Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96027 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muh. Hasyim
"Kabupaten Maros merupakan suatu daerah yang sangat dikenal dengan ggalan arkeologis, khususnya tinggalan arkeologis berupa situs gua prasejarah gsejak awal abad ke 20 daerah ini telah menjadi pusat perhatian para arkeolog lebih seabad lamanya penelitian yang dilakukan di kabupaten Maros, para peneliti hanya memfokuskan penelitiaannya terhadap peninggalan-peninggalan gua-gua dan nanti setelah para mahasiswa Jurusan Arkeologi Unversitas Hasanuddin pada tahun 1994 melakukan kegiatan praktek lapangan mata geomorfologi di daerah kecamatan Mallawa, menemukan alat batu berupa dan beliung, serta fragmen gerabah. Setclah itu, pada tahun 1995 Suaka nggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Sulselra, melakukan survei dalam upaya tmventarisasi situs. Kemudian pada tahun itu juga, Bidang Arkeomentri Pusat litian Arkeologi Nasional yang bertjuan untuk mengetahui jenis batuan dan, serta temuan berupa alat batu yaitu kapak dan beliung, serta gerabah yang pat di situs Mallawa. Kemudian tahun 1999 Jurusan Arkeologi Universitas Hasanuddin dan Balai Arkeologi Makassar melakukan penelitian berupa ekskavasi sekaligus melakukan pemetaan di silos Mallawa.
Dari basil penelitian yang dilakukan di situs Mallawa maka dapat ditarik lesimpulkan bahwa : Hasil uji laboratorium dengan menggunakan radiokarbon C14 di Australian National University terhadap beberapa sampel tanah (arang) dan gerabah, fragmen tulang binatang berkarbon yang diambil dari basil ekskavasi di sisi bukit bagian timur Bulu Bakung di kotak galian 1 (K1), (spit 3) ANU-1 1275 (576 +1- 80 BP) yaitu 580 BP, (spit 7) ANU-11274 (1860 +1- 70 BP) yaitu 1780 BP, dan (spit 9) ANU-11276 (2490 +1- 220 BP) yaitu 2550 BP. Dari basil uji laboratorium tersebut memberikan gambaran bahwa penghunian situs Mallawa dalam konteks neolitik telah berlangsung sejak 600 SM. (2550 P BP). Dari hasil uji laboratorium terhadap temuan alat batu (kapak dan beliung) dan bahan batuan yang ada di situs Mallawa oleh Bidang Arkeometri Pusat penelitian arkeologi Nasional di ketahui bahwa bahan pembuatan alat batu memiliki persamaan jinis batuan berupa batuan basal yang banyak ditemukan di sekitar situs Mallawa. 1lal ini berarti bahwa manusia pendukung budaya di situ Mallawa telah memanfaatkan sumberdaya batuan untuk dipergunakan sebagai bahan Baku maupun sebagai sarana pembuatan alat..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T39166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Sutikna
"Karakteristik Song Gupuh scbagai situs hunian neolitik, memiliki arti yang sangat penting dalam konteks neolitik di daerah Punung atau wilayah Gunung Sewu secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena informasi atau bukti arkeologis mcngenai situs hunian neolitik di daerah tersebut sangat minim. Selama ini informasi yang diperoleh sebagian besar berasal dari situs-situs perbengkelan neolitik yang banyak ditemukan di daerah Punung dan sekitarnya. Meskipun situs perbengkelan juga merupakan salah satu bagian atau salah satu bahasan dalam studi permukiman, namun informasi yang dapat diperoleh dari situs semacam ini cenderung terbatas mengcnai aspek teknologi ataupun sistem produksi. Apalagi sebagian besar situs perbengkelan neolitik di daerah Punung terletak di bentang alam terbuka (open sites) yang tidak memiliki konteks hunian secara jelas, misalnya sisa-sisa makanan, bekas perapian, ataupun tembikar. Jikapun ditemukan, akan tetapi kualitas maupun kuantitasnya sangat terbatas. Kondisi tersebut menjadi faktor yang