Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108864 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wanny Rahardjo Wahyudi
"KESIMPULAN
Pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini berkenaan dengan usaha rekonstruksi perekonomian kuna di daerah aliran sungai Ciliwung, yang berdasarkan penelitian¬penelitian terdahulu -- baik yang berupa survei maupun ekskavasi -- diketahui mengandung peninggalan-peninggalan budaya masa lalu (situs-situs arkeologi) yang berasal dari tradisi prasejarah. Situs-situs tersebut adalah Kelapa Dua, Lenteng Agung, Tanjung Barat, Condet Balekambang. Kampung Kramat dan Pejaten.
Berdasarkan analisis temuan-temuan yang terkandung pada situs-situs tersebut dapat dikenali beberapa kegiatan masyarakat masa lalu di daerah aliran sungai Ciliwung yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah pembuatan alat, pertanian, pengolahan makanan dan perdagangan.
Kegiatan ekonomi pada dasarnya merupakan cara manusia dalam memenuhi kebutuhanya, baik yang bersifat biologis maupun psikologis. Kegiatan yang dilakukan itu dimulai dengan pencarign bahan baku, diikuti dengan perilaku pembuatan (manufacture) dan pemakaian. Pada jenis barang konsumsi seperti makanan, setelah dilakukan penyiapan makanan maka barang tersebut selanjutnya dikonsumsi. Demikian pula kegiatan-kegiatan pembuatan alat, pertanian, pengolahan makanan dan perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat penghuni situs-situs di daerah aliran sungai Ciliwung pada masa lalu pada hakekatnya merupakan cara untuk memenuhi kebutuhan mereka.
"
Lengkap +
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), 2008
306.095 98 PRA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
R.P. Soejono
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2008
930.1 SOE s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siswanto
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2016
930.1 SIS m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Abdur Rahim
"ABSTRAK
Manusia prasejarah memanfaatkan alam sekitar untuk bertahan hidup. Salah satu
sumber daya yang dimanfaatkan adalah moluska. Tulisan ini bertujuan untuk
menjelaskan pemanfaatan moluska pada situs Gua pawon. Informasi taksonomi,
jumlah spesimen teridentifikasi, dan jumlah minimum individu menunjukkan
bahwa moluska pada situs Gua Pawon dimanfaatkan sebagai bahan makanan
(Sulcospira) dan sebagai perhiasan (Pelecypoda). Moluska yang dimanfaatkan
dianalisis dengan cara melihat tipe-tipe kerusakan pada cangkang, diperkuat
dengan analogi etnografi untuk menjelaskan proses pemanfaatan moluska, sejak
dikumpulkan sampai dikonsumsi. Moluska yang dimanfaatkan sebagai perhiasan
dianalisis dengan melihat jejak buat pada lubang untuk mengetahui teknik
pembuatannya.

ABSTRACT
Prehistoric community exploited their environment to survive. One of the natural
resources exploited is molluscs. This thesis is intended to fully explain the
exploitation of molluscs at Gua Pawon. Based on taxonomy, Number of Identified
Specimens (NISP), and Minimal Number of Individuals (MNI), molluscs that
were exploited are Sulcospira as dietary consumption and Pelecypoda as
ornament. Utilized molluscs are analyzed through types of shell damage, and
supported with ethnographic analogy to explain utilization process of molluscs
from collection through to consumption. Ornament molluscs are analyzed by
observing the modification trace of the hole to understand its technology."
Lengkap +
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.P. Soejono
"Burial system of late prehistoric period in Bali Island."
