Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 221926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Azhari Mayondhika
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara komitmen beragama dan kesediaan berkorban untuk agama, serta juga untuk melihat dimensi-dimensi dalam komitmen beragama manakah yang memiliki hubungan dengan kesediaan berkorban untuk agama. Pengukuran komitmen beragama menggunakan alat ukur religiusitas (Zulhairi, 2005) yang diadaptasi dari alat ukur komitmen beragama milik Glock (dalam Robinson dan Shaver, 1980) dan pengukuran kesediaan berkorban menggunakan alat ukur willingness to engage in extreme behaviors (Swan, Gomez, Morales, Huici dan Hixon, 2010). Partisipan penelitian ini berjumlah 74 orang pemeluk agama Islam yang berdomisili di Jabodetabek. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen beragama dan kesediaan berkorban untuk agama (R = 0.451; p = 0.007, signifikan pada L.o.S 0.01). Selain itu, dimensi ritual diketahui sebagai dimensi satu-satunya dalam komitmen beragama yang memiliki hubungan signifikan dengan kesediaan berkorban pada pemeluk agama Islam Islam (r = 0.303; p = 0.011, signifikan pada L.o.S 0.05).

The study was conducted to find the relationship between religious commitment and willingness to sacrifice for religion, and also to see in which dimension of religious commitment that has a relationship with a willingness to sacrifice for religion. Measurement of religious commitment using religiosity measuring instrument (Zulhairi, 2005), adapted from the measuring instrument's religious commitment of Glock (in Robinson and Shaver, 1980). Measurements of willingness to sacrifices using measuring instrument of willingness to engage in extreme behaviors (Swan, Gomez, Morales, Huici and Hixon, 2010). The participants of this research are 74 muslims who live in Jabodetabek. The results of this study showed a significant positive relationship exists between religious commitment and willingness to sacrifices for religion (R = 0451; p = 0.007, significant at the LoS 0.01). In addition, the dimensions of religious practice known as the only dimension in which religious commitment has a significant relationship with willingness to sacrifices for religion (r = 0303; p = 0011, significant at the LoS 0.05)."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yulmaida Amir
"ABSTRAK
Inisiatif pertumbuhan diri merupakan keterampilan individu dalam mencari kesempatan untuk tumbuh growth sebagai pribadi. Penelitian ini mengkaji peran keyakinan agama dalam menentukan inisiatif pertumbuhan diri. Keyakinan agama umumnya diteliti melalui religiusitas, sementara dalam Al-Qur rsquo;an cukup banyak ayat yang mendorong agar manusia bertindak progresif memperbaiki kehidupan, yang sejauh ini belum cukup dikaji dalam psikologi. Apakah orang yang meyakini nilai-nilai Islam yang mendorong kemajuan akan lebih baik dalam inisiatif pertumbuhan diri? Pertanyaan ini dijawab melalui religiusitas dan keyakinan pada nilai-nilai Islam progresif dengan meneliti pengaruhnya terhadap inisiatif pertumbuhan diri. Religiusitas merupakan keyakinan kepada Tuhan, praktek ibadah, dan pengalaman religius, sementara keyakinan pada nilai Islam progresif adalah keyakinan akan pentingnya berpikir logis, memperbaiki diri, bekerja keras, dan meyakini kemampuan diri. Penelitian dilakukan terhadap 769 mahasiswa di Jakarta dan Padang, dengan alat ukur berupa skala inisiatif pertumbuhan diri dari Robitschek et.al. 2009, 2012 , skala religiusitas dan skala nilai Islam progresif yang dibuat sendiri. Hasil penelitian menunjukkan, ldquo;religiusitas bersama-sama dengan keyakinan pada nilai Islam progresif berpengaruh terhadap inisiatif pertumbuhan diri rdquo;. Artinya, orang dengan keyakinan Islam yang memiliki kecenderungan aktif memperbaiki diri adalah orang yang cenderung religius dan mempedomani nilai-nilai Islam yang mendorong untuk berpikir logis, aktif memperbaiki diri, bekerja keras, dan meyakini kemampuan diri.

