Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131949 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Theresia Ceti Prameswari, suthor
"Kegemukan pada wanita merupakan salaii satu masaiah yang berhubungan dengan penampilan fisik, karena seiain mengganggu kesehatan, kegemukan juga dapat mengurangi daya tank fisik seseorang. Menurut Unger dan Crawford (1992), wanita cenderung dinilai berdasarkan penampilan fisiknya dan faktor tersebut dijadikan kriteria penting dalam memilih pasangan, terutama oleh kaum pria. Kondisi tersebut seolah-olah menutup kemungkinan bagi wanita gemuk untuk mendapatkan perhatian dan dipilih pria menjadi pasangannya. Namun berdasarkan pengamatan dan wawancara awal terhadap beberapa wanita gemuk diketahui bahwa ternyata tidak sedikit wanita gemuk yang dipilih pria sebagai pasangan.
Dengan latar belakang tersebut disusun suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dengan kecenderungan memilih pasangan. Dalam penelitian ini digunakan alat ukur berupa dua buah kuesioner, untuk mengukur persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dan kecenderungan memilih wanita gemuk sebagai pasangan. Subyek penelitian terdiri dari 52 pria lajang, berusia antara 25 sampai 33 tahun, berpendidikan minimal SMU, bekerja dan berdomisili di Jakarta. Metode analisa masaiah utama berupa penghitungan korelasi dengan rumus Pearson Product Moment dan dari hasil penghitungan diperoleh nilai r sebesar 0,3168 dengan p<0,05.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dengan kecenderungan memilih pasangan. ini berarti subyek yang tidak menilai bentuk tubuh wanita gemuk sebagai sesuatu yang negatif, tidak berkeberatan memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Sebaliknya, subyek yang menilai bentuk tubuh wanita gemuk sebagai sesuatu yang negatif cenderung tidak mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Pada pengukuran persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita gemuk tidak ditemukan perbedaan frekuensi yang signifikan antara subyek yang mempersepsi wanita gemuk secara positif dan subyek yang mempersepsi wanita gemuk secara negatif.
Hasil lain yang juga diperoleh yaitu adanya perbedaan mean yang signifikan antara persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita gemuk dan persepsi pria terhadap bentuk tubuh wanita langsing. Kemudian diketahui juga bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi subyek yang cenderung mau memilih dan frekuensi subyek yang cenderung tidak mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya.
Dari hasil-hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum pria cenderung lebih menyukai wanita bertubuh langsing daripada wanita gemuk. Namun secara kualitatif diketahui bahwa tidak sedikit pria yang mempersepsi wanita gemuk secara positif dan mau memilih wanita gemuk sebagai pasangannya. Untuk menambah bobot penelitian ini masih diperlukan pendekatan kualitatif berupa wawancara mendaiam terhadap beberapa subyek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2615
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Amalia Yunus
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3131
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Megawati
"Penelitian ini berfokus untuk meningkatkan perilaku kerja inovatif dengan meningkatkan kepemimpinan transformasional level manajerial Bagian Penjualan PT. X. Perilaku kerja inovatif karyawan mempengaruhi tingkat keinovatifan perusahaan. Berdasarkan diagnosis awal, perilaku kerja inovatif karyawan Bagian Penjualan PT. X mungkin dipengaruhi oleh persepsi dukungan organisasi dan kepemimpinan transformasional, sehingga peneliti mengukur pengaruh persepsi dukungan organisasi dan kepemimpinan transformasional terhadap perilaku kerja inovatif. Perilaku kerja inovatif diukur dengan alat ukur yang dikembangkan oleh Janssen 2000 dan diadaptasi oleh Etikariena dan Muluk 2017 . Persepsi dukungan organisasi diukur dengan alat ukur yang dikembangkan oleh Eisenberger et al. 1986 , sedang kepemimpinan transformasional diukur dengan Multifactor Leadership Questionnaire yang dibuat oleh Bass dan Avolio 2004 . Hasil perhitungan dari 49 responden level supervisor dan manajer Bagian Perjualan PT. X menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara persepsi dukungan inovatif dan perilaku kerja inovatif, sementara kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan terhadap perilaku kerja inovatif r2= 0.34.

