Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109242 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ramadhania
"Informasi mengenai kapasitas adsorpsi batubara Indonesia dalam berbagai kondisi operasi sangat diperlukan guna mengoptimalkan penerapan teknologi injeksi CO2 pada coalbed. Untuk mendapatkan informasi tersebut, diperlukan suatu model adsorpsi CO2 yang dapat mengkorelasikan antara kapasitas adsorpsi dengan karakteristik batubara Indonesia secara akurat.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibuat suatu pengembangan model adsorpsi CO2 pada batubara Indonesia dengan melakukan uji adorpsi CO2 pada tekanan tinggi, dengan variasi jenis batubara, temperatur, tekanan, dan kandungan air. Pada penelitian ini, digunakan 2 variasi batubara (batubara Barito dan batubara Ombilin), 3 variasi temperatur (25°C, 40°C, dan 60°C), 6 variasi tekanan (150 psia, 300 psia, 450 psia, 600 psia, 750 psia, dan 900 psia), serta 2 jenis kandungan air (batubara kering dan batubara basah).
Uji daya adsorpsi batubara terhadap CO2 dilakukan dengan menggunakan prinsip adsorpsi isotermis Gibbs, sedangkan model yang digunakan adalah model adsorpsi Ono-Kondo. Pengembangan model yang akan dilakukan dalam penelitian ini hanya meliputi perhitungan dua parameter, yaitu nilai energi interaksi antara adsorbat dengan adsorben (?is/k) dan nilai kapasitas adsorpsi maksimum adsorben (C).
Dari hasil penelitian didapat bahwa kapasitas adsorpsi batubara Barito lebih besar daripada batubara Ombilin, kapasitas adsorpsi batubara kering lebih besar daripada batubara basah, kenaikan temperatur mengakibatkan penurunan daya adsorpsi, dan kenaikan tekanan menyebabkan peningkatan daya adsorpsi batubara terhadap CO2. Kondisi adsorpsi maksimum terdapat pada batubara Barito kering, dengan temperatur 25°C dan tekanan 900 psia sebesar 0,8794 mmol/gram.
Pengembangan model Ono-Kondo menghasilkan nilai ?is/k terbesar pada batubara Barito kering dan nilai C terbesar pada batubara Barito kering dengan temperature 25°C, yaitu sebesar -1300 K dan 0,741 mmol/gram. Penyimpangan antara model dengan hasil percobaan adalah sebesar 0,7%., sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Ono-Kondo untuk memprediksi kapasitas adsorpsi CO2 pada batubara Indonesia cukup akurat.

Information of Indonesian coals' capacity in various operating conditions is important in order to optimize the application of CO2 injection into coalbed. To get that kind of information, the accurate CO2 adsorption model that able to correlate Indonesian coals' capacity with their characteristic is needed.
So that, this research will develop CO2 adsorption model on Indonesian coals by testing CO2 adsorption in high pressure condition, in various types of coal, temperature, pressure, and moisture content. This research utilized 2 types of coal (Barito coal and Ombilin coal), 3 variation of temperature (25_C, 40_C, dan 60_C), 6 variation of pressure (150 psia, 300 psia, 450 psia, 600 psia, 750 psia, dan 900 psia), and 2 kind of moisture content (dry coal and wet coal).
Test of CO2 adsorption on coals was done by applied Gibbs isoterm adsorption principal and the used model is Ono-Kondo adsorption model. Model development that will be carried out in this research was focussed on two paramaters, which are fluid ' solid interaction energy parameter (?is/k) and maximum adsorption capacity (C).
Results of this research point out that Barito coal's adsorption capacity is higher than Ombilin coal's, dry coal's adsorption capacity is higher than wet coal's, increasing of temperature affect decreasing of adsorption capacity, and increasing of pressure affect increasing of adsorption capacity. Maximum adsorption condition is reached on dry Barito coal, in 25°C and 900 psia in the amount of 0,8794 mmol/gram.
Development of Ono-Kondo model produced that the highest value of ?is/k is on dry Barito coal and the highest C value is on dry Barito coal in 25°C, which are -1300 K and 0,741 mmol/gram. Deviation between the model and the result of this research is 0,7%, so it can be concluded that application of Ono-Kondo model to predict CO2 adsorption capacity in Indonesian coals' is accurate.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49672
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Doni Pabhassaro
"Coalbed methane adalah gas metana (CH4) yang terkandung dalam batubara yang teradsorpsi dalam batubara. Di Indonesia saat ini diidentifikasikan memiliki 11 cekungan batubara dengan potensi sumber daya CBM sangat besar. Penemuan sumber energi baru tersebut belum diiringi dengan penelitian lebih lanjut tentang potensi CBM Indonesia, terutama kapasitas adsorpsi gas metana pada batubara Indonesia. Informasi mengenai kapasitas adsorpsi gas metana sangat diperlukan untuk estimasi kandungan gas pada reservoir serta sebagai input pada simulator proses produksi.
Pada penelitian ini, digunakan 2 variasi batubara (batubara Barito dan batubara Ombilin), tiga variasi temperatur (30°C, 40°C, 60°C), dan 6 variasi tekanan ( 150 psia, 300 psia, 450 psia, 600 psia, 750 psia, dan 900 psia), serta 2 jenis kandungan air (batubara kering dan batubara dengan kandungan air kesetimbangan).
Uji adsorpsi batubara terhadap gas CH4 dilakukan dengan menggunakan prinsip adsorpsi isothermis Gibbs, sedangkan model yang digunakan adalah model adsorpsi Ono-Kondo. Pengembangan model dalam penelitian ini meliputi perhitungan dua parameter yaitu energi interaksi antara adsorbat dengan adsorben (?is/k) dan nilai kapasitas adsorpsi maksimum adsorben (C).
