrosion probe yang digunakan adalah dari jenis tube loop dengan elemen carbon steel sementara itu coupon yang digunakan adalah material Carbon Steel C1018 mild steel. Metode analisa fluida gas terutama CO2 dan H2S digunakan untuk menghitung laju korosi dengan menggunakan software corrosion modeling. Metode intrusive (Coupon dan probe) yang digunakan dipasang pada pipa horizontal dengan posisi coupon dan probe tersebut di atas dari pipa tersebut (posisi jam 12). Coupon dan probe di biarkan selama beberapa hari lamanya (NACE RP0775)7] kemudian laju korosi dihitung berdasarkan kehilangan beratnya. Data dari Corrosion probe diambil dari data logger yang fungsinya sebagai penyimpan data selama probe tersebut terpasang di dalam sistem pipa penyalur. Data tersebut di unduh dan kemudian di hitung hingga mendapatkan laju korosinya. Pengambilan sample dari fluida gas yang mengalir didalamnya dilakukan untuk menghitung laju korosi dengan menggunakan metode software corrosion modeling. Kandugan gas terutama CO2 dan H2S yang merupakan bahan corrodent merupakan parameter yang akan menentukan tingkat laju korosinya. Masing-masing data yang diperoleh kemudian dianalisa dan dibandingkan dengan metode perghitungan laju korosi dari corrosion probe. Pada kondisi gas CO2 11 %V dan H2S 8 ppm menunjukkan trend yang berbeda dibandingkan laju korosi dari coupon dan corrosion modeling. Hal ini disebabkan peningkatan H2S dapat menyebabkan peningkatan difusi atom hydrogen pada elektroda probe yang akan mempengaruhi sensitivitas probe.

There are several methods is being used in this paper to calculate corrosion rate from gas transportation pipeline which has CO2 and H2S inside. These methods are to compare corrosion rate results based on calculation of weight loss by corrosion coupon, probe and corrosion modeling. Corrosion probe which is applied is tube loop type and carbon steel C1018 mild steel. Gas analysis such as CO2 and H2S are applied to calculation corrosion rate using corrosion modeling. Intrusive methods such as corrosion coupon and probe installed at 12 o'clock on horizontal pipeline. Coupon and probe exposed in several days, based on NACE RP 07757] then calculate corrosion rate based on weight loss before and after exposed. Data from corrosion probe downloaded from data logger and Corrosion rate calculated from software which is provided. Gas sampling analysis is applied to determine corrosion rate using corrosion modeling. CO2 and H2S as corrodent are parameters to determine corrosion rate. Data from coupon, probe and sampling are calculated to obtain corrosion rate, and then the results are compared to corrosion rate obtained from corrosion probe. Trending of corrosion rate obtained from corrosion probe is different from corrosion rate obtained from coupon and corrosion modeling when CO2 and H2S present 11%V and 8 ppm respectively. The difference of results due to increasingly of diffusivity hydrogen atomic into probe which affecting probe sensitivity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35875
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yepi Yamani Yosa
"Korosi memiliki dampak yang sangat besar terhadap ekonomi dan lingkungan pada berbagai infrastruktur, terkait dengan kegagalan operasi dan aset. Masalah yang umum terjadi pada jaringan pipa minyak dan gas saat ini adalah korosi internal yang disebabkan oleh media korosif yang umumnya mengandung karbon dioksida (CO2) dalam larutan aqueous. Karenanya, diperlukan cara untuk mengevaluasi korosi CO2 pada baja karbon terkait laju korosi agar dapat memenuhi umur operasi.
Dalam penelitian ini, model Norsok yang telah dimodifikasi digunakan untuk memprediksi laju korosi pada lingkungan CO2, dan mempertimbangkan data parameter seperti suhu, tekanan parsial CO2, dan laju aliran untuk menghitung shear stress dan laju korosi. Software ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic (Microsoft Visual Studio - VB), kemudian dengan menggabungkan basis pengetahuan mekanisme korosi CO2 dan aturan tertentu maka akan dihasilkan suatu sistem pakar.