This reaseach focuses on improving innovative work behavior by increasing transformational leadership of the Sales Manajer PT. X. Innovative work behavior influences the innovativeness of the organization. Based on the initial diagnosis, the innovative wok behavior of the PT. X employees rsquo might be influenced by perceived organization support and transformaional leadership, so the researcher measured the relationship between perceived organization support and transformational leadership toward innovative work behavior. The tool to measure innovative work behavior was developed by Janssen 2000 and was adapted by Etikariena and Muluk 2017 . Perceived organization support was measured by the tool from Eisenberger et al. 1986 . The tool to measure transformational leadership was Multifactor Leadership Questionnaire from Bass and Avolio 2004 . The result of the 49 supervisors and managers of the Sales Department PT. X showed no relationship between perceived organization support and innovative work behavior, while transformational leadership significantly influenced innovative work behavior r2 0.34, p "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T48156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thukul Dwi Handayani
"ABSTRAK
Profesionalisme anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) akhir-akhir ini menjadi tuntutan masyarakat, dan hal ini telah dimulai dengan peningkatan sumber daya manusia melalui lembaga pendidikan seperti pada Sekolah Calon Perwira Polri (Secapa Polri). Tuntutan tersebut tidak terbatas pada Polisi Laki-laki (Polisi) saja tetapi juga pada Polisi Wanita (Polwan). Hal ini tertuang dalam kebijakan Polri bidang pembangunan kekuatan yang disebutkan bahwa akan dibentuk polisi berseragam (uniform Police) dan polisi tidak berseragam (ununiform Police / plain cloth Police), dan untuk kepentingan kaderisasi pimpinan Polri dengan penerapan meril system yaitu penilaian yang didasarkan pada performance appraisal atau berdasarkan kinerja dan achievement yang transparan, dan terbuka bagi Polisi maupun Polwan. Maka dari itu, perlu diketahui bagaimana persepsi Polwan tentang perilaku kepemimpinan yang ideal.
Perilaku kepemimpinan dalam LBDQ-XII memiliki 12 aspek, yaitu representalion, demand recontiliation, tolerance of uncertainty, persuasiveness, initiation of structure, tolerance of freedom, role assumption, consideration, production emphasis, predictive accuracy, integral ion, dan superior onentation. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Polwan juga dituntut untuk dapat menyesuaikan perannya sesuai dengan pekerjaan yang dihadapinya dengan tidak meninggalkan perannya sebagai ibu rumah tangga dan istri dalam keluarganya. Untuk itu perlu diteliti bagaimanakah orientasi peran jenis kelamin yang dimiliki Polwan. Orientasi peran jenis kelamin memiliki tiga orientasi yaitu: maskulin, feminin, dan androgini.
Subyek dalam penelitian ini berjumlah 100 orang Polwan yang sedang menyelesaikan Pendidikan Perwira di Secapa Polri dan diambil secara purposive, karena telah ditentukan ciri-ciri sampel sebelumnya. Untuk mengumpulkan data tentang orientasi peran jenis kelamin, menggunakan alat Skala Maskulin-Feminin, sementara itu untuk mengumpulkan data persepsi tentang perilaku kepemimpinan, digunakan LBDQ-XII. Selanjutnya untuk memperoleh gambaran tentang orientasi peran jenis kelamin dan persepsi tentang perilaku kepemimpinan, data diolah dengan menggunakan mean per aspek dari masing-masing alat ukur.
