Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152074 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agung Wijaya
"Banyaknya pertumbuhan jumlah bank dan lembaga pembiayaan memicu Bank Pekreditan Rakyat untuk meningkatkan pelayanan kepada nasabahnya. Salah satu pelayanan yang merupakan keunggulan Bank Perkreditan Rakyat adalah proses pemberian kredit yang cepat dengan syarat yang flexible, misalnya penggunaan agunan yang bukan milik debitur sebagai jaminan kredit. Kelebihan proses pemberian kredit yang dimiliki Bank Perkreditan Rakyat tersebut ternyata memiliki resiko yang besar pula. Semakin banyak kredit yang disalurkan berbanding lurus dengan besarnya resiko yang terkandung di dalamnya, di mana resiko yang mungkin timbul adalah menjadi bermasalahnya kredit tersebut yang selanjutnya disebut kredit bermasalah atau macet.
Pada penulisan ini akan dibahas mengenai cara penyelesaian kredit bermasalah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan cara penyelesaian kredit bermasalah oleh PT. Bank Perkreditan Rakyat XYZ yang agunan kreditnya bukan milik debitur. Pada penulisan ini, penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian yang deskriptif dan jenis data sekunder. Sebelum masuk ke dalam pembahasan pokok permasalahan, terlebih dahulu dijabarkan tinjauan umum tentang kredit seperti pengertian kredit, unsur-unsur kredit, fungsi kredit, jenis-jenis kredit, tujuan penggunaan, jaminan kredit, serta prinsip kehati-hatian (Prudential Principle) yang harus diterapkan dalam pemberian kredit. Mengenai peraturan yang mengatur mengenai penyelesaian kredit bermasalah akan ditinjau baik dari peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun Peraturan Bank Indonesia. Sedangkan untuk pembahasan mengenai penyelesaian kredit bermasalah pada PT. Bank Perkreditan Rakyat XYZ didasarkan pada studi kasus yang terjadi pada PT. Bank Perkreditan Rakyat XYZ di Depok.
Pada akhirnya penulisan ini membawa kepada kesimpulan bahwa penyelesaian kredit bermasalah menurut peraturan perundang-undangan dapat dilakukan dengan penjualan di bawah tangan maupun pelangan. Sedangkan Peraturan Bank Indonesia memberikan penyelesaian kredit bermasalah dengan cara restrukturisasi kredit, hapus buku (write off) dan Agunan Yang Diambil Alih (AYDA). Bank Perkreditan Rakyat XYZ dalam menyelesaikan kredit bermasalah yang ada selalu mengacu kepada peraturan yang ada, namun terlebih dahulu diusahakan penyelesaian secara kekeluargaan.

The growing number of banks and other financial institutions has compelled rural banks to improve their services to customers. One of the advantages of a rural bank is that it provides its customers with faster service with greater flexibility in terms of their credit requirements. For example, the rural bank may accept collateral that does not belong to the borrower as security for the borrower's loan. However, this practice often poses considerable risk to the rural bank itself. The greater the amount of the loan principal, the greater the risk it will run. One of the most likely risks is the inability of the borrower to make repayments in accordance with the terms of the loan agreement and this may lead to a non-performing loan.
This thesis concerns the ways of dealing with issues of non-performing loans in accordance with the prevailing laws and an analysis into a case in which PT. Bank Perkreditan Rakyat XYZ overcomes the issues of nonperforming loan in respect of a loan facility for which the collateral is not owned by the borrower. In this thesis the writer adopts a juridical normative and descriptive method of research and relies on secondary data source. It starts with an overview of the nature of credit, such as the concept, elements, functions, types, purposes of credit, and the collateral for credit, as well as the principal of prudence in extending a credit. The discussion on the settlement of nonperforming loans at PT. Bank Perkreditan Rakyat XYZ is based on a case study at PT. Bank Perkreditan Rakyat XYZ in Depok. The settlement of non-performing loans may be carried out under the prevailing laws or under Bank Indonesia Regulations.
