Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131176 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutariyono
"Surfaktan Fatty Alcohol Sulphate (FAS) merupakan salah satu surfaktan oleokimia yang mulai banyak diproduksi guna menyikapi kelemahan surfaktan petrokimia dalam hal kemampuannya untuk terdegradasi secara biologis dan keterbatasan bahan baku pembuatan. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan surfaktan FAS melalui proses hidrogenasi VCO menggunakan katalis nikel dengan kondisi tekanan yang atmosferik untuk memperoleh fatty alcohol.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh beberapa variabel pada reaksi hidrogenasi yang dilakukan yaitu suhu (160°C, 190°C, 220°C, 250°C, 280°C), persen berat katalis nikel (20%, 25%, 30%, 35%, 40%) dan laju alir gas H2 (0,5 mL/s, 1 mL/s, 2 mL/s, 3 mL/s, 4 mL/s).
Pada penelitian ini, diperoleh kemampuan surfaktan yang paling optimal yaitu dengan menggunakan produk hasil hidrogenasi pada suhu reaksi 280°C, katalis nikel sebanyak 30% dan laju alir gas H2 sebesar 2 mL/s berdasarkan kecenderungan data yang diperoleh dari surfaktan menggunakan produk hidrogenasi pada suhu reaksi 280°C, katalis nikel sebanyak 30% dan laju alir gas H2 sebesar 1 mL/s dan 4 mL/s.

Fatty Alcohol Sulphate (FAS) surfactant is one of oleochemical surfactant that have been produce to bridging over the petrochemical surfactant's weakness at unbiodegradable and the limitation of it raw materials. On this study, FAS surfactant is synthesize by VCO hydrogenation reaction using Nickel catalyst in atmosferical condition to produce fatty alcohol.
The aim of this study is to look the influence of some variables on hydrogenation reaction, such as temperature (160°C, 190°C, 220°C, 250°C, 280°C), %wt of catalyst (20%, 25%, 30%, 35%, 40%), and H2 flow at reaction (0,5 mL/s, 1 mL/s, 2 mL/s, 3 mL/s, 4 mL/s).
The results have showed that the optimum surfactant is reaction at condition 250°C using 30% Ni catalyst and H2 flow is 2 mL/s using an approachment from the result in hydrogenation reaction at condition 250°C using 30% Ni catalyst and H2 flow is 1 mL/s and 4 mL/s.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51775
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Arbianti
"Surfaktan berbahan baku oleokimia memiliki beberapa keunggulan, diantaranya bersifat terbarukan (renewable resources) dan secara alami mudah terdegradasi. Surfaktan ini dapat dibuat dengan mengunakan bahan baku minyak kelapa murni dan melalui proses sebagai berikut: reaksi transesterifikasi untuk mengkonversi minyak menjadi metil ester; pemisahan metil laurat dari metil ester; reaksi hidrogenasi metil laurat menggunakan katalis Ni; reaksi sulfatasi dengan menambahkan H2SO4 ; serta netralisasi dengan NaOH. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kondisi optimum yang meliputi suhu reaksi, laju alir gas hidrogen, dan persen berat katalis pada reaksi hidrogenasi metil laurat menggunakan katalis Ni untuk menghasilkan senyawa yang akan diproses lebih lanjut menjadi urfaktan yang selanjutnya disebut sebagai SLS (Sodium Lauril Sulfat) analog (SLS a). Pengujian terhadap produk hasil hidrogenasi dilakukan dengan mengukur kemampuan dalam menurunkan tegangan permukaan air serta menstabilkan emulsi minyak dalam air. Hasil penelitian menunjukkan kondisi operasi optimum reaksi hidrogenasi metil laurat terjadi pada suhu 270oC, lajualir gas H21 ml/s, dan 30% berat katalis. Kemampuan SLS analog yang dihasilkan mampu menurunkan tegangan permukaan air hingga mencapai 44.5 mN/m dengan penambahan 25% berat surfaktan. Berdasarkan hasil uji stabilitas emulsi minyak dalam air, surfaktan yang dihasilkan mampu menstabilkan emulsi selama 1.235 detik.

