Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201227 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Widi Hastuti
"Tanah merupakan salah satu aset terpenting bangsa Indonesia yang memiliki spektrum keterkaitan pengelolaan yang sangat luas serta melibatkan banyak pihak. Tesis ini mengangkat studi kasus terhadap pembatalan sertipikat hak milik nomor 253 Desa Wironanggan Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Permohonan hak merupakan salah satu cara memperoleh hak atas tanah. Hak atas tanah yang diperoleh dapat berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan hak-hak lain yang diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria. Guna memperoleh kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah, maka diadakanlah pendaftaran tanah. Sertipikat hak atas tanah sebagai alat bukti yang kuat, haruslah dapat membuktikan keabsahan dari kepemilikan dari hak atas tanah. Pendaftaran tanah masih didominasi karakteristik publikasi negatif, maksudnya negara tidak menjamin kebenaran data yang terdaftar di dalam daftar umum Pendaftaran Tanah. Artinya suatu waktu suatu hak atas tanah dapat dibatalkan, apabila terbukti data tersebut tidak benar. Dalam prakteknya untuk terjadinya suatu hak atas tanah harus tetap melalui peraturan yang ditentukan, namun masih banyak terjadi kekeliruan-kekeliruan yang berakibat dibatalkannya hak atas tanah tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hariyani
"ABSTRAK
Pendaftaran Tanah untuk pertama kali (Initial
Registration) yang dilakukan terhadap tanah-tanah girik atau
milik adat memerlukan data pendukung berupa Salinan Letter C,
Surat Keterangan Riwayat Tanah dan Surat Keterangan Tidak
Sengketa yang dikeluarkan oleh Kepala Desa yang diambil dari
buku-buku register tanah tingkat desa yang memerlukan
kecermatan pada saat pengisiannya, pemeliharaan dan
penyimpanannya sehingga menjadi data yang dijamin
kebenarannya. Hal ini menjadi tanggung jawab dari Kepala Desa
karena apabila terdapat kekeliruan berdampak pada kesalahan
data yang menjadi dasar pembuatan Surat Keterangan Riwayat
Tanah dan Surat Keterangan Tidak sengketa, yang pada akhirnya
juga berdampak pada kekeliruan data fisik dan data yuridis
dalam penerbitan sertipikatnya. Hal ini dapat menimbulkan
permasalahan tanah seperti overlapping / sertipikat ganda /
tumpang tindih. ^ ,
Kesalahan dalam mengeluarkan data tanah tersebut,
seorang Kepala Desa dapat dimintai pertanggungjawaban baik
secara pidana, perdata atau sanksi administratif berupa
teguran, pemberhentian sementara atau tetap dari jabatan
kepala desa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 ahun
2005.
Untuk mengurangi terjadinya kesalahan data register
tanah tingkat desa, perlu pembinaan, bimbingan dan penyuluhan
sehingga meningkatkan pengetahuan aparat desa khususnya
mengenai peraturan di bidang pertanahan dan a ministrasi
pemerintahan, sedangkan untuk mengurangi terjadinya
overlapping tersebut perlu kecermatan dan ketelitian dalam
proses pendaftaran tanah khususnya pada pengukuran dan
pemetaan di kantor pertanahan.
Untuk penyelesaian masalah overlapping tersebut,
berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 Kantor Pertanahan
dapat membatalkan sertipikat tersebut baik atas permohonan
pihak yang berkepentingan ataupun berdasarkan kewenangan
Pejabat Kantor Pertanahan.

ABSTRACT
Initial Registration that conducted to land/grounds girik or
tradition property needs supporting data in the shape of Copy of
Letter C, Bank statement of Land History and Bank statement "Free
of Law Suit" that released by Kepala Desa (Head of Coutryside)
that taken from the books of land/ground register countryside
level. Existing Data at register book referred, needed careful
attention when its admission filling, its maintenance and
repository until become veritable data. This condition becomes the
responsibility of Kepala Desa because if mistaken in its admission
fill up the affect to data mistake be at the bottom of Bank
statement making Land History and Bank statement free of lawsuit,
which is also affected to physical data and judicial formality
data in publication certificate. The result in mistake in
releasing such the Kepala Desa can be asked responsibility either
through crime, civil or sanction administrative have the shape of
exhortation, layoff or remain to be from head [position /
occupation] countryside.