Finally this thesis concludes that under the prevailing laws the settlement on non-performing loans may take the form of a private sale or an auction. However, under Bank Indonesia Regulations, the non-performing loans may be settled through credit restructuring, write-off and Other Real Estate Owned (Agunan Yang Diambil Alih). Bank Perkreditan Rakyat XYZ always complies with the prevailing laws and regulations in settling any non-performing loans, but it always prioritizes amicable settlement."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28695
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dewo Karsono
"ABSTRAK
Terjadinya multi krisis di Indonesia pada medio tahun 1997 yang lalu membawa
akibat langsung kepada dunia perbankan dan dunia usaha khususnya, yang ditunjukkan
dengan meningkatnya jumlah kredit macet (Non Performing Loan) di bank-hank umum di
Indonesia. Bagi dunia perbankan meningkatnya kredit macet berakibat buruknya
performance bank tersebut dan menyebabkan ratio kecukupan modal bank semakin
berkurang (CAR). Sedangkan bagi dunia usaha macetnya kredit menyebabkan
terhentinya roda usaha. Untuk itu diperlukan suatu kajian untuk mencari jalan keluar
yang terbaik dan bermanfaat bagi kedua belah pihak, dunia perbankan dan dunia usaha
apakah dengan rnerestrukturisasi hutang perusahaan ataukah melakukan penjualan asset.
Mengambil studi kasus PT.SBN, perusahaan yang bergerak di bidang
pengembangan perumahan, sebagai salah satu nasabah Bank XMl, yang mempunyai kredit
sebesar Rp. 84.550.000,000,-, untuk mencari alternatif penyelesaian kredit bermasaah di
bank tersebut.
Bagaimanakah kinerja PT SBN, proyeksi pendapatannya serta kebijakan
restrukturisasi apakah yang akan diambil oleh Bank XMl merupakan hal ? hal yang diteliti
oleh penulis dalam karya akhir ini.
Analisa rasio keuangan yang meliputi rasio likuiditas, rasio solvabilitas serta rasio
rentabilitas dan analisa investasi dengan menggunakan alat ukur Net Present Value dan
analisa sensitivitas adalah alat ukur yang digunakan untuk menilai kemungkinan PT.SBN
untuk dapat direstrukturisasi hutang-hutangnya ataupun tidak.
Pemilihan alternatif restrukturisasi oleh Bank XMl adaLah Convert debt to equity,
yaitu upaya menyehatkan struktur keuangan perusahaan melalui perubahan status pinjaman
menjadi penyertaan. Perubahan ini dapat bersifat sementara atau tetap, tergantung dari
kesepakatan antara peminjam dengan pemberi Pinjaman atau Divestment/Asset Settlement
yaitu upaya menyehatkan keuangan perusahaan melalui penyerahan/penjualan asset.
Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi arus kas perusahaan dengan alternatif penyelesaìan
konversi Debt to Equity ini didapatkan nilai NPV Restrukturisasi sebesar arus kas bersih
proyek investasi. Berdasarkan rencana restrukturisasi semula, maka diperoleh
WACC proyek investasi semula sebesar 20,27 %. Hal ini didasarkan bahwa besarnya
biaya modal sendiri mencerminkan juga besarnya tingkat pengembalian yang
dipersyaratkan atas modal sendiri yang digunakan untuk investasi. Selanjutnya
diasumsikan pula bahwa risiko proyek sama dengan risiko perusahaan. Berdasarkan
besarnya tingkat bunga Pinjaman, biaya modal sendiri, tarif pajak pendapatan dan risiko
proyek, maka dapat ditentukan biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) sebagai faktor
diskonto terhadap arus kas bersih tahunan proyek investasi dalam analisis ini. estimasi urus
kas dilakukan selama 11 tahun, di luar tahun nol maka diperoleh nilai sekarang bersih
(NPV) sebesar Rp 117.856.495.491,-.
Dalam analisis restrukturisasi hutang ini, diasumsikan bahwa besarnya biaya modal
sendiri harus lebih tinggi dari tingkat bunga pinjaman yang diperkirakan akan berlaku
selama periode investasi, yaitu sebesar 30 %.
Adanya perubahan eksternal dan dalam usaha untuk memaksimumkan nilai
perusahaan, maka hal tersebut secara finansial dapat mempengaruhi kelayakan proyek
dalam rangka restrukturisasi hutang PT. SBN, terutama melalui mekanisme perubahan
tingkat bunga pinjaman dan proporsi struktur pembiayaan, sehingga ekspektasì PT. SBN
terhadap proyek investasi tersebut harus disesuaikan pula.
Alternatif penyelesaian lain dengan menggunakan penjualan asset (divesilture), cara
perhitungannya adalah menggunakan nilai asset yang telah dinilai oleh perusahaan penilai
independen, kemudian nilai tersebut dicari nilai likuidasinya. Nilai likuidasi tersebut
dianggap sebagai nilai pengembalian ke bank XMl.