menyulitkan ketika melakukan rekonstruksi kehidupan masa lalu dalam konteks neolitik di daerah Punung. Jika Situs Song Gupuh dapat dijadikan sebagai model kehidupan neolitik di daerah Punung, maka gambaran kehidupan neolitik di daerah ini secara umum kemungkinan tidak jauh berbeda dengan yang ditemukan di Situs Song Gupuh. Strategi subsistensi yang diterapkan tampaknya masih' menunjukkan kuatnya aktivitas eksploitasi sumberdaya lingkungan secara angsung, yaitu melalui perburuan dan mengumpulkan bahan makanan. Di sisi lain, strategi subsistensi melalui budidaya tanaman tampaknya tetap belum dapat digambarkan secara jelas, meskipun basil penclitian di Telaga Guyang Warak menunjukkan adanya indikasi pembukaan lahan, tetapi belum dapat dibuktikan secara arkeologis bahwa aktivitas tersebut berkaitan dengan aktivitas budidaya tanaman. Jika dilihat dari banyaknya situs perbengkelan neolitik di daerah Punung, yang sebagian besar menghasilkan produk berupa calon beliung, maka jelas bahwa produk tersebut sudah jauh melebihi kebutuhan lokal. Sehingga dapat memberikan gambaran bahwa calon beliung yang diproduksi dalam skala besar pada situs-situs perbengkelan, kemungkinan merupakan komoditi alat tukar dengan komoditi lain yang berasal dari luar daerah Punung. Komoditi dari luar tersebut kemungkinan berupa wadah, terutama tembikar dan benda-benda dari logam. Jika demikian, maka aktivitas pembuatan beliung dalam skala besar tersebut cenderung bersifat ekonomis daripada praktis (dalam arti hanya dipergunakan untuk keperluan sendiri). Berdasarkan basil pertanggalan C 14, kehidupan neolitik Situs Song Gupuh telah berlangsung sejak 3.300 ± 100 BP. Sementara situs-situs perbengkelan neolitik di daerah Punung antara lain memiliki pertanggalan 1.100 ± 120 BP untuk Situs Padangan dan 2.100 ± 220 BP untuk Situs Ngrijangan. Korclasi antara pertanggalan dari situs habitasi (ceruk atau gua) dan situs perbengkelan, memberikan gambaran bahwa kehidupan awal neolitik di daerah Punting tampaknya masih mcmanfaatkan ceruk atau gua scbagai tempat tinggal, kemudian area aktivitas secara bertahap beralih ke bentang alam terbuka. Rentang waktu kehidupan neolitik tersebut torus berlangsung hingga budaya logam masuk di daerah Punting, bahkan hingga jauh memasuki jaman sejarah."
2001
T11829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftah Putra Tegak Laksana
"Fokus kajian dari penelitian ini terletak pada proses transformasi yang terjadi pada himpunan artefak batu di Sektor Lumbung Padi, situs Gua Putri, Sumatra Selatan. Sebagai salah satu temuan artefaktual yang umum di situs prasejarah, artefak batu tentunya tidak dapat dilepaskan dari bukti-bukti otentik yang membedakannya dengan batu kali yang tergeletak di pinggir jalan. Pada artefak batu, terdapat jejak modifikasi khusus seperti dataran pukul, retus, tajaman, bahkan pada skala mikroskopik seperti residu dan kilap silika. Jejak-jejak tersebut dapat terjadi secara alami oleh alam, namun kebanyakan dibentuk oleh manusia. Dalam konteks situs prasejarah, penelitian ini mencoba untuk memahami dan menjabarkan seluruh alur perubahan yang terjadi pada himpunan batu; daur hidup awal batu yang diambil dari sumbernya, dibentuk menjadi alat, dipakai, terbuang, hingga akhirnya dikategorikan oleh arkeolog menjadi sebuah artefak. Penelitian ini melibatkan beberapa pemahaman geologis mengenai batuan, analisis secara teknologis dengan konsep chaîne opératoire, serta kajian pustaka mengenai studi replikasi dan fungsi alat batu, dengan harapan mampu mengungkap rangkaian perubahan yang terjadi pada artefak batu melalui bukti-bukti yang terekam dan lestari padanya.