Hasil uji adsorpsi menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi batubara Barito lebih besar 22 % daripada batubara Ombilin. Pengaruh kelembaban pada daya adsorpsi cukup signifikan. Kapasitas adsorpsi batubara kering lebih besar 14 % dibandingkan batubara basah. Selain itu, kapasitas adsorpsi berbanding terbalik dengan temperatur. Pada batubara kering Barito terdapat penurunan kapasitas adsorpsi 16.1 % sedangkan batubara kering Ombilin sebesar 12.8 % pada temperatur 30°C.
Pada penelitian ini, kondisi adsorpsi maksimum terjadi pada temperatur 30°C, tekanan 900 psia dan batubara kering Barito adalah sebesar 0,3029 mmol/gram batubara. Pengembangan model Ono-Kondo menghasilkan nilai ?is/kterbesar pada batubara Barito kering dan nilai C terbesar pada Barito kering dengan temperatur 30°C. Penyimpangan antara model Ono-Kondo dengan hasil percobaan adalah sebesar 0.44 % sehingga dapat disimpulkan bahwa pemodelan Ono-Kondo untuk memprediksi kapasitas adsorpsi CH4 pada batubara Indonesia cukup akurat.

Coalbed methane is methane gas (CH4) that adsorbed in coal seams. In Indonesia there are 11 identified high potential CBM reservoirs. However these big inventions are not escorted with more researches about Indonesia's CBM potentials, especially methane adsorption capacity in Indonesian's coals. This information about methane adsorption capacity is required for estimating the gas content of CBM reservoirs and as the input of production process simulations.
In this research, utilized with two types of Indonesian's coal (Barito and Ombilin coal), three variations of temperatures (30°C, 40°C, 60°C), and six variations of pressure ( 150 psia, 300 psia, 450 psia, 600 psia, 750 psia, dan 900 psia), also two variations of moisture content (dry coal and moisture equilibrium coal).
Methane adsorption to indonesia's coal is implemented according to isothermic Gibbs adsorption, and Ono-Kondo adsorption modeling. This high pressure adsorption model development consists of two parameters calculation; the fluid 'solid energy parameter (?is/k) and maximum adsorption capacity (C).
The adsorption results show that the adsorption capacity of Barito coal is 22 % more than Ombilin coal. The moisture effect of both types of coals change significantly about 14 % less than dry coals. Moreover, the effect of pressure is monotonically proportional with the adsorption capacity of both coals. Then the effect of temperature is inversely proportional with it based on the comparison between 30°C and 40°C is about 16.1 % for dry Barito coal and 12.8 % for dry Ombilin coal.
In this research, the maximum adsorption capacity occurred at the temperature 30°C, 900 psia, and dry Barito coal which is 0.3029 mmol/gram of coal. The Ono-Kondo modeling development results at the highest on ?is/k on dry Barito coal and C value at 30°C. The deviation between Ono-Kondo modeling and the experimental results is about 0.44 %. So that, the Ono-Kondo modeling is quite accurate to predict the CH4 adsorption capacity of Indonesia's coals.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49712
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bhujangga Binang Jalantara
"Coalbed Methane (CBM) merupakan gas alam dengan kandungan utama gas metana yang tersimpan atau terabsorbsi ke dalam pori-pori permukaan pada matriks lapisan batubara. Coalbed Methane(CBM) merupakan salah satu sumber potensial untuk digunakan sebagai energi alternatif. Indonesia memiliki cadangan CBM cukup besar sekitar 453 TCF yaitu sekitar 6% dari total cadangan CBM dunia. Oleh karena itu, CBM dapat menjadi solusi bagi Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional. Namun, masih sedikitnya informasi mengenai kapasitas adsorpsi metana pada batubara Indonesia menghambat pengembangan CBM di Indonesia. Prediksi kapasitas adsorpsi gas metana pada batubara Indonesia pada penelitian ini menggunakan pemodelan Generalized Ono-Kondo. Pemodelan Generalized Ono-Kondo merupakan salah satu pemodelan adsorpsi yang dapat digunakan untuk memprediksi kapasitas adsorpsi khususnya adsorpsi gas tekanan tinggi. Penggunaan pemodelan pada penelitian ini meliputi perhitungan dua parameter, yaitu nilai energi interaksi antara adsorben dengan adsorbat ( ) dan kapasitas maksimum adsorpsi pada adsorben (C). Pada penelitian ini, jenis batubara Indonesia yang akan digunakan adalah Barito dan Ombilin dengan tekanan tinggi diatas suhu kritis. Berdasarkan hasil simulasi pemodelan Ono-Kondo, batubara barito kering memiliki kapasitas adsorpsi maksimum yang lebih besar dibandingkan dengan batubara ombilin. Kapasitas adsorpsi terbesar untuk batubara barito adalah 0,1879 mmol/g dan untuk batubara ombilin adalah 0,16944 mmol/g. Kapasitas adsorpsi terbesar untuk batubara Indonesia terdapat pada batubara barito kering suhu 30 ⸰C dengan kapasitas 0,1879 mmol/g. Batubara yang bukan berasal dari Indonesia yaitu jenis Pocahontas dan fruitland memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih besar dibandingkan batubara Indonesia. Batubara Pocahontas memiliki kapasitas 0,6479 mmol/g dan untuk batubara fruitland adalah 0,5828 mmol/g. Berdasarkan hasil simulasi, pemodelan Ono-Kondo dapat merepsentasikan adsorpsi metana pada batubara Indonesia dan batubara yang bukan berasal dari Indonesia dengan akurat karena memiliki nilai AAPD dibawah 1%.