Berdasarkan perhitungan shear stress dan laju koros, kemudian rekomendasi dapat diajukan untuk mempertimbangkan, apakah baja karbon masih dapat digunakan atau penggunaan baja karbon dengan memberikan inhibitor atau penggantian baja karbon dengan Corrosion Resistance Alloys.
Hasil perhitungan modifikasi model Norsok menunjukkan bahwa hasil perhitungan laju korosi tampak lebih realistis dibandingkan dengan model Norsok asli, dan dapat digunakan untuk mengevaluasi baja karbon yang mengalami korosi CO2 dengan tingkat kepercayaan lebih tinggi.

Corrosion has a great detrimental effect to economy and environment in almost all infrastructures, in regards of operations shutdown and asset facilities failure. A common problem in oil and gas process piping and transport pipeline nowadays is internal corrosion caused by corrosive media containing mainly carbon dioxide (CO2) in aqueous solutions. Therefore, there is a need to evaluate CO2 corrosion of carbon steel in terms of corrosion rate in order to meet its life expectancy in such environment.
In this paper, a modified Norsok model was used to predict corrosion rate in CO2 environment, and consider typical data parameter used such as temperature, CO2 partial pressure, and flow rate or fluid velocity to calculate shear stress and corrosion rate. By combining knowledge base related to CO2 corrosion mechanism and its logic algorithm with certain rules resulted in such expert system which utilize visual basic (Microsoft Visual Studio-VB) programming language to develope a software.
Based on calculated shear stress and corrosion rate, then recommendations can be proposed whether carbon steel still can be used or carbon steel with inhibitor injection or carbon steel replaced by Corrosion Resistance Alloys.
The modified Norsok calculation model results show that the calculated corrosion rates are likely more realistic compared to the original Norsok model, and can be used to evaluate carbon steel which suffered CO2 corrosion with highly confident.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T43089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Pranindia W.
"Baja merupakan jenis logam mengandung sejumlah unsur paduan seperti khrom, nikel, mangan, silikon, fosfor ,sulfur. Jenis dan jumlah unsur paduan akan mempengaruhi pada sifat dan kinerja baja. Ketahanan korosi adalah salah satu sifat baja yang sangat dibutuhkan, terutama di lingkungan minyak dan gas bumi. Lingkungan minyak dan gas bumi mengandung gas CO2 dan H2S, dan beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui pengaruh kandungan khrom terhadap sifat ketahanan korosi baja. Baja yang digunakan adalah baja yang sering digunakan untuk casing dan tubing lingkungan minyak dan gas bumi yaitu API 5 CT L-80 Tipe 1 (0%wt Cr) dan API 5 CT L-80 13 Cr (13%wt Cr).
Pada penelitian ini dilakukan pengujian korosi dengan API 5 CT L-80 Tipe 1 dan API 5 CT L-80 13 Cr dalam autoclave tertutup. Kondisi pengujian adalah simulasi kondisi salah satu lapangan minyak dan gas bumi di Indonesia, yaitu konsentrasi H2S 0,1 % mol dan CO2 1,7% mol, tekanan total 3100 Psi, temperatur 2500F (121 0C), dengan larutan uji adalah larutan sintetis 15 mg/L Cldan kerosin (dengan perbandingan 90 : 10). Lama waktu pengujian adalah 2 minggu. Analisa meliputi perhitungan laju korosi merata dan sumuran dilakukan menggunakan Metode Kehilangan Berat dan Metode Evaluasi Korosi Sumuran sesuai ASTM G-46 dan pengamatan visual maupun sturktur mikro.
Hasil perhitungan laju korosi merata dan sumuran dari API 5 CT L-80 tipe 1 adalah 52,29 mpy dan 18,511 mpy , lebih tinggi daripada laju korosi API 5 CT L-80 13 Cr, yaitu sebesar 5.467 mpy dan 4,171 mpy. Besar densitas sumuran, ukuran sumuran dan kedalam sumuran pada API 5 CT L-80 tipe 1 lebih tinggi dari API 5 CT L-13 Cr. Hal ini dikarenakan terdapatnya unsure khrom di dalam baja API 5 CT L-80 13 Cr sebanyak 13%. Unsur khrom dalam baja dapat membentuk lapisan oksida padat dan tidak berpori, yang merupakan lapisan pelindung logam dari rekasi oksidasi pada reaksi korosi. Sehingga Material API 5 CT L-80 13 Cr memiliki ketahanan korosi yang lebih tinggi dari baja API 5 CT L-80 tipe 1.

