Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69369 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siahaan, Hotman Pardomuan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T36202
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Octavia
"ABSTRAK
Sistem publikasi tanah yang dianut Undang-undang Pokok Agraria yaitu sistem negatif bertendensi positif, sehingga sertipikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat yaitu sepanjang data fisik dan data yuridis yang terdapat didalamnya belum dapat dibuktikan yang sebaliknya. Sistem ini memberikan jaminan perlindungan hukum kepada pihak yang merasa dirugikan untuk menggugat melalui pengadilan dan membuktikan yang sebaliknya, sehingga sertipikat tersebut dapat dibatalkan. Akan tetapi Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24 Tahun 1997) telah membatasi perlindungan hukum tersebut, karena seseorang tidak dapat menuntut tanah yang sudah berserlipikat, jika dalam waktu 5 tahun sejak dikeluarkannya sertipikat tidak mengajukan gugatan pada pengadilan. Dalam praktik hakim telah mengabaikan ketentuan tersebut yaitu hakim tetap menerima dan memeriksa perkara gugatan atas sertipikat hak atas tanah walaupun telah lebih 5 tahun sejak sertipikat diterbitkan seperti pada kasus warga meruya selatan vs PT Porta Nigra dan Haji Djuhri cs. Adapun permasalahnnya adalah apakah dasar pokoknya Mahkamah Agung yang menyatakan PT Porta Nigra memiliki lasa hak yang sah atas tanah Meruya Selatan sesuai dengan ketentuan hukum tanah nasional; bagaimanakah akibat putusan Mahkamah Agung tersebut bagi pihak ke liga yang telah memiliki sertipikat atas tanah tersebut; apakah lembaga rechtsvenverking dalam Pasal 32 ayat (2) PP No. 24/1997 dapat digunakan sebagai penunjang dalam menghadapi gugatan keabsahan sertipikat di pengadilan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat normatif.
Tujuan penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui sertipikat hak atas tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 telah memberikan kedudukan yang kuat setidaknya bagi pemegang hak dan jaminan kepastian hukum lembaga rechtsvenverking Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 dalam menghadapi gugatan di pengadilan. Dari hasil penelitian dan analisis disimpulkan bahwa kedudukan sertipikat menurut PP No. 24 Tahun 1997 memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pihak yang namanya tercantum dalam sertipikat tetapi tidak memberikan perlindungan hukum bagi pihak lain yang merasa dirugikan. Dalam menghadapi gugatan di pengadilan, lembaga rechtsvenverking dalam Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 tidak efektif karena dalam praktek peradilan hakim telah mengabaikan ketentuan Pasal 32 ayat (2) tersebut.

ABSTRACT
Publication system of land registration pursuant to (he basic Agrarian Law (UUPA) is negative system with positive tendency therefore certificate is a strong evidence of land ownership, as long as physical data and juridical data not otherwise proven. This system provides warranties to the existence o f legal protection for another party who suffers losses to claim through out of the court and otherwise, so the certificate can be invalidated. Although, article 32 (2) of Government Regulation Number 24, 1997 (PP Number 24, 1997) regarding Land Registration has given limitation to the legal protection that one can not be sued for having certificate land, if after 5 years as o f the certificate is issued one did not make any claims to the court, if she or he owns the land and then the land is admitted as another person property and has approved by the first person. In practice the judges has never applied the regulation and still accepts and investigates the claim of land's right certificate even though after five years o f the issuance o f the land certificate such as happened in the case o f citizen o f South Meruya vs PT Porta Nigra and Haji Djuhri cs.
The purpose of this research was to investigate how the land registration conducted according o f the PP Number 24, 1997 had provided the key positions for land certificate's holders and legal assurance based on the ?rechtsvenverking? institutions in article 32 (2) PP Number 24, 1997 on facing the claim in the court. This research is a library research method in normative description. From the research and analysis, it is concluded that role of this land certificate according to the PP Number 24, 1997 is meant to give legal assurance and protection to the party whose name is registered in the certificate but it is not give the same protection to another party whom felt losses. Having the claim in the court the ?rcchtsvcnxerking " institution pursuant article 32 (2) of PP Number 24, 1997 did not provide legal assurance since the judges ignores the provision of article 32 (2)."