 


Coalbed Methane (CBM) is natural gas with the main content of methane gas that is stored or absorbed into the surface pores of the coal seam matrix. Coalbed Methane (CBM) is one of the potential sources to be used as an alternative energy. Indonesia has quite large CBM reserves of around 453 TCF, which is about 6% of the world's total CBM reserves. Therefore, CBM can be a solution for Indonesia to fulfill national energy needs. However, there are still little information about the adsorption capacity of methane in Indonesian coal, which hampers the development of CBM in Indonesia. Prediction of methane gas adsorption capacity in Indonesian coal in this study using Generalized Ono-Kondo modeling. Generalized Ono-Kondo modeling is one of the adsorption modeling that can be used to predict adsorption capacity, especially for high pressure gas adsorption. The use of modeling in this study includes the calculation of two parameters, namely the value of the interaction energy between the adsorbent and the adsorbate ( ) and the maximum adsorption capacity of the adsorbent (C). In this study, the types of Indonesian coal that will be used are Barito and Ombilin with high pressure above the critical temperature. Based on the simulation results of Ono-Kondo modeling, dry barito coal has a higher maximum adsorption capacity than ombilin coal. The largest adsorption capacity for barito coal is 0.1879 mmol/g and for ombilin coal is 0.16944 mmol/g. The largest adsorption capacity was found in dry barito coal at 30 C with a capacity of 0.1879 mmol/g. The Coal that is not come from Indonesia, namely the Pocahontas and fruitland types, has a higher adsorption capacity than Indonesian coal. Pocahontas coal has a capacity of 0.6479 mmol/g and for fruitland coal is 0.5828 mmol/g. Based on the simulation results, Ono-Kondo modeling can represent methane adsorption on Indonesian coal and coal that is not from Indonesia accurately because it has an AAPD value below 1%."

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nizami
"Lapangan Gas Natuna Timur merupakan lapangan gas terbesar di Asia Tenggara dengan total cadangan mencapai 222 triliun kaki kubik (TCF) dengan persentase CO2 mencapai 71%. Masalah utama dari tingginya kandungan CO2 pada gas Natuna adalah diperlukan proses pemisahan CO2 yang lebih kompleks dan penanganan limbah CO2 yang dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, diperlukan penanganan khusus untuk memisahkan CO2 dari gas Natuna. Pada penelitian ini, dilakukan simulasi proses pengolahan gas bumi kaya CO2 menjadi LNG dan dimetil eter yang terintegrasi CO2 Sequestration dengan menggunakan dua skema pemisahan CO2 yaitu teknologi controlled freeze zone (CFZ) dan membran. Simulasi proses dilakukan dengan menggunakan piranti lunak Aspen Hysys V11. Keluaran dari studi ini adalah kinerja teknis berupa konsumsi energi, konsumsi gas dan hydrocarbon recovery dan aspek Kekonomian berupa biaya pokok produksi LNG dan dimetil eter. Berdasarkan hasil simulasi, proses pemisahan CO2 dengan menggunakan teknologi CFZ mengkonsumsi energi 0,038 MWh/ton-CO2 dan hydrocarbon recovery mencapai 95,40%, lebih bagus dibandingkan dengan teknologi membran yang mengkonsumsi 0,222 MWh/ton-CO2 dan hydrocarbon recovery sebesar 92,92%. Selain itu, kinerja teknis pada kilang LNG mengkonsumsi energi 0,432 MWh/ton-LNG dan hydrocarbon recovery 94,27% dengan gas umpan dari CFZ, yang menunjukkan performa yang lebih bagus dibandingkan gas umpan dari membran sebesar 0,454 MWh/ton-LNG dan 90,56%. Sedangkan kinerja teknis pada sintesis dimetil eter dengan gas umpan dari CFZ mengkonsumsi gas 0,0412 MMSCF/ton-DME dan konsumsi energi 2,08 MWh/ton-DME, menunjukkan performa sedikit lebih bagus dibandingkan dengan gas umpan dari membran dengan 0,043 MMSCF/ton-DME dan 2,077 MWh/ton-DME. Dari aspek Kekonomian, harga sales gas di Pulau Natuna dengan mempertimbangkan CO2 sequestration sebesar 10,90 US$/MMBtu (CFZ) dan 9,48 US$/MMBtu (membran) lebih mahal dibandingkan dengan tanpa CO2 sequestration sebesar 6,47 US$/MMBtu (CFZ) dan 5,26 US$/MMBtu (membran). Selain itu, biaya pokok produksi LNG dengan mempertimbangkan CO2 sequestration sebesar 14,28 US$/MMBtu (CFZ) dan 12,96 US$/MMBtu lebih mahal dibandingkan dengan tanpa CO2 sequestration yaitu 9,85 US$/MMBtu (CFZ) dan 8,75 US$/MMBtu (membran). Sedangkan pada biaya pokok produksi sintesis dimetil eter yaitu sebesar 13,85 US$/MMBtu (CFZ) dan 12,57 US$/MMBtu dengan mempertimbangkan CO2 sequestration menunjukkan angka yang lebih mahal dibandingkan dengan tanpa CO2 sequestration yaitu 9,42 US$/MMBtu (CFZ) dan 8,36 US$/MMBtu (membran). 