Hasil data orientasi peran jenis kelamin menunjukkan bahwa Polwan ratarata memiliki peran jenis kelamin androgini, disusul dengan feminin, dan sebagian kecil memiliki peran jenis kelamin maskulin. Selanjutnya profil persepsi Polwan tentang perilaku kepemimpinan dapat digambarkan bahwa seorang pemimpin yang ideal dalam kepemimpinannya, menurut Polwan harus memiliki faktor Integral ion (faktor 11), kemudian berturut-turut faktor 12 (Superior Orientation), faktor 7 (Role Assumptiori), faktor 8 (Consideralion), faktor 5 (Iniliation of Structure), faktor 10 (Prediclive Accuracy), faktor 9 (Production Emphasis), faktor 6 (Tolerance of Freedom), faktor 4 (Persuasiveness), faktor 2 (Demand Reconciliation), faktor 3 (Tolerance of Uncertainty), dan terakhir adalah faktor 1 (Represenlaliori).
Orientasi peran jenis kelamin Polwan rata-rata adalah androgini, karena dengan menggunakan peran jenis kelamin androgini, Polwan dapat lebih fleksibel dalam menghadapi tuntutan peran yang harus dihadapinya, yaitu disatu pihak Polwan harus melakukan pekeijaan maskulin (Kepolisian) dan disatu pihak Polwan harus menjadi ibu rumah tangga dan istri yang harus mengurus tugastugas domestik (feminin). Dalam kepemimpinan, Polwan mempersepsikan bahwa faktor yang ideal dalam kepemimpinan adalah Integration yang menekankan pada menjaga hubungan yang dekat atau akrab dalam suatu organisasi, serta menyelesaikan konflik antar anggota kelompok.
Perbandingan gambaran persepsi Polwan tentang perilaku kepemimpinan yang ideal berdasarkan orientasi peran jenis kelaminnya adalah : androgini menekankan pada integration, superior orientation, role assumption feminin menekankan pada integration, superior orientation, role assumption', dan maskulin menekankan pada integration, superior orientation, initiation of structure.
Tema tentang orientasi peran jenis kelamin dan profil persepsi Polwan tentang perilaku kepemimpinan yang ideal adalah tema yang menarik untuk diteliti, untuk penelitian serupa dapat dilakukan dengan melibatkan atasan dan bawahan dan pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga diperoleh pemahaman yang mendalam tentang orientasi peran jenis kelamin dan persepsi tentang perilaku kepemimpinan yang ideal."
2004
S3227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Livia Iskandar
"Diawali dari adanya perubahan peran wanita tradisional ke non-tradisional, dimana lebih banyak wanita menduduki posisi sebagai pemimpin, yang membutuhkan motif untuk berkuasa. Akan dilihat perbedaan motif untuk berkuasa ekstrinsik dan motif untuk berkuasa intrinsik pada wanita dan pria pemimpin, sesuai penjelasan teori Tedeschi. Subyek penelitian sejumlah 126 orang manajer dan politikus wanita dan pria di Jakarta. Menggunakan accidental sampling. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner dalam bentuk inventory atau pasangan pernyataan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan motif untuk berkuasa ekstrinsik dan motif untuk berkuasa intrinsik pada para manajer dan para politikus pria dan wanita. Manajer memiliki motif untuk berkuasa intrinsik yang lebih tinggi daripada politikus. Politikus memiliki motif untuk berkuasa ekstrinsik yang lebih tinggi daripada manajer. Walaupun secara umum tidak ditemukan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kedua tipe motif untuk berkuasa, namun wanita cenderung memiliki motif untuk berkuasa ekstrinsik yang lebih tinggi daripada pria. Tidak ditemukan hasil yang konklusif mengenai hubungan antara jenis kelamin dan jenis pekerjaan terhadap motif untuk berkuasa ekstrinsik dan motif untuk berkuasa intrinsik.