One major advantage of oleochemical surfactant is its renewable and degradable properties regarding environmental issue. This surfactant is made using coconut oil as raw material, the process are as follows: trans-esterification reaction to converse virgin coconut oil to methyl ester, followed by methyl laurate separation from methyl ester based on melting point difference, methyl laurate hydrogenation by using nickel catalyst, sulfatation reaction, adding H2SO4, and neutralization by using NaOH. The goals of this research are to obtain the optimum reaction condition in aspects of several variables, such as temperature, hydrogen gas flow rate, and percent weig ht of catalyst in the hydrogenation reaction to produce substance as based material for an analogue SLS surfactant. This research shows that the optimum operating conditions are 270oC of temperature, 1mL/s of H2gas flow rate, and 30% wt of catalyst. Testing of these surfactants are done by measuring their ability to reduce the surface tension of water and stabilize the oil in water emulsion. Its results show that adding 25 wt% of surfactants has surface tension of 44.5 mN/m. Based on the stabilizing emulsion test, surfactants can stabilize emulsion for 1.235 seconds."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
JUTE-22-3-Sep2008-229
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ray Andhika Putra
"Asam 12-hidroksistearat (12-HSA) sebagai bahan baku gemuk pelumas saat ini masih diimpor oleh Indonesia. Sedangkan, data mencatat potensi minyak jarak Indonesia masih sangat besar untuk dikembangkan. Kandungan asam risinoleatnya yang tinggi dapat disintesis menjadi 12-HSA. Pada penelitian ini dilakukan hidrogenasi minyak jarak menjadi hydrogenated castor oil sebagai bahan baku 12-HSA dengan menggunakan katalis nikel dan support zeolit alam. Katalis dipreparasi dengan metode presipitasi menggunakan prekursor klorida. Suhu hidrogenasi divariasikan dari 110-190oC. Hidrogenasi direaksikan pada tekanan rendah, yaitu 2 dan 3 atm. Tingkat keberhasilan hidrogenasi ditentukan dari jumlah pemutusan ikatan rangkap yang ditunjukkan oleh penurunan bilangan iodin dan kenaikan titik tuang. Penelitian ini berhasil menurunkan bilangan iodin minyak jarak dari 81 menjadi 61 dan menaikkan titik tuangnya dari -10°C menjadi -4°C. Produk yang terbaik didapat pada hidrogenasi dengan suhu 150°C dan tekanan 3 atm dimana konversinya mencapai 24,84%.

12-hydroxystearic acid (12-HSA) as a raw material for grease is still imported by Indonesia. Meanwhile, the data noted potential of castor oil in Indonesia is still very huge to be developed. Its high ricinoleat acid content can be synthesized into 12-HSA. In this research, we carried out the hydrogenation of castor oil to be hydrogenated castor oil as raw material of 12-HSA using nickel catalyst and natural zeolite support. The catalysts were prepared by precipitation method using chloride precursor. Hydrogenation temperature was varied from 110-190°C. Hydrogenation reacted at low pressure approximately 2 and 3 atm. The success rate of hydrogenation is determined from the termination of the double bond indicated by iodine value decreasing and pour point increasing. The research was successful in reducing the iodine value of castor oil from 81 to 61 and raising the pour point from -10°C to -4°C. The best product obtained in hydrogenation with 150°C of temperature and 3 atm of pressure where the conversion reached 24,84%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1944
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Artantri Ramadhani
