Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126267 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Ubbe
"Naskah Tesis ini, disusun dari rangkaian berbagai uraian tentang Penyelesaian Delik Kesusilaan Dan Kekerasan Siri' Oleh Hakim Di Masyarakat Bugis-Makassar Sulawesi Selatan. Dalam rangka mendeskripsikan masalah tersebut telah dilakukan penelitian perpustakaan terhadap bahan-bahan hukum, primer dan sekunder dengan titik berat pada pokokpokok persoalan yang meliputi: (1) pemaknaan siri' dalam menyelesaikan delik menurut konstalasi hukum lokal dan negara; (2) perwujudan penyelesaian siri' dalam konteks hukum lokal dan nasional; (3) operasionalisasi nilai-nilai siri' dalam putusan-putusan hakim menurut priode pemerintahan Hindia Belanda dan priode Republik Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan alasan, bahwa delik kesusilaan dan kekerasan siri' telah terjadi sejak dahulu kala, hingga kini. Penyelesaiannya melibatkan, baik nilainilai hukum lokal maupun nilai-nilai hukum nasional. Penyelesaian menurut hukum lokal yakni bertindak sendiri. Penyelesaian demikian adalah legal dan legitim menurut hukum lokal, namun perbuatan itu melanggar hukum nasional. Penyelesaian di pengadilan adalah sah menurut hukum nasional, namun belum dapat diterima sebagai pemulihan siri' bagi masyarakat lokal. Perubahan masyarakat berkaitan dengan perubahan hukum. Perubahan ini membawa masyarakat Sulawesi Selatan pada suatu bentuk masyarakat "prismatis" yakni masyarakat yang memperlihatkan unsur kemoderenan sekaligus dengan unsur ketradisionalannya. Sifat dan corak masyarakat prismatis ini mempengaruhi kadar penerimaan masyarakat terhadap fungsi penyelesaian delik kesusilaan dan kekerasan siri' di pengadilan. Dalam keadaan demikian putusan hakim diharapkan mengemban berbagai fungsi, yakni sebagai "transformator nilai-nilai lokal menjadi nilai-nilai hukum formal yang terbentuk dari putusan hakim. Faktor siri' sebagai nilai sosiokultural masyarakat Sulawesi Selatan telah menjadi pertimbangan putusan hakim, khususnya dalam pemberian pidana. Faktor siri1 dalam penyelesaian delik penganiayaan dan pembunuhan karena pemulihan siri' sebaiknya dijadikan faktor meringankan hukuman sedangkan dalam penyelesaian delik kesusilaan sebaiknya faktor siri' dijadikan pertimbangan memperberat hukuman."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
T36496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Herbet Pardamean
"Skripsi ini membahas mengenai limitasi atau batasan penghentian penyidikan berdasarkan kurang alat bukti atau bukan merupakan suatu tindak pidana. Kewenangan polisi sebagai penyidik merupakan kewenangan yang sangat besar dalam proses hukum acara pidana karena polisi sebagai penyidik menentukan apakah suatu peristiwa pidana dapat dilanjutkan ke tahap persidangan atau tidak. Penghentian penyidikan serta penjelasan terhadap alasan penghentian penyidikan itu sendiri serta batasan-batasannya tidak dijabarkan secara rinci oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981). Terhadap kasus 14 perusahaan di Provinsi Riau yang diduga melakukan tindak pidana illegal logging, penyidik akhirnya mengeluarkan SP3 terhadap kasus tersebut di bulan Desember 2008 dengan alasan kurang alat bukti dan bukan merupakan suatu tindak pidana tanpa ada penjelasan apapun. Oleh karena itu, subjektifitas penyidik yang menjadi dasar dalam menentukan suatu peristiwa pidana harus dihentikan ataupun dilanjutkan dapat menimbulkan dampak negatif seperti adanya conflict of interest antara penyidik dengan tersangka atau penyidik dengan penegak hukum lainnya.

