Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162105 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P & K, 1984
499.223 2 IND k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhadjir
"ABSTRAK
Sejak awal perturnbuhannya tahun 1930-an hingga 1990-an, bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan yang amat cepat. Bahasa yang awalnya hanya dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuk, sebagai bahasa lingua franka, kini telah sanggup menjadi bahasa nasional yang menjadi wadah aspirasi nasional dan internasional sejajar dengan perkembangan bangsa pemakainya. Bahasa I donesia telah sanggup rnenjadi bukan saja bahasa pergaualn antar bangsa di Asia, tetapi juga sudah tidak memperoleh kesulitan yang berarti sebagai bahasa pengantar politik, pemerintahan, pendidikan, dan ilmu pengetahuan. Hasil penelitian terhadap yakni perkembangan kosa kata dan jumlah penutur bahasa ini merupakan laporan utama penelitian ini.
Dalam pengembangan kebutuhan akan kosa kata ragam formal bahasa Indonesia menggunakan sumber-sumber asing seperti bahasa Belland dan Bahasa Inggris, sementaa kebutuhannya akan perbendaharaan kata yang akrab seperti dalam pertemuan nonformal, sumber acuan untuk memperkaya kosa kata bahasa Indonesia adalah bahasa-bahasa daerah, termasuk bahasa Melayu lokal, dan lebih khsusus lagi yang dipergunakan di kota-kota besar di Indonesia.
Penutur bahasa Indonesia Kalau kita lihat daftar penutur bahasa Indonesia ternyata yang paling besar adalag di Jakarta dan Jawa Barat, serta di Indonesia belahan Timur, khususnya Sulawesi"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Yogo Rahardja
"Di dalam bahasa yang berbeda seperti bahasa Jerman dan bahasa Indonesia dapat kita temukan kosa kata serapan yang seasal, seperti Aspekt = aspek, Favorit = favorit dan Imitation = imitasi. Kosa kata serapan seasal itu sebenarnya sudah ada padanan atau sinonimnya dalam bahasa Jerman maupun bahasa Indonesia. Sinonim kata serapan seasal itu membentuk pola sinonim yang dapat dirumuskan. Walaupun kata serapan itu seasal ternyata pola sinonim yang dimilikinya tidaklah selalu sama, seperti menurut jumlah anggota perangkatnya kata Jerman Aspekt mengikuti pola dua yaitu Aspekt, Gesichtspunkt sedangkan kata Indonesia aspek mengikuti pola empat yaitu aspek, faset, segi, sudut. Berdasarkan hal ini maka dilakukan penelitian untuk melihat sejauh mana persamaan dan perbedaan semantis pola sinonim kosa kata serapan seasal yang terdapat dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Kosa kata serapan dan sinonimnya diperoleh dari dua buah kamus yang menjadi sumber utama penelitian ini, yaitu: kamus Duden Jilid 8 Die sinn-und sachverwandten Worter untuk bahasa Jerman dan Kamus Sinonim Bahasa Indonesia untuk bahasa Indonesia. Kosa kata serapan seasal tersebut masing-masing dianalisis pola sinonimnya menurut jumlah anggota perangkat, asal-usul dan perbedaan makna anggota perangkatnya. Kemudian dari hasil analisis itu dilakukan analisis kontarstif, yang menghasilkan kesimpulan bahwa menurut jumlah anggota perangkat sinonimnya kosa kata serapan bahasa Jerman lebih banyak mengikuti pola dua sedangkan kosa kata serapan bahasa Indonesia lebih banyak mengikuti pola tiga; menurut asal-usul anggota perangkat sinonimnya kosa kata serapan bahasa Jerman lebih banyak memiliki anggota yang berasal dari bahasa Jerman sendiri. Sedangkan kosa kata serapan bahasa Indonesia lebih banyak memiliki sinonim yang berasal dari bahasa Indonesia sendiri dan juga dari kata serapan bahasa asing. Menurut perbedaan makna anggota perangkatnya kosa kata serapan bahasa Jerman lebih banyak memiliki makna yang lebih luas dibanding dengan kosa kata serapan bahasa Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S14614
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pamela Magdalena H.