Steel is a type of metal alloy containing a number of elements such as chrome, nickel, manganese, silicon, phosphorus, and sulfur. The type and amount of alloying elements will affect the properties and performance of steel. Corrosion resistance is one of the properties of steel which are much needed, especially in oil and gas field because that field containing CO2 and H2S gas and also operates at high temperatures and pressures. The purpose of this paper is to investigate the effect of chromium content on corrosion resistance of steel. Steel which is used in this study is API 5 CT L-80 Type 1 (0% wt Cr) and API 5 CT L-80 13 Cr (13% wt Cr), which is often been used for casing and tubing in oil and gas environment.
In this study, corrosion tests performed with API 5 CT L-80 Type 1 and API 5 CT L-80 13 Cr in a closed autoclave. Testing condition is a simulation of one of the conditions of oil and gas field in Indonesia, including 0.1% mol H2S gas, 1.7% mol CO2 gas, total pressure of 3100 Psi, temperature 2500F (121 0C), with the test solution is a solution of synthetic 15 mg/L Cl- and kerosene (with a ratio of 90: 10). Test duration is 2 weeks. The analysis includes the calculation of general corrosion and pitting corrosion rate which carried out using the weight loss method and pitting corrosion evaluation method according to ASTM G-46 and also visual observations as well as its microstructure test.
The result of general corrosion and pitting corrosion rate respectively for API 5 CT L-80 type 1 are 52.29 mpy and 18.511 mpy, higher than the corrosion rate of API 5 CT L-80 13 Cr, which only 5.467 and 4.171 mpy for general corrosion and pitting corrosion rate respectively. The pitting density, pitting size and pitting depth of API 5 CT L-80 type 1 is larger than the API 5 CT L-13 Cr. This is because the presence of chromium element in the API 5 CT L-80 13 Cr steel as much as 13%. The element chromium in the steel forms a dense oxide layer and not porous, which can be a metal protective layer of oxidation reaction in the corrosion reaction. Therefore, material API 5 CT L-80 13 Cr has a higher corrosion resistance of steel API 5 CT L-80 type 1.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S51628
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rustandi
"Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengkaji besaran laju korosi baja karbon yang digunakan sebagai pipa penyalur bagian hulu mapun hilir pada produksi gas alam yang mengandung CO2. Beberapa parameter yang mewakili kondisi aktual di dalam praktek seperti tekanan parsial CO2 beserta komposisi larutan, khususnya kadar NaCl ditunjukkan pengaruhnya. Pengujian dilakukan dengan metoda polarisasi dan simulasi dengan menggunakan perangkat lunak PREDICTTM. Hasil penelitian menggambarkan laju korosi baja karbon yang biasa digunakan sebagai pipa penyalur gas alam yaitu jenis API 5L X-52 sebagai pengaruh dari gas CO2 yang terlarut. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh besaran laju korosi baja di dalam lingkungan yang mengandung CO2 tersebut berkisar antara 15-28 mils per tahun (mpy). Laju korosi baja yang diperoleh ini merupakan nilai yang relatif tinggi sehingga dapat menimbulkan kerusakan yang signifikan terhadap pipa penyalur gas pada bagian hulu maupun hilir. Hasil penelitian merupakan langkah awal terhadap upaya pencegahan terjadinya kebocoran pada pipa penyalur akibat korosi oleh gas CO2 agar umur pakai yang telah dirancang dapat dicapai.

The purpose of this research is to investigate the corrosion rate of carbon steel as flowline and pipeline in natural gas production with CO2 content. The influence of variety of conditions that represent the actual conditions in practice such as CO2 partial pressure and solution composition, particularly NaCl percentage were performed. Research conducted by polarization test and simulation methods using PREDICT TMsoftware. The result of this research is used to illustrate the level of corrosion rate of typical carbon steel i.e. API 5L X-52 occurred in natural gas pipelines due to the effect of dissolved CO2 . From the experiments obtained that corrosion rate of steel in environments containing CO2 ranged between 15-28 mpy. This high corrosion rate observed could severely damage natural gas transmission flowline and pipeline. The result of this research is the first step, as an input for prevention efforts, to prevent leakage of flowline and pipeline due to corrosion of CO2 which appropriate with the lifetime that has been designed."