This thesis dicusses about termination of investigation limitations based on the absence of sufficient evidence and an event which did not constitute an offense, by virtue of law. The competence of police as investigator is a high competence in a criminal procedural law process because they have competence to determine the criminal events can be brought into the court or not. The explaination of termination of investigation, the reasons, and the limitations are not described in details by Indonesia Criminal Procedure Code (Act. No. 8 Year 1981). Recording to the case of 14 companies in Riau which expected as illegal logging criminal offender, the investigator finally releasing the SP3 in December 2008 without any explanations. The subjectivity of the investigator, which becoming the basic to determine should be terminated or continued, could cause the negative effects, in example conflict of interest between investigator and the suspected or investigator and the other law enforcement officers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43132
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Leden
Jakarta: Sinar Grafika, 1992
345.023 MAR t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
George Junus Aditjondro
Jakarta: Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, 2004
364. 132 3 GEO m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agusni Karma
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan lengkap tentang kondisi perempuan yang ditempatkan sebagai lambang "siri" di daerah Makassar Jeneponto Sulawesi Selatan, Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitataif berperspektif perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang dibesarkan dalam budaya siri', baik mereka yang mempertahankan/menaikkan maupun yang menurunkan/meruntuhkan "siri" keluarga yang terkait dengan kawin lari mengalami diskriminasi dan dilema yang berdampak secara psikis dan ekonomis. Selain itu, agama Islam yang disalahtafsirkan turut melanggengkan budaya "siri".

This research aims to reveal the woman condition who?s placed as symbol of "siri" in Jeneponto Makassar, south Sulawesi. This research was based on qualitative approach and feminist perspective. The research results showed that woman who lived in "siri" tradition, both of them who supported or against it, faced a discrimination and a dilemma. This condition affected the women as psychologically and economically. Besides, it was legitimized by community within misinterpretation of Islam religion."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16839
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ubbe
"Melalui UU RI. No. 1 Daruxat Tanun 1951, hukum pidana adat, kembali diakui keberadaannya. Hakim "wajib" memperhatikan hukum pidana adat dalam memutuskan suatu perkara yang terkait dengan delik adat. Kewajiban itu dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Keberadaan malaweng (pelanggaran kesusilaan siri) dan penyelesaiannya di masyarakat Bugis, diselimuti ketidakcoookan antara nilai-nilai hukum yang dianut oleh masyarakat dan yang dimuat dalam hukum pidana negara. Ketidakcocokan itu tergambarkan pada kenyaiaanz (1) Perbuaian malaweng, seperti incect, zina dan perkosaan, pencabulan yang merusak kehormatan wanita, merupakan perbuatan yang sangat tercela menurut kesusilaan siri' diancam hukuman cambuk atau mati. Sementara menurut hukum pidana negara, hanya dihukum penjara dalam bilangan bulan; (2) Tindakan penegakan siri', sebagai akibat malaweng, meskipun dilakukan dengan penganiayaan dan pembxmuhan, merupakan tindakan legal, legitim, dan diterima oleh masyarakat Bugis, sebagai pemenuhan kewajiban moral. Namun perbuatan itu, merupakan kejahatan yang diancam hukuman berat menurut KUHP dan rnemang dihukum berat oleh pengadilan. Penelitian ini, pada intinya menyoai dan menjawab secara teoritis dan faktual, (1) kebcradaan malaweng dalam masyarakat Bugis; (2) penyelesaian malaweng dan penegakan siri' di masyarakat Bugis; (3) keberadaan malaweng dan pcnegakan siri' dalam putusan hakim selama 10 tahun terakhir. Orang Bugis berani menegakkan siri'-nya dan siri' sanak keluarganya, sekalipun hams membunuh atau terbunuh, karena alasan, (1) percaya orang yang menegakkan siri? tidak akan terbunuh dan bila pun terbunuh, mereka menerimanya sebagai kemalian yang gurih (mati bersantan dan bergula); (2) percaya wanita dan tubuh manusia (seperti muka dan kepala), adalah lambang harga diri- Oleh karena ilu melanggar kehormatan wanita, melakukan percabulan, perkosaan, hubungan scksual dan perkawinan yang melanggar adat, menampar muka atau memukul kepala, menghina dengan kata-kata, adalah pelanggaran terhadap kesusilaan sirii Malaweng dalam masyamkat meliputi, (1) Malaweng Ati, pelanggamn hati; (2) Malaweng Care-care, pelanggaran busana; (3) Malaweng Pakkila 'pelanggaran mata; (4) malaweng udajpelangaran kata-kata'; (5) Malaweng Kedo/Pangkaukeng, 'pelanggaran gerak-gerild, atau yang sekarang disebut porno aksi, seperti: (a) memegang, mencium, merabah buah dada, mencoba memperkosa, mencabuli atau bersetubuh; (b) berpacaran dan bercumbuh rayu; (c) mengumbar gairah seks atau nafsu sahwat (to mangure), (d) pergaulan bebas antara wanita dan laki-laki; (6) Malaweng Luse 'hubungan seks yang tidak sah'. Malaweng kedo/pangkaukeng dan malaweng luse sebagian diselesaikan sendiri oleh masyarakat, baik dengan cara damai maupun dengan 'bertindak sendiri' (self help), sebagain Iagi diselesaikan melalui pengadilan. Kawin lari dan wanita hamil di luar nikah pada umumnya, diselesaikan secara adat, sedangkan yung lainnya, seperti perzinaan, pencabulan dan perkosaan diselesaikan secara yuridis formal di pengadilan, yang didasarkan pada Pasal 5 ayat (3) sub b Undang-Undang Nomor 1 Darurat Tahun 1951 dikaitkan dengan Pasal-Pasal tertentu KUHP, sesuai dengan delik yang diperkarakan.