The focus of this research lies in the transformation process that occurs in a collection of stone artifacts at the Lumbung Padi Sector, Gua Putri Site, South Sumatra. As some of many artifactual findings are found at prehistoric sites, stone artifacts certainly can not be separated from the authentic evidence that distinguishes it from river stones lying on the side of the road. Stone artifacts have traces of specific modifications, such as striking platform, retouch, edges, even on microscopic scales such as residues and silica sheen. These traces can occur naturally by nature but are mostly formed by humans. In the context of prehistoric sites, this research tries to understand and describe the entire flow of changes that occur in the stone artifacts; the initial life cycle of a stone taken from its source, formed into a tool, used, wasted, and finally categorized by archeologists to be an artifact. This research involves some geological understanding regarding rock, technological analysis with the concept of chaîne opératoire, and a lot of literature understanding regarding replication and use-wear studies, with the hope of being able to uncover a series of changes which occurs in stone artifacts, through recorded and enduring evidence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Eko Prasetyo
"Alat batu merupakan peralatan manusia yang paling sederhana. Teknologi pembuatan alat batu mengalami perkembangan dari tingkat yang paling sederhana hingga tingkat yang sulit. Diperlukan adanya metode secara sistematis untuk dapat mengidentifikasi pengenalan tanda-tanda atau indikator lainnya yang terdapat pada alat batu. Pengetahuan tentang alat batu sebagai salah satu awal kebudayaan manusia daps: memberikan gambaran tingkah laku budaya pada masa prasejarah. Bertolak dari uraian tersebut, dilakukan penelitian tentang temuan artefak batu yang berasal dari Situs Daerah Aliran Sungai Ogar, Sumatera Selatan. Artefak ini seluruhnya merupakan koleksi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional. Penelitian yang dilakukan meliputi tipologi dan teknologi artefak batu. Metode pada kajian ini menitikberatkan pada analisis khusus terhadap artefak batu yang meliputi ukuran, bahan batuan, bentuk, retus, keadaan permukaan dan ciri-ciri teknologis lainnya yang terdapat pada artefak batu. Dari analisis yang telah dilakukan, diperoleh 21 buah tipe. Artefak batu yang terdapat pada Situs Daerah Aliran Sungai Ogan didominasi oleh alat-alat masif dengan pengerjaan yang sederhana yang merupakan ciri dari teknologi masa Paleolitik. Namum demikian, kondisi situs yang memiliki bahan batuan yang berlimpah, serta letak situs yang strategis dapat mempengaruhi kehidupan masa lalu pada situs ini. Kemudahan yang didapat oleh para pendukung kebudayaan masyarakat prasejarah pada situs ini, memungkinkan adanya suatu pola teknologi yang bertahan lama, yaitu teknologi Paleolitik."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12012
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Githa Pramadyati Setiawan
"Adanya kehidupan yang lebih menetap ini mendorong berkembangnya pola pikir dan tingkat kecerdasan, khususnya pada teknologi pembuatan peralatan sehari-hari, termasuk peralatan dari bahan bebatuan. Di Indonesia, adanya konsep pembuatan alat batu yang yang lebih sempurna dan sesuai dengan tujuan penggunaannya berlangsung pada periode Preneolitik. Penelitian terhadap artefak batu periode Prenelolitik di Indonesia telah banyak dilakukan pada daerah-daerah gua dan ceruk di sekitar perbukitan karst di Sulawesi dan Jawa. Namun, penelitian mengenai artefak batu dari periode Preneolitik di wilayah Sumatera masih jarang dilakukan. Salah satu situs yang menghasilkan artefak batu dari periode Preneolitik adalah Situs Gua Pondok Selabe-1, Baturaja, Sumatera Selatan. Permasalahan penelitian yang diajukan terhadap alat batu dari Situs Gua Pondok Selabe-1 adalah bagaimana tipologi alat batu yang ditemukan, bagaimana karakteristik alat batu, serta bagaimana pemanfaatan bahan baku pada situs ini. Untuk mencapai tujuan penelitian dalam upaya mengetahui tipe-tipe, karakteristik serta pemanfaatan alat batu yang terdapat pada Situs Gua Pondok Selabe-l, maka dilakukan beberapa tahapan penelitian. Tahap-tahap yang dilakukan merupakan pengamatan terhadap aspek