Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Salsabilla rifda
"Perkawinan beda agama di Indonesia masih menuai pro dan kontra yang dibuktikan dengan Putusan Pengadilan Nomor 333/Pdt.P/2018/PN.Skt dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1977K/Pdt/2017. Sehingga, sering kali pasangan yang memiliki perbedaan agama mencari ‘jalan pintas’ dengan melakukan perkawinannya di Australia karena dinilai lebih efisien atau peraturannya cenderung lebih mudah bagi mereka yang ingin melangsungkan perkawinan beda agama jika dibandingkan dengan peraturan di Indonesia. Lalu, dalam hal pencatatan sipil, pasangan yang menikah di luar negeri selalu dapat mencatatkan perkawinannya disebabkan oleh asas universalitas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan Hukum perkawinan antara Indonesia dengan Australia, serta sudut pandang dari Hukum Perdata Internasional Indonesia. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yaitu dikarenakan ketidak pastian hukum di Indonesia, masyarakat kerap melakukan penyelundupan hukum dengan melakukan perkawinan di Australia. Bentuk penelitian yang penulis gunakan dalam karya tulis ini adalah yuridis-normatif, yaitu melihat dan memahami norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan.

Interfaith marriage in Indonesia still reaps pros and cons as evidenced by Court Decision Number 333/Pdt.P/2018/PN.Skt and Supreme Court Decision Number 1977K/Pdt/2017. Thus, many couples who have different religions look for 'shortcuts' by getting married in Australia because it is considered more efficient or the regulations tend to be easier for those who want to hold interfaith marriages when compared to regulations in Indonesia. Then, in the case of civil registration, couples who marry abroad can always register their marriages due to the principle of universality. This study was conducted to determine the comparison of marriage law between Indonesia and Australia, as well as the point of view of Indonesian Private International Law. The conclusion obtained from this study is that due to legal uncertainty in Indonesia, people often carry out legal smuggling by marrying in Australia. The form of research that the author uses in this paper is juridical-normative, namely seeing and understanding legal norms contained in laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukmin Amarullah
"Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan dapat tercapai bila perkawinannya sah yaitu apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Sebagai bukti bahwa sudah dilakukan perkawinan, maka setiap perkawinan harus dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat Perkawinan dan dicatat pada kantor pencatatan perkawinan. Rumusan dan pengertian perkawinan tersebut di atas diatur dalam Undang-Undang Perkawinan yang walaupun sudah dibuat sesempurna mungkin tetapi masih dapat disalah gunakan karena adanya pasalpasal yang sumir sehingga terjadi penyelundupan hukum seperti misalnya terjadinya perkawinan beda agama baik yang dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri yang seharusnya hal tersebut tidak boleh terjadi karena pada hekekatnya sesungguhnya tidak ada satu pun agama yang membolehkan umatnya menikah dengan pasangan kawinnya yang berbeda agama, karena setidaknya akan mendapat masalah pada keabsahan perkawinan dan keabsahan anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama. Maka melalui penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan tipologi penelitian bersifat eksplanatoris dengan bentuk evaluatif, telah secara khusus meneliti mengenai keabsahan anak yang lahir dari perkawinan beda agama berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Beberapa pokok permasalahan yang ditemukan adalah apakah anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama dapat digolongkan sebagai anak yang sah, dan apakah anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama dapat digolongkan sebagai ahli waris yang sah dari kedua orang tua biologisnya. Sebagai kajian lebih mendalam kami bahas mengenai kasus perkawinan beda agama yang telah terjadi antara pasangan artis Indonesia. Dan kami berkesimpulan bahwa perkawinan beda agama adalah tidak sah sehingga anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama dapat disamakan sebagai anak luar kawin karenanya hanya mempunyai hubungan perdata terhadap ibu dan keluarga ibunya akibatnya anak tersebut tidak dapat mewaris dari ayah biologisnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dollys Sulaiman
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S26097
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyuwidayati