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Havidz
"Sistem perpipaan dalam dunia industri, seperti pada refinery plant, steam power plant, chemical plant, dan lain-lain berfungsi mengalirkan fluida dari suatu peralatan ke peralatan lainnya. Peralatan yang terhubung dengan sistem perpipaan akan mempengaruhi beban yang diterima dan tingkat fleksibilitas sistem perpipaan. Sistem perpipaan harus dapat menahan beban yang diterimanya dan memiliki fleksibilitas yang baik sehingga tidak terjadi tegangan yang berlebihan dan kegagalan lainnya yang dapat mengganggu seluruh proses. Oleh karena itu, dilakukan analisis fleksibilitas dan tegangan pada sistem perpipaan secara sederhana atau dengan menggunakan software komputer seperti caesar II sesuai kebutuhan.
Analisis fleksibilitas dan tegangan juga digunakan sebagai acuan penentuan jenis dan peletakan support pipa dengan juga mempertimbangkan nilai ekonomis dan tingkat keamanan sistem perpipaan sesuai code ASME B31.3 dan standar yang digunakan. Review yang dilakukan terhadap desain condensate piping system pada plant NGF 2 menunjukkan adanya kelebihan beban dan pergerakan yang terjadi pada beberapa bagian pipa. Perubahan desain support pipa yang bermasalah dilakukan agar sistem perpipaan berada dalam batas aman.

Piping system in the industry, such as refinery plant, steam power plant, chemical plant, and other drains fluid from an equipment to other equipment. Equipment connected to the piping system will affect load received and the level of flexibility of the piping system. Piping system must be able to support the weight it receives and has good flexibility so that no excessive stress and other failures that can disrupt the entire process. Therefore, simple flexibility and stress analysis on a piping system or by using computer software such as Caesar II as needed.
Flexibility and stress analysis is also used as a reference for determining the type and pipe laying support primarily to also consider the economic value and the level of security appropriate piping code ASME B31.3 and standards used. Review conducted on the design of condensate piping system on NGF 2 plant shows excessive movement and overloaded occurring in some parts of the pipe. Pipe support design changes done to the piping system problems are within safe limits.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52437
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mulya Jati
"Pembangkit panas bumi saat ini merupakan salah satu prioritas dikarenakan tingkat emisi dan ketersediaannya cukup banyak di Indonesia. Dengan target pemerintah cukup tinggi sekitar 7.2 Gw di tahun 2035. Maka proyek pembangunan pembangkit ini akan sangat banyak. Setiap fluida geothermal dari sumur atau reservoir memiliki komposisi yang unik, tidak sama satu dengan yang lain. Perbedaan komposisi ini pula akan membuat perbedaan reaksi yang terjadi pada korosi. Potensi korosi yang umumnya terjadi pada pembangkit panas bumi ini adalah uniform, pitting dan erosi sehingga dapat menyebabkan stress corrosion crack. Setidaknya terdapat 7 key corrosive species yang menjadi permasalahan bagi material yaitu H2S, ion klorin, ion sulfat, oksigen, ion hidrogen, ammonia dan carbon dioksida. Perlu adanya pertimbangan berbasis keilmuan dan teknis yang dilakukan dalam penentuan material pengangkutnya dalam hal ini ialah perpipaan. Pada laporan keinsinyuran ini akan membahas penentuan material pada fluida geothermal dengan pendekatan corrosivity classification system yang diajukan oleh Ellis. Selain pemilihan material, akan dibahas pula cara mengklasifikasi beberapa kelas berdasarkan tekanan dan temperature, perhitungan tebal pipa minimum di sistem dan validasi ketebalan pada kondisi full vacuum berdasarkan ASME B31.1. Sehingga didapat spesikasi material untuk perpipaan yang dapat digunakan dengan aman dan ekonomis. Dari hasil perhitungan didapat material baja karbon masih cukup dominan dapat digunakan dengan pemberian corrosion allowance 3mm. Ketebalan pipa semakin tebal dengan meningkatnya temperatur dan tekanan.

