Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100924 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Himawan Sutanto
"Dengan semakin meningkatnya beban dan fluks panas yang dihasilkan karena tenaga yang lebih besar atau ukuran alat yang semakin kecil, maka kebutuhan akan media pendingin dengan kemampuan tinggi pun semakin besar. Nanofluida dikembangkan dalam rangka memperoleh jenis fluida pendingin baru dengan konduktifitas panas yang lebih tinggi dari pada fluida pendingin konvensional seperti air dan etilen glikol.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari pengaruh penambahan oleic acid (asam oleat) sebanyak 0,02% fraksi volume terhadap karakteristik nanofluida TiO2 berbasis air distilasi yang dihasilkan dari proses satu tahap menggunakan bola giling planetari. Karaktersitik yang menjadi fokus utama adalah ukuran partikel, konduktifitas panas, dan kestabilan suspensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan waktu milling 15 jam, pada nanofluida TiO2-air master 10% didapatkan partikel nano sebanyak 88,7 % dari ukuran rata-rata semula sebesar 305 nm. Kestabilan nanofluida TiO2-air yang ditambah oleic acid meningkat, ditunjukkan dengan peningkatan nilai potensial Zeta sebesar 8,47 sampai 60,85% bila dibandingkan dengan nanofluida TiO2-air yang tanpa oleic acid. Oleic acid juga ditemukan berdampak pada peningkatan konduktifitas panas nanofluida TiO2-air bila dibandingkan air distilasi, yaitu sebesar 21 sampai 41%.

The increasing of heat load and flux generated from greater power of devices or their smaller size has made an increasing need of new coolants which have high performance. Nanoluids have been developed in a search of new coolants with higher thermal conductivity compared to the conventional coolants, such as water or ethylene glycol.
This research is held to observe the effect of 0.02 vol % on the characteristics of TiO2-water nanofluids produced from one step process using planetary ball mill. Three main characteristics of nanofluids, i.e. particle size, thermal conductivity, and stability of suspension, are discussed.
The results of this research show that with 15 hours of milling time, for the master TiO2-water nanofluids containing 10% TiO2 particles, 88.7% of nanoparticle can be yielded from previous size of 305 nm. The stability of TiO2-water nanofluids is increased along with the addition of oleic acid. It can be pointed out on the value of Zeta potential measured, which is increase 8,47% up to 60,85% compared to the values for TiO2-water nanofluids without oleic acid. Oleic acid is also found to have a contribution on the enhancement of thermal conductivity of the TiO2-water nanofluids compared to distilled water, which is found in a range of 21% up to 41%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51639
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawan Setiaji
"Nanofluida dikembangkan dalam rangka memperoleh jenis fluida pendingin baru dengan konduktifitas panas yang lebih tinggi dari pada fluida pendingin konvensional seperti air dan etilen glikol. Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari pengaruh penambahan sodium dodecyl sulfate (SDS) sebanyak 1.0 wt % fraksi volume terhadap karakteristik nanofluida TiO2 berbasis air distilasi yang dihasilkan dari wet mechanochemical process.
Karaktersitik yang menjadi fokus utama adalah ukuran partikel, dispersi nanopartikel, dan konduktivitas panas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan waktu milling 15 jam, ukuran partikel tereduksi menjadi 17,2 nm hingga 157,nm dari ukuran rerata awal sebesar 305 nm. Distribusi nanopartikel dalam suspensi antara 50,6 % hingga 100 %. Konduktivitas panas meningkat untuk nanofluida dengan dan tanpa penambahan surfaktan 26 % dan 14 % dibandingkan air distilasi.

Nanoluids have been developed in a search of new coolants with higher thermal conductivity compared to the conventional coolants, such as water or ethylene glycol. This research is held to observe the effect of 1.0 wt/vol % sodium dodecyl sulfate (SDS) on the characteristics of nanofluids produced from wet mechanochemical process.