"Perkawinan pasangan berbeda agama yang dilangsungkan di luar negeri menimbulkan pertanyaan mendasar, yaitu tentang keabsahan perkawinan dan otoritas agama/otoritas pemerintah dalam hal ini pegawai pencatat nikah. Kebingungan tersebut terletak pada Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) menimbulkan penafsiran bahwa: (a) pasal tersebut terletak pada kata agamanya dan kepercayaan yang merupakan satu kesatuan sehingga jika seseorang melakukan perkawinannya berdasarkan kepercayaan atau adatnya saja dan tidak berdasar agama yang diakui oleh negara maka perkawinan itu tidak sah; (b) karena perkawinan tersebut dianggap tidak sah, maka Kantor Catatan Sipil tidak dapat mencatatkan perkawinan tersebut. Sesuai dengan pasal tersebut, di Indonesia ada pluralitas hukum perkawinan menurut hukum agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan bahkan Kong Hu Cu. Perkawinan berbeda agama yang dilangsungkan di luar negeri telah menjadi jalan keluar bagi sebagian pasangan beda agama yang hendak melangsungkan perkawinan karena kebanyakan negara lain hanya memandang perkawinan dari segi perdatanya saja. Permasalahan yang timbul kemudian adalah bagaimanakah status hukum (sah atau tidaknya) perkawinan berbeda- agama yang dilangsungkan di luar negeri menurut Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 serta akibat hukum apa yang timbul dari perkawinan pasangan berbeda agama yang dilangsungkan di luar negeri menurut Undang-Undang nomor 1 tahun 1974.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif evaluatif dengan mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Merujuk kepada syarat materiil yang terdapat pada pasal 1 UUP dan pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UUP yaitu bahwa perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing, pasal 8 huruf f UUP tentang larangan perkawinan, dan meskipun perkawinan dimaksud telah memenuhi syarat formil sehingga sah menurut hukum negara tempat perkawinan tersebut berlangsung, namun dengan memperhatikan pasal 56 UUP yang mengatakan bagi WNI tidak melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian terhadap perkawinan berbeda agama yang dilangsungkan di luar negeri adalah tidak sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (UUP). Sehingga akibat hukum yang timbul adalah perkawinan tersebut menjadi terhalang pencatatannya oleh Kantor Catatan Sipil di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16564
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutari Hayuning W.P.
"In Indonesian Marriage Law under Law number I year 1974 have stipulated that for the legal marriage is comply under the religion's norms of the parties and existing regulations. The case on inter-religians marriage can be percepted from the article 2 section I of the law the couple ought to conduct under their's religion norms. Ana' genera! thought in differents religions norms have also restricted inter-religions marriage. This explanation then will also effective to all Indonesian citizen?s whom have got their married in foreign country. The author suggested that the most favour ways to do is by change his/her religion to same of their couple's religion to solve this problem."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-2-(Apr-Jun)2006-219
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mendrofa, Juniman
"Bangsa Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki penduduk yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku, adat istiadat dan agama yang berbeda. Masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari saling berinteraksi dengan pemeluk agama lainnya, mereka dapat hidup rukun dan berdampingan serta saling menghormati maka terjadinya
perkawinan antar umat beragama ini merupakan suatu hal yang sulit dicegah. Pada dasarnya setiap agama melarang setiap umatnya untuk melakukan pernikahan dengan umat pemeluk agama lain. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan perkawinan adalah sah bila telah dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya itu. Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Perkawinan ditegaskan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum
masing-masing agamanya. Faktor larangan tersebutlah yang
menyebabkan banyak pasangan berbeda agama ini memilih
perkawinan diluar wilayah Indonesia antara lain di Australia. Tesis ini berjudul Pengaruh hukum perkawinan beda agama yang dilangsungkan di luar negeri dan yang telah dicatat di kantor catatan sipil jakarta terhadap hubungan perdata suami isteri dan harta benda perkawinan
Serta anak yang dilahirkan analisis kasus nomor: 195/KHS/II/1933/2003 menurut undang-undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan. Untuk melangsungkan Perkawinan di luar negeri bagi warga negara Indonesia berlaku ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi ?Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang waraganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara
Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-Undang ini. Dan Pasal 56 ayat (2) berbunyi ?Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami-isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus
didaftarkan di Kantor Pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka". Dari ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri harus mengikuti tata-cara perkawinan di luar negeri dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, lebih khususnya Pasal 2 ayat (1). Dari hal-hal tersebut di atas dirumuskan pokok permasalahan yaitu (1)Bagaimana keabsahan Perkawinan Beda Agama yang dilangsungkan di luar wilayah R.I. antara Joharson Esterlla Sihasale dengan Vanya Zulkarnaen yang telah dicatat di kantor catatan sipil Jakarta? (2) Adakah pengaruh hukum Perkawinan Beda Agama tersebut terhadap
hubungan perdata suami isteri; terhadap harta benda dan terhadap anak yang dilahirkan? Dalam penulisan tesis ini metode penelitian. yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat normatif sedangkan teknik pengumpulan data mempergunakan metode studi dokumen. Tipelogi penelitian bersifat eksplanatoris dengan bentuk
evaluatif. Adapun metode pengolahan datanya dilakukan secara kualitatif dengan demikian bentuk penelitian bersifat evaluatif analisis. Kesimpulan dalam tesis ini bahwa perkawinan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia adalah tidak sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan pencatatan perkawinan yang dilakukan oleh pejabat
kantor catatan sipil Jakarta tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap hubungan perdata suami isteri, harta benda Suami isteri dan anak yang dilahirkan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peni Lestari
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Suwasiswahyuni
"Perkawinan berbeda agama di Indonesia tidak diatur dalam Undang-Undang Perkawinan yang berlaku di Indonesia, oleh sebab itu banyak pasangan berbeda agama yang hendak menikah melakukan pernikahannya di Luar Negeri lalu dicatatkan di Kantor Catatan Sipil Indonesia ketika mereka kembali ke Tanah Air. Undang-Undang Administrasi Kependudukan memberikan kemudahan bagi para pasangan berbeda agama ini dalam mencatatkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil. Pencatatan perkawinan beda agama ini hanya diakui oleh negara bahwa benar mereka adalah pasangan suami istri, tapi tidak sah menurut Agama.
Disini akan di bahas tentang bagaimana keabsahan perkawinan beda agama di Indonesia dan tentang pertimbangan hakim dalam memberikan putusan pengadilan sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan termasuk penelitian kepustakaan, data dan informasi diperoleh melalui dokumen-dokumen hukum dan juga dari hasil wawancara kepada Kepala Sub Dinas Kantor Catatan Sipil Jakarta.
Pada kasus yang akan di bahas disini, pencatatan perkawinan yang dilakukan di luar negeri hanya untuk memenuhi syarat pada pasal 56 Undang-Undang Administrasi Kependudukan, bukan menentukan sah atau tidaknya perkawinan tersebut. Undang-Undang Administrasi Kependudukan juga tidak mengatur mengenai tata cara melangsungkan perkawinan beda agama itu sehingga masih mengacu pada Undang-Undang Perkawinan yang berlaku. Undang-Undang Administrasi Kependudukan masih memerlukan penyempurnaan agar tidak bertentangan dengan pasal 2 Undang-Undang Perkawinan.

Marriage of different religions in Indonesia are not regulated in the Marriage Law in force in Indonesia, so many couples of different religions who want to get married are held marriage in other State and listed in the Civil Indonesia when they returned to the country. Population Administration Act provides convenience for couples of different religions to register their marriages at the Registry Office. Recording of interfaith marriage is only recognized by the state that they are properly married couples, but not valid according to religion.
Here will be discussed about how the validity of the marriage of different religions in Indonesia and on consideration of the judge in giving the verdict the court before and after the enactment of Law number 23 year 2006 about Population Administration. This study is normative and juridical research including library research, data and information obtained through legal documents and also from interviews to the Head of Sub Office of Civil Registry Office in Jakarta.
In a case that will be discussed here, the recording of marriages conducted in foreign countries only to meet the requirements in article 56 of Law on Population Administration, instead of determining whether or not the marriage is legitimate. Population Administration Act does not establish ordinances regulating the marriage of different religions, so it still refers to the Marriage Law. Population Administration Act still requires refinement in order not to conflict with Article 2 of the Marriage Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21820
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>