2008
T37007
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sari Veratiwi
"ABSTRAK
Perkembangan zaman dan teknologi telah memasuki berbagai sektor lini kehidupan di masyarakat Indonesia saat ini, termasuk di dalam bidang pendaftaran tanah. Berbagai pengaturan mengenai pendaftaran tanah telah diundangkan dari waktu ke waktu yang dimana terakhir diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Namun demikian, permasalahan pendaftaran tanah masih kerap kita temukan di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu kasus yang dijumpai adalah adanya perbedaan sistem pemetaan yang digunakan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam rangka penerbitan sertipikat hak atas tanah khususnya tentang metode pemetaan manual dan digital, dimana pada akhirnya menyebabkan sengketa pertanahan. Sehubungan dengan hal tersebut, dampak yang ditimbulkan salah satunya adalah ketiadaan kepastian hukum bagi penanam modal yang akan berinvestasi di Indonesia yang tentu memiliki dampak domino terhadap perekonomian di Indonesia antara lain ketiadaan pembukaan lapangan kerja, mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak dan terhambatnya pemerataan pembangunan dan perekonomian di Indonesia. Setelah dilakukan penelitian oleh penulis, permasalahan pendaftaran tersebut disebabkan oleh karena belum adanya sinkronisasi dan kesamaan sistem pemetaan yang digunakan antar kantor pertanahan di Indonesia. Selain itu, masih belum adanya landasan hukum yang memaksa para pemilik sertipikat hak atas tanah untuk menyesuaikan wilayah dalam sertipikatnya ke dalam sistem pemetaan digital. Dengan masih belum sempurnanya sistem pendaftaran tanah di Indonesia saat ini, maka kehati-hatian dan penelitian yang mendalam sebelum melakukan transaksi pembelian atau akuisisi tanah sangat perlu dilakukan khususnya bagi penanam modal yang akan melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melakukan legal due diligence dengan memeriksa secara menyeluruh dan komprehensif seluruh data-data terkait dengan tanah yang akan dibeli.

ABSTRACT
The development of the era and technology has entered various sectors of the Indonesian societies 39 life recently, including in the field of land registration. Various regulations on land registration have been enacted from time to time which was lastly stipulated in the Government Regulation Number 24 of 1997. However, the issues of land registration are still often found in various regions in Indonesia. One of the cases encountered was different of mapping systems used by the National Land Agency for the issuance of land rights certificates, particularly in the transition from manual mapping method to digital mapping methods, which ultimately led to land disputes. In relation to this, one of the impact is the lack of legal certainty for investors who are going to invest in Indonesia which may raise a domino effect on the economy in Indonesia, among others, the absence of job openings, the reduction of state revenues from the tax sector and stranded the equity of development and economy in Indonesia. After conducting research by the writer, the registration issues may be caused by the lack of synchronization and harmonization of mapping system used among land offices in Indonesia. Furthermore, there is still no legal basis which forces the owners of land titles certificates to adjust the territory in their certificates into the digital mapping system. With the incomplete of the land registration system in Indonesia nowadays, prudent and thorough research prior to entering into a transaction of land purchase or acquisition is necessary to be conducted, especially for investors who will carry out their business activities in Indonesia. One of the ways that can be done is to do legal due diligence by checking thoroughly and comprehensively all the data related to the land to be purchased."
2017
T49148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pety Fatimah
"Dalam rangka menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif, hal ini terlihat dengan dihasilkannya surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sertipikat hak atas tanah merupakan tanda bukti hak atas tanah yang kuat yang merupakan satu-satunya alat bukti kepemilikan tanah yang diakui Undang-Undang. Dengan diberlakukan sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif banyak menimbulkan permasalahan dalam bidang pertanahan; salah satunya bagaimanakah keadaan pembuktian sertipikat hak atas tanah terhadap tanda bukti girik pada suatu bidang tanah yang terletak dilokasi yang sama dan bagaimanakah kekuatan sertipikat hak atas tanah dapat membatalkan kepemilikan tanah yang belum didaftar. Hal ini dapat dijawab oleh sistem pendaftaran tanah yang mengatur bahwa Sertipikat Hak Atas Tanah bukan merupakan suatu tanda bukti kepemilikan yang mutlak/ sempurna tetapi merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, sepanjang data fisik dan data yuridis sesuai dengan data yang ada di kantor pertanahan, sedangkan tanda bukti girik merupakan surat pengenaan pajak atas nama pemilik tanah dan sekaligus juga merupakan tanda pembayaran pajak sehingga bukan merupakan bukti kepemilikan. Selanjutnya hilangnya tanah yang belum didaftar berdasarkan kekuatan sertipikat yang telah diterbitkan sertipikat untuk tanah bersangkutan atas nama pihak lain dapat terjadi apabila tanah tersebut ditelantarkan oleh pemiliknya selama suatu jangka waktu yang diatur Undang-Undang dan pemilik asli tanah itu dapat kehilangan haknya atas tanah yang bersangkutan. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan yang bersifat yuridis normatif.