ABSTRACT
Personal growth initiative is an individual skill of seeking opportunities to grow as a person. This study examines the role of religious belief in determining personal growth initiatives. Religious beliefs is generally examined through religiosity, while in the Al Qur 39 an a quite number of verses encourage people to progressively improve their lives, which so far have not been adequately studied in psychology. Do people who believe in Islamic values that promote development will be better at personal growth initiative This question is answered through religiosity and belief in progressive Islamic values by examining its influence on personal growth initiative. Religiosity is a belief in God, a practice of worship, and religious experience, while belief in progressive Islamic values is a belief in the importance of logical thinking, self improvement, hard work, and self confidence. The study was conducted on 769 students in Jakarta and Padang. The personal growth initiative was measured by personal growth initiative scale PGIS II Robitschek et.al., 2009, 2012 . New measures were developed to assess religiosity and progressive Islamic values. The results is religiosity and belief in progressive Islamic values both have a positive influence on personal growth initiative . It means, the people with Islamic beliefs that have active tendency to improve themselves are people who tend to be religious and promote Islamic values that encourage to think logically, actively improve themselves, work hard, and confidence to their self ability."
2017
D2410
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
P. Wisnu Aditya B.
"Prasangka terhadap suatu kelompok agama tertentu merupakan sebuah masalah yang melanda Indonesia. Meskipun terdapat norma dan ajaran-ajaran yang mendorong masyarakat kita untuk menghormati umat beragama lain, prasangka dan diskriminasi tetap terjadi. Terror Management Theory (TMT) bisa memberikan penjelasan mengenai masalah ini. Untuk ini, sebuah eksperimen dilakukan untuk menguji pengaruh dari mortality salience (MS) terhadap prasangka agama dan peran self esteem (SE) sebagai moderator dari pengaruh MS. Dengan melibatkan partisipan Muslim (N=38), hasil penelitian menunjukkan bahwa MS tidak meningkatkan prasangka agama secara keseluruhan, tapi meningkatkan stereotipe dan afek negatif partisipan terhadap anggota kelompok Kristen. Di sisi lain, SE tidak terbukti sebagai moderator antara MS dan prasangka agama.

Prejudice toward a specific religious group is one of the problems that exist in Indonesia. Even though there are norms and values that encourages to respect other religious groups, prejudice and discrimination still existed. Terror Management Theory (TMT) could explain this phenomenon. In order to explain this phenomenon, an experiment is conducted to test the influence of mortality salience (MS) on religious prejudice and also the moderating role of self esteem (SE). Involving Moslem partricipants (N=38), results shows that MS did not increases the level of religious prejudice as a whole, but it does increases the level of negative stereotype and affect towards Christianity believers. In other hand, we have determined that SE is not a moderator between MS and religious prejudice."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45188
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Fajar
"Agama adalah suatu hal yang memiliki banyak pengaruh dalam hidup manusia. Sementara menurut Frankl, motivasi utama manusia adalah untuk mencari dan menemukan makna hidupnya. Suatu jejak pendapat yang dilakukan Gallup menunjukkan bahwa motivasi utama seseorang untuk beragama adalah untuk memberi makna bagi hidupnya. Jejak pendapat lain menunjukkan bahwa teijadi kemerosotan yang tajam pada individu dewasa muda dalam menyikapi agama. Dari sini, penulis mempertanyakan bagaimanakah dengan individu dewasa muda yang malahan melakukan konversi menjadi tidak beragama. Bagaimanakah proses mencari dan menemukan makna hidup yang sedang teijadi padanya?
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan cara pengumpulan data adalah wawancara mendalam kepada tiga orang subyek. Data kemudian diolah dengan analisis inlra kasus dan antar kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaiuh melakukan konversi menjadi tidak beragama menjadi sangat bervariasi antar ketiga subyek.