East Natuna gas field is the largest gas field in Southeast Asia with total reserves reaching 222 trillion cubic feet (TCF) with a percentage of CO2 contents is about 71%. The main problem is high CO2 contents of Natuna gas so that it requires a more complex CO2 separation process and the handling of CO2 waste which can cause greenhouse gas emissions. Therefore, special handling is needed to separate CO2 from Natuna gas. In this study, process simulation of natural gas with high CO2-contents to LNG and dimethyl eter with CO2 sequestration is conducted by using two schemes of CO2 separation: controlled freeze zone (CFZ) and membran technology. The process simulation is performed by using Aspen Hysys V11 software. The output of this study is technical aspects which cover energy consumption, feed gas consumption and hydrocarbon recovery and economical aspects which cover levelized cost of LNG and dimethyl eter production. Based on process simulation,  in technical aspect, CO2 separation using CFZ technology (energy consumption of 0,038 MWh/tonne-CO2 and hydrocarbon recovery of 95,40%) results better performance compared to membran technology (0,222 MWh/ton-CO2 dan 92,92%). In addition, technical aspect on LNG processing (energy consumption of 0,432 MWh/tonne-CO2 and hydrocarbon recovery of 94,27%) with feed gas from CFZ shows better performance rather than feed gas from membrane separation (0,454 MWh/ton-LNG dan 90,56%). Furthermore, technical aspect on dimethyl ether synthesis with feed gas from CFZ (gas consumption of 0,0412 MMSCF/tonne-DME and 2,077 (MWh/tonne-DME) is slightly better performance than synthesis process with feed gas from membrane (0,043 MMSCF/ton-DME and 2,077 MWh/ton-DME). Based on economical aspect, sales gas price in Natuna Island with CO2 sequestration of 10,90 US$/MMBtu (CFZ) and 9,48 US$/MMBtu (membrane) is quite expensive compared to without CO2 sequestration of 6,47 US$/MMBtu (CFZ) and 5,26 US$/MMBtu (membrane). In addition, levelized cost of LNG production with CO2 sequestration of 14,28 US$/MMBtu (CFZ) and 12,96 US$/MMBtu (membrane) is more expensive compared to levelized cost without CO2 sequestration which has value of 9,85 US$/MMBtu (CFZ) dan 8,75 US$/MMBtu (membrane). Levelized cost of dimethyl ether production with CO2 sequestration of 13,85 US$/MMBtu (CFZ) and 12,57 US$/MMBtu is more expensive compared to levelized cost without CO2 sequestration which has value of 9,42 US$/MMBtu (CFZ) and 8,36 US$/MMBtu (membrane)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danisha
"Pada tahun 2023, sektor limbah menyumbang 12% emisi GRK di Indonesia, dimana perhitungannya masih menggunakan pendekatan pemodelan. Dimana, sekitar 80% masyarakat di Indonesia menggunakan teknologi air limbah setempat. Hal ini merupakan tantangan besar dalam perhitungan GRK dari sektor air limbah yang berkorelasi dengan rencana mitigasi pengurangannya. Penelitian ini berfokus dalam mengukur laju emisi GRK secara langsung (direct measurement) dari sistem pengolahan air limbah setempat. Hingga saat ini, belum terdapat standar pengukuran emisi GRK dari sistem pengolahan air limbah setempat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendesain dan mengembangkan perangkat penangkap GRK berupa flux chamber (FC), mengestimasi laju emisi GRK berdasarkan sampel GRK yang diambil secara langsung, dan menganalisis dampaknya pada skala nasional dengan menggunakan studi kasus di Asrama Universitas Indonesia. Tangki septik objek studi dipilih karena memiliki ukuran manhole yang cukup untuk perangkat FC dan pengurasan rutin yang dilakukan oleh pihak Asrama UI. Dari segi infrastruktur, tangki septik Asrama UI memiliki kekurangan berupa lubang manhole tidak tertutup sempurna, tidak ada pipa ventilasi, dan terdapat genangan air pada outlet. Perangkat FC yang dirakit dalam penelitian ini dibuat menggunakan pipa PVC yang bersifat non-reaktif dan mudah ditemukan sehingga cocok untuk digunakan di negara berkembang. Pengambilan data penelitian dilakukan pada tangki septik yang terletak di Gedung F Asrama UI dan data diambil sebanyak dua kali dalam bulan yang berbeda. Tangki septik Gedung F Asrama UI melakukan pengurasan rutin setiap 6 bulan sekali. Hasil analisis gas diuji secara ex situ menggunakan uji gas chromatography (GC). GRK yang diukur dalam penelitian ini adalah gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Konsentrasi gas yang didapatkan selama 60 menit pengambilan data berkisar di angka 276,886—1.931.765 mg/m3 untuk gas CH4 dan 1.150,553—7.381,237 mg/m3 untuk gas CO2. Konsentrasi kedua gas cenderung mengalami peningkatan sepanjang waktu pengambilan sampel. Hasil penelitian menunjukkan laju emisi GRK yang dihasilkan dari penampungan lumpur tinja dalam tangki septik berada 20 kali lipat lebih rendah dibandingkan dengan estimasi laju IPCC. Jika dibandingkan dengan penelitian serupa, laju emisi GRK yang dihasilkan dari penelitian ini tergolong kecil. Hal ini mungkin terjadi karena beberapa kemungkinan, seperti periode pengurasan tangki septik, waktu tinggal air limbah dalam tangki septik, dan infrastruktur tangki septik yang memengaruhi laju emisi GRK. Meskipun data yang digunakan hanya berasal dari 1 tangki septik yang diukur sebanyak dua kali, penelitian ini tetap melakukan perhitungan awal untuk emisi GRK di skala nasional. Hasil penelitian kemudian diekstrakpolasi ke skala nasional dengan mengalikan laju emisi per kapita dengan persentase penduduk yang menggunakan tangki septik. Laju emisi GRK dari sektor pengolahan air limbah setempat berdasarkan penelitian ini diperkirakan berkontribusi hingga 2% dari emisi GRK sektor limbah di Indonesia.

