Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76451 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Efaprodita Pitaloka S
"Dalam pemberian suatu kredit, apabila debitur cidera janji, maka pihak kreditur memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi. Pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, eksekusi jaminan kredit mayoritas telah mempergunakan 2 (dua) cara yaitu Lelang Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 6 Jo Pasal 20 la UUHT atau parate eksekusi dan Lelang Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 14 Jo Pasal 20 lb atau Lelang Hak Tanggungan melalui Penetapan/Putusan Pengadilan Negeri. Tesis ini membahas permasalahan mengenai bagaimanakah bentuk-bentuk upaya penyelesaian kredit pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk serta bagaimanakah upaya penyelesaian kredit pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk apabila ditinjau berdasarkan Pasal 6 Jo Pasal 20 ayat 1 huruf a Undang-Undang Hak Tanggungan dan apakah sudah efektif dengan upaya penyelesaian kredit di lapangan. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian ini teijadi secara alamiah (inatural), oleh sebab itu penelitian ini menuntut keterlibatan secara langsung di lapangan (field research). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis (socio legal), yaitu perpaduan antara legal research dan sosial research. Dalam konteks ini hukum tidak hanya dilihat sebagai suatu entitas normatif, melainkan juga dilihat sebagai bagian riil dari sistim sosial yang berkaitan dengan variabel sosial lainnya. Penulis menyimpulkan bahwa Undang-Undang telah memberikan kekuasaan yang istimewa bagi pemegang haknya untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut (Pasal 6 UUHT). Akan tetapi dalam pelaksanaan yang teijadi di lapangan, KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) tidak berani mengambil resiko akan gugatan yang muncul dikemudian hari. Oleh karenanya tidak hanya KPKNL yang berperan serta dalam penyelesaian kredit, peran Pengadilan Negeri pun tidak dapat dihilangkan begitu saja.

In granting a loan if borrowers default, then the creditors have the authority to conduct executions. At PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, execution of loan guarantees, majority has used two methods, that is mortgage auction by in section 6 related in section 20 la UUHT or parate execution and mortgage auction by in section 14 related in section 20 lb UUHT or mortgage auction throught establishment/decision state court. This thesis discuss the issues about how other forms of credit settlement efforts at PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, and how other forms of credit settlement efforts at PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk if reviewed on a in section 6 related in section 20 la UUHT and whether it is effective with the credit settlement efforts in the field. The method used was qualitative research methods. This study occur naturally. Therefor, this research requires direct involvement in the field (field research). This research uses a sosiological approach to judicial (socio legal), namely a combination of legal research and social research. In this context, law is not only seen as a normative entity, but also seen as the real part system associated with other social variables. The authors conclude that the statute it has been provides a special power for the right holder to sell the object mortgage on its own power through a public tender and take payment from the proceeds of such claims (in section 6 UUHT). However, the implementation is happening in the field, KPKNL (Office of the State Property and Auction Service) did not dare take the risk of a lawsuit that will appear later in life. Therefore, not only participating KPKNL in credit settlement, court?s role can not be eliminated so simply.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T43921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Sumardji Djaya
"Pemberian kredit erat kaitannya dengan pemberian jaminan/agunan, pemberian jaminan yang sering digunakan oleh bank adalah dengan menggunakan tanah, dengan telah terjadi univikasi dibidang hukum jaminan khususnya dengan tanah maka pengikatan jaminan yang aman menggunakan hak tanggungan yang lelah diamanatkan oleh pasal 51 UUPA maka terbentuk UU No:4 tahun 1996 mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah sebagai jaminan. UUHT mempunyai sifat Droite de suite dan Droite de preferen, juga masih ada pembaharuan lain dibanding hipotek misalnya untuk tanah-tanah yang dapat diikat dengan hak tanggungan seperti hak milik, hak atas usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, sedangkan untuk hipotek hanya tanah-tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan, dalam hal pengikatan dapat dilakukan oleh pejabat Notaris dan PPAT, pelaksanaan eksekusinya mudah dan pasti melihat uraian tersebut diatas kiranya UUITT dapat meminimalisasikan kerugian yang akan timbul dari nasabah yang wanprestasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Piter Lie