Penulis tidak menemukan adanya pola khusus yang dapat disimpulkan dalam hal pengaiuh konversi menjadi tidak beragama terhadap proses mencari makna hidup yang sedang dijalani individu. Tetapi penulis melihat bahwa keputusan setiap subyek dalam melakukan konversi adalah bagian dari usahanya untuk memenuhi hal apa yang dipercaya individu sebagai sesuatu yang bernilai, sehingga dapat dikatakan juga melupakan bagian dari proses mencari makna hidup. Selain itu, keputusan untuk melakukan konversi didasari oleh keinginan subyek untuk memenuhi apa yang menjadi hal penting bagi dirinya.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa menjadi berstatus tidak beragama juga tidak berarti bahwa individu tak memiliki spiritualisme, tetapi bentuk spiritualisme individu diteijemahkan ke dalam bentuk dan pemahaman yang berbeda bila dibandingkan dengan ajaran agama-agama secara formalitas.
Berdasarkan penelitian, penulis menyarankan supaya ada penelitian lanjutan, untuk menemukan hal-hal baiu yang berkaitan dengan proses mencari dan menemukan makna hidup, serta kaitannya juga dengan perilaku konversi agama. Penulis mengusulkan juga penelitian-penelitian yang dipersiapkan secara lebih matang, serta berdasarkan landasan teoritis yang lebih meluas dan lebih mendalam. Dalam hal praktis, penulis mengusulkan supaya setiap individu lebih mencermati lagi dunia spiritualismenya sendiri sebagai seorang individu yang utuh dan unik, supaya spiritualismenya itu bisa membantunya dalam mencari, menemukan, lalu kemudian memenuhi makna hidupnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wakhid Kozin
"Penelitian ini berjudul "Studi tentang Peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Kurukunan Umat Beragam?. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pelaksanaan demokrasi dan partisipasi, implementasi Ham dan anti kekerasan, semangat kebersamaan dan kesetaraan di MUI. Metode yang dipergunakan adalah kualitatif dengan mengandalkan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data.
Setelah melakukan penelitian, secara factual, MUI telah melaksanakan demokrasi dan partisipasi yang dilembagakan dalam setiap pengambilan keputusan. Keputusan jangka pendek diambil melalui Rapat Pengurus Paripurna, Rapat Pleno Dewan Pimpinan, Rapat Pimpinan Harian Sedangkan instrumen pengambilan keputusan jangka panjang terwadahi dalam Musyawarah Nasional yang diadakan lima tahun sekali, dan Rapat Kerja Nasional yang dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam dua tahun.
HAM dan anti kekerasan yang dikembangkan MUI adalah rumusan yang didasarkan pada ajaran agama Islam. Dalam konteks beragama, HAM dimaknai sebagai hak kebebasan yang dimiliki setiap manusia. Karena kebebasannya itu, manusia dituntut pertanggungjawabannya atas segala tindakannya. Berdasarkan landasan kebebasan tersebut, MUI secara kelembagaan menolak semua kekerasan yang bernuansa agama. Penolakan tersebut dibarengi upaya untuk ikut meredakan konflik dengan ikut aktif terlibat dalam dialog-dialog keagamaan, bersama dengan Majelis-Majelis agama lainnya.