Adapun nilai pasar dari hasil penilaian independen tersebut adalah
Rp. 100.731.529.788,-. Nilai likuidasinya adalah 75% dari nilai pasar atau sebesar Rp.
75.548.647.341,- yang merupakan nilal NPV-likuidasinya. Perhitungan analisa IRR
didapat sebesar -10,65% (minus 10,65%). Hal tebut disebabkan karena dengan modal
yang sebesar Rp. 84.550.000.000 hanya dapat dikembalikan sebesar
Rp.75.548.647.341,-.
Analisa Sensitivitas dari nilai NPV dengan cara convert debt to equity, dengan melakukan
perubahan dan rencana semula pada proporsi struktur pembiayaan anlara modal sendiri
dengan pinjaman bank dengan tingkat bunga pinjaman yang tetap (23% per tahun), ternyata
NPV terbesar berada pada proporsi struktur pembiayaan dengan modal sendiri sebesar 10
% dan pinjaman bank sebesar 90 %, yaitu dengan nilai sebesar
Rp. 137.888.349.692,-.
Adanya perubahan tingkat bunga pinjaman bank terutama pada akhir-akhir ini yakni
adalah 28 % per tahun, maka bila rencana restrukturisasi semula jadi dilaksanakan NPV
proyek akan menjadi lebih kecil yaitu sebesar hutang sebesar 60 %.
Salah satu komponen yang cukup berpengaruh dalam penghitungan NPV adalah komponen
weighted average cost of capital (WACC), yang berfungsi sebagai faktor diskonto.
Komponen WACC memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Pada proporsi antara modal sendiri dengan pinjaman bank tetap, maka setiap
kenaikan tingkat bunga pinjaman akan menyebabkan kenaikan nilai WACC yang
berfungsi sebagai faktor diskonto, sehingga nilai NPV akan semakin rendah.
2) Pada tingkat buriga pinjaman tetap, maka setiap kenaikan modal sendiri pada proporsi
struktur pembiayaan akan meningkatkan nilai WACC, yang berarti juga akan
memperkecil nilai NPV.
Dengan demikian, setiap kenaikan tingkat bunga pinjaman atau proporsi modal sendiri
terhadap pinjaman bank, Secara bersama-sama atau sendiri, akan meningkatkan nilai
WACC sebagai faktor diskonto. Namun kenaikan tingkat bunga pinjaman sebesar 1 %
akan menyebabkan kenaikan WACC yang lebih kecil dibandingkan kenaikan proporsi
modal sendiri sebesar 10 %. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan proporsi modal sendiri
terhadap pinjaman bank akan lebih memberatkan, perusahaan dibanding dengan kenaikan
tingkat bunga pinjaman.
Berdasarkan hasil perhitungan analisa sensitivitas dan nilai NPV-Restrukturisasi
ternyata dari ketiga skenario di atas masih lebih tinggi nilai NPV-nya dibandingkan dengan
alternatif penjualan asset (divestment) yang hanya sebesar
Rp. 75.548.647.341,-.
Dengan demikian dapat disimpuilcan bahwa alternatif penyelesaian kredit bermasalah studi
kasus PT SBN pada Bank XMl dapat menggunakan cara restrukturisasi kredit/hutang
dengan metode convert debt to equty dengan hasil kembalian yang tertinggi bagi bank.
Dengan direstrukturisasi kredit PT. SBN yang berperan terhadap portofolio kredit sektor
properti sebesar 15,49 %, maka apabila dengan membaiknya performance kredit PT. SBN
dapat memperbaiki kualitas aktiva produktif Bank XMl sebesar persentase tersebut di atas
khususnya di sektor properti dan selanjutnya cadangan penyisihan penghapusan aktiva
produktif (PPAP) Bank XMl menjadi berkurang sebesar pokok kredit PT. SBN yang
semula 100 % menjadi hanya sebesar maksimal 5 %. Dengan demikian dapat
meningkatkan laba bank XMl di masa mendatang.