Three main characteristics of nanofluids, i.e. particle size, nanoparticle dispersion, and thermal conductivity, are discussed. The results of this research show that with 15 hours of milling time, particle size reduced between 17.2 nm to 157.6 nm from previous size of 305 nm. Nanoparticle distribution in fluid between 50,6 % to 100 %. The enhancement of thermal conductivity of the nanofluids with or without surfactant is 26 % and 14 %.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51632
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Michaelle Flavin Carli
"Saat ini, sumber bahan bakar utama masih berasal dari bahan bakar fosil, salah satunya adalah avtur, yang ketersediannya masih terbatas dan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Kondisi ini mendorong penggantian avtur menjadi bioavtur, yang merupakan salah satu energi berkelanjutan yang ramah lingkungan. Pada penelitian ini, bioavtur disintesis melalui reaksi hidrodeoksigenasi dan perengkahan katalitik dari senyawa model asam oleat menggunakan katalis NiMo/Zeolit. Hidrodeoksigenasi dilakukan pada kondisi operasi yang seragam yaitu pada suhu 375°C, pada tekanan hidrogen 15 bar selama 2,5 jam. Rantai hidrokarbon pada hasil hidrodeoksigenasi yang dianggap masih panjang direngkah kembali melalui reaksi perengkahan katalitik selama 1,5 jam. Reaksi ini dilakukan pada tiga variasi suhu, yaitu 360, 375, dan 390°C. Karakteristik produk cair dibagi menjadi dua macam, yaitu karakteristik kimia, berupa bilangan asam, FTIR, dan GC-MS dan karakteristik fisik, berupa uji densitas dan viskositas. Bioavtur yang telah tersintesis melalui perengkahan katalitik ini telah memenuhi spesifikasi avtur komersial, kecuali bilangan asam dengan suhu optimum pada 375°C. Pada kondisi ini, NiMo/Zeolit mampu melakukan sintesis bioavtur dengan yield 34,77, selektivitas 36,43 dan konversi 84,30. Nilai persentase yield dan selektivitas yang terbilang masih rendah disebabkan oleh kinerja katalis yang belum optimal. Sedangkan konversi yang tinggi, disebabkan oleh cukup tingginya suhu perengkahan katalitik.

Currently, fossil fuels are still the primary source of fuel. As has been known, fossil fuel especially aviation fuel is limited resources and can increase greenhouse gas emissions. This condition encourages avture replacement efforts into bioavtures fuel. In this research, bioavture is synthesized through hydrodeoxygenation and catalytic cracking from oleic acid as model compound using NiMo Zeolite catalyst. Hydrodeoxygenation carried out under operating conditions at temperature of 375°C, under 15 bar pressure and for 2.5 hours. The chain of hydrocarbons from the result of hydrodeoxygenation has been cracked by catalytic cracking reaction for 1.5 hours. Variation operating condition used are 360, 375, and 390°C. The liquid product is tested its chemical characteristic, ie acid number, FTIR and GC MS and its physical characteristics, ie density test and viscosity. Bioavtur that synthesized by catalytic cracking have met the specifications of bioavtur, except the acid number with optimum temperature at 375oC. These conditions with NiMo Zeolite activated led to dominant yield of 34.77 , selectivity of 36.43, and conversion of 84.30. Percentage of yield and selectivity of bioavtur are still low caused by performance of catalyst that is still can not optimum. Whereas, high percentage conversion caused by high temperature used for catalytic cracking."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maritsa Nauva
"Permintaan untuk cairan dengan karakteristik perpindahan panas yang lebih tinggi meningkat baru-baru ini. Cairan ini lebih efisien dalam melepaskan panas yang dihasilkan dalam sistem. Oleh karena itu, sebagian besar digunakan dalam elektronik dan mesin sebagai pendingin, tetapi juga di industri otomotif sebagai media quench. Sifat termal dalam cairan dapat ditingkatkan dengan penambahan nanopartikel dengan konduktivitas termal yang lebih tinggi, oleh karena itu, cairan ini disebut nanofluid.
Karbon banyak digunakan sebagai nanopartikel dalam nanofluid karena konduktivitas termalnya bagus, dan biayanya relatif murah. Namun, sulit untuk mensintesis karbon nanofluid dengan air suling sebagai dasar fluida, karena karbon memiliki sifat hidrofobik. Oleh karena itu, surfaktan diperlukan untuk menghindari aglomerasi yang dapat mempengaruhi transfer panas dan memastikan partikel karbon menyebar dengan baik di dalam cairan.