By virtue of Emergency Law Number 1 Year 1951, the customary penal law was once again readopted. A judge is obliged to take the customary penal law into consideration when deciding custom-related criminal cases. The obligation seeks to adapts judge's decision to the living law and the local sense of justice. The practice of malaweng (moral offence of siri) and its handling in the Bugis community is cloaked by discrepancies between the values of the local, living law and those of the positive law. The research took place in South Sulawesi, and tried particularly to study in theory and practice, (1) the practice of maiaweng in the Bugis community; (2) the handling of malaweng and the enforcement of sirf' in the Bugis community; (3) the handling of malaweng and the enforcement of siri ' in court decisions during the last 10 years. The Buginese is proud to enforce his siri ' and the siri' of kirnsman, even when it causes him to kill or be killed, because of the believe that (I) person who upholds his siri? can not be killed and although he is killed, the death is a ?tasty? death (a death coated with spice and curry); (2) woman and human body is a symbol of honor and sellldignity, so a violation against woman dignity, obscenity, rape, sexual intercourse and marriage against the custom, a slap or a blow on the head, insulting words, are all seen as offences against siri'. Malaweng consists of (1)Malaweng Ati, heart offence': a person who likes to fancy a sexual intercourse between man and woman: (2) Malaweng Care-care, dress off'ence: a person who likes to dress up in the manner of the opposite sex; (3) Malaweng Palckira, eye offence: looking at a woman with lust, peeping at bathing person or sleeping couple: (4) Malaweng Ada, word offence: talking and speaking dirty words; (5)Malaweng Kedo/Pangkaukeng, gesture offence: nowadays popular as the porn action, such as (a) holding, kissing, touching a woman breast, attempt to rape or to make a sexual intercourse; (b) flirting; (c) uncontrolled sexual desire (tomangure), (d) loose relationship between man and woman; (6) Malaweng Luse, ?illegatimate sexual intercourse. Malaweng Kedo/Pangkaukeng and Malaweng Luse is handled partly by the community itself, either through peaceful settlement or through selg action and partly by the court of justice. Runaway marriage and pregnancy outside the marriage is generally settled by custom, while offences such as adultery and rape is brought to and resolved by the court of justice, in accordance with Article 5 of Emergency Law Number 1 Year 1951.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
D877
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Van Dijk, J. J. C.
Alphen: N. Samsom, 1952
BLD 343.014 VAN w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Musyarrafah Hamdani
"Hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku tahun 2013 menunjukkan bahwa Makassar 6.9 menempati posisi ketiga pada data proporsi remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah berdasarkan kota dengan usia termuda 13 tahun. Penelitian bertujuan untuk mengeksplorasi sejauh mana implementasi budaya siri rsquo; dalam pengasuhan anak di keluarga masyarakat suku Bugis dan Makassar berkaitan dengan perilaku seks pranikah pada remaja di Kota Makassar. Pendekatan kualitatif yang menggunakan etnografi dengan life history approach sebagai metode penelitian melalui wawancara mendalam dan observasi partisipatif. Melalui proses belajar kebudayaan sendiri, yaitu internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi orang tua telah menerapkan budaya siri rsquo; dalam mengasuh anaknya yang dimulai saat anak memasuki masa pubertas. Orang tua menanamkan secara tersirat dengan nasihat lsquo;jaga diri dan nama baik keluarga rsquo; yang ditujukan kepada perilaku seks pranikah. Usaha remaja menjaga siri rsquo; keluarga menjadi penahan dalam melakukan seks pranikah. Diharapkan adanya pengarusutamaan siri rsquo; dalam upaya mencegah remaja sekolah untuk melakukan perilaku seks pranikah, terutama Dinas Pendidikan Kota Makassar diharapkan memasukkan materi siri rsquo; dalam ajaran Muatan Lokal. Begitupun dengan orang tua yang senantiasa menanamkan siri rsquo; kepada anaknya tidak hanya saat masa pubertas, namun dimulai sejak masih kanak-kanak.