"Penggunaan pelumas diester sebagai pelumas foodgrade dalam industri makanan dianggap aman dikarenakan sifatnya yang dapat terbiodegradasi dan tidak toksik. Pelumas ini dibuat dengan mereaksikan alkohol monohidris dengan asam dikarboksilat linear maupun bercabang. Dalam penelitian ini dilakukan suatu reaksi untuk menghasilkan senyawa asam dikarboksilat yang dapat digunakan dalam pembuatan pelumas diester. Sebagai pereaktan digunakan turunan minyak kelapa sawit yaitu Palm Oil Methyl Ester (POME). Reaksi yang dilakukan adalah reaksi pemecahan oksidatif (oxidative cleavage) pada ikatan rangkap yang dimiliki oleh POME. Reaksi ini dilakukan pada fasa cair dengan menggunakan oksigen sebagai pereaktan dan katalis heterogen Co/Zeolit. Reaksi dilakukan pada reaktor batch dengan kondisi tekanan atmosferik. Setelah produk dihasilkan, selanjutnya dilakukan proses distilasi yang bertujuan untuk mendapatkan senyawa yang lebih ringan. Loading katalis Co yang digunakan sebesar 2,4 % dengan metoda preparasi katalis yang digunakan adalah perpindahan ion. Hasil penelitian menunjukkan uji densitas dan uji viskositas dari produk yang dihasilkan memberikan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan POME, hal ini dikarenakan terbentuknya gugus fungsi baru yaitu gugus karboksil yang mempengaruhi densitas dan viskositas campuran. Uji bilangan asamjuga memberikan kenaikan bilangan asam yang mengindikasikan terbentuknya asam karboksilat. Dari pengujian menggunakan FTIR didapatkan munculnya gugus baru berupa gugus -OH dan meningkatnya gugus C=0 yang berasal dari gugus karboksil dalam senyawa asam karboksilat. Pengujian menggunakan GCMS dilakukan pada produk hasil distilasi pada suhu 160 °C, dengan waktu reaksi 2,5 jam. Pemilihan ini didasarkan pada angka bilangan asam produk yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk lainnya. Uji GCMS menunjukkan adanya tiga macam senyawa asam karboksilat metil ester yang terbentuk dari reaksi, yaitu Octanedioic acid methyl ester (C9H1604), Nonanedioic acid methyl ester (C10H1804), dan Decanedioic acid methyl ester (C11H2004). Yield yang dihasilkan dari senyawa ini masih sangat kecil yaitu hanya sekitar 1,2 %. Kebanyakan dari pereaktan belum mengalami reaksi pemecahan oksidatif dan terbentuknya senyawa oksidatif lain mempengaruhi yield dari reaksi ini."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Arbianti
"Metil laurat merupakan bahan baku atau bahan dasar bagi banyak industri, termasuk industri surfaktan, yang dapat diisolasi dari minyak kelapa. Pada penelitian ini minyak kelapa (VCO) awalnya nitransesterifikasi dengan metanol untuk menghasilkan metil ester dengan menggunakan NaOH sebagai katalis. Metil laurat dipisahkan dari metil ester dengan menggunakan metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik leleh. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh beberapa variabel dalam transesterifikasi terhadap konsentrasi metil laurat yang dihasilkan. Variabel-variabel yang diamati yaitu suhu (40 oC, 50 oC, 60 oC, 80 oC), waktu reaksi transesterifikasi (0,5 jam, 1 jam, 1,5 jam, 2 jam, 3 jam), dan persen berat katalis NaOH (0,5 %, 1 %, 1,5 %, 2 %, 3 %). Pada penelitian ini, konsentrasi metil laurat secara umum meningkat seiring kenaikan suhu, waktu, dan persen berat katalis. Kondisi optimum diperoleh pada suhu reaksi 60oC, waktu reaksi 2 jam, dan konsentrasi NaOH 2 % berat. Konversi asam laurat menjadi metil laurat yang diperoleh dari kondisi optimum setelah dilakukan pemisahan berdasarkan titik leleh adalah 55,61 %.