Dalam penelitian ini, efek Sodium Dodecylbenzene Sulfonate (SDBS) sebagai surfaktan akan diamati. Nanopartikel digiling selama 15 jam pada 500 rpm dengan menggunakan gilingan bola planet. Polivinil Alkohol (PVA) ditambahkan selama penggilingan untuk mengurangi aglomerasi. Setelah penggilingan, Particle Size Analyzer, digunakan untuk memeriksa ukuran partikel, bentuk dan kemurnian nanopartikel karbon. Untuk mensintesis nanofluid, nanopartikel karbon dan surfaktan SDBS ditambahkan dalam 100 ml air suling. Variasi yang digunakan dalam makalah ini adalah 0,1%; 0,3%; 0,5% berat nanopartikel karbon, dan 0,1; 0,3; 0,5% berat SDBS. Analisis Ukuran Partikel (PSA) akan digunakan untuk mengkarakterisasi nanofluida.
Hasil pengujian ukuran partikel menunjukkan bahwa diameter minimum partikel karbon yang dapat dicapai adalah 561 nm (belum dibawah 100 nm) dan kondisi optimum  pada sample nanofluida dan surfaktan SDBS dalam penelitian ini adalah yaitu sampel Nf (C ) 0,2 %  penambahan SDBS 20 %.yaitu memiliki nilai zeta potensial sebesar - 99,47 mV.

The demand for a fluid with higher heat transfer characteristic is increasing recently. This fluid is more efficient in releasing the heat produced in the system. Therefore, it is used mostly in electronics and machinery as a coolant, but also in automotive industry as quench medium. The thermal properties in the fluid could be improved by the addition of nanoparticles with higher thermal conductivity, therefore, this fluid is called nanofluid.
Carbon is widely used as the nanoparticles in nanofluid because its thermal conductivity is good, and the cost is relatively cheap. However, it is difficult to synthesize carbon nanofluid with distilled water as a fluid base, because carbon has hydrophobic property. Therefore, a surfactant is needed to avoid agglomeration which could affect the heat transfer and ensures the carbon particle disperse properly in the fluid.
In this research, the effect of Sodium Dodecylbenzene Sulfonate (SDBS) as surfactant will be observed. The nanoparticle was milled for 15 hours at 500 rpm by using a planetary ball mill. Polyvinyl Alcohol (PVA) was added during milling to reduce agglomeration. After milling, Particel Size Analyzer were used to check the particle size of the carbon nanoparticles. To synthesize the nanofluid, carbon nanoparticles and SDBS surfactants were added in 100 ml distilled water. The variations used in this paper were 0.1 – 0.5 weight % carbon nanoparticles, and 0.1 – 0.5 weight % of SDBS.
The particle size testing result shows that minimum diameter of carbon particle achieved is 561 nm (not under 100 nm yet) and condition optimum for sample nanofluida and surfactant SDBS is concentration Nf (C ) 0,2 %  with add SDBS 20 % with have value of zeta potensial sebesar - 99,47 mV.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T53077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi Azhari
"Perkembangan teknologi mutakhir memungkinkan manusia untuk melakukan rekayasa material hingga tingkat nano. Alat dengan ukuran sangat kecil serta kecepatan proses tinggi menghasilkan perbandingan nilai kalor per area (fluks) tinggi. Fluida konvensional seperti air, oli, dan etilen glikol tidak lagi efektif untuk mendinginkan alat - alat tersebut. Ide penggunaan partikel padat terlarut dalam fluida dengan konduktivitas termal tinggi timbul guna memberikan perbaikan sifat terhadap pendingin konvensional. Proses sintesis nanofluida yang mahal dan cukup sulit membuat penelitian lebih lanjut dilakukan dengan metode reduksi ukuran (top - down) menggunakan alat planetary ball mill.
Partikel skala mikron digunakan adalah TiO2 konsentrasi 15% volume dengan media pelarut air distilasi. variabel penelitian digunakan adalah kecepatan putar alat 500 rpm, waktu putar 31 jam, dan tanpa penambahan penstabil. Hasil didapat diencerkan menjadi beberapa persentase berdasarkan konsentrasi untuk diketahui ukuran dan sifat konduktivitas termal. Hasil pengujian ukuran partikel menunjukkan bahwa rerata diameter TiO2 disetiap persen volumenya adalah 89,5 nm dengan rerata rasio peningkatan nilai konduktivitas termal 1,15 terhadap fluida dasarnya.