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2008
930.1 SOE s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sudiono
"ABSTRAK
Berdasarkan jenis dan tipe artefak Tejakula yang memperlihatkan ciri-ciri bagian, dapat dikemukakan bahwa permukiman di pantai utara Bali, khususnya la telah berlangsung sejak masa perundagian. Pilihan terhadap Tejakula sebagai permukiman lebih didasarkan pada kondisi lingkungan, seperti bentuk lahan an dan perbukitan), sumber bahan baku (bangunan tempat tinggal dan benda alit), keletakan yang strategis di pesisir pantai, kesuburan tanah, keberadaam er air bersih dan sungai-sungai besar yang mengalir di wilayah ini, seperti Tukad , Tukad Glagah, Tukad Julah, Tukad Song, Tukad Palad dan sebagainya. Keberadaan berbagai tipe artefak, menunjukkan bahwa aktivitas-aktivitas dupan telah berlangsung di lokasi permukiman Tejakula. Kehidupan sosial budaya hhatkan melalui aktivitas penggunaan peralatan hidup sehari-hari, seperti aktivitas mencari makanan (mata pencaharian hidup) dan aktivitas dagangan. Sementara kehidupan sosial budaya tergambar dari aktivitas yang kaitan dengan kepercayaan, seperti penguburan dan pendirian bangunan-bangunan Penggunaan peralatan hidup sehari-hari ditunjukkan dengan adanya berbagai tipe bah yang digunakan. Fungsi gerabah sangat penting dalam kehidupan masyarakat 'akula yaitu sebagai tempat untuk mengolah makanan, tempat menyimpan bahan.
Kajian terhadap peninggalan arkeologi di Tejakula, Bali melalui ciri budaya prasejarah bertujuan mengetahui corak budaya prasejarah yang berkembangan di situs ini pada masa perundagian dan melihat kemungkinan adanya hubungan antara masyarakat Tejakula dengan masyarakat lainnya pada masa ini."
Lengkap +
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Akbar
"Beliung persegi adalah salah satu artefak prasejarah yang cukup banyak ditemukan di Indonesia. Berdasarkan laporan penduduk diketahui bahwa benda ini tersebar luas di pulau Jawa. Penelitian arkeologi juga menunjukkan telah terdapat beliung persegi di situs-situs seperti: (1) Kampung Kramat di Jakarta Timur, (2) Pejaten di Jakarta Selatan (3) Condet di Jakarta Timur, (4) Tanjung Barat di Jakarta Selatan, (5) Pondok Cabe di Tangerang, (6) Bantarjati di Jakarta Timur, (7) Pondok Cina di Depok, (8) Kelapa Dua di Depok, (9) Buni di Bekasi, (10) Pasir Angin di Bogor, (11) Panumbangan di Sukabumi, (12) Cipari di Kuningan, (13) Limbasari di Purbalingga, (14) Tipar Ponjen di Purbalingga, (15) Ngerijangan di Pacitan, dan (16) Kendeng Lembu di Banyuwangi. Salah satu hal yang belum banyak diketahui adalah mengenai kebudayaan neolitik di Pulau Jawa. Untuk mengenali kebudayaan tersebut dilakukan kajian produksi, distribusi, dan konsumsi beliung persegi. Kajian mengenai hal ini merupakan usaha rekonstruksi kebudayaan terutama menggambarkan kembali cara-cara hidup manusia masa lalu. Penelitian ini berlandaskan konsep-konsep yang dikenal baik di dalam ilmu arkeologi itu sendiri maupun ilmu lain, misalnya ilmu_ilmu sosial dan ilmu-ilmu alai. Menurut Clarke (1978), analisis dilakukan secara khusus dan kontekstual. Analisis khusus nondestruktif mencakup analisis morfologi, analisis teknolo i, dan analisis jejak pakai dengan menggunakan program computer PSS (Statistical Program for Social Science). Analisis kontekstual dilakukan dengan mengacu pada pendekatan arkeologi permukiman yang mengkaji beliung persegi, temuan lain, dan data lingkungan seperti geologi dan geomorfologi situs. Produksi, distribusi, dan konsumsi adalah suatu sistem yang masing-masing terdiri atas subsistem-subsistem. Produksi mencakup subsistem: pengumpulan bahan baku dan peralatan, pembentukan bahan baku menjadi calon beliung persegi, dan pembentukan calon beliung persegi menjadi beliung persegi jadi. Distribusi mencakup: distribusi bahan baku, distribusi calon beliung persegi, dan distribusi beliung persegi jadi. Konsumsi mencakup: pemakaian praktis, pemakaian non praktis, dan perbaikan untuk dipakai kembali. Kesemuanya saling terkait dan membentuk rangkaian produksi, distribusi, dan konsumsi. Berdasarkan hal-hal di atas, dapat