In 2023, the waste sector will contribute 12% of GHG emissions in Indonesia, where the calculations still use a modeling approach. Around 80% of people in Indonesia use local wastewater technology. This is a big challenge in calculating GHG from the wastewater sector, which is correlated with the reduction mitigation plan. This research focuses on measuring the rate of GHG emissions directly (direct measurement) from local wastewater treatment systems. Until now, there is no standard for measuring GHG emissions from local wastewater treatment systems. Therefore, this research aims to design and develop a GHG capture device in the form of a flux chamber (FC), estimate the GHG emission rate based on GHG samples taken directly, and analyze the impact on a national scale using a case study at the University of Indonesia Dormitory. The study object's septic tank was chosen because it has a sufficient maintenance hole size for the FC device, and the UI Dormitory carries out routine draining. Regarding infrastructure, the UI Dormitory septic tank has shortcomings in the form of maintenance holes that are partially closed, no ventilation pipes, and standing water at the outlet. The FC device assembled in this research was made using PVC pipe, which is non-reactive and easy to find, making it suitable for use in developing countries. Research data was collected in a septic tank in Building F of the UI Dormitory, and data was collected twice in different months. The septic tank in Building F, UI Dormitory, is drained routinely every 6 months. The gas analysis results were tested ex-situ using the gas chromatography (GC) test. The GHGs measured in this study are methane gas (CH4) and carbon dioxide (CO2). The gas concentration obtained during 60 minutes of data collection ranged from 276,886—1.931,765 mg/m3 for CH4 gas and 1.150,553— 7.381,237 mg/m3 for CO2 gas. The concentration of both gases tends to increase throughout the sampling time. The research results show that the GHG emission rate from storing fecal sludge in septic tanks is 20 times lower than the IPCC estimated rate. Compared with similar studies, the rate of GHG emissions resulting from this research is relatively small. This may occur due to several possibilities, such as the draining period of the septic tank, the residence time of wastewater in the septic tank, and the septic tank infrastructure, which influences the rate of GHG emissions. Even though the data used only comes from 1 septic tank, which was measured twice, this research still performs initial calculations for GHG emissions nationally. The research results were then extracted to a national scale by multiplying the per capita emission rate by the population percentage using septic tanks. Based on this research, the rate of GHG emissions from the local wastewater processing sector is estimated to contribute up to 2% of the GHG emissions from the waste sector in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akmal Daffari
"Coalbed methane (CBM) adalah gas alam dengan kandungan utama gas metana (CH4) yang terkandung di dalam pori-pori permukaan pada matriks lapisan batubara. Indonesia saat ini memiliki cadangan CBM sebesar 453 Tcf (6% cadangan CBM dunia) yang tersebar pada 11 coal basin dan merupakan sumber energi alternatif yang besar. Sumber energi ini dapat dimanfaatkan bagi Indonesia sebagai salah satu solusi untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional. Maka dari itu informasi mengenai kapasitas adsorpsi batubara Indonesia, terutama adsorpsi gas metana sangat diperlukan untuk memprediksi kandungan gas pada reservoir tersebut. Prediksi adsorpsi metana pada batubara Indonesia ini dilakukan menggunakan metode Simplified Local Density-Peng Robinson yang mana memiliki kapabilitas untuk memprediksi adsorpsi metana tekanan tinggi pada fasa superkritis yang ditemukan pada Coalbed methane. Pengembangan model yang dilakukan meliputi dua parameter yang di optimasi yakni, densitas adsorben dan volume pori adsorben (V). Penelitian ini, jenis batubara Indonesia yang akan digunakan adalah Barito dan Ombilin dengan tekanan tinggi diatas suhu kritis yakni pada rentang 30oC-60oC dan pada tekanan 0,79-6,27 Mpa. Berdasarkan hasil simulasi, didapat rentang volume pori adsorben Barito dan Ombilin diantara 0,0126 – 0,0205 ml/g dan batubara Barito pada suhu 30oC tekanan 5,9 MPa memiliki kapasitas adsorpsi metana tertinggi pada batubara Indonesia yang diuji dengan kapasitas 4,8601 mg/g. Pemodelan Simplified Local Density-Peng Robinson dapat merepresentasikan adsorpsi metana pada batubara Indonesia dan batubara yang bukan berasal dari Indonesia dengan akurat dengan nilai %AAPD sebesar 1,2386%.