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari kosa kata dalam KBBI yang umum dipakai sebagai Kosa Kata Defi_nisi (defining vocabulary). Metode yang dipakai adalah metode deskriptif dengan memberi gambaran bagaimana Kosa Kata Definisi tersebut di_susun dan dasar-dasar serta teori-teori yang dipakai dalam penelusuran kata-kata tersebut. Data didapat dari penelusuran kepustakaan yang berupa KUDI dan beberapa tulisan yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Dari hasil penelitian, didapat sejumlah 1926 kata yang berupa morfem dasar yang dapat dimasukkan dalam Kosa Kata Definisi. Kosa kata tersebut mengalami 3 proses yaitu: Demorfologisasi; Penentuan berdasarkan frekuensi kemunculan; penentuan berdasarkan munculnya dalam pola frase de_finisi. Sebagai kesimpulan ditemukan bahwa 1926 kata yang berupa morfem dasar, dipakai untuk mendefinisikan 1875 lema dalam KUBI."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S11179
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992
499.221 JUM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jahronah
"Skripsi berjudul Perilaku Fonem /e/ dan /?/ dalam Kosa Kata Kamus Besar Bahasa Indonesia dari huruf A sampai dengan F ini adalah sebuah upaya sederhana untuk menegaskan /e/ dan /?/ sebagai dua buah fonem yang berbeda. Dalam skripsi ini saya berusaha untuk membuktikan bahwa /e/ dan /?/ adalah dua buah fonem yang mampu membedakan makna, menemukan pola perilaku kedua fonem itu dalam membentuk suku kata serta menghitung beban fungsi kedua fonem tersebut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dari huruf A sampai dengan F. Dengan menggunakan metode pasangan minimal seperti yang dikemukakan oleh Gleason (1961:16), saya rnempertentangkan kata-kata yang hanya memiliki satu perbedaan bunyi, yaitu /e/ dan /?/ serta memiliki perbedaan makna. Contoh pasangan minimal itu ialah kata bengkok dan b?ngkok. Kedua kata tersebut hanya memiliki satu perbedaan bunyi, yaitu /e/ dan /?/. Kata bengkok mengandung arti 'menyimpang dari garis lurus, berkeluk; tidak lurus; 2. ki. Tidak jujur; curang. Adapun kata b?ngkok mengandung arti tanah milik desa yang dipinjamkan kepada pamong desa untuk digarap dan dipetik hasilnya sebagai pengganti gaji. Berdasarkan contoh tersebut, dapat dibuktikan bahwa perbedaan bunyi /e/ dan /?/ dalam kedua kata tersebut menyebabkan adanya perbedaan rnakna. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa /e/ dan /?/ adalah fonem yang berbeda. Seluruh kosa kata yang mengandung fonem /?/ adalah 1560 kosa kata sedangkan kosa kata yang mengandung fonem /e/ berjumlah 1413 kosa kata. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa beban fungsi /?/ lebih besar daripada /e/ sehingga grafem yang seharusnya dipakai untuk kedua fonem itu adalah ?."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S10918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1975
899.221 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Darnis Nawawi
1994
423 Naw k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Siti Maulidiya
"Kata aing adalah salah satu pronomina persona pertama tunggal dalam bahasa Sunda yang saat ini mulai digunakan dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri perkembangan kata aing dalam bahasa Sunda dan menjelaskan penggunaannya dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menjelaskan data secara deskriptif. Selain itu, penelitian ini juga berlandaskan kajian sosiolinguistik berupa variasi tingkat tutur. Data yang digunakan diambil dari naskah abad ke-16 berjudul Carita Parahyangan, naskah abad ke-18 berjudul Carita Waruga Guru, dan novel abad ke-20 berjudul Babalik Pikir sebagai data bahasa Sunda dan korpus deipzig Corpora Corporation (LCC) sebagai data bahasa Indonesia.  Hasil analisis menunjukkan bahwa kata aing pada naskah abad ke-16 digunakan pada empat variasi tingkat tutur, yaitu penutur kelas lebih tinggi kepada mitra tutur kelas lebih rendah, penutur kelas lebih rendah kepada mitra tutur kelas lebih tinggi, penutur dan mitra tutur dari kelas sosial yang sama, dan penutur kepada dirinya sendiri, pada naskah abad ke-18 kata aing digunakan pada dua variasi tingkat tutur, yaitu penutur kelas lebih tinggi kepada mitra tutur kelas lebih rendah dan penutur kepada dirinya sendiri, dan pada naskah abad ke-20 digunakan pada tiga variasi tingkat tutur, yaitu penutur kelas lebih tinggi kepada mitra tutur kelas lebih rendah, penutur dan mitra tutur dari kelas sosial yang sama, dan penutur kepada dirinya sendiri. Sementara itu, kata aing dalam bahasa Indonesia digunakan pada empat variasi tingkat tutur, yaitu penutur kelas lebih tinggi kepada mitra tutur kelas lebih rendah, penutur kelas lebih rendah kepada mitra tutur kelas lebih tinggi, penutur dan mitra tutur dari kelas sosial yang sama, dan penutur kepada dirinya sendiri.

Aing is one of the first-person singular pronouns in the Sundanese language that is currently starting to be used in Indonesian. This research aims to trace the development of the word of aing in the Sundanese language and its usage in Indonesian. The study employs a qualitative method by describing the data descriptively. Additionally, it is grounded in sociolinguistic studies, focusing on variations in speech levels. The data used is extracted from 16th-century manuscripts titled Carita Parahyangan, 18th-century manuscripts titled Carita Waruga Guru, and a 20th-century novel titled Babalik Pikir as Sundanese language data. The Leipzig Corpora Corporation (LCC) corpus is used as Indonesian language data. The analysis results indicate that the word of aing in 16th-century manuscripts is used in four variations of speech levels: speakers of higher classes to lower-class interlocutors, speakers of lower classes to higher-class interlocutors, speakers and interlocutors from the same social class, and speakers referring to themselves, in 18th-century manuscripts, the word of aing is used in two variations: speakers of higher classes to lower-class interlocutors and speakers referring to themselves, and in 20th-century manuscripts, aing is used in three variations: speakers of higher classes to lower-class interlocutors, speakers and interlocutors from the same social class, and speakers referring to themselves. Meanwhile, the word of aing in Indonesian is used in four variations of speech levels: speakers of higher classes to lower-class interlocutors, speakers of lower classes to higher-class interlocutors, speakers and interlocutors from the same social class, and speakers referring to themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>