Advance technology development nowadays gives possibility for mankind to manipulate materials in nano scale. Small device with high speed processing produce great amount of heat in localized area (heat flux). Conventional cooling system like water, oil, and ethylene glycol became unable to handle great amount of heat flux in order to chill the device. Thus, an idea emerge to using dissipating solid nano particle with high thermal conductivity with better quality than conventional cooling system. This nanofluids processing is still expensive and difficult, therefore the present research study about nanofluids synthesize with comminution (top - down) method, using planetary ball mill.
Micron scale particle used in this research are TiO2 with 15% concentration of base fluid volume and distillated water as base fluids. Variable used are 500 rpm milling volume and 31 hours milling time, and without additive added. The result obtained is divided into some variables base on concentration to see the effect toward its size and thermal conductivity value. Particle testing result shows that average diameter of TiO2 particle achieved in every variable is 89,5 nm with 1,15 improve ratio thermal conductivity than it based fluid.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51498
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Zata Amalia
"

Pelumas dasar bio adalah pelumas dasar yang diperoleh dari bahan-bahan hayati seperti minyak nabati. Pelumas berbasis minyak nabati dapat memenuhi kriteria baik dari fungsi maupun lingkungan, tetapi tidak dapat digunakan secara langsung sebagai pelumas karena memiliki kinerja yang buruk pada suhu rendah serta memiliki kestabilan termal dan oksidasi yang buruk, sehingga digunakan berbagai metode untuk meningkatkan kinerja, memperbaiki sifat dan karakteristik dari minyak nabati tersebut (Annisa & Widayat, 2018). Salah satu metode yang digunakan adalah modifikasi kimia. Modifikasi kimia merupakan modifikasi yang dilakukan pada minyak nabati melalui reaksi kimia (Rudnick, 2013). Metode modifikasi kimia pada sintesis pelumas dasar bio yang difokuskan dalam literature review ini meliputi reaksi esterifikasi/transesterifikasi, pembentukan estolida, dan epoksidasi dan pembukaan cincin. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya berupa data bahan baku, metode sintesis, katalis dan reaktan yang digunakan, serta suhu, tekanan, dan waktu operasi. Pada penelitian ini, 20 variasi data diolah menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan menentukan parameter-parameter dan urutan prioritas dari parameter tersebut sebagai pertimbangan dalam menentukan reaksi yang paling baik untuk digunakan dalam proses sintesis pelumas dasar bio, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian di laboratorium. Berdasarkan pengolahan data dengan AHP, diperoleh urutan prioritas parameter pada sintesis pelumas dasar bio adalah karakteristik produk, yield, penggunaan jenis katalis dan reaktan, suhu, tekanan, dan waktu operasi dan reaksi yang paling baik digunakan adalah transesterfikasi 1 dengan bahan baku yang digunakan adalah asam oleat dan trimetilolpropana (TMP) dengan katalis natrium metoksida (NaOCH3) pada suhu 150°C, tekanan 0,3 mbar dalam waktu 45 menit dengan perolehan yield sebesar 98%.


Bio-based lubricants are basic lubricants obtained from living materials such as vegetable oil. Bio-based lubricants can meet both functional and environmental criteria, but it cannot be used directly as lubricants because it has poor performance when used at low temperatures and have poor thermal stability and oxidation, so various methods are used to improve performance, properties and characteristics of the vegetable oil (Annisa & Widayat, 2018). One method used is chemical modification. Chemical modification is a modification made in vegetable oil through chemical reactions (Rudnick, 2013). Chemical modification methods in the synthesis of bio-base lubricants that are focused in this literature review include esterification/transesterification, estolide formation, and epoxidation and ring opening reactions. The data used are secondary data obtained from previous studies in the form of raw material data, synthesis methods, catalysts and reactants used, temperature, pressure, and time of operation. In this study, 20 variations of data were processed using Analytic Hierarchy Process (AHP) by determining parameters and priority order as a consideration in determining the best reaction to use in the process of synthesis of bio-base lubricants, so that it can be used as a reference in laboratory research. Based on data processing with AHP, the order of priority parameters obtained in the synthesis of bio base lubricants is product characteristics, yield, use of catalyst and reactant types, temperature, pressure, and operating time and the best reaction used is transesterfication with the raw material used is oleic acid and trimethylolpropane (TMP) with a sodium methoxide (NaOCH3) catalyst at temperature of 150°C, pressure of 0,3 mbar in 45 minutes with yield of 98%.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riessa Nanda Mertamani
"Penggunaan unsur logam tanah jarang LTJ banyak dimanfaatkan untuk bahan baku sumber energi nuklir kimia katalis elektronik dan optik Unsur LTJ yang terkandung dalam bijih monasit hasil produk sampingan pengolahan bijih timah ditingkatkan kadarnya dengan proses mekanokimia untuk mendekomposisi unsur logam tanah jarangnya dengan menambahkan larutan NaOH sebagai pelarut NaOH berkadar 50 b v ditambahkan pada proses mekanokimia dengan presentase penambahan yaitu sebesar 76 80 83 87 dan 90 dari jumlah total berat NaOH dan umpan Proses mekanokimia dilakukan selama 120 menit dengan kecepatan putar 660 rpm Hasil dekomposisi bijih monasit dikarakterisasi bentuk morfologinya komposisi kimia perubahan fasa reaksinya terhadap pengaruh termal dan juga recovery nya Hasil penelitian didapatkan pada kondisi penambahan larutan NaOH sebesar 76 80 83 87 dan 90 diperoleh hasil rekoveri masing masing sebesar 80 8 83 9 78 2 68 dan 56 3 Bijih monasit mengalami transformasi fasa dari monasit fosfat menjadi LTJ hidroksida yang dapat dipengaruhi oleh penambahan larutan NaOH sebesar 80 pada proses dekomposisi mekanokimia.