Mistakes of physical data and judicial formality, also
resulted in the incidence [of] overlapping problem / overlap
certificate or double certificate. Despite of other reasons the
problem, a complete inexistence of land registry map specially
when the government applied the Government ordinance Number 10 in
1961 and with Government ordinance Number 24 in 1997 possibilities
overlapping can be minimized for by PP 24 / 1997 have been enabled
usage modern technology in measurement and mapping.
For problem solution overlapping certificate, the Office of
Land Affairs has the authority to cancel certificates, based on
State's Minister rule of Agrarian Affairs / Head of National of
land affairs Number 9 in 1999. The right of office of land affairs
for cancellation this certificate is an applied system as used in
land registry which is publication system negative, since the
government does not gives guaranty for the data truth or
explanation existing in certificate referred [as], then there is
no rule of law for right owner and related to third party
land/ground is referred [as]. Nevertheless, the system can be fix
with existing principle in customary law. The institute
rechtsverwerking that is do to its time can cause lose land right
if pertinent during old ones did not labour it and its land/ground
is referred [as] controlled other party pass by rights acquirement
in good faith. With principle utility referred [as] then negative
publication system that wearied also, contain positive elementary
body."
2008
T37102
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harnendra Dwi Abikusumo
"Pelindungan hak-hak petani atas tanah secara normatif sudah ditegaskan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Namun secara empiris, petani masih belum mendapatkan kesejahteraan dari tanahnya. Sedangkan, kehidupan dan penghidupan mereka sangat tergantung dari sumber daya tersebut. Bahkan, beberapa petani memiliki luasan tanah yang sangat kecil sehingga mereka tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Petani gurem semacam itu sangat membutuhkan Pelindungan terhadap hak-hak atas tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati ketentuan hukum di Indonesia yang mengatur tentang Pelindungan dan pemberdayaan petani. Selain itu juga mengamati implementasi kebijakan untuk melindungi dan memberdayakan petani gurem dalam kerangka reforma agraria. Metode yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah non-doktrinal dengan menggunakan pendekatan sosio-legal. Hal ini guna mengumpulkan data primer yakni melalui studi lapangan dan data sekunder melalui studi kepustakaan. Selanjutnya, data tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa Pelindungan dan pemberdayaan petani dalam ketentuan hukum di Indonesia cenderung meluas dan seringkali terjadi tumpang tindih kewenangan. Selain itu pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja banyak mengancam hak-hak petani atas tanah. Selanjutnya pelaksanaan Pelindungan dan pemberdayaan petani melalui reforma agraria belum optimal dikarenakan penggunaan Hak Milik Bersama sebagai alas hak. Juga pemberdayaan petani yang melalui program pemerintah seringkali masih terpecah-pecah dan cenderung sektoral.

The normative protection of farmers' rights to land has already been affirmed within Law Number 5 of 1960 concerning the Basic Principles of Agrarian Affairs. However, empirically, farmers are still not reaping prosperity from their land. Their lives and livelihoods, however, heavily rely on these resources. In fact, some farmers possess very small land holdings that do not sufficiently meet their basic needs. Farmers in such marginalized situations critically require protection for their land rights. The objective of this research is to examine the legal provisions in Indonesia that regulate the protection and empowerment of farmers. It also scrutinizes the implementation of policies to protect and empower marginalized farmers within the framework of agrarian reform. The method employed in this legal research is non-doctrinal, using a socio-legal approach to gather primary data through field studies and secondary data through literature review. Subsequently, the data is qualitatively analyzed. From the analysis results, it can be stated that the protection and empowerment of farmers within legal provisions in Indonesia tend to expand and often lead to jurisdictional overlaps. Furthermore, the regulations within Law Number 2 of 2022 concerning Job Creation significantly threaten farmers' land rights. Moreover, the implementation of protection and empowerment of farmers through agrarian reform has not been optimal due to the use of Collective Ownership Rights as a basis for rights. Also, government-led empowerment programs for farmers often remain fragmented and tend to be sectoral."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ricky Ilham Chalid
"Penelitian ini menganalisis mengenai kepastian hukum sertipikat hak atas tanah setelah diputuskan oleh pengadilan bahwa sertipikat dinyatakan tidak sah dan mengikat untuk sebagian luas tanah yang menjadi objek sengketa. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kepastian hukum dari sertipikat tersebut setelah adanya putusan dari pengadilan yang bersangkutan dan mengenai bagaimana tindakan pemegang sertipikat untuk mempertahankan hak atas tanahnya yang tersisa setelah dikurangi objek sengketa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian preskriptif. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah sertipikat tetap menjamin kepastian hukum terhadap kepemilikan luas tanah yang tersisa dalam sertipikat dan tindakan yang dapat diambil oleh pemegang sertipikat adalah melakukan pengukuran dan pengembalian batas tanah untuk perubahan data sertipikat tersebut. Saran yang dapat diberikan adalah asas contradictoire delimitate harus lebih dipraktikkan dalam menentukan batas kepemilikan tanah. Setiap adanya perubahan mengenai data fisik dan/atau data yuridis pemegang sertipikat wajib untuk memperbarui dan melaporkannya ke kantor pertanahan.