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36338
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira Hanum
"Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 serta Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT), maka diperkirakan akan banyak permohonan Hak Pakai atas tanah Negara yang diajukan oleh Warga Negara Asing yang merasa memenuhi persyaratan sebagai pemegang Hak Pakai. Apalagi dengan munculnya UUHT yang menentukan suatu konsep baru mengenai penunjukan Hak Pakai atas tanah Negara sebagai objek Hak tanggungan (Pasal 4 ayat (2)), yang membuka kesempatan bagi para Warga Negara Asing untuk dapat memperoleh permohonan kredit dengan penggunaan hak pakai sebagai jaminan, dimana sebelumnya dalam Undang-Undang Pokok Agararia Nomor 5 Tahun 1960 disimpulkan bahwa Hak Pakai tidak dapat ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan (Pasal 51 UUPA), karena pada waktu itu Hak Pakai tidak termasuk hak-hak atas tanah yang wajib didaftarkan, oleh karena itu tidak dapat memenuhi syarat publisistas untuk dapat dijadikan jaminan hutang. Dalam perkembangannya Hak Pakai harus didaftarakan, yaitu Hak Pakai atas Tanah Negara dimana dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Hak Pakai yang dimaksudkan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani fiducia. Hak Pakai tersebut ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan, sehubungan dengan itu maka Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dan dengan demikian menjadi tuntaslah unifikasi Hukum Tanah Nasional yang merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah yang merupakan salah satu tujuan utama UUPA. Pemyataan bahwa hak pakai tersebut dapat dijadikan objek hak tanggungan merupakan ketentuan UUPA dengan peran serta hak pakai itu sendiri serta kebutuhan masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Eko Budianto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, [Date of publication not identified]
S20763
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selly Febriani Karyadi
"Sebagai salah satu usaha pokok perbankan dalam menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, maka pemberian kredit mempunyai prioritas yang cukup kuat. Jaminan dalam pemberian kredit, khususnya Kredit Sindikasi sangat diperlukan terutama untuk menjamin pelunasan hutang debitur apabila wanprestasi. Dan jaminan tersebut dapat berupa tanah yang diatur dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Lain yang Berkaitan dengan Tanah, dimana atas hasil penjualan jaminan apabila debitur wanprestasi akan dibagikan secara paripassu berdasarkan Perjanjian Pembagian Hasil Jaminan yang dibuat antara para kreditur, dan apabila pembagian tersebut tidak mencukupi , maka para kreditur dapat mengajukan sita ke Pengadilan yang diwakili oleh Agent. Peralihan piutang dapat saja terjadi dimana salah satu kreditur melakukan penjualan atas partisipasinya dalam kredit yang merupakan penyerahan piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, disebut juga cessie. Dan terhadap persil yang dibebankan dengan Hak Tanggungan, dipasang suatu nilai tanggungan yang dapat membatasi pelunasan piutang apabila hutang debitur membengkak karena adanya piutang dikemudian hari."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T37738
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Sudjono
"Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah ketentuan tentang jaminan hak atas tanah yang dibentuk dan diundangkan untuk menggantikan ketentuan perihal jaminan hak atas tanah yang semula telah diatur dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jaminan hak atas tanah yang semula diatur dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata mensyaratkan bahwa untuk pelaksanaan eksekusi dilakukan dengan permohonan penetapan pada Pengadilan Negeri. Permasalahan yang diangkat adalah mengenai peranan hakim yang dikesampingkan dalam proses pelaksanaan eksekusi terhadap barang jaminan menurut Undang Nomor 4 Tahun 1996, serta perihal pelaksanaan eksekusi itu sendiri dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996.