disusun suatu rekonstruksi masyarakat masa neolitik di Jawa. Rekonstruksi produksi terkait dengan teknologi yang mencakup teknik, peralatan, rancangan, dan pengetahuan. Masyarakat telah mengembangkan dan memantapkan teknik baru di dalam pembuatan alat batu yakni teknik asah dan teknik upam% yang diterapkan di dalam pembuatan beliung persegi. Rangkaian proses produksi memerlukan peralatan seperti batu pukul, tulang sebagai pahat, dan batu asah. Rancangan beliung persegi adalah sebuah benda dengan bentuk dasar tertentu yang simetris bentuknya, schingga ketika benda tersebut diiris secara membujur akan menghasilkan dua buah bagian yang relatif sama besar dan sama bentuk. Produsen juga merancang produknya dalam ukuran yang relatif kecil. Untuk menghasilkan sebuah alat yang simetr s dan proporsional tentu diperlukan pula perhitungan dan pengukuran yang cermat. Masyarakat tampaknya telah mengenal sistem ukur dan mungkin pula alat untuk mengukur. Bentuk yang paling awal dibuat adalah Beliung Persegi disusul oleh Belincung dan terakhir adalah Beliung Penarah. Masyarakat mempunyai pengetahuan memilih batuan yang cukup baik, meliputi kemampuan menentukan daerah mana yang mengandung bahan baku, bagaimana menambangnya, dan akhimya mengolahnya menjadi barang jadi. Pengetahuan yang telah dimiliki adalah pengetahuan mengenai: lokasi sumber daya alam, penambangan bahan baku, keragaman jenis batuan, tingkat kekerasan batuan, sifat belahan batuan, dan pertumbuhan mineral. Masyarakat telah mampu memproduksi beliung persegi dalam jumlah besar yang tidak hanya digunakan untuk keperluan produsen atau masyarakatnya sendiri, namun juga sebagian disalurkan. Sehingga, sistem ekonomi yang dikenal pada masa neolitik adalah sistem ekonomi pasar bukan lagi ekonomi subsistensi. Selain itu, tergarnbar pula beberapa hal yang terkait dengan kegiatan distribusi, yaitu benda yang didistribusikan, distributor, dan mobilitas masyarakat. Masyarakat kemungkinan menggunakan beliung persegi untuk keperluan praktis khususnya untuk mengolah kayu, baik untuk meratakan pennukaan kayu maupun rnembuat lubang pada kayu. Masyarakat juga menggunakan beliung persegi untuk keperluan nonpraktis terutama untuk keperluan religi, seperti untuk bekal kubur dan benda upacara religi. Kebutuhan masyarakat akan beliung persegi dapat dipenuhi dengan cara memproduksi dan mendistribusikannya. Masyarakat memandang beliung persegi sebagai benda ekonomi yang mempunyai kegunaan dan bersifat langka. Mengingat kegunaannya yang cukup penting dalam beberapa aktivitas bermukim, maka benda ini sangat dibutuhkan. Kebutuhan konsumen akan beliung persegi inilah yang turut mendorong berjalannya proses produksi dan distribusi beliung persegi di Jawa pada masa neolitik. Hal ini semakin menegaskan bahwa masyarakat masa neolitik sudah hidup menetap dan mengorganisir dirinya dengan baik. Pada masa neolitik terdapat dua kompleks yaitu Ngerijangan dan Buni yang masyarakatnya mengembangkan kebudayaan yang berbeda. Masyarakat Kompleks Keblidayaan Ngerijangan mencakup Sims Ngerijangan, Limbasari, Tipar Ponjen, dan Kendeng Lembu. Masyarakat kompleks ini mempakan masyarakat yang berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya sndiri dengan mengandalkan sumber daya alamnya. Produksi beliung persegi menjadi strategi subsistensi utama bagi masyarakat. Akan tetapi, ketika kebudayaan alat batu mulai digantikan oleh kebudayaan alat logam, maka kebudayaan masyarakat ini mengalami penurunan. Masyarakat Kompleks Kebudayaan Buni mencakup Situs Buni, Kelapa Dua, Kampung Kramat, Pejaten, Pondok Cina, Pondok Cabe, Condet, Tanjung Barat, Bantarjati, Pasir Angin, Panumbangan, dan Cipari. Masyarakat ini lelah mengembangkan kebudayaan dengan pusat produksi dan hasil produksi yang berbeda-beda yang akhirnya menghasilkan aktivitas pertukaran barang atau perdagangan yang intensitf Aktivitas tersebut membuat kebudayaan masyarakat ini lebih kompleks dan mampu bertahan pada masa kebudayaan logam atau paleometalik. Kebudayaan seperti inilah yang menjadi pondasi bagi terbentuknya kebudayaan masyarakat di Pulau Jawa pada masa sejarah.

