Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116423 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zeffry Alkatiri
Jakarta: Masup Jakarta, 2010
959.822 ZEF p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rosmaleni
"Kebutuhan akan lahan di perkotaan dari waktu ke waktu berkembang dengan cepat, dipengaruhi oleh perubahan ekonomi, kebijakan terhadap ruang kota serta perkembangan kota ilu sendiri, agar tetap terarah penggunaan ruang di wilayah perkotaan tersebut ditetapkanlah sebuah rencana terhadap ruang kota yang disebut Rencana Tata
Ruang Wilayah Perkotaan (RTRW), di mana didalamnya terdapat arahan-araham bagi semua aspek di wilayah perkotaan. Kebutuhan-kebutuhan terhadap ruang kota tersebut dapat membuat perubahan-perubahan terhadap lahan dan juga kawasan. Hal ini dapat terjadi terhadap aset-aset Pemda yang berada di wilayah pengembangan tersebut, dengan begitu ada kemungkinan Pemda mendapatkan masukan dari perubahan fungsi aset tanah dan bangunan mereka, sehingga Pemda perlu melakukan manajemen terhadap aset-aset mereka, di mana melalui manajemen aset Pemda dapat dengan mudah melakukan rencana-rencana serta pengontrolan terhadap asset mereka, baik untuk dimanfaatkan, dihapus, pembuaatan Neraca Daerah atau untuk hal-hal lainnya.
Berdasarkan pertimbangan di atas, dilakukanlah penelitian mengenai manajemen asset tanah dan bangunun yang dilakukan Pemda DKI saat ini khususnya mengenai manajemce pencatatan asset tanah dan bangunannya, karena bagian ini panting untuk memulai manajemen aset, dengan pencatatan yang baik Pemda dapat mengurangi kemungkinan akan kehilangam aset mereka, juga mencari alternatif untuk menambah pendapatan dengan memenafaatkan aset secara maksimal. Penelitian ini bcrusaha mencarikan cara terbaik untuk Manajemen Aset khususnyn pencatatan yang seharusnya dilakukan oleh Pemda DKI.
Penelitian dimulai dengan eksplorasi terhadap Manajemen Aset yang telah dilakukan oleh beberapa negara sebagai landasan teori/ acuan, kemudian dilakukan observasi terhadap Pemda DKI yang berhubungan dengan Manajemen Aset terutama sistem pencatatan, menelusuri permasalahan-permasalahan yang terjadi, kemudian dicarikan pemecahannya.
Penelitian dilakukan terhadap Aset Tanah dan Bangunam Pemda DKI yang berada di wilayah Jakarta Pusat dengan Kecmnatan Gambir sebanyak 100 sampel, kemudian akan dianalisa sistem pencatatan, pemanfaatan, serta keorganisasiannya.
Hasil dari penelitian tersebut jika dilihat dari struktur organisasi sudah memadai untuk manajemen aset, di mana tiap bagian yang bekerja untuk manajemen aset telah ada tapi kekurangnnnya terletak pada konsistensi tiap bagian yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas masing-masing dan kurang pro-aktif, serta birokrasi yang terlalu panjang dengan tenaga kerja yang tidak efisien, peralatan kerja kurang memadai yaitu teknologi tidak mendukung. Hal ini mengakibatkan ada data-data aset yang tidak cocok dengan keadaan di lapangan, juga aset tidak termanfaatkan dengan baik karena kurang pro-aktifnya Pemda menganalisa peluang yang dapat dilakukan terhadap aset mereka, sehingga kemungkinan Pemda untuk kehilangan aset sangat besar. Pemda harus memperbaiki hal-hal di atas jika tidak ingin kehilangaan aset-aset yang mereka miliki."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T6492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"DBD masih menjadi masalah kesehatan di kota besar. DKI Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah penderita DBD terbanyak di Indonesia. Untuk menanggulangi DBD, diperlukan gambaran kasus DBD di Kecamatan Gambir dan Sawah Besar, Jakarta Pusat pada tahun 2005- 2009 yang mencakup jumlah kasus, insidens, case fatality rate (CFR), dan puncak kejadian. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang untuk mengetahui jumlah kasus, insidens, CFR, dan puncak kejadian DBD di Kecamatan Gambir dan Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat tahun 2005-2009. Besar sampel dihitung dengan software EpiInfo, lalu diambil total sampling yang nilainya lebih besar dari perhitungan besar sampel. Variabel penelitian ini adalah status DBD yang didasarkan pada laporan oleh pelayanan kesehatan yang ada pada Sudinkes Jakarta Pusat. Didapatkan gambaran kasus DBD di Kecamatan Gambir dan Sawah Besar yang meliputi jumlah kasus, insidens, CFR, dan puncak kejadian tahun 2005-2009: terdapat kecenderungan adanya penurunan terutama pada jumlah kasus, insidens, dan CFR. Terdapat perbedaan proporsi kasus DBD berdasarkan kepadatan penduduk, namun tidak pada proporsi kasus DBD berdasarkan jenis kelamin. Terjadi pula pergeseran puncak kejadian kasus DBD.