"
2001
T3548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rini Puspita Sari
"Sebagai salah satu bank komersial, Bank Rakyat Indonesia (Persero), seperti juga bank lainnya membuka kesempatan luas bagi masyarakat umum untuk mendapatkan pinjaman untuk berbagai bidang. Namun demikian, masyarakat (nasabah) yang akan menjadi debitor tidak serta merta dapat langsung mendapakan pinjaman. Bagi mereka yang nantinya akan menjadi debitor harus terebih dahulu memenuhi syarat-syarat untuk mendapatkan kredit. Syarat terpenting dalam mendapatkan kredit di BRI haruslah memiliki agunan (jaminan). BRI menetapkan beberapa macam lembaga jaminan, antara lain Hak Tanggungan Fidusia, Gadai, Penanggungan, dan Hipotik Kapal. Dalam prakteknya BRI menetapkan lembaga Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan yang paling utama untuk mendapatkan pinjaman. Lembaga jaminan lain juga bisa dijadikan jaminan di BRI untuk mendapatkan kredit, namun prioritas tetap diberikan kepada lembaga Hak Tanggungan. Alasannya adalah selain Hak Tanggungan telah diatur secara jelas dalam UU tersendiri (UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah), juga karena karena ekseskusi nya yang mudah. Meskipun Bri telah membuat aturan yang tegas mengenai prosedur pemberian kredit , kadang kala masih terjadi kredit bermasalah. Banyak faktor yang menyebabkan munculnya kredit bermasalah di BRI. Untuk itu BRI berusaha untuk selalu mengantisipasinya dengan berbagai cara, antara lain pertama, aturan yang tegas mengenai prosedur pemberian kredit, kedua, meningkatkan kualitas personil (pegawai} BRI terutama yang berkaitan dengan masalah kredit, dan terakhir mengantisipasi bila timbulnya kredit bermasalah. BRI selalu mengantisipasi munculnya kredit bermasalah dan menanganinya dengan semaksimal mungkin agar jangan sampai merugikan BRI sendiri sebagai kreditur tetapi juga kepada nasabahnya yang menjadi debitur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21113
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhanny Wirawan Aryadi
"Bank untuk menjalankan fungsi perantara keuangan memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang bertindak sebagai nasabah penyimpan. Kepercayaan tersebut dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi nasabah penyimpan, sehingga diharapkan dapat membina kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Bank Perkreditan Rakyat Tripanca Setiadana Dalam Likuidasi adalah salah satu bank yang ditangani oleh LPS. Dengan demikian maka timbul permasalahan mengenai proses penyelesaian simpanan nasabah dan perlindungan hukum bagi nasabah di BPR Tripanca Setiadana Dalam Likuidasi apakah telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2009. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian studi kepustakaan yang bersifat yuridis normatif yang didukung dengan alat pengumpulan data berupa wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah LPS sudah melaksanakan pembayaran kepada nasabah penyimpan BPR Tripanca Setiadana Dalam Likuidasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2009, sedangkan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dilaksanakan dalam bentuk penjaminan oleh LPS atas simpanan nasabah BPR tersebut, LPS menjamin simpanan pada bank dan akan membayar simpanan pada bank yang dicabut sesuai izin usahanya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2009. Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan penelitian ini adalah harus adanya sosialisasi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2009 dan peraturan pelaksananya kepada masyarakat luas

Bank, in its function of a financial intermediary, needs trust from the society acting as their deposit customer. Such trust can be gained by legal certainty in the regulatory and supervisory measures of banks, as well as the customer?s savings guarantee. Law No. 24 of 2004 as been amended by the Law No. 7 of 2009 concerning the Indonesia Deposit Insurance Corporation (?LPS?) has the objective to give legal coverage and legal certainty toward the deposit customers, which therefore is expected to be able to manage the society?s trust towards banking industry. Liquidated People Creditor Bank Tripanca Setiadana (?BPR Tripanca Setiadana?) is one of those bank handled by LPS. Therefore, legal problem of giving solution towards customers? deposit and legal protection for customers of BPR Tripanca Setiadana on whether it has been in accordance with the Law No. 24 of 2004 as been amended by the Law No. 7 of 2009. In order to solve such problem a research is done by using literal study research method having the characteristic of legal normative supported by the data collection tool of interviews. The conclusion of this research is that the LPS has made their payments towards the deposit customers of BPR Tripanca Setiadana in accordance with the Law No. 24 of 2004 as been amended by the Law No. 7 of 2009, and the legal protection for the deposit customers is done in the form of guarantees by the LPS for the deposits of the BPR?s customers, LPS guarantees the deposits in the bank and will pay the deposits in banks which license has been revoked according to its business license in accordance with Law No. 24 of 2004 as been amended by the Law No. 7 of 2009. Suggestions that can be offered in relation to this research is that socialization to the broad society of the Law No. 24 of 2004 as been amended by the Law No. 7 of 2009 as well as its implementation regulations has to be made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27427
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Sutopo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S24617
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Carolina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S23929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>