Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81695 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sahat
"Dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, negara-negara sedang berkembang memerlukan modal, keahlian dan teknologi dari negara-negara maju. Kebutuhan akan modal baik modal asing maupun modal dalam negeri bagi negara yang melakukan pembangunan memang tidak dapat dihindari.
Sejak krisis tahun 1998, investasi jatuh, yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi hanya 3,5% - 4 % per tahun. Sebelum krisis pertumbuhan ekonomi berkisar antara 7 % - 8 % per tahun. Sebagai akibat rendahnya pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan angka pengangguran yang cukup memprihatinkan. Untuk mengatasi tingkat pengangguran yang memprihatinkan tersebut, pertumbuhan ekonomi perlu ditingkatkan sehingga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Peningkatan pertumbuhan ekonomi hanya dapat ditempuh dengan cara meningkatkan investasi, untuk itu diperlukan iklim yang kondusif bagi perkembangan investasi.
Salah satu faktor penghambat investasi adalah sektor ketenagakerjaan, khususnya pelaksanaan hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha yang dapat mempengaruhi investasi seperti mogok kerja dan perselisihan hubungan industrial. Timbulnya mogok kerja adalah sebagai akibat institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan yang diatur melalui UU No. 22 Tahun 1957 dan UU Na 12 Tahun 1964 tidak efektif memberikan penyelesaian perselisihan yang cepat, tepat, adil dan murah oleh karena untuk mendapatkan penyelesaian perselisihan dibutuhkan waktu 2 tahun 3 bulan atau bahkan lebih.
Berdasarkan kondisi tersebut, baru-baru ini pemerintah telah mengundangkan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang mulai berlaku pada bulan Januari 2005. Untuk mengetahui dampak Undang-Undang tersebut terhadap iklim investasi, secara substansi Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengatur institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan lebih ekonomis dan tidak berbelit-belit serta mengutamakan penyelesaian di luar pengadilan melalui konsiliasi, mediasi atau arbitrase dan membatasi perselisihan yang dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung.
Institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dilakukan melalui konsiliasi mediasi atau arbitrase pada dasarnya dilakukan berdasarkan win-win solution sehingga dapat mendorong timbulnya kerja sama saling membutuhkan antara pekerja dengan pengusaha di perusahaan yang pada gilirannya dapat tercipta iklim investasi yang kondusif sebagai basis persaingan internasional di masa mendatang."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pardosi, Kartini
"Dunia Usaha adalah merupakan penggerak dalam melaksanakan pembangunan ekonomi yang pelakunya adalah masyarakat dalam pembangunan ekonomi tersebut. Negara-negara berkembang memerlukan modal, baik modal asing maupun modal dalam negeri, apabila pertumbuhan ekonomi rendah akan mengakibatkan tingkat pengangguran semakin besar, dan akan memperihatinkan, untuk mengatasi tingkat pengangguran yang besar pertumbuhan ekonomi perlu ditingkatkan, sehingga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, peningkatan pertumbuhan ekonomi hanya dapat ditempuh dengan cars rneningkatkan investasi untuk itu diperlukan iklim yang konduksif bagi perkembangan insvestasi.
Ada beberapa faktor penghambatan investasi yang antara lain adalah sektor ketenagakerjaan khususnya pelaksanaan hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha yang dapat mernpengaruhi instansi misalnya : Mogok kerja, perselisihan hubungan Industrial, timbulnya mogok kerja adalah sebagai akibat intihusi dan mekanisme penyelesaian pemelisihan yang diatur melalui Undang-Undang N022 Tahun 1957 dan Undang-Undang No.12 Tahun 1964 tidak efektif memberikan penyelesaian perselisihan secara cepat, tepat dan murah. Oleh karena untuk mendapatkan penyelesaian perselisihan dibutuhkan waktu yang cukup lama antara 2 tahun sarnpai 3 tahun bahkan lebih.
Dengan telah berlakunya Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang perselisihan hubungan industrial dapat mempergaruhi dan dampak undang-undang tersebut terhadap illim investasi dan secara substanti undang-undang hubungan industrial rnengatur inst tusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan lebih ekonomis dan tidak berbelit-belit serta mengutamakan penyelesaian diluar pengadilan melalui konsiliasi, mediasi atau arbitrase dan membatasi yang dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Mekanisrne perselisiamn hubungan industrial yang dilakukan rnelalui konsthasi mediasi atau a rasi pada dasarnya dilakukan berdasarkan win-win solution sehingga dapat mendorong timbudnya kerjasama sang mernbuluhkan antara pekerja dengan pengusaha di perusahaan yang pada gilirannya dapat tercipta iklim investasi yang kondusif sebagai basis persaingan intemasional di masa mendatang."