Abstract
DHF is a health problem that still persists in major cities. DKI Jakarta is the province with the most DHF patients in Indonesia. In order to control DHF, a trend of DHF in Gambir and Sawah Besar District, Central Jakarta over the period of 2005-2009 needs to be obtained, consisting of the number of DHF cases, incidence, case fatality rate (CFR), and peak incidence of DHF. This research used cross-sectional method to acquire the number of cases, incidence, CFR, and peak incidence in both districts in 2005-2009. The number of samples was calculated using EpiInfo. Total sampling was used, the number of which was greater than the number of samples calculated earlier. The variable in this research was DHF status based on health care reports available in District Health Care of Central Jakarta. It was concluded that the trend of DHF is decreasing in Gambir and Sawah Besar District, particularly in number of cases, incidence, and CFR. There is a difference in case proportions based on population density, but none in case proportions based on sex. There is a shift of peak incidence in both districts."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2013
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Radjagukguk, Angela Meilani
"Permasalahan yang mendasar dalam modernisasi organisasi pajak, dengan adanya sistem kompensasi baru dan penerapan kode etik, apakah dapat mengubah pola pikir dan perilaku PNS yang selama ini identik dengan praktik-praktik tidak sehat seperti KKN. Apakah terdapat perbedaan menyangkut kualitas pelayanan yang menjadi tugas utama pegawai pajak selama 2 tahun masa modernisasi di KPP Pratama Jakarta Gambir Empat. Tujuan utama penelitian adalah untuk memberikan penjelasan tentang kompensasi dan kode etik dan perbedaan yang dapat diberikan kedua hal tersebut pada kualitas pelayanan serta memberikan pemahaman mendalam terhadap pegawai mengenai masalah kompensasi dan kode etik serta melakukan perbandingan antara teori yang ada serta fakta yang berlaku sebenarnya.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan mengedepankan analisis mendalam yang didapat dari wawancara narasumber terhadap kuesioner mengenai kompensasi dan kode etik yang telah disebarkan terdahulu. Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data kuantitatif yang berasal dari penyebaran kuesioner yang ditujukan terhadap pegawai KPP Pratama Jakarta Gambir Empat dengan kriteria sample purposive yaitu pegawai yang terlibat langsung dengan Wajib Pajak dalam memberikan pelayanan, sehingga didapat sampel sebanyak 81 orang pegawai dan data sekunder dari jawaban 522 responden terhadap kuesioner dari penelitian yang dilakukan oleh Bidang Penyuluhan, Pelayanan da n Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat mengenai kualitas pelayanan di KPP Pratama Jakarta Gambir Empat. Data lainnya adalah data kualitatif yang didapat dari hasil wawancara mendalam dengan narasumber yang terdiri dari 4 orang aparat pajak dan 3 orang Wajib Pajak mengenai persepsi mereka tentang kompensasi, kode etik dan kualitas pelayanan. Dasar teori yang dipergunakan untuk mengkaji masalah kompensasi adalah yang diutarakan oleh Salt (1994) yaitu sistem penggajian dibuat bukan hanya untuk mencapai efisiensi yang lebih besar tetapi juga untuk menumbuhkan semangat para pegawai untuk lebih profesional dalam memberikan pelayanan. Untuk teori kode etik digunakan teori oleh Tampoe (1994) yang menyatakan bahwa kode etik dan moral dari pelayanan publik, membentuk nilai-nilai yang diharapkan dari suatu pekerjaan dan mempengaruhi bentuk dan cara pekerjaan itu dilakukan. Hasil penelitian melalui distribusi frekuensi jawaban responden terhadap kuesioner kompensasi adalah terdapat ketidakadilan dalam berbagai aspek kompensasi yaitu keadilan berdasarkan daerah tempat unit kerja, beban kerja,pengalaman kerja, dan kinerja yang dihasilkan. Hasil penelitian melalui distribusi frekuensi jawaban responden terhadap kuesioner kode etik adalah terdapat keraguan responden terhadap pengawasan pelaksanaan kode etik, baik yang dilakukan oleh atasan maupun Badan Independen, dan masalah efektivitas peran Komisi Kode Etik. Data sekunder yang dipakai dari kuesioner kualitas pelayanan adalah pelayanan telah memenuhi aspek kualitas dilihat dari semua indicator pelayanan kecuali terkait indicator reliability mengenai masalah sarana pengaduan.