The use of rare earth metal elements REE is widely used as raw material for nuclear energy sources chemicals catalysts electronics and optics Rare earth elements contained in monazite ore can be beneficiated by mechanochemical process to decompose the rare earth metal elements by adding NaOH solution as a solvent NaOH 50 w v was added to the mechanochemical process with the percentage increase in the amount of 76 to 80 83 87 and 90 of the total weight of NaOH and feed Monazite ore decomposition is characterized by the form of the morphology chemical composition phase change reaction to thermal influence and also the percentage of its recovery The results showed the addition of NaOH solution conditions by 76 to 80 83 87 and 90 recovery results obtained respectively by 80 8 83 9 78 2 68 and 56 3 Monazite ores undergo a phase transformation from monazite phosphate into LTJ hydroxide which can be influenced by the addition of NaOH solution in the amount of 80 at mechanochemical decomposition process
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S58468
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Shinta
"

Studi mengenai katalisis dengan menggunakan nanopartikel merupakan salah satu hal yang banyak dipelajari dalam bidang nanosains modern. Aplikasi TiO2 dalam bidang katalisis dikembangkan melalui pembentukan TiO2 nanopartikel. Sintesis one-dimensional material untuk menghasilkan yield yang cukup banyak masih terus dikembangkan. Metode molten-salt digunakan untuk mensintesis single-crystalline TiO2 nanowires dalam jumlah banyak dan dimensi yang terkontrol. Pada penelitian ini dilakukan sintesis TiO2 nanowires dengan menggunakan metode molten-salt serta modifikasinya dengan penambahan logam transisi sehingga terjadi perubahan karakteristik. TiO2 anatase berbentuk bubuk, NaCl, dan Na2HPO4 dicampurkan kemudian dikalsinasi menggunakan furnace pada suhu 825 °C selama 8 jam dan didinginkan perlahan hingga mencapai suhu ruang. Penambahan logam dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap kemampuan katalisis. Sintesis dilakukan dengan cara yang sama dengan penambahan logam pada saat pencampuran dengan mortar. TiO2 nanowires dan M-O/ TiO2 nanowires yang telah disintesis dikarakterisasi dengan menggunakan XRD, SEM, TEM, serta UV-Vis DRS. Adanya penambahan logam transisi tidak mempengaruhi struktur dan morfologi dari TiO2 nanowires, namun terdapat perubahan pada ukuran kristal dan nilai ban gapnya. Katalis yang telah dipreparasi digunakan pada reaksi reduksi 4-nitrophenol dengan adanya NaBH4. Adanya katalis pada reaksi tersebut mempercepat proses reduksi 4-nitrophenol menjadi 4-aminophenol yang ditandai dengan adanya perubahan warna. Penurunan kecepatan reaksi secara signifikan ditunjukkan pada penggunaan katalis Ag2O/TiO2 nanowires dengan waktu reaksi 18 detik untuk penggunaan katalis sebanyak 0,1 gram. Uji reusabilitas juga dilakukan terhadap katalis Ag2O/TiO2 nanowires.