Coalbed methane (CBM) is a natural gas with the main content of methane gas (CH4) contained in the surface pores of the coal seam matrix. Indonesia currently has CBM reserves of 453 Tcf (6% of world CBM reserves) spread over 11 coal basins and is a large alternative energy source. This energy source can be utilized for Indonesia as a solution to fulfill national energy needs. Therefore, information about the adsorption capacity of Indonesian coal, especially methane gas adsorption is needed to predict the gas content in the reservoir. Prediction of methane adsorption in Indonesian coal was carried out using the Simplified Local Density-Peng Robinson method which has the capability to predict high pressure methane adsorption in the supercritical phase found in Coalbed methane. The model development carried out includes two optimization parameters, namely, adsorbent density and adsorbent pore volume (V). In this study, the types of Indonesian coal that will be used are Barito and Ombilin with high pressure above the critical temperature in the range of 30oC-60oC and at a pressure of 0.79-6.27 MPa. Based on the simulation results, the range of the pore volume of the Barito and Ombilin adsorbents is between 0.0126 - 0.0205 ml/g and Barito coal at a temperature of 30oC and pressure of 5.9 MPa had the highest methane adsorption capacity in the tested Indonesian coal with the capacity of 4.8601 mg/g. Simplified Local Density-Peng Robinson modeling can accurately represent methane adsorption on Indonesian coal and coal that is not from Indonesia with the percentage of error (%AAPD) of 1.2386%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awaludin Martin
"Penelitian ini terdiri atas dua bagian penelitian, yaitu proses produksi karbon aktif berbahan dasar batubara sub bituminus Indonesia yang berasal dari Kalimantan Timur dan Riau dan adsorpsi isotermal karbon dioksida dan metana pada karbon aktif hasil penelitian bagian pertama. Karbon aktif diproduksi di laboratorium dengan menggunakan aktivasi fisika dimana gas CO2 digunakan sebagai activating agent pada temperatur aktivasi sampai dengan 950oC. Karbon aktif yang diproduksi selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui kualitas karbon aktif berupa angka Iodine dan luas permukaan. Dari penelitian yang dilakukan didapat bahwa karbon aktif berbahan dasar batubara Kalimantan Timur lebih baik dibanding dengan karbon aktif berbahan dasar batubara Riau. Hal tersebut dikarenakan oleh perbandingan unsur oksigen dan karbon pada batubara Kalimantan Timur lebih tinggi daripada batubara Riau. Angka Iodine maksimum pada karbon aktif berbahan dasar batubara Riau adalah 589,1 ml/g, sementara karbon aktif berbahan dasar batubara Kalimantan sampai dengan 879 ml/g.
Adsorpsi isotermal karbon dioksida dan metana pada karbon aktif Kalimantan Timur dan Riau serta satu jenis karbon aktif komersial dilakukan di laboratorium Teknik Pendingin dan Pengkondisian Udara Teknik Mesin FTUI. Adsorpsi isotermal dilakukan dengan menggunakan metode volumetrik dengan variasi temperatur isotermal 27, 35, 45, dan 65oC serta tekanan sampai dengan 3,5 MPa. Data adsorpsi isotermal yang didapat adalah data kapasitas penyerapan karbon dioksida dan metana pada karbon aktif pada variasi tekanan dan temperatur isotermal yang kemudian di plot dalam grafik hubungan tekanan dan kapasitas penyerapan. Dari hasil penelitian didapat bahwa kapasitas penyerapan karbon aktif komersial lebih baik dibandingkan dengan karbon aktif Kalimantan Timur dan Riau, hal tersebut dikarenakan luas permukaan dan volume pori karbon aktif komersial lebih tinggi dibanding yang lain. Kapasitas penyerapan CO2 pada karbon aktif komersial (CB) maksimum adalah 0,349 kg/kg pada temperatur 27oC dan tekanan 3384,69 kPa, sementara untuk karbon aktif Kalimantan Timur (KT) adalah 0,227 kg/kg pada temperatur 27oC dan tekanan 3469,27 kPa dan untuk karbon aktif Riau (RU) adalah 0,115 kg/kg pada temperatur 27oC dan tekanan 3418,87 kPa. Kapasitas penyerapan CH4 pada karbon aktif CB maksimum adalah 0,0589 kg/kg pada temperatur isotermal 27oC dan tekanan 3457,2 kPa, sementara untuk karbon aktif KT adalah 0,0532 kg/kg pada temperatur 27oC dan tekanan 3495,75 kPa dan untuk karbon aktif RU adalah 0,0189 kg/kg pada temperatur 27oC dan tekanan 3439,96 kPa.
Data adsorpsi isotermal yang didapat selanjutnya dikorelasi dengan menggunakan persamaan model Langmuir, Toth, dan Dubinin-Astakhov. Dari hasil perhitungan korelasi persamaan didapat bahwa persamaan model Toth adalah persamaan model yang paling akurat, dimana nilai simpangan antara data eksperimen adsorpsi isotermal CO2 dengan korelasi persamaan model Toth adalah 3,886% (CB), 3,008% (KT) dan 2,96% (RU). Sementara untuk adsorpsi isotermal CH4 adalah 2,86% (CB), 2,817 (KT), dan 5,257% (RU). Dikarenakan persamaan model Toth adalah persamaan yang paling akurat, maka perhitungan panas adsorpsi isosterik dan adsorpsi isosterik dilakukan dengan menyelesaikan persamaan model Toth tersebut. Data panas adsorpsi dibutuhkan untuk mengetahui berapa besar panas yang dilepaskan ketika adsorben menyerap karbon dioksida dan metana, sementara data adsorpsi isosterik diperlukan untuk dapat memprediksi berapa besar tekanan yang dibutuhkan dan temperatur isotermal yang harus dikondisikan untuk menyerap gas karbon dioksida dan metana dalam jumlah yang telah diketahui.

This research is consists of two main topics, first is production of activated carbon from Indonesian sub bituminous coal as raw material. The raw material is from East of Kalimantan and Riau sub bituminous coal. And secondly is adsorption isotherms carbon dioxide and methane on activated carbon. Activated carbon was produced in laboratory with physical activation method by carbon dioxide as activating agent up to 950oC. Iodine number and surface area was used to characterize of activated carbon quality. From the research, the quality of activated carbon from East of Kalimantan sub bituminous coal is better than Riau sub bituminous coal. It caused the ratio of oxygen and carbon in from East of Kalimantan sub bituminous coal is higher than Riau sub bituminous coal. The maximum iodine number of activated carbon from Riau sub bituminous coal is 589.1 ml/g and activated carbon from East of Kalimantan sub bituminous coal is 879 ml/g.