Hasil penelitian di atas kemudian dianalisis lagi dengan menggunakan hasil wawancara mendalam dengan narasumber mengenai persepsi tentang kompensasi, kode etik dan kualitas pelayanan yang didapat oleh Wajib Pajak. Hasil wawancara mendalam menunjukkan bahwa bagi Wajib Pajak terdapat peningkatan kualitas pelayanan dibandingkan sebelum modernisasi terutama dalam masalah pemberian hadiah kepada pegawai pajak, kecepatan pelayanan, sikap ramah dan sopan santun, kemampuan dan penguasaan peraturan serta penampilan ruang pelayanan yang semakin baik dan rapi. Masih adanya ketidakpuasan terhadap kurangnya fasilitas pendukung kantor serta miskomunikasi dengan pegawai pajak akan dijadikan saran perbaikan. Bagi pegawai sendiri, penambahan kompensasi menjadikan kebutuhan hidup terpenuhi sehingga kualitas kerja juga akan meningkat, dan penerapan kode etik dipandang perlu sebagai pedoman dan rambu-rambu yang membatasi perilaku pegawai sehingga dengan sendirinya akan memperbaiki kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak.

The fundamental issue in the modernization of tax service organization in Indonesia, along with improvement in compensation system and code of ethic for the employees, can be put into these questions: How effective are these new components in changing the employee?s way of thinking and behave, to change unhealthy practices among them, such as KKN (corruption, collution, and nepotism). After two years of modernization process among the employees, is there any significant difference in relation to the quality of service among the Small Tax Office employees of Jakarta Gambir Four. The main objective of this research is to explain the modified compensation and code of ethic among the tax office employees, and how much those two may affect the quality of tax service to the public, as well as how much those employees understand about modernization concept in the two components, with some analysis of relevant theories in comparison with what is actually going on.
Our method of research shall be qualitative, by stressing on some in-depth analysis on results of interviews with some source persons and questionnaires about compensation and employment code of ethic previously distributed among the employees of the tax office. Our primary quantitative data consists of questionnaires results from 81 employees of the Small Tax Office of Jakarta Gambir Four as respondents to the questionnaire. For secondary quantitative data consists of questionnaires results from 522 taxpayer from survey that has been given by Tax Socialization, Service and Public Relation, Area Tax Office of Central Jakarta, in relation to the said tax office. To further validate the analysis, we also conducted in-depth interview with 4 tax office staff and 3 public taxpayers, to find out their perceptions on the compensation system, code of ethic regulation and the quality of service among the tax office employees. Some theories were exploited as basis for analysis of job compensation among the tax office employees; such as Salt (1994) who wrote that compensation system is not merely created for higher work efficiency but also to boost up morale and work spirit among the employees, driving them to be more professional in delivering the service. We utilize the code of ethic theory formulated by Tampoe (1994) which basically stated that code of ethic and moral among public service workers should target at establishing values of what is expected from the job, and should be able to affect the format and the way such job is conducted. In brief, feedback from the questionnaire showed to us that, based on similar answer to particular question, the compensation system currently applied in the tax office is considered by many as unfair; incapable to evenly distribute the compensation based on workload, place of work (working unit), work experience, and performance. From the code of ethic part of the questionnaire, many expressed their uncertainty on the supervision of implementation of such values at workplace, both to be conducted by their superiors or independent oversight board. They also question the effectivity of the role of the Code of Ethic Commission in the organization. From the quality of service aspect, most of the respondents confirmed that the quality of tax service is up to the expected level, seen from all measurement indicators, except for reliability indicator related to complaint handling system.