2007
T19666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Rinaldy Amrullah
"ABSTRAK
Pekerja/buruh dan pengusaha adalah para pelaku utama di tingkat perusahaan. Di satu sisi, para pengusaha dan pekerja mempunyai kepentingan yang sama yaitu kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan, namun disisi lain tidak dipungkiri diantara keduanya terdapat perbedaan bahkan potensi konflik. Konflik tersebut berkaitan dengan persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang kepentingan masing-masing pihak yang pada dasarnya memang ada perbedaan
Sebelum th 2004, penyelesaian perselisihan hubungan industrial masih didasarkan pada peraturan yang lama yaitu UU No. 22 Th 1957 ttg Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Undang-undang No. 22 Th 1957 tersebut membagi perselisihan hubungan industrial menjadi perselisihan hak dan perselisihan kepentingan. Dikenal pula Iembaga P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan P4P (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat)
Pada tanggal 14 Januari 2004 disahkanlah Undang-undang No. 2 Th 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang mulai berlaku efektif pada tanggal 14 Januari 2004. Berkaitan dengan disahkannya UU No. Th 2004 adalah menyangkut eksistensi Pengadilan Hubungan Industrial yang berakibat dihilangkannya lembaga yang selama ini ada dan dikenal untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yaitu P4D dan P4P.
Dalam UU No. 2 Th 2004, perselisihan hubungan industrial tidak hanya dipandang sebagai perselisihan hak dan perselisihan kepentingan, tetapi juga menyangkut perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja dan serikat pekerja hanya dalam satu perusahaan. UU No. 22 Th 1957 hanya mengatur penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan secara kolektif saja, sedangkan dalam perspektif lain penyelesaian perselisihan hubungan industrial pekerja secara perorangan belum terakomodasi.
Apabila dikaji dari soal efisiensi waktu penyelesaiannya, maka dapat dilihat bahwa proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut UU No. 22 Th 1957 sangat bertele-tele. Dan proses bipartit hingga panitia penyelesaian perselisihan perburuhan Pusat. Dan hasil tersebut, ternyata masih berkepanjangan karena hasil dan P4P itu masuk dalam kualifikasi Beschikking, sehingga dapat dimajukan upaya hukum PTUN sampai Mahkamah Agung.
Dalam UU No. 2 Th 2004 mempunyai semangat bahwa penyelesaian sengketa dari awal hingga akhir tidak akan melebihi waktu 140 hari, namun bukan berarti pula undangundang ini lebih baik dan UU No. 22 Th 1957 Ttg Penyelesaian Perselisihan Perburuhan karena tidak konsekuensi sanksi terhadap tingkatan pengadilan apabila melewati batas waktu yang telah ditentukan untuk memberikan putusan yang final terhadap permasalahan sengketa hubungan industrial
"
Depok: Universitas Indonesia Fakultas Hukum, 2007
T19895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Suatu hubungan yang terjadi antara pengusaha dengan
buruh ini tidak selalu mengalami keharmonisan. Seringkali
terjadi perselisihan diantara keduanya sebagai akibat dari
berbagai macam sebab yang dapat merugikan kedua belah
pihak. Perselisihan perburuhan yang saat ini disebutkan
dengan istilah Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) dapat
disebabkan banyak hal yang bersumber dari perbedaan status,
pengetahuan, kebutuhan hidup yang selalu meningkat dan
sebagainya merupakan sumber konflik yang selama ini terjadi
antara pekerja/buruh dengan majikan/pengusaha. Undang-
Undang No. 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan selama ini telah menjadi landasan yang
fundamental dalam penyelesaian perselisihan perburuhan
selama 47 tahun sejak dibentuknya. Akan tetapi dalam
perkembangannya, Undang-Undang ini sudah tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, tidak efektif lagi untuk
mencegah serta menanggulangi kasus-kasus pemutusan hubungan
kerja. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 ini juga dirasakan
memakan waktu yang lama, disamping banyaknya tahapan yang
harus dilalui pihak-pihak yang menginginkan putusan yang
adil. Oleh karena itu kemudian ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial. Dalam Undang-Undang ini diatur
penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial dan di
luar Pengadilan. Lahirnya lembaga ini menghapus keberadaan
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan sebagaimana
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1964 Tentang Pemutusan Hubungan Kerja.
Dengan demikian, diharapkan sengketa yang dihadapi para
pihak akan segera memperoleh kepastian hukum sesuai dengan
asas peradilan cepat, mudah, dan biaya ringan."
Universitas Indonesia, 2006
S22069
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika RI, 2007
R 344.01 UND
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sinar Grafika, 1998
R 344.01 UND
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>