Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17336 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Van Setten van der Merr, Nancy Clair
Canberra: Faculty of Asian Studies, 1979
633.18 VAN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adytio Hardianto
"Prasasti merupakan sumber primer dalam mempelajari kehidupan masyarakat Jawa Kuno pada masa Hindu-Buddha. Dalam prasasti disebutkan secara langsung akan kontak dengan orang-orang asing yang disebut dalam prasasti sebagai wka kilalan. Penyebutan tersebut pertama kali dilakukan pada prasasti-prasasti Airlangga (abad ke-11) hingga masa Majapahit (abad ke-15). Orang-orang asing tersebut disebutkan dalam prasasti berdatangan ke Jawa dari berbagai daerah-daerah Asia hingga Afrika. Dalam masyarakat Jawa dikenal akan adanya sistem penggolongan berupa sistem kasta yang memisahkan masyarakat menjadi beberapa golongan berupa brahmana, ksatriya, waisya, dan sudra. Menurut prasasti diketahui kerajaan-kerajaan Jawa Kuno memberi peraturan khusus untuk orang asing yang berupa larangan dan pajak tambahan. Peraturan yang ditetapkan dalam prasasti terhadap orang asing memberi gambaran seakan-akan orang-orang asing yang berkunjung ke Jawa hanyalah pedagang. Menurut berita asing dan naskah kuno dapat diketahui motivasi, peran, dan kedudukan dari orang-orang asing yang berkunjung ke Jawa bukan hanya pedagang. Motivasi kedatangan mereka dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu motivasi agama, politik, dan ekonomi. Ketiga jenis motivasi tersebut dapat memberi gambaran peran-peran orang asing yang berkunjung ke Jawa, contohnya sebagai seorang prajurit, pendeta, utusan, dan pedagang. Dari peran-peran tersebut dapat diketahui kedudukan peran orang-orang asing dalam masyarakat Jawa beragam.

Inscriptions serve as primary sources for studying the ancient Javanese society during the Hindu-Buddhist period. These inscriptions directly mention contacts with foreigners referred to as "wka kilalan." This reference is used first in the Airlangga inscriptions (11th century) and continues through the Majapahit era (15th century). The inscriptions state that these foreigners arrived in Java from various regions in Asia to Africa. Within Javanese society, a caste system was recognized, dividing the population into distinct groups such as brahmana, ksatriya, waisya, and sudra. According to the inscriptions, ancient Javanese kingdoms implemented specific regulations for foreigners, including prohibitions and additional taxes. The regulations outlined in the inscriptions portray the foreigners' visits to Java as primarily involving trade. Contrary to the notion of foreigners merely being traders, insights from foreign accounts and ancient manuscripts reveal that their motivations, roles, and positions were not limited to commerce. The motivations for their visits can be categorized into three types: religious, political, and economic. These motivations provide a comprehensive view of the various roles undertaken by foreigners in Java, including as warriors, priests, envoys, and traders. Understanding these roles helps illustrate the diverse positions held by foreigners within Javanese society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talulla Rachma Augia
"Penelitian ini membahas mengenai tata ruang antara makam, masjid, dan pemukiman di Desa Hitu dan Hila di Ambon, Maluku. Data yang diambil adalah Masjid Hitu, Masjid Hena Lua, Masjid Hassan Sulaiman, Masjid Wapauwe, Rumah Raja Desa Hitu, Rumah Raja Desa Hila, kompleks makam kuno Hitu, dan kompleks makam Hassan Sulaiman. Penelitian terfokus pada kajian spasial atau tata ruang antara makam, masjid, dan pemukiman untuk melihat pemisahan yang sakral dan yang profan. Sakral adalah suatu benda atau objek yang dikeramatkan, dalam penelitian ini makam merupakan tempat yang disakralkan. Profan adalah yang bersangkutan dengan duniawi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat makna makam bagi para masyarakat desa Hitu dan Hila. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat pemisahan antara yang sakral dan profan. Batas pemisah antara yang sakral dan profan tidak dapat terlihat secara fisik, batasan baru dapat terlihat dari penggambaran yang diambil dari udara. Makam atau yang disakralkan berada di dalam hutan dan jauh dari pemukiman dan masjid.