The said result from the questionnaire was further analysed and compared to result from indepth interview. Still on the same topics, the interviews dug deeper into individual perception on the compensation system, employement code of ethic and the quality of service among the employees of the tax office; to include some opinions from public taxpayer. In general, they confirmed that improvement in the quality of tax service is apparent; in particular on how the tax office staff deals with gifts/gratification, hospitality and the speed of service, as well as improved service attitude among the front-row officers, along with some physical improvement in the service office themselves. Some minor dissatisfactions were addressed to lack of support facility in the tax office, and miscommunication among the officers, which shall be targetted for the next improvement. In the eye of the tax office staff themselves, improvement of compensation helps them to improve their welfare, and thus it affects their quality of work, whereas implementation of the improved code of ethic regulation is seen as necessary to serve as guidance among the staff, and eventually enhance the quality of service to taxpayers as well.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Handayani
"Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menekankan fungsi utama pemerintah daerah yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian, dalam perspektif peningkatan kualitas pelayanan publik, pelimpahan sebagian kewenangan dari bupati/walikota kepada camat dan dari camat kepada level dibawahnya seharusnya dapat dijadikan sebagai upaya untuk menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaran pemerintahan, serta dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelayanan umum di daerah. Sebagai pemimpin di kecamatan, seorang camat harus mempunyai sejumlah kemampuan tertentu.
Seorang pemimpin dalam melaksanakan manajemen pemerintahan harus memiliki kemampuan manajerial yaitu kemampuan untuk memanfaatkan dan menggerakkan sumber daya yang ada agar dapat digerakkan dan diarahkan bagi tercapainya tujuan melalui kegiatan orang lain serta mempunyai kemampuan leadership yaitu kemampuan untuk memimpin, mempengaruhi, mengarahkan agar timbul pengakuan, kepatuhan, ketaatan serta memiliki kemampuan dan kesadaran untuk melakukan suatu kegiatan (mengambil langkah-langkah) bagi tercapainya suatu tujuan. Dengan posisi barunya di perundang-undangan, seharusnya camat dapat menjadi ujung tombak kembar pelayanan publik di kabupaten./kota karena jika kewenangan terkonsentrasi di kabupaten/kota permasalahan umum yang timbul adalah pemerintah kabupaten/kota akan mengalami overload beban kerja, yang akan mempengaruhi pelaksanaan fungsi pelayanan kepada masyarakat. Tetapi pada kenyataannya selama ini pemerintahan kabupaten/kota lebih menjadikan kepala dinas dan kepala badan sebagai ujung tombak pelayanan, dibandingkan melimpahkan kewenangan kepada kecamatan.
Penelitian tentang peran camat di Kecamatan Bekasi Selatan dan Gambir akan dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif kualitatif, dengan narasumber camat, sekretaris daerah, kepala dinas terkait dan aparat dinas terkait. Sebagai sampel penelitian diambil Dinas kependudukan dan Dinas Tata Kota karena kedua dinas tersebut oleh peneliti dianggap sebagai dinas yang paling banyak berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat.