The study of catalysis using nanoparticles is one of the things that widely studied in the field of modern nanoscience. The application of TiO2 in the field of catalysis was developed through the formation of TiO2 nanoparticles. The synthesis of one-dimensional material to produce sufficient yields is still being developed. The molten-salt method was used to synthesize large quantities of single-crystalline TiO2 nanowires and controlled dimensions. In this study, the synthesis of TiO2 nanowires was carried out using the molten-salt method and its modification with the addition of transition metals so that changes in characteristics occurred. Anatase TiO2 in the form of powder, NaCl, and Na2HPO4 mixed and then calcined using furnaces at 825 ° C for 8 hours and cooled slowly to reach room temperature. Metal addition was added to see the effect on the ability of catalysis. Synthesis was done in the same way as adding metal during mixing with mortar. The synthesized TiO2 nanowires and M-O/TiO2 nanowires were characterized using XRD, SEM, TEM, and UV-Vis DRS. The addition of transition metals does not affect the structure and morphology of TiO2 nanowires, but there are changes in the size of the crystal and the value of the band gap. The prepared catalyst was used in the 4-nitrophenol reduction reaction in the presence of NaBH4. The presence of a catalyst in the reaction accelerates the process of reducing 4-nitrophenol to 4-aminophenol which is characterized by a change in color. A significant decrease in reaction speed was shown in the use of Ag2O/TiO2 nanowires catalysts with a reaction time of 18 seconds for catalyst use of 0.1 gram. Reusability tests were also carried out on Ag2O/TiO2 nanowires catalysts.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Angelia
"Pemanfaatan aplikasi dengan katalisis menggunakan nanopartikel merupakan salah satu hal yang banyak dilakukan dalam bidang nanosains. Struktur nanopartikel terus dikembangkan untuk meningkatkan kinerja dalam berbagai aplikasi. TiO2sebagai katalis dilakukan dengan pembentukan TiO2nanopartikel. Metode molten saltmerupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mensintesis TiO2nanowiresdengan menumbuhkan kristal tunggal dalam jumlah banyak melalui media lelehan garam. Pada penelitian ini dilakukan sintesis TiO2nanowiresmelalui metode molten saltserta modifikasi penambahan logam perak melalui metode presipitasi, impregnasi, dan molten saltsehingga mempengaruhi sifat katalitiknya. Pencampuran dilakukan pada TiO2anatase, NaCl, dan Na2HPO4yang dikalsinasi pada suhu 825°C selama 8 jam dan kemudian didinginkan hingga suhu ruang. Modifikasi penambahan logam perak dilakukan pada metode molten saltdengan perlakuan yang sama. Modifikasi juga dilakukan pada metode presipitasi dengan penambahan larutan NaOH serta pada metode impregnasi dengan perlakuan kalsinasi pada suhu 400°C. TiO2nanowires dan Ag2O/ TiO2 yang telah disintesis dikarakterisasi dengan menggunakan XRD, FTIR, SEM, TEM, UV-Vis DRS, dan amonia TPD. Dengan adanya penambahan logam perak dapat mempengaruhi penurunan nilai energi celah pita namun tidak mempengaruhi struktur morfologinya. Masing-masing katalis yang telah disintesis digunakan dalam reaksi reduksi 4-nitrophenoldengan bantuan NaBH4. Reduksi 4-nitrophenoldapat ditandai dengan adanya perubahan warna karena adanya katalis yang digunakan dapat mempercepat proses reduksi tersebut. Kecepatan reaksi tertinggi terjadi pada reduksi 4-nitrophenol dengan katalis Ag2O/TiO2nanowiresmelalui metode impregnasi dengan waktu reaksi 30 detik. Uji reusabilitas dilakukan terhadap katalis Ag2O/TiO2nanowires impregnasi sebanyak 4 kali dan menghasilkan penurunan kecepatan reaksi sebesar 180 kali.