Methyl laurate is a raw or base material for many industries, including surfactant industries. In this research, coconut oil (VCO) is transesterified with methanol to produce methyl ester, using NaOH as the catalyst. Methyl laurate is then separated by method based on the difference in melting point. This research focuses at determining the effects of some variables in transesterification on the concentration of produced methyl laurate. The variables are temperature (40 oC, 50 oC, 60 oC, 80 oC), time of transesterification reaction (0,5 hour, 1 hour, 1,5 hours, 2 hours, 3 hours), and the percent weight of the catalyst NaOH (0,5 %, 1 %, 1,5 %, 2 %, 3 %). Research showed the concentration of methyl laurate increased, following the increased temperature, time, and percent weight of catalysts. Optimal conditions were acquired at reaction temperature of 60oC, reaction time of 2 hours, and percent weight of the catalyst NaOH of 2 %. Laurate acid conversion to methyl laurate that yielded from optimal conditions, after the separation based on melting point, was 55,61 %."
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Riduan
"ABSTRAK
Kebutuhan akan gemuk pelumas membuat permintaan gemuk pelumas semakin
tinggi. Bahan penting penyusun gemuk pelumas adalah pengental yang terbuat
dari asam lemak. Asam lemak yang banyak digunakan adalah asam 12-hidroksi
stearat (12-HSA) yang kebutuhannya saat ini masih diimpor. Asam 12-HSA dapat
disintesis dari asam risinoleat yang berasal dari minyak jarak. Dalam penelitian ini
minyak jarak akan dihidrogenasi untuk mendapatkan minyak jarak terhidrogenasi
yang merupakan bahan baku pembuatan 12-HSA. Hidrogenasi dilakukan dengan
katalis NiO/γ-Al2O3 sebanyak 0,1% pada tekanan 3 dan 4 bar selama 4 jam
dengan variasi temperatur 140-220 °C. Hasil dikarakterisasi dengan analisis titik
tuang dan bilangan iod. Hasilnya, bilangan iod terendah didapat pada tekanan 4
bar dan temperatur 220 °C, yaitu 53,6 g I2/100 g, dengan titik tuang tertinggi -4 °C
pada kondisi operasi yang sama"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43466
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Kuncoro
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S48725
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muliadi Ramli
"Katalis nikel (20% dan 10%) yang disangga pada 1-alumina telah dapar diprepamsi dengan metode impregnasi dan presipitasi. Luas permukaan karalis Ni/y-A1203 hasil preparasi dengan metode impregnasi setelah direduksi pada 400 °C naman 120 m2/g untuk 20%-Ni dm 129 mz/g untuk10%-Ni. Dedangkan hasil prcparasi mctodc pfcnpimi adalah 127 mz/g untuk 2o%~Ni dan 129 mz/g untuk 10% Ni. Setelah reduksi ditemukxm adanya punmk nike) yang tajam untuk setiap katalis yang mmgandlmg 20%-nikel, sedangkan llllfllk 10%-Ni puncak nike! yang terbenlnk tidak tajam. Katalis Ni/1-A1203 hnsil preparasi tersebllt telah diuji aktivitas tahadap reaksi hidrogenasi benzena. Hasil uji aktivitas menunjuldum bahwa aktivitas kntalis Ni/1-A1203 yang diprepamsi dengan metode impnegnasi lebih baik dalipada metodc presipitasi.

Study of catalyst nickel (20 % and 10%) support on 1-alumina was made by impregnation and precipitation method Reduction of the catalysts of Ni/7-A|2O3 at 400 °C produced by impregnation has a specific surface area of 120 m2/g for 2o%Ni and 129 mz/gfor 10%-Ni. which me catalysts produced by precipitation has a specific surface ar of 127 ml/g for 20%-Ni and 129 m2/gfor 10%-Ni. XRD spectra of 20%-Ni contented catalysts are sharpest than 10% Ni contented catalysts at nickel peak. The catalyst Ni/y-A1103 are succeeded to catalysis reaction hydrogenation of benzene. The result of catalysts activity testing shows that catalyst Ni/y-A1203 prepared by impregnation method is better than precipitation."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T6371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muliadi Ramli
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T40188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desti Andani
"Surfaktan merupakan bahan utama dalam pembuatan bahan pembersih dan kosmetik, seperti sabun, sampo, pasta gigi, pelembab kulit, dan pembersih muka. Berdasarkan bahan baku pembuatannya, surfaktan dapat dibedakan menjadi surfaktan petrokimia yang berasal dari gas dan minyak bumi, dan surfaktan oleokimia yang berasal dari minyak nabati. Surfaktan SLS merupakan salah satu jenis surfaktan oleokimia yang memiliki muatan negatif pada gugus antarmuka hidrofobiknya. Keunggulan Surfaktan SLS ini antara lain bersifat terbarukan (renewable resources) dan secara alami mudah terdegradasi.