Dengan menggunakan analisa data yang bersumber pada hasil wawancara, data sekunder dan peraturan-peraturan pendukung, diperoleh simpulan bahwa masih dimungkinkan untuk melakukan penguatan peran kelembagaan di Bekasi Selatan yang dilakukan dengan cara menegaskan pelimpahan kewenangan dari Walikota kepada camat sehingga dapat memaksa dinas untuk ketentuan tersebut dengan adanya sumber dana yang cukup bagi kecamatan untuk menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat sehingga tidak muncul keengganan dari aparat kecamatan dalam menjalankan pelimpahan kewenangan. Disamping itu adanya dukungan peralatan dan teknologi yang memadai bagi kecamatan untuk menjalankan kewenangan yang dilimpahkan.
Saran yang diberikan yang diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan diatas adalah diperlukan adanya ketegasan dari walikota Bekasi untuk memberikan sebagian kewenangan dari dinas kepada kecamatan, adanya kelegowoan dari dinsa terkait dalam memberikan sebagian kewenangan yang dimilikinya, pelimpahan sebagian wewenang harus disertai pula dengan pelimpahan dana, perbaikan sarana dan prasarana di kecamatan yang dapat mendukung pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat yang sudah dilimpahkan kepada kecamatan. Dari sisi sumber daya manusia yang ada di kecamatan juga harus terus ditingkatkan kemampuannya sehingga dapat lebih optimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Law Num. 32/2004 emphasizes that the main function of local government is to give service to public. Therefore, in order to enhance the quality of public service, the delegation of some of the authorities of district officer to the subdistrict officer. The one of sub district officer to the subordinate should be regarded as the effort to achieve effectivity and effeciency in performing government, and utilize as the means to improve the quality of public service in local area. The officer of the subdistrict, one must have certain ability.
Leading the sub district, the officer must have managerial capability such as empowering and making the best use of the existing human resources, to achieve the goals through activities. The other leadership capabilities are to rule, influence and direct to pull out the admitance, obidience and loyalty. Last but not least, one should be able to make necessary action to achieve the goals. Given a new position in the bill, the officer of the district should become the leading rule in public service of district/municipality. If all the authorities are concentrated in district/municipality, they will be heavy work overload which eventually will influence the quality of public service. In reality, district/municipality, refers to delegate the authority to the head of institution, rather than to the sub district.
The research on The Role of Sub District Officer of South Bekasi (Of Bekasi City) and Gambir (of Central Jakarta) is conducted by using qualitative, descriptive analysis. The informen are the head of institution and entailed. The sample are the institution of Demography and Planology, by which most services are given to public.
The conclusion gathered from data analysis of interviews, secondary data and laws, as confirmed that if it possible to enhance and enpower the role of sub district by emphasizing the delegation of authority from major to sub district so that it will enforce the institution to obey and adjust themselves to the situation. The delegation of authority should also conclude the adequate funding and technology to support the performance of the tasks. Therefore the subdistrict employee will not be unwilling to do the duties.
The recommendation is given hoping to be the solution of the problem. It is the emphasize of the delegation of some of authorities from the major of South Bekasi to sub district and also the willingness of the institution entailed in giving the authority. The delegation must also conclude funding and facility recovery at sub district that will support the public services. More over the quality of human resources should also improve to optimize the public service given."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25261
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Rahmatika Hadi
"Stasiun kereta api merupakan satu bagian menarik dari sebuah kehidupan kota, dimana di tempat tersebut terjadi berbagai peristiwa. Stasiun merupakan asset permanen yang seringkali bertahan dalam hitungan umur yang lama. Dalam kenyataannya tempat ini dikunjungi oleh ratusan atau bahkan ribuan orang setiap harinya. Dengan pertambahan kebutuhan penduduk kota, stasiun saat ini bukan hanya berfungsi sebagai haltenya kereta api. Banyak ruang-ruang baru yang tumbuh daiam stasiun kereta api. Ada keinginan untuk menyediakan ruang bagi masyarakat terutama pengguna jasa transportasi ini.
Sebuah stasiun kereta api bukan hanya sebuah tempat persinggahan kereta api, namun juga merupakan satu ruang untuk berkegiatan pengunjungnya. dimana karakteristik yang dihasilkan pasti akan berbeda.