Adsorption isotherms carbon dioxide and methane on activated carbon from East of Kalimantan and Riau sub bituminous coal and commercial activated carbon was done in Refrigeration and Air Conditioning Laboratory, Mechanical Engineering Department, Faculty of Engineering, University of Indonesia. Adsorption isotherms were done by volumetric method with variation of temperature is 27, 35, 45, and 65oC and the pressure of adsorption up to 3.5 MPa. Data of adsorption isotherm is adsorption capacity of carbon dioxide and methane on activated carbon with pressure and isotherms temperature variation. Data of adsorption capacity was plotted on pressure and adsorption capacity. From the research, adsorption capacity of commercial activated carbon is higher than Activated carbon from East of Kalimantan and Riau coal. It is caused; the surface area and pore volume of commercial activated carbon is higher than East of Kalimantan and Riau coal. The maximum adsorption capacity of CO2 on commercial activated carbon is 0.349 kg/kg at isotherm temperature 27oC and the pressure is 3384.69 kPa. For activated carbon from East of Kalimantan, the maximum adsorption capacity of CO2 is 0.227 kg/kg at isotherm temperature 27oC and the pressure is 3469.27 kPa. For activated carbon from Riau, the maximum adsorption capacity of CO2 is 0.115 kg/kg at isotherm temperature 27oC and the pressure is 3418.87 kPa. The maximum adsorption capacity of CH4 on commercial activated carbon is 0.0589 kg/kg at isotherm temperature 27oC and the pressure is 3457.2 kPa. For activated carbon from East of Kalimantan, the maximum adsorption capacity of CH4 is 0.0532 kg/kg at isotherm temperature 27oC and the pressure is 3495.75 kPa. For activated carbon from Riau, the maximum adsorption capacity of CH4 is 0.0189 kg/kg at isotherm temperature 27oC and the pressure is 3439.96 kPa.
Adsorption isotherms data was correlated with Langmuir, Toth, and Dubinin- Astakhov equation models. From the calculation, Toth equation model more accurate than Langmuir and Dubinin-Astakhov. The deviation between experiment data of adsorption isotherm CO2 and calculation by using Toth equation model is 3.886% for commercial activated carbon data, 3.008% for East of Kalimantan activated carbon, and 2.96% for Riau activated carbon. The deviation between experiment data of adsorption isotherm CH4 and calculation by using Toth equation model is 2.86% for commercial activated carbon data, 2.817% for East of Kalimantan activated carbon, and 5.257% for Riau activated carbon.Isosteric heat of adsorption and adsorption isostere was calculated by using Toth equation model, caused the Toth equation model more accurate than Langmuir and Dubinin-Astakhov models. Isosteric heat of adsorption is needed to know the amount of heat of adsorption released when activated carbon adsorpt the adsorbate. The adsorption isostere data is needed to predict the pressure and isotherm temperature for adsorp the amount of adsorbate.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
D998
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Salikin
"ABSTRAK
Dalam proses pembuatan MCM-48 dari abu sekam padi membutuhkan proses pembakaran untuk memisahkan silica dari komposisi organic lainnya, proses pembakaran ini melepaskan CO2. Eksperimen ini mengajukan metode baru untuk mengekstraksi silica dari sekam padi dengan metode ultrasonic, dimana tidak menghasilkan CO2 dalam prosesnya. Silika MCM-48 mesopori disintesis menggunakan campuran surfaktan netral kationik sebagai template pengarah struktur dan sekam padi sebagai sumber silika. Sampel MCM-48 ditandai dengan difraksi serbuk sinar X XRD , spektroskopi inframerah transformasi fourier FT-IR . Pola difraksi sinar-X dari MCM-48 yang dihasilkan akan mengungkapkan pola tersebut sebagai indikator struktur kubik MCM. FT-IR mengungkapkan kelompok fungsional silanol sekitar 3460 cm. Eksperimen terobosan dengan adanya MCM-48 juga dilakukan untuk menguji kapasitas adsorpsi CO2 material. Selain itu, MCM-48, APTS-MCM-48 RHA , disiapkan dengan 3-aminopropyltriethoxysilane APTS untuk menyelidiki pengaruh kelompok fungsional amina dalam pemisahan CO2. Urutan besarnya kapasitas adsorpsi CO2 yang lebih tinggi diperoleh dengan adanya APTS-MCM-48 RHU dibandingkan dengan MCM-48 RHU . Hasil ini menunjukkan bahwa MCM-48 yang disintesis dari sekam padi dapat digunakan untuk menghilangkan CO2 sekitar 6 dari berat sampel.

ABSTRACT
In the process of synthesizing MCM 48 from rice husk ash a calcination is required to separate the silica from the organic composition, and this calcination produced CO2. This thesis proposed a new method of extracting silica from rice husk using ultrasonic method, which did not produce CO2 in the process. A mesoporous MCM 48 silica was synthesized using a cationic neutral surfactant mixture as the structure directing template and rice husk as the silica source. The MCM 48 samples were characterized by X ray powder diffraction XRD , Fourier transform infrared spectroscopy FT IR . X ray diffraction pattern of the resulting MCM 48 will reveal the pattern as the indicator of the cubic structure of the MCM. FT IR revealed a silanol functional group at about 3460 cm. Breakthrough experiments in the presence of MCM 48 were also carried out to test the material rsquo s CO2 adsorption capacity. In addition, APTS MCM 48 RHU amine grafted MCM 48, APTS MCM 48 RHA , was prepared with the 3 aminopropyltriethoxysilane APTS to investigate the effect of amine functional group in CO2 separation. An order of magnitude higher CO2 adsorption capacity was obtained in the presence of APTS MCM 48 RHU compared to that with MCM 48 RHU . These results suggest that MCM 48 synthesized from rice husk could be usefully applied for CO2 removal by around 6 of the sample weight.