Rectangular adze is one prehistoric artifact frequently found in Indonesia. Reports from inhabitants indicate the artifact is widespread throughout Java Island. Archeological studies also found rectangular adzes in many sites, including: (l) Kampung Kramat in East Jakarta, (2) Pcjaten in South Jakarta, (3) Condet in East Jakarta, (4) Tanjung Barat in South Jakarta, (5) Pondok Cabe in Tangerang, (6) Bantarjati in East Jakarta, (7) Pondok Cina in Depok, (8) Kelapa Dua in Depok, (9) Buni in Bekasi, (10) Pasir Angin in Bogor, (ll) Panumbangan in Sukabumi, (12) Cipari in Kuningan, (13) Limbasari in Purbalingga, (14) Tipar Ponjen in Purbalingga, (15) Ngerijangan in Pacitan, and (I6) Kendeng Lembu in Banyuwangi. But one thing that many do not know yet is Neolithic culture in Java Island. T0 further comprehend the culture, an analysis on production, distribution, and consumption of rectangular adze is needed. This study is based on concepts well known to Archaeology and other disciplines, both social and natural sciences. According to Clarke (1978), the analysis should be taken specifically and contextually. Non-destructive specific analysis includes morphological, technological and microwear analysis, taking advantage of a computer program called SPSS (Statistical Program for Social Science). Contextual analysis refers to settlement archeology, which studies rectangular adze, other findings, and environmental data such as geology and gcomorphology of a site. Production, distribution, and consumption are systems where each has their own sub-systems. Production includes: the act of collecting raw materials and tools, the act of processing the raw materials into pre-manufactured rectangular adze, and the act of processing the pre-manufactured rectangular adze into a ready-to-use one. Distribution includes: distribution of raw materials, distribution of pre-manufactured rectangular adze, and distribution of ready-to-use rectangular adze. Consumption includes: practical use, non-practical use, and repair for re-use. Referring to the attributes, a reconstruction of Neolithic society in Java can be made. The society developed new methods in stone tools, i.e. grinding and polishing. Rectangular adze design is anything with a certain symmetrical form which, if it is cut horizontally, it will result in two relatively similar parts in size and in form. lt seems measurement systems and, probably, measuring tools were already known to the society. The society had the knowledge to choose a potential stone. That included the knowledge on where to find the raw materials needed, how to mine the materials, and how to manufacture the materials into a ready-to-use tool. The rectangular adzes were mass produced, not only to be used by the producers or their societies but also to be distributed elsewhere. Thus, market economy, instead of subsistence economy, was the prevailing system in Neolithic period. The society used rectangular adze for practical reasons, especially to work on woods. But the society also used this tool for non-practical reasons, especially religious ones, such as funeral gift and religious ceremonies. The society regarded the rectangular adze as a useful and rare economical tool. Those indicate that a Neolithic society is a settled well-organized one. And it is this culture that becomes the foundation for the development of historic cultures in Java Island."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
D1564
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Arifin