Semangat kebersamaan yang dianut MUI juga mengabil dasar dari ajaran agama Islam, meliputi persaudaraan sesama umat Islam (ukhwah lslamiyah), persaudaraan sebangsa (ukhwah wathaniyah) dan persaudaran antar atau sesama manusia (ukhwah basyariah). Untuk membangun semangat kebersamaan harus melalui saling percaya antar lembaga keagaman. Konsep MUI tentang saling percaya ini dirumuskan dalam bahasa agama yaitu masing-masing lembaga keagamaan harus memiliki rasa keikhlasan untuk saling menghargai dan tidak saling mengganggu. Semangat kebersamaan dijunjung oleh MUI melalui cara-cara formal dan informal. Secara formal, semangat kebersamaan diwadahi melalui Komisi Kerukunan Antar Umat beragama yang salah satu programnya adalah meningkatkan kerja sama dan konsultasi dengan Majelis-Majelis Agama lain. Secara informal, dilakukan dengan melihat perkembangan dan tuntutan masyarakat. Ketika masalah Ambon mencuat, MUI aktif melakukan upaya penyelesaian konflik melalui diskusi dan pertemuan-pertemuan. Sementara konsep kesetaraan yang dianut adalah konsep yang didasarkan pada ajaran agama Islam. Oleh karena itu, menurut pandangan MUI, kesetaraan tidak bisa diartikan semua sama. Dalam ajaran Islam ditetapkan bahwa saksi terdiri dari satu laki-laki dan dua perempuan. Ini tidak bisa dirubah. Ada batasan-batasan yang sifatnya kodrati dan sunnatullah. Jadi, kesetaraan merupakan keseimbangan sesuai dengan bakat alamiah yang ada.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa MUI telah menjalankan demokrasi dengan baik, menjunjung nilai-nilai HAM, dan kesetaraan. Harus diakui masih ada konsep-konsep yang sifatnya local dengan mendasarkan pada ajaran agama (Islam) yang barangkali bisa menimbulkan perbedaan persepsi bila dilihat dari kacamata demokrasi, Ham dan Kesetaraan universal. Tapi ini adalah kekhasan MUI yang sekaligus menjadi titik lemahnya.
Dalam hal peran MUI untuk mewujudkan kerukunan umat beragama, MUI sebagai organisasi yang memiliki tugas memberi nasehat, tidak bisa berkiprah langsung pada tataran masyarakat (praktis). MUI bisa berperaan dalam tataran moral, misalnya memberi fatwa, himbauan, ajakan, memberi rekomendasi dan saran terhadap organisasi keagamaan sejenis, lembaga-lembaga pemerintah dan DPR. Bila peran ini dijalankan oleh MUI secarra maksimal, terutama berkenaan dengan masalah-masalah kerukunan umat beragama, tentu MUI telah memerankan dirinya dengan baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rahma Bintari
"Kehidupan manusia tidak mungkin lepas dari konteks budaya dan norma yang ada dalam iingkungan kehidupannya sehari-hari. Kepribadian seseorang tidak lepas dari pengaruh lingkungan budayanya. Kepribadian itu dibentuk oleh pengalaman yang didapat individu dalam mengadakan hubungan dengan seterotipi-stcreotip kebudayaan Pengaruh budaya tidak hanya berlaku pada individu yang sehat, namun juga pada kepribadian yang terganggu. Salah satu nilai yang ada dalam kebudayaan adalah kepercayaan. Penggunaan agama sebagai cara untuk menyelesaikan masalah dapat berdampak baik maupun buruk pada individu. Namun disisi lain terlihat pula adanya gangguan kejiwaan yang memiliki tema keagamaan sebagai hasil dari penggunaan agama oleh individu dalam proses penyelesaian masalah. Salah satu fenomena yang nampak adalah adanya waham- wa ham yang berisi ajaran-ajaran agama pada penderita psikosis di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan mengetahui apa saja bentuk dan bagaimana waham keagamaan terjadi pada penderita psikosis di Rumah sakit Jiwa di Jakarta sehingga dapat disusun bentuk pertanyaan serta deteksi awal pada pola kehidupan yang menyebablcan gangguan kepribadian psikosis dengan waham keagamaan. Motode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan melakukan kategorisasi dari data hasil pemeriksaan psikologis terhadap penderita psikosis dengan waham keagamaan, yang ada di Bagian Klinis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia sejak tahun 1998 hingga 2002. Fenomena waham keagarnaan dianalisa dengan menganalisa penyebab dan faktor keagamaan yang berpengaruh pada subyek.
Hasil penelitian menunjukkan strulaur dan tipe waham yang dimilil-ti penderita psikosis dengan waham keagamaan: Kebanyakan subyek mcmiliki slruktur waham yang non sistematis. Ada 8 tipe waham keagamaan yang muncul dan 5 tipe waham lain. 8 tips waham keagamaan yang muncul yaitu waham kehebatan, waham kejaran, waham kemiskinan (poverty), waham berdosa (SIG), waham somatis, waham ketiadaan (nihilistic), waham dikontrol, dan waham referensi. Waham lain yang timbul adalah waham kejaran, waham kehebatan, waham referensi, waham somatis, dan waham ketiadaan.