"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Juliani Utami
"ABSTRAK
Kapal laut merupakan moda transportasi yang digunakan untuk memfasilitasi 90% perdagangan internasional. Hal tersebut membuat kapal laut berpartisipasi dalam membuang sekitar 120 juta ton gas CO2 ke atmosfer setiap tahunnya (Hydros Foundation). Dalam rangka menanggulangi dan mencegah dampak yang lebih buruk dari terperangkapnya gas CO2 di udara, International Maritime Organization menetapkan peraturan yang menuntut indutri perkapalan untuk mengurangi emisi CO2 di masing-masing kapalnya sebesar 40% di tahun 2030 mendatang. Dalam memenuhi tuntutan ini industri dapat menerapkan teknologi post-combustion adsorption. Teknologi adsorpsi tentunya membutuhkan adsorben yang cocok sesuai dengan fungsi yang diharapkan. Pada penelitian ini fungsi yang diharapkan yaitu menangkap gas CO2 pada gas buang kapal, dengan pengaruh adanya gas N2, mengingat gas N2 mempunyai presentase besar pada gas buang kapal. Salah satu adsorben yang memiliki potensi untuk adsorpsi gas CO2 di gas buang kapal adalah MIL-101 (Cr). Material ini memiliki luas permukaan yang besar, dan diiringi dengan kestabilan kimia dan kestabilan termal yang baik. Pada penelitian ini dilakukan sintesis material MIL-101 (Cr) secara hydrothermal, diikuti dengan proses karakterisasi luas permukaan melalui adsorpsi/desorpsi N2, fourier transform infrared sprectoscopy (FTIR), x-ray diffraction (XRD), thermogravimetric analysis (TGA), dan scanning electron microscopy (SEM). Setelah sintesis dan karakterisasi, dilakukan pengujian kapasitas adsorpsi secara volumetrik, kemudian perhitungan selektivitas menggunakan metode ideal adsorbed solution theory (IAST). Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil selektivitas CO2/N2 sebesar 30,1 untuk suhu 27C dan 9,9 untuk suhu 25C.

ABSTRACT
Shipping, or sea freight, is still the most crucial mode of transportation, facilitating 90% of the International trade. With that high percentage, shipping also contributes in accumulating more than 120 million tons of carbon dioxide in the atmosphere each year (Hydros Foundation, 2015). In order to prevent and overcome any worse impact from the heat-trapping gas, International Maritime Organization (IMO) set new rules that require the shipping industry to reduce their ships CO2 emission by 40% in the upcoming 2030. To meet this requirement, post-combustion adsorption technology is an interesting option since this method does not force owner to replace their whole ship system but instead just add some additional equipment. Adsorption method required a suitable adsorbent for each specific purpose. In this research the adsorbent is expected to be able to capture CO2 gasses from a ship exhaust, while considering the effect of N2 gasses that mainly dominate the flue gasses. MIL-101 Cr, a type of metal-organic framework, is one potential adsorbent for the required function. This material has a large surface area, along with a great chemical and thermal stability. In this research writer conducted a hydrothermal synthesize of MIL-101 Cr, followed by material characterization: surface area analysis using N2 adsorption/desorption, fourier transform infrared spectroscopy (FTIR), x-ray diffraction (XRD), thermogravimetric analysis (TGA), and scanning electron microscopy (SEM). After the synthesize and characterization, adsorption measurement is conducted using volumetric method and then the selectivity is calculated using ideal adsorbed solution theory (IAST) method. In this research the CO2/N2 selectivity using MIL-101 Cr reached up to 30,1 in 27C and 9,9 in 25C."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niniek Dwi Hapsari
"Pembuatan karbon aktif menggunakan reaktor aktivasi dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karbon aktif berbahan baku batubara Barito, Kalimantan Selatan, dengan aktivasi menggunakan CO2 serta menganalisis pengaruh waktu aktivasi dan laju alir CO2 terhadap luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan. Proses aktivasi dilakukan pada temperatur 900°C dan waktu aktivasi divariasikan pada 30 menit, 60 menit, dan 90 menit, serta laju alir CO2 divariasikan pada 300 mL/menit, 400 mL/menit, dan 500 mL/menit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi waktu aktivasi dan laju alir CO2, maka luas permukaan yang direpresentasikan dengan bilangan iod semakin meningkat. Luas permukaan karbon aktif tertinggi yang direpresentasikan dengan bilangan iod sebesar 300,67 mg/g diperoleh dengan aktivasi pada laju alir CO2 sebesar 500 mL/menit dan waktu aktivasi selama 90 menit.

Preparation of activated carbon using activation reactor is done in this research. This research aims to produce activated carbon from Barito Coal, South Kalimantan, using CO2 activation and analyze the effects of activation time and CO2 flow rate on the surface area of activated carbon produced. The activation process carried out at a temperature of 900°C and activation time was varied at 30 minutes, 60 minutes, and 90 minutes, and CO2 flow rate was varied at 300 mL/min, 400 mL/min, and 500 mL/min. The results showed that increasing activation time and CO2 flow rate, the surface area represented by iodine number is increasing. The highest surface area of activated carbon which represented by iodine number of 300.67 mg/g obtained by activation with CO2 flow rate of 500 mL/min and the activation time for 90 minutes."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S43528
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>