This thesis discuss about the layout between tombs, mosques, and settlements in Hitu Village dan Hila Village, Maluku. The data which has been taken such as, Hitu Mosque, Hena Lua Mosque, Hassan Sulaiman Mosque, Wapauwe Mosque, The House of The Hitu Villages King, The House of The Hila Villages King, The Ancient Tombs Complex of Hitu, and The Tomb Complex of Hassan Sulaiman. This thesis focuses on the spatial study or the layout between tombs, mosques, and settlements to separate the sacred and the profane. Sacred is the object which sanctified and hieratic, in this thesis for example, the tomb is a sacred place. Whereas, profane is concerned with the worldly.
This thesis aims to see the meaning of the tomb for the villagers of Hitu and Hila. The results of this thesis conclude that there is a separation between the sacred and the profane. The separation is that the dividing boundary between the sacred and the profane can not be seen physically, the new boundary can be seen from the drawing which taken from the air. The tombs or the sacred places are in the forest and away from the settlements and the mosques.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atina Winaya
"ABSTRAK
Selama ini, kajian mengenai penggambaran figur perempuan yang hidup di masa lampau belum banyak dieksplorasi secara mendalam. Jika pun ada, penggambaran mengenai perempuan masa silam lebih banyak diketahui melalui karya sastra kuno yang dinilai bersifat abstrak dan dapat dipahami secara berbeda oleh setiap orang. Melalui tinggalan arkeologi yang bersifat materi, penggambaran perempuan Jawa kuno dapat ditelusuri secara lebih konkret. Penelitian ini dilakukan guna memecahkan permasalahan mengenai bentuk penggambaran perempuan Jawa kuno yang hidup di dalam keseharian masyarakat Singhasari ndash; Majapahit yang berlangsung pada abad ke-13 hingga 15 Masehi. Data penelitian yang digunakan adalah tinggalan ikonografi yang berasal dari periode tersebut, meliputi relief, figurin terakota, dan arca, yang menggambarkan figur perempuan. Selain data ikonografi yang bersifat artefaktual, diperlukan pula data tekstual berupa karya sastra sezaman yang dapat digunakan sebagai referensi perbandingan. Penelitian dilakukan melalui tahapan kerja yang bertingkat, yaitu pengumpulan data melalui teknik observasi; pengolahan data melalui deskripsi-klasifikasi-tipologi; serta penafsiran data melalui analogi historis. Hasil penelitian memperlihatkan adanya pola teratur yang ditemukan secara berulang di dalam penggambaran perempuan Singhasari ndash; Majapahit. Pola yang muncul kemudian disimpulkan sehingga menghasilkan ciri-ciri yang menandai visualisasi perempuan Singhasari ndash; Majapahit. Serangkaian ciri tersebut merupakan perwujudan atas gagasan yang disepakati masyarakat mengenai perempuan yang dinilai ideal pada masa itu.

ABSTRACT
The study of women depiction that lived in the past has not been much explored. The depiction of a woman who lived at ancient time is more known through the descriptions that written in ancient literatures which seems abstract, not real, and could be interpreted differently by everyone. Through archaeological remains, the depiction of ancient Javanese women could be traced more concretely. The aim of the research is to answer the question about the depiction of the ancient Javanese women who lived in the period of Singhasari and Majapahit, 13th until 15th AD. Archaeological remains that used as research object data are include three types of iconography artifacts, i.e. relief, terracotta figurine, and stone statue. All of them portray a figure of a woman. In addition to the iconographical data, the textual data such as ancient literatures is also used as data comparison. The data are collected by observation techniques, and then analyzed through description classification typology, and finally interpreted through historical analogy. The results shows regular pattern that found repeatedly in the depiction of the women who lived in Singhasari Majapahit period. The pattern concludes characteristics of the visualization of the ancient Javanese women who lived at that time. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T50497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilda Zakiah
"Gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai budaya yang sudah ada sejak masa lalu dan diduga sudah dilakukan dan diwariskan oleh para leluhur. Mataram Kuno merupakan masa Klasik di Indonesia yang berada pada kurun waktu abad 8 hingga 10 Masehi, merupakan kerajaan yang sudah kompleks, seperti pada kegiatan kehidupan sehari-hari salah satunya yaitu aktivitas gotong royong yang menjadi budaya Indonesia saat ini. Bagaimana dan seperti apa sistem gotong royong atau aktivitas serupa gotong royong yang terjadi pada masa Mataram Kuno. Skripsi membahas bagaimana gotong royong pada masa Mataram Kuno abad 8-10 Masehi tersebut berdasarkan data prasasti. Terdapat 15 prasasti sebagai sumber data penelitian. Metodologi yang digunakan berupa tahapan penelitian, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Diketahui bahwa gotong royong masa Mataram Kuno terbagi atas gotong royong tolong menolong dan gotong royong kerja bakti yang terbagi dua, adalah gotong royong kerja bakti untuk raja dan gotong royong kerja bakti untuk dewa.