This study analyzes the legal certainty of land rights certificates after it was decided by the court that the certificates were declared invalid and binding for most of the land area that was the object of the dispute. The problems raised in this study are regarding the legal certainty of the certificate after the decision from the relevant court and about how the certificate holder acts to defend his remaining land rights after deducting the object of dispute. The method used in this research is normative juridical research with prescriptive type of research. The results obtained from this study are that the certificate still guarantees legal certainty over the ownership of the remaining land area in the certificate and the actions that can be taken by the certificate holder are to measure and return the land boundary for changes to the certificate data. The suggestion that can be given is that the contradictoire delimitate principle should be more practiced in determining land ownership boundaries. Any changes to the physical data and/or juridical data of the certificate holder are required to update and report it to the land office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Chandrakirana Pramadyastari Kusumomaharani
"Penilitian ini menganalisis mengenai implikasi hukum Perjanjian Pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan di KPBPB Batam, serta keberlakuan Sertipikat Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan. Dikaitkan dengan kewenangan pemegang Hak Pengelolaan (BP Batam) dalam pembatalan perjanjian terkait. Metode penelitian yang digunakan berupa penelitian doktrinal dengan yang dianalisis secara kualitatif. Didukung dengan data primer yang dihasilkan dari wawancara serta data sekunder lainnya. Ditemukan permalasahan hukum dalam Putusan PTUN Tanjung Pinang Nomor: 9/G/2020/PTUN.TPI jo. Putusan PT TUN Medan Nomor: 52/B/2021/PT.TUN-MDN seperti status tanah yang diperjanjikan antara BP Batam (Pemegang Hak Pengelolaan) dan PT ECD (penerima alokasi lahan) belum bersertipikat Hak Pengelolaan. Dasar pertimbangan hukum Hakim tingkat I (PTUN Tanjung Pinang) dan Hakim tingkat banding (PT TUN Medan) juga berbeda terkait aspek prosedural penerbitan Surat Keputusan Pembatalan Perjanjian oleh BP Batam (objek sengketa). Perjanjian pemanfaatan tanah seharusnya wajib dibuat atas tanah yang sudah bersertipikat Hak Pengelolaan sehingga dasar pemberian hak atas tanah di atas Hak Pengelolaan menjadi jelas statusnya. Apabila dilakukan pemberian Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan, harus didahului dengan perjanjian pemanfaatan tanah. Keberlakuan SHGB di atas Hak Pengelolaan sangat bergantung pada pelaksanaan hak dan kewajiban perjanjian pemanfaatan tanahnya, yang lahir dari ketentuan peraturan perundang-undangan.