Pada Etiologi, 3 penyebab yang banyak dialami subyek adalah khilangan atau ancarnan kehilangan dari rasa aman dasar, suatu peningkatan dorongan erotis atau permusuhan, peningkatan yang tiba-tiba dalam rasa bersalah, karena reaksi superego atau karena sikap menyalahkan dari orang-orang lain. Pada falctor agama hal yang mempengaruhi kegagalan dalam penyelesaian masalah adalah kesalahan dalam tujuan, yaitu: kesatu-sisian dalam beragama, Pengkhianatan terhadap agama, dimana agama dijadikan penutup dari motivasi yang sebenamya serta kesalahan dalam cara, kesalahan dalam penjelasan agama, kesalahan dalam menyeimbangkan agama.
Penyebab waham keagamaan yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah kehilangan atau ancaman kehilangan dari rasa aman dasar, suatu peningkatan dorongan erotis atau perm usuhan, peningkatan yang tiba-tiba dalam rasa bersalah, karena reaksi superego atau karena sikap menyalahkan dari orang-orang lain yang cuba diatasi dengan cara beragama yang salah seperti kesatu-sisian dalam beragama, penggunaan agama sebagai penutup dari motivasi yang sebenarnya, kesalahan dalam penjelasan agama, serta kesalahan dalam menyeimbangkan agama; sehingga menyebabkan timbulnya waham keagamaan pada penderita psikosis."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pembangunan pariwisata di Bali telah banyak memberikan perubahan terhadap
lingkungan Bali. Perubahan-perubahan baik fisik maupun sosial membuat masyarakat Bali
harus menyesuaikan dirinya ke dalam lingkungan yang baru. Penelitian ini memusatkan
perhatiannya terhadap proses penyesuaian diri masyarakat Bali terhadap perubahan
lingkungan tersebut. Masyarakat Bali adalah masyarakat yang bersifat religius. Oleh
karena itu penelitian ini ingin melihat lebih jauh bagaimana hubungan antara
keberagamaan, dalam hal ini Hindu, dengan penyesuaian diri masyarakat Bali
Teori mengatakan bahwa ranah keberagamaan yang berhubungan dengan
penyesuaian diri seseorang adalah orientasi beragama (terdiri dari orientasi ekstrinsik
sosial ekstrinsik personal dan intrinsik), pandangan agama (pandangan tentang Tuhan),
dan gaya coping agama (serah-diri, atur-diri, kerja-sama). Teori yang berkembang di Barat
mengatakan bahwa pandangan tertentu tentang Tuhan akan berhubungan dengan salah
satu tipe orientasi beragama dan bersama-sama akan mendasari gaya coping seseorang
dalam menghadapi masalah, dan selanjutnya akan berhubungan dengan penyesuaian diri
seseorang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Untuk itu dilakukan
penyusunan dan pengadaptasian alat ukur masing-masing variabel berupa kuesioner.
Analisa statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi (Pearson Product
Moment), Regresi Majemuk, Analisa Varians dan Analisa Faktor. Pengukuran
penyesuaian diri menggunakan kecemasan sebagai indikator penyesuaian diri, dengan
asumsi semakin cemas seseorang dalam suatu situasi tertentu (intensitas dan frekuensi
mnnculnya kecemasan tinggi) mengindikasikan kesulitan penyesuaian diri dalam situasi
tersebut.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa variabel keberagamaan bisa
meramalkan (menjelaskan) kecemasan masyarakat Bali terhadap perubahan lingkungan
akibat pembangunan (kemajuan) pariwisata. Tetapi tidak semua variabel keberagamann
bisa dijadikan peramal yang baik. Penelitian ini menunjukkan bahwa pandangan Tuhan
yang Pemarah atau Tuhan yang akan murka apabila manusia berbuat kesalahan
berhubungan dengan orientasi beragama seseorang untuk menggunakan agama sebagai
alat untuk mendapatkan ketenangan, rasa aman dan justifikasi diri (ekstrinsik personal).