Gotong royong has been known by the Indonesians as a culture and have been carried out by our ancestors. The empire of ancient Mataram in Central Java (8-10 Century) had a complex organization. The Mataram people had conducted gotong royong. This research shows how gotong royong conducted in ancient Mataram era, based on data mentioned in Inscriptions, there are 15 inscriptions used a data research. The method used in this research are data collection, data proccessing, and data interpretation. The research result show us that there are two kinds of gotong royong in ancient Mataram era. The first one was helping each other and the second one was aid service. The aid service were divided in two, the community service for the king and the community service for Gods.;"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S58196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarmahenia Muhatta
"Penelitian ini adalah tentang toponimi tujuh kota bandar di Jalur Rempah Pantai Utara Pulau Jawa yang terkenal pada abad ke-15 sampai ke-19. Metode penelitian kualitatif, digunakan untuk pengumpulan data berdasarkan studi literatur atas sumber tertulis filologi, arkeologi-sejarah, sejarah, dan geografi. Penelitian ini dilakukan sebagai studi multidisiplin melalui analisis semantik, semiotik dan toponimi untuk mengeksplorasi toponimi tujuh bandar Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Jepara, Tuban, Gresik, dan Surabaya itu dari sudut pandang trans-linguistik dan arkeologi. Sumber data penelitian. Nama bandar-bandar di wilayah pesisir pantai Utara Pulau Jawa yang dikumpulkan dari sumber tertulis kuno berupa peta geografi, prasasti kuno, naskah kuno, dan hasil wawancara, dalam kaitannya dengan fitur arkeologi yang merupakan lanskap sosial budaya maritim di Jalur Rempah Pantai Utara Pulau Jawa. Toponim merupakan data rekaman yang dapat memperlihatkan sejarah, kontak budaya, dan perkembangan bahasa.
Hasil penelitian ini memperlihatkan kaitan hasil kajian toponimi dengan representasi budaya yang diperlihatkan melalui kajian mengenai peran nama tempat dalam kebudayaan sezaman dan pemaknaannya dalam sejarah yang melatarbelakangi bandar pelabuhan kuno pesisir pantai utara Jawa. Melalui sudut pandang linguistik dan arkeologi-sejarah, makna ketujuh toponim sepanjang pantai utara pulau Jawa dilihat sebagai kesinambungan dari siklus kebudayaan. Toponimi dari aspek linguistik memberikan petunjuk terhadap ciri sejarah dan kebudayaan dari suatu wilayah. Kemudian, ilmu sejarah berkontribusi dalam memberikan justifikasi dari temuan arkeologis dan temuan linguistik yang ada. Ilmu arkeologi juga menjadi data pendukung yang kuat untuk memberikan bukti fisik adanya kebudayaan yang pernah hidup dan kontak yang terjadi di bandar-bandar sepanjang pantai utara pulau Jawa. Fitur-fitur arkeologis yang ada menunjukkan konteks budaya berbagai bangsa yang melingkupi setiap bandar, dalam kaitannya dengan sebutan Nusantara sebagai poros maritim dunia pada masa dahulu. Istilah maritim merujuk kepada segala kegiatan manusia yang berhubungan dengan laut dalam menyangga kehidupan mereka. Dengan mempelajari budaya masyarakat pada masa lalu yang menyatukan Nusantara di masa kejayaan Jalur Rempah sebagai jalur perdagangan internasional, diharapkan kelak dapat memperkuat identitas bangsa Indonesia kembali sebagai poros maritim dunia.

This research is about the toponymy of the seven ancient port cities on the Spice Route of the North Coast of Java which were famous in the 15th to 19th century. Qualitative research methods were used to collect data based on literature studies on written sources of philology, archeology-history, history, and geography. This research is conducted as a linguistic trans-disciplinary study through semantic, semiotic and toponym analysis to explore the topography of the seven ancient port cities of Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Jepara, Tuban, Gresik, and Surabaya in a linguistic and archaeological approach. Names of ancient ports in the north coast region of Java Island are collected from ancient written sources in the form of geographic maps, ancient inscriptions, ancient manuscripts, and interview results, in relation to archeological features which constitute the social landscape of maritime culture on the Spice Route Ancient Ports in North Coast of Java. Toponyms are the recorded data that show history, cultural contact, and language development.