For guarantying the certainty of law, government conducting land registration all over Indonesian territory. Indonesian land registration prepare to negative publication system contains to positive elements, it proven by documents of right function as a powerful evidential tool. This negative publication system contains to positive elements, causing a lot of problem such as how land certificate guarantee its right versus letter c on the same land object, and how powerful land certificate can deny right upon unregistered land. This problem can be solved by land registration system which stating that the land certificate was not the most perfect ownership evidence, but it function as the strongest evidential tool, as long as the physical data and the juridical data at the land office registration match, on the contrary letter c is a tax document letter, function to prove tax payment not an ownership right. On the other hand the cancel of ownership right upon registered land based on the strength of a certificate could happen if only the land was abandon by the owner in the time of land act mention could cause loss of ownership right. This thesis using library research center point to normative law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19295
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Marindi Cintyana
"Girik adalah alat bukti tanda membayar pajak. Sebelum berlakunya UUPA, hukum tanah yang berlaku bersumber hanya hukum adat. Girik digunakan oleh pemilik tanah sebagai tanda bukti hak atas tanah, karena hanya pemilik tanah yang wajib membayar pajak. Dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria terjadi perubahan secara fundamental di bidang hukum tanah dan hak- hak perorangan atas tanah yang berlaku di Indonesia. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat di Indonesia terutama di Jakarta yang menganggap Girik adalah bukti kepemilikan hak atas tanah. Girik tidak kuat untuk menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah apabila terjadi sengketa di Pengadilan. Oleh karena itu perlunya sosialisasi dari pihak pemerintah untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah adalah berupa Sertipikat, bukanlah Girik. Banyak masyarakat yang belum mengerti apa yang dimaksud dengan Girik, karena didalam literatur ataupun Perundangundangan mengenai pertanahan sangatlah jarang dibahas dan dikemukakan. Tanah Girik bukan merupakan bentuk kepemilikan hak sesuai dengan UUPA, melainkan hanya bukti pembayaran pajak tanah saja. Namun demikian , Petuk Pajak Bumi/ Landrentee, Girik, Pipil,Verponding Indonesia ini adalah salah satu bukti tertulis yang dapat didaftarkan sesuai dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Seperti permasalahan dalam penulisan tesis ini mengenai sengketa tanah girik yang telah mendapat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 166/PDT.G/2012/PN.JKT.PST. pemilik dari Girik C nomor 1349 tidak dapat membuktikan kepemilikannya yag sah di pegadilan, karena kurangnya alat bukti yang lain. Girik dapat menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah dengan didukung alat bukti yang lain yang menguatkan. Oleh sebab itu, perlunya sosialisasi yang dilakukan pemerintah agar masyarakat melakukan pendaftaran pertama kali atas tanah yang masih berstatus hak milik adat.

Girik is proof of payment of tax. Before Act Number 5 of 1960 regarding Agrarian Law, the prevailing law on land was bassed on common law. Girik used by the land owner as a proof of the land, because only a landholder who is obliged to pay taxes. Since Act Number 5 Year 1960 regarding Agrarian Law promulgated, land law and personal rights on land in Indonesia fundamentally changed.. In fact, Some of Indonesian people especially in Jakarta still thought that Girik is an evidenceof land ownership. Because of that, need for socialization of the government to tell people that the proof of ownership land rights is a Sertipikat. Many people do not understand what is referred about Girik, because in literature or regulations of land is very rarely discussed and presented about that.Girik certificate is not propietary right as pointed out in Basic Agrarian Law (UUPA). It only indicates tax payment receipt. Nevertheless, there are other [less formal] land certificate of Petuk Pajak Bumi, Landrentee, Girik, Pipil, verponding Indonesia that can serve as written evidence for land registration as provided for in Government Regulation (PP) No.24 of 1997 concerning Land Regisration. Shown in land dispute case on Court of Central JakartaDecision Number 166/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST. This research uses a method of a descriptive analysis with yuridis normative approach."
2015
T43965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Aziz
"Tesis ini membahas mengenai peralihan tanah belum bersertipikat terhadap Tanah Garapan dengan bukti Hak berupa Surat penyerahan tanah garapan dibawah tangan antara Sumamat dan Petrus naraheda tertanggal 22 April 1975 dan dicatat dalam register kelurahan klender Nomor 235 /12/06 dan penguasaan fisik berupa berdirinya Rumah Tinggal yang terletak di Jalan Pertanian Kelurahan Klender sebagaimana terlampir. Pada tahun 2015 dilakukan peralihan hak atas tanah dengan menggunakan Akta Notariil berupa Pemindahan dan Penyerahan Hak tertanggal 23-09-2015 (Duapuluhtiga September Duaribu limabelas) Nomor: 695 yang dibuat dihadapan Notaris Eddy Suparyono S.H., M.kn antara pihak penjual atau pihak Pertama yang merupakan ahli waris Petrus Naraheda yaitu Diana H.S., Diany Naraheda, Ir. Zigma Naraheda, Cosinus Naraheda dan Radius Naraheda dengan pihak pembeli atau pihak Kedua Nyonya Royhanah dan tuan Andrea Aziz. Dengan pertanyaan bahwa apakah peralihan hak atas tanah belum bersertipikat sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah j.o. Peraturan Menteri nasional Agraria Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Terhadap tanah yang belum memiliki hak atas tanah sebagaimana diatur oleh Undang-undang Pokok Agraria terutama tanah garapan dapat dilakukan dengan akta Notariil dikarenakan belum termasuk dalam tanah yang memerlukan peralihan hak yang harus dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah maka dari itu dalam peralihannya digunakan akta jual beli bangunan dan pengoperan hak adapun penggunaan akta Jual Beli Bangunan dan Pengoperan hak tersebut adalah untuk keperluan permohonan hak dan pendaftaran Pertama kali untuk mendapakan hak atas tanah yang baru sehingga tanah tersebut dapat didayagunakan dengan lebih leluasa diantaranya adalah dengan pemberian hak tanggungan atas tanah.