kualitatif dan kuantitatif dengan mengamati unsur-unsur teknologi batu yang dijadikan atribut sehingga dihasilkan beberapa klasifikasi. Pengamatan aspek kualitatif dan kuantitatif tersebut meliputi analisis morofologi, analisis bahan baku, analisis permukaan alat, serta analisis khusus pada bagian tajaman alat yang meliputi lokasi, bentuk dan jenis tajaman alat. Setelah dilakukan klasifikasi, didapatkan tiga tipe kelompok alat yaitu tipe serpih, tipe bilah dan tipe batu inti yang umumnya berukuran kecil dengan bentuk tidak beraturan dan mencerminkan teknologi pembuatan yang masih sangat sederhana. Ketiga tipe tersebut dapat dikelompokkan lagi berdasarkan adanya jejak pakai berupa retus buat dan retus pakai sehingga dihasilkan kelompok tipe alat serpih, tipe alat bilah, tipe serpih dipakai, tipe bilah dipakai dan tipe batu inti dipakai. Jenis-jenis bahan baku yang digunakan dengan memanfaatkan sumber daya alam di sekitar situs antara lain rijang, andesit, fosil kayu, jasper, tufa, gamping dan kalsedon."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irdiansyah
"Situs Gua Pandan di Sumatra Selatan merupakan salah satu situs di Indonesia yang memiliki beragam tipe artefak batu, selain itu penelitian tentang jejak pakai alat batu di situs ini belum pernah dilakukan. Berdasrkan klasifikasi, didapat lima tipe alat yang mayoritas berupa alat dengan tajaman unifasial bersudut sangat landai (tipe 11), kemudian diikuti alat dengan tajaman bersudut sangat terjal (tipe 13), tajaman unifasial bersudut terja (tipe 12), tajaman bifasial bersudut landai (tipe 11), tajaman bifasial bersudut sangat terjal (tipe 113), dan tajaman bifasial bersudut landai (tipe 111). Berdasarkan analisis jejak pakai serta penapsiran melalui analogi etnografi dan eksprimen, alat pakai tipe 12 cendrung dekat dengan kegiatan yang sangat beragam, seperti menyerut/memotong kayu, menyerut tumbuhan, melubangi kulit segar, memoton/mengiris daging dan menggergaji tulang. Alat pakai tipe pada 11 cendrung dekat dengan kegiatan memotong/mengiris daging, meraut tulang, dan meraut/menyerut/memotomg kayu. Alat pakai tipe 13 dekat dengan kegiatan menyetut/mengetam kayu dan menyerut kulit kerang. Alat pakai pada tipe 113 dekat dengan kegiatan membelah kayu. Berdasarkan berbagai perkiraan, kemungkinan individu/kelompok, manusia di situsGgua Pandan dekat dengan kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan yang secra langsung dilakukan melalui alat-alat berbahan baku kayu, sementara itu, alat batu merupakan alat bantu untuk memproduksi alat-alat kayu tersebut. Dengan demikian, alat batu yang cukup efisien dan proporsional di Gua Pandan tidak dibuat untuk mudah dibawa saat kepentingan berburu, tetapi mudah dibawa dalam perjalanan saat perpindahan tempat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11799
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Setyo Saputro
"Penelitian ini membahas jejak pakai alat tulang di SitusGua Pawon. Berdasarkan jejak pakai tersebut akan diketahui penggunaan alat tulang. Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan pada bagian tajaman alat tulang guna mengetahui bentuk jejak pakai. Pengamatan tersebut dilakukan dengan alat bantu berupa kaca pembesar dan kemera SLR...

Focus of this undergraduate thesis is about use wear of bone tools at Gua Pawon site. Base of this use wear will known the use of bone tools. The Research was done by observing the bevel part of bone tool. Observation were made with the help of magnifying glasses and SLR camera..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S11567
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Tondi Mirzano
"Gambar pada gua prasejarah atau gambar cadas merupakan salah satu data arkeologi. Skripsi ini membahas mengenai bentuk motif figuratif gambar cadas pada Situs Sasere Oyomo, Kaimana, Papua Barat. Jumlah motif figuratif yang diteliti dalam penelitian ini adalah 72 motif. Komponen analisis yang digunakan dalam tipologi bentuk motif ini adalah atribut yang paling menonjol dari setiap motif. Secara keseluruhan, penelitian ini menghasilkan lima tipe dan 28 varian motif figuratif. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa setiap penggambaran motif figuratif memiliki bentuk dan variasi masing-masing yang menjadi ciri khas dari setiap penggambaran motif.