The results of this study show the link between the results of toponymy studies and cultural representations, as it is shown through the study of the role of place names in contemporary culture and its meaning in history. Through a linguistic and archaeological-historical perspective, the seven toponyms meaning along the North Coast of Java Island is seen as a continuation of the cultural cycle. Toponymy from the linguistic aspect provides clues to the historical and cultural characteristics of a region. Then, history contributes to justifying existed archeological and linguistic findings. Archeology is also a strong supporting data to provide physical evidence of the cultural existence that has lived and the cultural contact which occurred in the ports along the North Coast of Java Island. The existing archeological features show the various cultural contexts of the nations that surround each city, in relation to the term Nusantara as the world's maritime axis in the past. The term maritime refers to all human activities related to the sea in supporting their lives. By studying the culture of society in the past that united the archipelago in the glory of the Spice Route as an international trade route, it is hoped that in the future it can strengthen the identity of the Indonesian nation again as the world's maritime axis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
D2603
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grandstaff, Terry
Bangkok: Agricultural Development Council, 1980
631 GRA d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Uka Tjandrasasmita
Jakarta: Center for Research and Development of Religious Literature and Heritage Agency for Research & Development, and Training. Department and Religious Affairs of The Republic ofIndonesia, 2016
959.801 UKA b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Abdul Jalil
"Moluccas Islands which is rich of spices has become an appeal for the foreign trades to come make a trades of spices. The first foreign traders who visited the Moluccas Island are muslim Arab traders. The entry of Islam into Jaillolo is marked by the existence of ancient gravestone in the Village of Galala and Gam Lamo. This paper aims to describe the process of entry through the variatons of ancient gravestone in Jailolo. This preliminary study used descriptive method of analysis."
Yogyakarta: Balai Arkeologi D.I Yogyakarta, 2017
930 ARKEO 37:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Revianur
"ABSTRAK
Lanskap situs bangunan suci Hindu-Bali kuno tidak dibangun secara acak, posisi mereka dalam lansekap ditentukan oleh masyarakat pada abad ke-10 sampai 14 Masehi. Situs religi Hindu-Bali kuno dibangun di daerah aliran sungai DAS empat sungai besar di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, yaitu Sungai Pakerisan, Sungai Petanu, Sungai Kungkang, dan Sungai Wos. Tesis ini membahas lanskap situs bangunan suci Bali Kuno dengan pendekatan Fenomenologi Heidegger. Arkeologi Lanskap memberikan petunjuk berharga mengenai wacana orang Bali kuno melihat pemandangan di sekitar mereka, dan bagaimana hal itu dikembangkan dan diciptakan. Tulisan ini juga menegaskan pentingnya ruang berdasarkan konsep kosmologi Hindu yang menentukan lanskap Bali Kuna. Ruang kosmologis juga mengungkapkan pembagian sungai Bali berdasarkan tingkat lokasi situs sesuai dengan konsep triloka yang merujuk pada dunia bawah Bhurloka , dunia tengah Bhuwarloka , dan dunia atas Swarloka . Tesis ini juga menawarkan refleksi tentang struktur tempat-tempat keagamaan dan hubungannya dengan ruang dikonsepsikan yang menunjukkan pengaruh pemikiran Hindu-India, serta batasannya.

ABSTRACT
Landscapes of Ancient Hindu Balinese religious sites were not built anywhere, their position determined by peoples in the 10th to 14th century. The ancient Hindu Balinese religious site was built in the watersheds of four major rivers in Gianyar Regency, Bali Province, Indonesia, i.e. Pakerisan river, Petanu river, Kungkang river, and Wos river. This thesis reveals the main trait of landscape archaeology with Heidegger Phenomenological approach in archaeology to religious sites in the ancient Balinese period 10th up to 14th centuries . Landscape Archaeology provides valuable clues about how ancient Balinese people saw the landscape around them, and how it was developed and created. It confirms the importance of space based on Hindu cosmology concept which determined the Ancient Balinese Landscape. This cosmological space also reveals the division of Balinese rivers based on the level of the ancient Balinese temples location according to Trailokya concept which explains lower world Bhurloka , middle world Bhuvarloka , and upper world Svarloka . This thesis also offers a reflection on the structure of the religious places and its relations with conceptualized space, showing the influence of Hindu Indian thought, as well as its limits"
2017
T48437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>