Utilizing the application with catalysis using nanoparticle is one of many substances conducted in the field of nanoscience. To form TiO2as a catalyst is by forming TiO2 nanoparticle. The structure of nanoparticle is keep on being developed to increase its productivity on various applications. The molten salt method is one of the methods that can be used to synthesize TiO2 nanowires by growing up a tremendous amount of single crystals with the medium of molten salt. In this research, there will be conducted the synthesis of TiO2nanowires using molten salt method with modification by adding silver nitrate metals with precipitation method, impregnation method, and molten salt method so that it will influence its catalytic nature. The mixing is carried out on TiO2anatase, NaCl, and Na2HPO4that are calcined at 825 degrees celsius for 8 hours and then chilled until room temperature is reached. The modification by adding molten salt is carried out on molten salt method with the same treatment. The modification is also carried out on precipitation method by adding NaOH solution, also on impregnation method with calcination at 400 degrees celsius. TiO2nanowires and Ag2O/ TiO2that has been synthesized is characterized by using XRD, FTIR, SEM, TEM, and also UV-Vis DRS. Adding silver metal can influence its band gap devaluation but can not influence its morphological structure. Each synthesized catalysts are being used in the reaction of the reduction of 4-nitrophenol with the help of NaBH4. The 4-nitrophenol reduction can be marked by the change of color because of the catalysts existence can accelerate the reduction process. The reaction’s highest speed occurs at the reduction of 4-nitrophenol with the catalyst of Ag2O/TiO2nanowires with impregnation method with the reaction speed of 30 seconds. The reusability test is conducted to the catalyst of Ag2O/TiO2nanowires impregnation for 4 times and resulted in the decrease of reaction speed by 180 times."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dika Shofi Roofida Kusriyandra
"Pada penelitian ini dilakukan sintesis ester asam oleat-BHA dan asam oleat-BHT dengan menggunakan reaksi esterifikasi Steglich. Produk yang terbentuk dilakukan pemurnian dengan menggunakan kromatografi kolom. Hasil karakterisasi FTIR asam oleat-BHA menunjukkan serapan dengan munculnya puncak serapan baru yang khas pada ester yaitu C=O pada bilangan gelombang 1738,9 cm-1 dan serapan gugus aromatis pada bilangan gelombang 1442 dan 1457 cm-1. Terbentuknya asam oleat-BHT dibuktikan dengan adanya puncak serapan C=O ester pada bilangan gelombang 1742,2 cm-1 dan puncak serapan gugus aromatis pada bilangan gelombang 1435 dan 1458,9 cm-1. Hasil karakterisasi UV menunjukkan adanya pergeseran hipsokromik produk terhadap BHA dan BHT dan batokromik terhadap asam oleat. Hasil uji toksisitas asam oleat-BHA dan asam oleat-BHT terhadap larva Artemia salina L menunjukkan bahwa ester hasil sintesis tidak toksik yaitu dengan nilai LC50 yaitu 3370,91 (asam oleat-BHA) dan 1209,18 ppm (asam oleat-BHT). Nilai IC50 asam oleat-BHA yaitu 22,61 ppm menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi dan asam oleat-BHT sebesar 136,42 ppm menunjukkan aktivitas antioksidan yang sedang. Uji antibakteri yang dilakukan menunjukkan bahwa asam oleat-BHA memiliki aktivitas yang lemah terhadap bakteri Escherichia coli dan tidak memiliki aktivitas terhadap Staphyloccocus aureus, sedangkan asam oleat-BHT tidak memilki aktivitas terhadap kedua bakteri tersebut.

In this study, the synthesis of oleic acid-BHA and oleic acid-BHT esters was carried out using the Steglich esterification reaction. The product formed was purified using column chromatography. The results of the FTIR characterization of oleic acid-BHA showed absorption with the appearance of a new absorption peak that was unique to the ester, C=O at a wave number of 1738.9 cm-1 and an absorption peak of an aromatic group at a wave number of 1442 and 1457 cm-1. The formation of oleic acid-BHT was evidenced by the absorption peak of C=O ester at a wave number of 1742.2 cm-1 and an absorption peak of aromatic groups at wave numbers of 1435 and 1458.9 cm-1. The results of UV characterization showed a hypochromic shift of the product towards BHA and BHT and bathochromic to oleic acid. The results of the toxicity test of oleic acid-BHA and oleic acid-BHT on Artemia salina L larvae showed that the ester was non-toxic with LC50 values of 3370.91 ppm (oleic acid-BHA) and 1209.18 ppm (oleic acid-BHT). The IC50 value of oleic acid-BHA which is 22.61 ppm indicated high antioxidant activity and oleic acid-BHT of 136.42 ppm indicated moderate antioxidant activity. The antibacterial test performed showed that oleic acid-BHA had weak activity against Escherichia coli bacteria and no activity against Staphylococcus aureus. While oleic acid-BHT did not have activity against these two bacteria."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>