Pictures on prehistoric cave or rock art is one of the archaeological data. This research discusses the form of figurative motifs on Sasere Oyomo Site, Kaimana, West Papua. The number of figurative motifs which are used in this research are 72 motifs. The components of analysis which are used in this form typology of this motifs is the depiction of the attribute. Overall, this research produced five types and 28 forms from the basic shape of the figurative motifs. Based on the analysis, it can be seen that each depiction of rock art motif has the variety which are become the characteristic of every depiction motif."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S63700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pottery is one of the old cultural product when people lived in prehistoric times. Humans have known and to make pottery from clay material since humans feel the need for containers for storing and cooking food. Pottery has a very important role in society life. Making pottery with a paddle anvile technique is a technique known in neolithic culture. Until now , these techniques are still used in several places in Indonesia, such as in sentang , Tanjung Tiram, North Sumatera."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Stevy Maradona
"Bekal kubur adalah benda-benda atau hal-hal lain (yang dapat berupa orang/hewan) yang dikubur bersama dengan mayat; dianggap berfungsi sebagai bekal untuk roh orang yang meninggal dalam perjalanan ke alam baka/digunakan (dimanfaatkan) oleh roh di dunia arwah. Dari berbagai jenis bekal kubur yang d temukan, tembikar adalah jenis bekal kubur yang paling dominan dan umum ditemui. Di Indonesia, kehadiran bekal kubur dalain konteks penguburan prasejarah diperkirakan baru muncul pada masa perundagian. Ada beberapa situs penguburan yang teretak di daerah pesisir, yang sekilas memiliki temuan bekal kubur yang hampir sama seperti tembikar, manik-manik, dan benda-benda yang terbuat dari logam, yaitu situs Anyer, Plawangan, dan Gilimanuk. Tembikar yang digunakan sebagai bekal kubur di situs Anyer, Plawangan dan Gilimanuk setelah diidentifikasi terdiri dari jenis- jenis periuk, cawan, lempayan, kendi dan piring serta benda-benda terakota lainnya. Tembikar yang paling umum digunakan sebagai bekal kubur adalah periuk. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tembikar-tembikar yang digunakan sebagai bekal kubur di ketiga situs memiliki beberapa persamaan-persamaan seperti dari bentuk, ukuran, teknik buat, teknik penyelesaian, tenik khas, motif dan pola hias serta dari konteksnya dalarn ruang kubur. Dari bentuknya tembikar-tembikar bekal kubur diketiga situs dapat digolongkan ke dalam 2 bentuk umum, yaitu tembikar bulat dan tembikar berkarinasi. Muncul variasi-variasi bentuk pada masing-masing tipe tembikar, dan umumnya variasi yang muncul adalah bagian leher dan kaki. Dari ukuran diketahui bahwa rata-rata ukuran tinggi periuk adalah 10,9 cm, cawan 5,8 cm, kendi 21 cm, piring 2,4 cm, tempayan 32,8 cm. Dari ukuran diameter diketahui bahwa rata-rata diameter periuk adalah 12,9 cm, cawan 15,6 cm, kendi 19,5 cm, tempayan 40,3 cm, piring 13,3 cm. Teknik buat tembikar memiliki ciri yang berbeda tiap situsnya. Tembikar situs Anyer umurnnya dibuat dengan teknik pijit walaupun ada juga yang dibuat dengan teknik roda putar dan pijit, tembikar situs Piawangan seluruhnya dibuat dengan teknik roda putar tatap landas, dan tembikar Gilimanuk. semuanya dibuat dengan teknik roda putar pijit. Teknik penyelesaian permukaan tembikar bervariasi antara diupam dan tidak diupam, serta ada yang dislip. hiasan pada pada tembikar bekal kubur_ umumnya motif-motif geometris yang dibuat dengan teknik gores, tera, dan tempel. Pengecualian terdapat pada situs Gilimanuk yang memiliki hiasan dengan motif wajah manusia dan situs Piawangan yang memiliki hiasan yang dibuat dengan teknik lukis. Jumlah bekal kubur yang disertakan terbagi ke dalam kelas-kelas. Sedikitnya ada 8 kelas yang muncul, mulai dari yang paling sedikit, yaitu 1 bekal kubur hingga yang paling banyak yaitu 8 bekal kubur. Penyertaan bekal kubur dengan kuantitas tertentu dipercaya melambangkan status sosial tertentu Pula, Semakin banyak barang bawaannya ke alam kubur maka semakin tinggi status sosial si mati. Selain itu dipercaya juga bahwa barang-barang yang, dibawa sebagai bekal kubur nantinya akan digunakan sebagai harta kekayaan si mati di kehidupan di alam roh. Apabila tembikar yang dikuburkan hanya berjumlah 1 atau 2 saja maka ia biasa diletakkan di dekat kepala, sekitar badan, dan di daerah kaki. Tetapi bila tembikar bekal kubur yang disertakan dalam jumlah banyak, biasa diletakkan berjejer di samping rangka atau diletakkan tersebar di sekelilingnya. Variasi bekal kubur di ketiga situs ini umumnya terdiri dari bekal kubur sejenis, bekal kubur dengan 2 jenis, bekal kubur dengan 3 jenis, dan bekal kubur dengan 4 jenis. Bekal kubur yang hanya terdiri dari satu jenis banyak ditemukan, dan umumnya seperti yang telah dikatakan di atas adalah tembikar jenis periuk. Bekal kubur dengan 2 jenis biasanya terdiri dari periuk dan cawan atau periuk dan piring tetapi yang paling sering muncul adalah periuk dan cawan. Bekal kubur dengan 3 jenis umumnya terdiri dari periuk, cawan dan kendi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11999
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>