Integrated Surveys of Biological and Behavior in 2013 showed that Makassar 6.9 ranked third on of teenagers who had premarital sexual intercourse according to the city with the youngest age of 13 years. The study aimed to explore the implementation of siri rsquo in parenting of Buginese and Makassar ethnic families related to adolescents rsquo premarital sex behavior in Makassar. Qualitative approach that used ethnography with life history approach as a research method through in depth interviews and participant observation. Through the process of learning their own culture internalization, socialization, and enculturation , the parents had implemented siri rsquo in raising their children since the child entered the period of puberty. Parents instilled siri rsquo implicitly through advice lsquo protect yourself and the good name of the family rsquo aimed to prevent premarital sex behavior. Teenagers take care of siri rsquo family to be a barrier in premarital sex. Siri rsquo mainstreaming should be held to prevent school adolescents to engage in premarital sexual behaviors, particularly the Provincial Education Board of Makassar is expected to involve siri rsquo as material in Local Content ldquo Muatan Lokal rdquo subject. As well parents should instill the values of siri rsquo to their child not only during puberty, but since as a child.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Sani
Jakarta: Bulan Bintang, 1977
347.01 ABD h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Bini Fitriani B
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui subjektivitas dan agensi perempuan bangsawan Bugis dalam merespons budaya siri'melalui subjek dari dua generasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, yang menggunakan kerangka analisis subjektivitas dan kritik budaya. Studi ini melakukan penelusuran riwayat hidup sepuluh perempuan bangsawan Bugis dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjektivitas perempuan Bugis terdiri dari dua bentuk subjektivitas yang saling berkelindan erat dan dalam konteks tertentu keduanya bekerja secara berlawanan. Dua bentuk subjektivitas tersebut adalah subjektivitas personal dan subjektivitas budaya. Dalam merespons budaya terkait siri’, subjektivitas personal yang inheren akan menguatkan agensi perempuan Bugis, namun subjektivitas budaya akan melemahkan agensinya karena menjauhi kebenaran dalam diri. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam diri para subjek penelitian, terdapat dua bentuk ekspresi diri perempuan Bugis sebagai subjek budaya dan subjek personal yang kompleks dan menyebabkan terbentuknya subjektivitas unik yang berkelindan erat yakni subjektivitas personal dan subjektivitas budaya sehingga menimbulkan ambiguitas dan paradoks perilaku, pemikiran dan perasaan. Di dalam penelitian ini saya menemukan bahwa untuk “Menjadi Perempuan Bugis” subjek penelitian saya menggunakan subjektivitas budaya mereka sebagai bentuk politis untuk bertahan, melawan, membebaskan diri dan melakukan perubahan bentuk kekuasaan ‘dari dalam’. Agensi para subjek tidak hanya berupa perilaku dalam keputusan-keputusan besar dalam hidup terkait relasi gender, seksualitas dan relasi ibu-anak antar subjek generasi pertama dan kedua, namun juga berupa narasi diri yang kompleks. Pengalaman hidup, domisili, perbedaan generasi, status pernikahan dan media sosial daring merupakan faktor terhadap kedalaman subjektivitas budaya/personal dan dominasinya dalam diri subjek.

This study aims to examine the subjectivity and agency of Bugis noble women in responding to siri'culture. This research is a qualitative research with a case study approach, which uses an analytical framework of subjectivity and cultural critique. This study traces the life herstory of ten Bugis noblewomen and in-depth interviews. The results show that the subjectivity of Bugis women consists of two forms of subjectivity that are closely intertwined and in certain contexts it work in opposite direction. The two forms of subjectivity are personal subjectivity and cultural subjectivity. In responding to culture related to siri', the inherent personal subjectivity will strengthen Bugis women's agency, but cultural subjectivity will weaken their agency because they are away from the truth within themselves. This study concludes that within the research subjects, there are two forms of self-expression of Bugis women as cultural subject and a personal subject that is complex and lead to the formation of a unique subjectivity that is closely intertwined, namely personal subjectivity and cultural subjectivity, giving rise to ambiguity and paradoxes in behavior, thoughts and feelings. In this research, I found that to "Become a Buginese Woman" means that the subject use their cultural subjectivity as a political form for resistance, liberation and a change in the form of power ‘from within’. The agency of the subjects is not only in the form of behavior in major life decisions related to gender relations, sexuality and mother-daughther relations between first and second generation subjects, but also in the form of complex self-narratives. Life experience, domicile, generational differences, marital status dan online social media are factors in the depth of cultural/personal subjectivity and its dominance in the subject."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>