Paris: Unesco Publishing, 2004
R 709.598 KAR r
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Sutikna
"Karakteristik Song Gupuh scbagai situs hunian neolitik, memiliki arti yang sangat penting dalam konteks neolitik di daerah Punung atau wilayah Gunung Sewu secara keseluruhan. Hal itu disebabkan karena informasi atau bukti arkeologis mcngenai situs hunian neolitik di daerah tersebut sangat minim. Selama ini informasi yang diperoleh sebagian besar berasal dari situs-situs perbengkelan neolitik yang banyak ditemukan di daerah Punung dan sekitarnya. Meskipun situs perbengkelan juga merupakan salah satu bagian atau salah satu bahasan dalam studi permukiman, namun informasi yang dapat diperoleh dari situs semacam ini cenderung terbatas mengcnai aspek teknologi ataupun sistem produksi. Apalagi sebagian besar situs perbengkelan neolitik di daerah Punung terletak di bentang alam terbuka (open sites) yang tidak memiliki konteks hunian secara jelas, misalnya sisa-sisa makanan, bekas perapian, ataupun tembikar. Jikapun ditemukan, akan tetapi kualitas maupun kuantitasnya sangat terbatas. Kondisi tersebut menjadi faktor yang menyulitkan ketika melakukan rekonstruksi kehidupan masa lalu dalam konteks neolitik di daerah Punung. Jika Situs Song Gupuh dapat dijadikan sebagai model kehidupan neolitik di daerah Punung, maka gambaran kehidupan neolitik di daerah ini secara umum kemungkinan tidak jauh berbeda dengan yang ditemukan di Situs Song Gupuh. Strategi subsistensi yang diterapkan tampaknya masih' menunjukkan kuatnya aktivitas eksploitasi sumberdaya lingkungan secara angsung, yaitu melalui perburuan dan mengumpulkan bahan makanan. Di sisi lain, strategi subsistensi melalui budidaya tanaman tampaknya tetap belum dapat digambarkan secara jelas, meskipun basil penclitian di Telaga Guyang Warak menunjukkan adanya indikasi pembukaan lahan, tetapi belum dapat dibuktikan secara arkeologis bahwa aktivitas tersebut berkaitan dengan aktivitas budidaya tanaman. Jika dilihat dari banyaknya situs perbengkelan neolitik di daerah Punung, yang sebagian besar menghasilkan produk berupa calon beliung, maka jelas bahwa produk tersebut sudah jauh melebihi kebutuhan lokal. Sehingga dapat memberikan gambaran bahwa calon beliung yang diproduksi dalam skala besar pada situs-situs perbengkelan, kemungkinan merupakan komoditi alat tukar dengan komoditi lain yang berasal dari luar daerah Punung. Komoditi dari luar tersebut kemungkinan berupa wadah, terutama tembikar dan benda-benda dari logam. Jika demikian, maka aktivitas pembuatan beliung dalam skala besar tersebut cenderung bersifat ekonomis daripada praktis (dalam arti hanya dipergunakan untuk keperluan sendiri). Berdasarkan basil pertanggalan C 14, kehidupan neolitik Situs Song Gupuh telah berlangsung sejak 3.300 ± 100 BP. Sementara situs-situs perbengkelan neolitik di daerah Punung antara lain memiliki pertanggalan 1.100 ± 120 BP untuk Situs Padangan dan 2.100 ± 220 BP untuk Situs Ngrijangan. Korclasi antara pertanggalan dari situs habitasi (ceruk atau gua) dan situs perbengkelan, memberikan gambaran bahwa kehidupan awal neolitik di daerah Punting tampaknya masih mcmanfaatkan ceruk atau gua scbagai tempat tinggal, kemudian area aktivitas secara bertahap beralih ke bentang alam terbuka. Rentang waktu kehidupan neolitik tersebut torus berlangsung hingga budaya logam masuk di daerah Punting, bahkan hingga jauh memasuki jaman sejarah."
Lengkap +
2001
T11829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>