Surfaktan ini dibuat dengan mengunakan bahan baku minyak kelapa murni dan melalui proses sebagai berikut: reaksi transesterifikasi untuk mengkonversi minyak menjadi metil ester; pemisahan metil laurat dari metil ester; reaksi hidrogenasi metil laurat menggunakan katalis Ni; reaksi sulfatasi dengan menambahkan H2SO4; serta netralisasi dengan NaOH.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan pemisahan metil laurat dari metil ester berdasarkan perbedaan titik leleh menggantikan pemisahan menggunakan kolom distilasi yang membutuhkan biaya besar; serta mendapatkan kondisi optimum yang meliputi suhu, laju alir gas hidrogen, dan persen berat katalis pada reaksi hidrogenasi metil laurat menggunakan katalis Ni untuk menghasilkan senyawa yang akan diproses lebih lanjut menjadi Surfaktan SLS analog. Pengujian terhadap produk hidrogenasi tersebut dilakukan dengan mengukur kemampuan menurunkan tegangan permukaan air serta menstabilkan emulsi minyak dalam air.
Hasil penelitian menunjukkan kondisi operasi optimum rekasi hidrogenasi metil laurat terjadi pada suhu 270°C, laju alir gas H2 1 ml/s, dan 30% berat katalis. Kemampuan SLS analog yang dihasilkan mampu menurunkan tegangan permukaan air hingga mencapai 44,5 mN/m penambahan 25% berat sedangkan tegangan permukaan tanpa penambahan surfaktan adalah 74 mN/m. Berdasarkan hasil uji stabilitas emulsi minyak dalam air, surfaktan yang dihasilkan mampu menstabilkan emulsi selama 1.235 detik, atau dengan kata lain dapat menaikkan kestabilan emulsi hampir enam kali lipat lebih lama.

Surfactant is known as a basic material in detergent and cosmetic manufacturing process, for products such as soap, shampoo, toothpaste, and facial foam. Based on its raw material, there are petrochemical surfactant which is produced from petroleum based material and oleochemical surfactant which is produced from natural based material. SLS surfactant is a type of surfactant which has a negative pole charge in its hydrophobic interface (hydrophobic surface-active). One major advantage of this surfactant is its renewable and degradable properties regarding environmental issue.
This surfactant is made using coconut oil as raw material, the process are as follows: trans-esterification reaction to converse virgin coconut oil to methyl ester, followed by methyl laurate separation from methyl ester based on melting point difference (not distillation which has such a high production cost), methyl laurate hydrogenation by using nickel catalyst, sulfatation reaction, adding H2SO4, and neutralization by using NaOH.
The goals of this research are to find out the effectivity of the separation based on different melting point between methyl laurate and methyl ester and to obtain the optimum reaction condition in aspects of several variables, such as temperature, hydrogen gas flow rate, and percent weight of catalyst in the hydrogenation reaction to produce substance as a based material for an analogue SLS surfactant. This research shows that the optimum operating conditions are 270°C of temperature, 1mL/s of H2 gas flow rate, and 30% wt of catalyst. Testing of these surfactants are done by measuring their ability to reduce the surface tension of water and stabilize the oil in water emulsion.
Its results show that adding 25 wt % of surfactants has surface tension of 44.5 mN/m compared to 74 mN/m or pure water. Based on the stabilizing emulsion test, surfactants can stabilize emulsion for 1,235 seconds or six times longer than mixed oil-water without surfactant.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S49680
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>