Saran untuk penelitian selanjutnya, agar diusahakan pengembangan alat ukur baku atas motif untuk berkuasa, sehingga tidak perlu terpaku pada tes-tes proyektif. Untuk mempertajam hasil penelitian, dapat dilakukan penelitian serupa terhadap pria dan wanita dengan karakteristik yang disetarakan. Disarankan untuk melakukan penelitian lapangan untuk menelaah perbedaan tingkah laku prososial atau tingkah Iaku altruisme antara pria dan wanita. Penelitian tentang wanita pada posisi sebagai pemimpin dapat dipertajam dengan meneliti apakah stereotipi yang diyakini melekat pada wanita pemimpin dapat ditunjang oleh data-data di lapangan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
S2065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Nina Liche Seniati
"Dalam situasi bisnis yang semakin kompetitif, perusahaan membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen tinggi pada organisasi. Allen dan Mayer (1990) menyatakan bahwa komitmen pada organisasi merupakan suatu bentuk keikatan karyawan pada organisasi yang ditampilkan dalam komponen komitmen afektif, komitmen rasional serta komitmen normative.
Dari beberapa penelitian terbukti bahwa pengalaman kerja memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap komitmen karyawan pada organiasi. Dalam penelitian ini akan dilihat sumbangan pengelolaan sumber daya manusia sebagai salah satu bentuk pengalaman kerja terhadap komitmen karyawan pada organisasi. Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya manusia adalah serangkaian proses, aplikasi dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan aktualisasi sumber daya manusia dalam rangka mengoptimalkan performa dan kontribusi sumber daya manusia dalam mencapai tujuan perusahaan. Sumbangan yang akan dilihat adalah sumbangan pengelolaan sumber daya manusia dalam bentuk persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia serta diskrepansi harapan dan persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia. Secara khusus pengelolaan sumber daya manusia akan dilihat dari fungsi pengelolaan pengembangan karyawan, pengelolaan penilaian karya serta pengelolaan hubungan kerja.
Penelitian dilakukan terhadap 288 responden yang telah bekerja minimal 1 tahun dan maksimal 10 tahun; memiliki latar belakang pendidikan minimal SLTA; bukan anggota keluarga atau teman dekat pemiliki, direksi ataupun komisaris perusahaan; berasal dari bnerbagai bidang kerja dan jabatan, serta merupakan karyawan dari perusahaan kelas menengah yang memiliki bagian sumber daya manusia maupun bagian personalia saja.
Berdasarkan hasil pengelolaan data terlihat bahwa komitmen karyawan pada organisasi berada pada derajat cukup tinggi. Jika dilihat dari komponen terlihat bahwa komitmen afektif berada pada derajat cukup tinggi, komitmen rasional berada pada derajat rendah, sedangkan derajat normative berada pada derajat agak tinggi. Harapan karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia tergolong tinggi, persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia tergolong rendah, sehingga diskrepansi antara harapan dan persepsii karyawan tergolong besar. Jika diurutkan, fungsi pengelolaan pengembangan karyawan dinilai paling tinggi, diikuti dengan fungsi penilaian karya, dan yang dinilai paling rendah adlah fungsi pengelolaan hubungan kerja.
Berdasarkan hasil analisa regresi berganda ditemukan beberapa hal:
a. Yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen organisasi, komitmen afektif serta komitmen normative adalah persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia. Sedangkan yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen rasional adalah diskrepansi antara harapan dan persepsi karyawan atas pengelolaan sumber daya manusia.
b. Jika dilihat dari masing-masing fungsi pengelolaan sumber daya manusia terlihat bahwa yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen organisasi, komitmen afektif serta komitmen normative adalah persepsi karyawan. Sedangkan yang memberikan sumbangan bermakna terhadap komitmen rasional adalah diskrepansi harapan dan persepsi karyawan atas pengelolaan penilaian karya dan pengelolaan pengembangan karyawan
c. Ada perbedaan skor komitmen organisasi dan skor persepsi karyawan atas penglolaan sumber daya manusia yang bermakna berdasarkan beberapa karakteristik personal responden dan karakteristik perusahaan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
T38185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>