This thesis discusses the transfer of land to the Land that has not Cetified called tanah Garapan with evidence by the form of Letter of Rights under the hand delivery of arable land between Sumamat and Peter naraheda dated 22 April 1975 and recorded in the register sub Klender No. 235/12/06 and the mastery of the physical form of the establishment of House Live located in the Village Farm Road Klender as attached. In 2015 made the transition of land rights by using the form notarized deed of transfer of rights and Submission dated 23- 09-2015 (twenty-three September Twot housand Fifteenth ) Number 695 made by Public Notary Eddy Suparyono SH, M.kn between the seller or the First the heir Peter Naraheda that Diana HS, Diany Naraheda, Ir. Zigma Naraheda, Cosine Naraheda and Radius Naraheda by the buyer or the Second Mrs.Royhanah and Mr.Andrea Aziz. With the question that whether the transfer of land rights has not Cetified called tanah Garapan accordance with Government Regulation No. 24 of 1997 concerning land registration jo Regulation of the Minister of National Agrarian No. 3 of 1997 on the implementation of Government Regulation No. 24 of 1997 concerning land registration. On the ground that do not have land rights as stipulated by the Basic Law of Agrarian especially arable land can be done with a notary deed because not included in the soil that require transfer of right should be made by the Officer of the Land Deed therefore the transition used the deed of sale building and transfer rights as for the use of the deed Purchase Building and transfer of such rights is for the purposes of application for registration of rights and for the first time assigned the rights to the new land so that the land can be utilized more freely among them is the provision of security rights over land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44970
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
U. Indrayanto
"Pemerintah memerlukan data penguasaan tanah untuk perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya. Dalam rangka menunjang keperluan Pemerintah itu, diselenggarakan inventarisasi yang dikenal dengan kegiatan Pendaftaran Tanah. Tujuannya adalah bidang-bidang tanah yang dikuasai dengan sesuatu hak dan dikenal dengan tanah hak atau persil yang kemudian diukur, dipetakan dan diselidiki proses penguasaan oleh pemegang haknya. Hasilnya berupa peta dan daftar yang memberikan penjelasan mengenai siapa pemegang haknya, letaknya, luas dan lain sebagainya. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum yang meliputi: kepastian hukum mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak (subyek hak); kepastian hukum mengenai lokasi, batas serta luas suatu bidang tanah hak (obyek hak); dan kepastian hukum mengenai hak atas tanahnya. Kepastian subyek dan obyek hak diperlukan untuk penyelenggaraan sistem keterbukaan/pengumuman mengenai hak atas tanah atau sistem publisitas. Pemerintah telah memiliki undang-undang yang mengatur tentang pertanahan/agraria yang biasa disebut Undang-Undang Pokok Agraria. Dari undang-undang ini telah menghasilkan peraturan pemerintah di bidang pendaftaran tanah yakni PP nomor 10 tahun 1961 dan kemudian disempurnakan oleh PP nomor 24 tahun 1997. Dari kedua PP ini bila ditinjau dari produk penerbitan sertifikat terdapat perbedaan yang signifikan, yang menandakan bahwa adanya perubahan pengaturan tentang pendaftaran tanah ke arah yang lebih baik."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
U. Indrayanto
"Under Indonesian land registration system the government has duty to accomplishing legal-cadaster through entire land in Indonesian territory. On the government interests the result of land registration is needed lo initiate development planning and the implementation. By this assumption the author here does analyze toward the revision government regulation which concerning on land registration. The initial regulation was under Govermnent regulation number l0 year 1961 which has been revised by the number 24 year 1997. Many significants aspects can be founded in the newlv regulation which regards on the effort to give legal certainty ahead the land owners. There are proved by the comprehensive procedurals, and also giving more opportunity to local people to reach land certificate in lesser written evidence. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-3-(Jul-Sep)2006-289
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>