Geothermal power plant is currently one of the priorities due to the level of emissions and its availability in Indonesia. With the government's target being quite high, around 7.2 Gw in 2035. So there will be a lot of power plant development projects. Each geothermal fluid from a well or reservoir has a unique composition, not the same as one another. This difference in composition will also make a difference in the reaction that occurs in corrosion. The potential for corrosion that generally occurs in geothermal plants is uniform, pitting and erosion which can cause stress corrosion cracks. There are at least 7 key corrosive species that are a threat to materials, there are H2S, chlorine ions, sulfate ions, oxygen, hydrogen ions, ammonia and carbon dioxide. There needs to be scientific and technical-based considerations made in determining the transport material, in this case piping system. This engineering report will discuss the determination of materials in geothermal fluids using the corrosivity classification system approach proposed by Ellis. Apart from material selection, we will also discuss how to classify several classes based on pressure and temperature, calculate the minimum pipe thickness in the system and validate the thickness in full vacuum conditions according ASME B31.1. So we get material specifications for piping that can be used safely and economically. From the calculation results, it was found that carbon steel material is still dominant enough to be used with a corrosion allowance of 3mm. The thickness of the pipe gets thicker with increasing temperature and pressure."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Nawang Puspitawati
"Faktor Kompresibilitas Z diperlukan dalam sistem gas yang mengandung CO2 dan H2S agar dapat digunakan oleh praktisi untuk simulasi dan perhitungan desain proses gas. Gas alam dengan kandungan CO2 dan H2S merupakan gas campuran yang sangat tidak ideal. Untuk itu pada penelitian ini dilakukan perhitungan untuk memperoleh faktor kompresibilitas pada gas campuran dengan menggunakan persamaan keadaan Peng-Robinson yang terbukti mempunyai akurasi baik untuk menghitung properties dari hidrokarbon. Perhitungan faktor kompresibilitas Z campuran gas alam dilakukan pada variasi kondisi gas alam yaitu kompisisi kandungan CO2 dan H2S 0 sampai dengan 15 fraksi mol, pada tekanan 6.89 MPa sampai dengan 20.68 MPa dan pada temperatur 305.56 K sampai dengan 444.44 K. Faktor kompresibilitas gas alam yang mengandung CO2 dan H2S dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan keadaan Peng-Robinson tanpa parameter interaksi biner BIP dengan deviasi sebesar 3.23 terhadap perhitungan menggunakan REFPROP. Sedangkan faktor kompresibilitas yang diprediksi menggunakan persamaan keadaan Peng-Robinson dengan BIP memperbaiki nilai deviasi menjadi 0.71 . Pemakaian nilai BIP untuk memprediksi faktor kompresibilitas campuran gas alam untuk berbagai kondisi lain juga menunjukkan bahwa nilai BIP tersebut cukup valid dengan REFPROP yang memiliki deviasi rata - rata sebesar 1.12

Compressibility factor Z is required in gas systems containing CO2 and H2S to be used by practitioners for simulation and gas process design calculations. Natural gas with CO2 and H2S content is a mixed gas that is not ideal. Therefore, in this study calculations were performed to obtain the compressibility factor in gas mixture by using the Peng Robinson equation which proved to have good accuracy to calculate the properties of hydrocarbons. The calculation of compressibility factor Z of natural gas mixture was carried out on variation of natural gas condition ie CO2 and H2S content composition 0 to 15 mole fraction, at pressure of 6.89 MPa up to 20.68 MPa and at temperature 305.56 K up to 444.44 K. Natural gas compressibility factor containing CO2 and H2S can be predicted by using Peng Robinson equation without binary interaction parameter BIP with deviation of 3.23 against calculation using REFPROP. While the predicted compressibility factor using the Peng Robinson equation with BIP fixes the deviation value to 0.71 The use of BIP values to predict the compressibility factor of natural gas mixtures for various other conditions also indicates that the BIP value is quite valid with REFPROP which has an average deviation of 1.12."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>