Metode penelitian yang akan digunakan adalah normatif yuridis, dan karenanya penelitian dilakukan dengan mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan-peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan. Kesimpulan dari permasalahan tersebut adalah bahwa dengan dikesampingkannya peranan hakim dalam proses eksekusi dimaksudkan untuk mempermudah, dan menghemat biaya serta membuat kreditur dalam waktu yang singkat dapat melakukan penjualan baik secara lelang maupun di bawah tangan atas barang jaminan, sehingga tidak diperlukan prosedur permohonan penetapan atas sita eksekusi, lelang eksekusi. Pelaksanaan dari eksekusi barang jaminan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996, pada kenyataannya tidak dilakukan secara langsung oleh kreditur, karena kreditur tetap mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk memberikan penetapan atas sita eksekusi, lelang eksekusi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ati Rakhmawati
"Kredit konstruksi adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan antara lain kepada perusahaan pembangunan perumahan yang akan membangun rumah-rumah sederhana juga untuk pembangunan perumahan kelas menengah untuk dijual kepada calon-calon pembeli yang mendapat KPR. Bank X adalah salah satu bank yang memberikan fasilitas kredit konstruksi untuk pembangunan perumahan yang pada prakteknya menggunakan lembaga Hak Tanggungan sebagai jaminan karena obyeknya adalah benda tidak bergerak yaitu tanah dan bangunan yang akan dibangun. Dengan demikian prosedur pengikatan jaminannya dilakukan sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Sedangkan prosedur pemberian kredit pada Bank X harus mengikuti tahapan pemberian kredit yang telah ditetapkan oleh Bank X. Pemberian kredit konstruksi pada Bank X maksimal sebesar 75 % dari biaya proyek dan tidak termasuk biaya pengadaan tanah. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/46/KEP/DIR tahun 1997 tentang Pembatasan Pemberian Kredit Bank Umum Untuk Pembiayaan Pengadaan Dan Atau Pengolahan Tanah. Kendala dalam penggunaan Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit konstruksi pada prakteknya adalah jika bangunan/proyek perumahan yang akan dibangun tidak dibangun oleh pengembang, karena jaminan yang diterima oleh bank adalah tanah dan bangunan/proyek perumahan yang belum dibangun. Dengan demikian bank harus teliti dalam membuat perhitungan nilai jaminan sehingga pemberian kreditnya dilakukan berdasarkan tahapan pembangunannya sesuai dengan prosentase nilai bangunannya. Namun masalah yang diungkapkan oleh Bank X dari hasil penelitian saya yang menjadi kendaia adalah apabila debitur wanprestasi sementara Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) belum dibuat. Hal ini dikarenakan pada prakteknya " Bank X tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik dan petuk dapat dijadikan jaminan dalam kredit konstruksi yang pembebanannya dilakukan dengan membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan antara pihak Bank X dengan debitur. SKMHT ini wajib diikuti pembuatan APHT selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah diberikan SKMHT (pasal 15 ayat 4 UU No. 4 Tahun 1996). Dalam prakteknya di Bank X jika setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan, pendaftaran hak atas tanah tersebut belum selesai maka SKMHT dapat diperpanjang untuk setiap waktu 3 (tiga) bulan sampai pendaftarannya selesai. Dengan demikian jika APHT belum dibuat sedangkan debitur wanprestasi maka Bank X tidak dapat melakukan eksekusi karena Hak Tanggungannya belum lahir. Permasalahan yang terjadi di Bank X ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman pihak bank mengenai prosedur pendaftaran Hak Tanggungan bahwa tanah bekas hak milik adat yaitu girik dan petuk dapat dilakukan bersama-sama dengan pendaftaran Hak Tanggungan. Sedangkan bila terjadi kredit macet pada Bank X maka upaya yang dilakukan adalah melakukan upaya penyelamatan kredit melalui 3 R yaitu Penjadwalan kembali (Reschedulling), Pensyaratan kembali (Reconditioning), dan Penataan kembali (Restructuring). Apabila upaya tersebut tidak berhasil maka Bank X langsung melakukan eksekusi melalui notaris."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>