Dan kedua variabel ini herhublmgan dengan gaya coping yang bekemja sama dengan Tuhan
dalam menghadapi masalah. Dan ternyata variabel-variabel tersebut berkorelasi positif
dengan kecemasan.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pandangan bahwa
Tuhan yang Pemarah ini kemungkinan membuat manusia merasa takut berbuat salah dalam
situasi yang banyak berubah (perubahan lingkungan), dan ini mendasari seseorang
(masyarakat Bali) untuk mencari rasa aman atau ketenangan batin dengan menggunakan agamanya (ekstrinsik personal) dan akan memberi peran yang besar pada Tuhan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dengan gaya coping kerja-sama atau serah-diri.
Korelasi antara kecemasan dengan gaya coping serah-diri berarti bahwa semakin cemas
seseorang dalam suatu situasi yang berkaitan dengan perubahan lingkungan di Bali, akan
semakin memasrahkan masalah yang dihadapinya kepada Tuhan karena takut berbuat salah
dan mendapat murka dari Tuhan.
Saran yang bisa diberikan dalam penelitian ini herhubungan dengan kepentingan
studi lebih lanjut. Salah satunya adalah saran metodologis untuk lebih meningkatkan
keterandalan alat ukur dengan penyempurnaan pada proses adaptasi alat dan penggunaan
sampel yang lebih ditekankan pada pembagian kelompok berdasarkan warna/kasta
seseorang di Bali, karena ternyata timbul perbedaan skor kecemasan berdasarkan
pengelompokan warna/hasta."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indahdiati
"Data statistik menunjukkan bahwa aborsi cukup banyak dilakukan di Indonesia. Selain itu survey yang diadakan majalah Femina juga menunjukkan kecenderungan mulai diterimanya aborsi pada sebagaian wanita. Hal tersebut terasa janggal bila dikaitkan dengan pandangan yang selama ini beredar bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Sedangkan diketahui agama melarang tidakan aborsi. Untuk itu peneliti merasa perlu melihat hubungan antara religiusitas dan sikap terhadap aborsi pada wanita. Religiusitas yang dimaksud adalah religiusitas intrinsik (cara beragama yang memikirkan komitmen terhadap agama dengan seksama dan memperlakukannya sebagai tujuan akhir) dan religiusitas ekstrinsik (cara beragama yang menggunakan agama sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi).
Penelitian dilakukan pada wanita muslim karena masih terdapat perbedaan pendapat di antara ulama Islam mengenai hukum aborsi sebelum ditiupkannya ruh pada janin, yaitu sebelum janin berumur 120 hari, sehingga kemungkinan wanita muslim akan memiliki sikap terhadap aborsi yang lebih bervariasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode nonprobability sampling, yaitu teknik incidental sampling. Untuk mengukur religiusitas intrinsik dan ekstrinsik digunakan teijemahan dari Religious Orientation Scales yang dikembangkan oleh Allport dan Ross. Sementara itu sikap terhadap aborsi diukur dengan skala sikap terhadap aborsi yang disusun dengan teknik konstruksi Likert. Adapun seluruh analisis data dilakukan dengan piranti lunak Statistical Package for Social Science (SPSSj^br Windows release 6.0.
Hasil penelitian menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara religiusitas intrinsik dan sikap terhadap aborsi (r = -.46, p = .00). Semakin komitmen terhadap agama dipikirkan dengan seksama dan diperlakukan sebagai tujuan akhir, semakin unfavorable sikap terhadap aborsi. Religiusitas ekstrinsik juga berhubungan negatif secara signifikan dengan sikap terhadap aborsi (r = - .32. p = .00). Aitinya semakin agama digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi, semakin unfavorable sikap terhadap aborsi. Akan tetapi hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hubungan negatif antara religiusitas intrinsik dan sikap terhadap aborsi signifikan lebih kuat daripada hubungan negatif antara religiusitas ekstrinsik dan sikap terhadap aborsi (t = 1.70, p<.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2673
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>