Apa saja ruang-ruang atau mungkin dapat dikatakan fasilitas yang ada clalam stasiun kereta api? Apakah ruang yang ada pada satu stasiun kereta api juga terjadi pada stasiun Iainnya. Bagaimana dengan fasilitas yang telah tersedia pada stasiun kereta api di Jakarta? Unluk menjawab pertanyaan itu diadakan pencarian dasar-dasar teori tentang stasiun kereta api dan studi kasus pada stasiun kereta api yang ada di Jakarta, daiam hal ini Stasiun Gambir dan Stasiun Cikini.
Ternyata benyak ditemukan ketidaksesuaian antara teori yang menjelaskan bagaimana seharusnya fasilitas yang ada pada sebuah stasiun kereta api dengan kenyataan yang diterapkan pada Stasiun Cikini dan Stasiun Gambir."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48354
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Susiliyawati
"Skripsi ini membahas pengaruh keanggotaan Cina dalam WTO terhadap penerapan sistem ekonomi pasar sosialis di Cina pada periode 1994-2005. Sebagai organisasi perdagangan multilateral, WTO memiliki seperangkat peraturan yang mengikat bagi seluruh negara anggotanya, termasuk Cina. Skripsi ini bertujuan membahas dan menganalisis pengaruh keanggotaan WTO terhadap prinsipprinsip sistem ekonomi pasar sosialis yang diadopsi dan diterapkan di Cina. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis dalam penyajiannya dengan didukung studi pustaka yang relevan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanggotaan WTO tidak memberikan tantangan berarti terhadap penerapan sistem ekonomi pasar sosialis. Di samping itu, keanggotaan Cina dalam WTO juga memberikan pengaruh suportif terhadap pencapaian reformasi Cina yang terangkum dalam sistem ekonomi pasar sosialis walaupun terdapat sejumlah efek samping yang menjadi hambatan bagi pembangunan Cina sekaligus tanggungan bagi agenda reformasi selanjutnya.

The focus of this study is about the impacts of China?s WTO Accession toward the implementation of socialist market economic system in China 1994-2004. As a multilateral trade organization, WTO has a series of binding regulation which demands total compliance from all of its nation members. The objective of this study is to discuss and analyse about the impacts of China?s WTO accession towards the implementation of socialist market economic system in China. This research uses analytical descriptive method which is supported by relevant literature studies.
The research concludes that China's WTO membership does not pose any significant challenge toward the fundamental principles of socialist market economy system. Besides, the membership also gives supportive influence for the achievement of China reformation programmes which are embodied within the principles of socialist market economy system though some side effects of it could still be found and pose as other challenges for China?s development as well as workload for the future reformation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43902
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Teresa Yasmin
"Makanan mempunyai peran penting dalam kebudayaan Cina terutama dalam segi sosial dan religi dari Jaman dulu sampai sekarang. Dalam kehidupan sosial orang Cina, yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan religi, makanan Cina berfungsi untuk menjaga hubungan baik orang Cina dengan kerabatnya, sanak-saudaranya dan anggota masyarakat lainnya. Hal itu dapat dilihat pada upacara perkawinan, kelahiran dan jamuan makan yang diselenggarakan formal maupun informal. Dalam kehidupan religi, makanan mempunyai fungsi untuk menjaga hubungan baik orang Cina dengan arwah nenek moyang dan dewa-dewa. Hal tersebut tercermin dalam upacara kematian dan upacara pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan dewa-dewa. Metode penelitian yang dipakai adalah metode peneli_tian kepustakaan dan wawancara langsung. Melalui peneli_tian-penelitian tersebut dapat dilihat bahwa walaupun orang-orang Cina di Jakarta pada masa kini sedikit banyak masih menganggap makanan Cina memegang-peran penting dalam kehidupan sehari-hari dan dalam upacara tradiaional Cina. tetapi terdapat beberapa perbedaan dengan apa yang biasa dilakukan oleh nenek moyang mereka. Perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan oleh: (1) kemajuan zaman; (2) Pengaruh kebudayaan setempat; (3) Agama."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
S12713
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>