This research analyzes the legal implications of the Management Rights Land Use Agreement at KPBPB Batam, includes the application of Building Use Rights Certificate on Management Rights land. Linked to the authority of the Management Rights holder (BP Batam) to terminate related agreements. The research method used is doctrinal research with qualitative analysis. Supported by primary data resulting from interviews and other secondary data. It was found that there were legal problems on Tanjung Pinang State Administration Verdict Number: 9/G/2020/PTUN.TPI jo. Medan State Administration High Court Verdict Number: 52/B/2021/PT.TUN-MDN such as the status of the land agreed between BP Batam (Holder of Management Rights) and PT ECD (recipient of land allocation) has not been certified with Management Rights. The legal considerations of the first level judge (PTUN Tanjung Pinang) and the appellate level judge (PT TUN Medan) are also different regarding the procedural aspects of the issuance of a Decree on Cancellation of the Land Use Agreement by BP Batam (the object of the dispute). Land use agreements should be made on land that has been certified as Management Rights. Therefore, the basis for granting land rights over Management Rights becomes clear. If a Building Use Rights is granted over a Management Rights, it must be preceded by a land use agreement. The validity of the Building Use Rights Certificate over the Management Rights is very dependent on the implementation of the rights and obligations of the land use agreement, which arise from the provisions of statutory regulations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Susilowati
"Beberapa tahapan dalam proses pensertipikatan satuan rumah susun (sarusun) adalah pengesahan akta pemisahan dan pertelaan. Kepemilikan atas tanah tempat rumah susun berdiri akan berubah dari kepemilikan tunggal penyelenggara pembangunan menjadi bagian tak terpisahkan dari kepemilikan bersama yang terpecah sesuai dengan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) tiap satuan rumah susun. Kepemilikan hak atas sarusun dibuktikan dengan adanya Sertipikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun), yang diterbitkan serentak bersamaan dengan disimpannya Sertipikat Hak Atas Tanah terkait. Setiap terjadi pengalihan SHM Sarusun dari penyelenggara pembangunan kepada pemiliknya yang baru, beralih pula kepemilikan bersama sesuai dengan NPP terkait. Ketika seluruh sarusun telah dialihkan, berarti seluruh bagian tanah bersama telah beralih kepada para pemilik sarusun yang baru. Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama sebagai bukti hak atas tanah bersama masih tercatat atas nama penyelenggara pembangunan dan disimpan oleh Kantor Pertanahan Setempat, tanpa dapat digunakan maupun dipindahtangankan. Ketentuan mengenai perubahan pencatatan nama pemegang hak kepemilikan bersama dalam Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama belum diatur secara tegas. Kedudukan subyek tercatat dalam Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama berperan dalam melakukan perbuatan hukum, terutama mengenai perpanjangan jangka waktu kepemilikan hak atas tanah bersama. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif, menekankan penggunaan bahan hukum sekunder, metode analisis data kualitatif yang menghasilkan hasil penelitian berupa deskriptif analitis. Kedudukan subyek pemegang hak atas tanah dalam Sertipikat Hak Atas Tanah Bersama di Rumah Susun demi hukum berada pada para pemilik sarusun, tetapi pencatatannya perlu diatur dalam ketentuan yang berlaku dan prosedur perpanjangan hak atas tanah bersama yang telah diatur dalam peraturan yang berlaku membutuhkan pembentukan Peraturan Pemerintah untuk mengatur mengenai kecakapan bertindak PPPSRS selaku wakil dari para pemilik sarusun.

One of the steps within certification of condominium units is legitimizing the segregation deed and its dissociation. Ownership of the land whereby the condominium resides would shift from singular ownership of the developer into inseparable common ownership, fissioned accordingly to Proportional Comparison Value (NPP) of condominium units. Ownership of the condominium units proven by Deed of Condominium Unit would be established concurrently, along with the preservation of Deed of Common Land. Every transitional conduct of a Deed of Condominium Unit from the developer to its new owner, would also mean the transition of common ownership per the value rested in each NPP. When all of the units have been transferred, the entire common land would be owned by the owners of condominium units. The Deed of Common Land which serves as proof of the common land ownership, would still be listed under the name of the developer and archived strictly in the Land Office. Currently there is no governing provision in changing the registered holder in The Deed of Common Land. The legitimacy of the registered subject in The Deed of Common Land matters for their ability to take legal actions, especially regarding the prolongation of its ownership. This normative judicial research uses descriptive research typology, emphasizes on using secondary legal materials, with qualitative data methods producing analytically descripted results. In conclusion, the legitimacy of the holder of common land by law is the right of the owners of condominium units needs to be clearly regulated and the prolongation of common land rights stipulated in the current regulations still requires the establishment of a Government Regulation regarding the capacity of the Owners Union as a representative of the condominium owners."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Novianti
"ABSTRAK
Tesis ini membahas status subyek yang berdwikewarganegaraan saat berlakunya
UUPA yang menentukan dalam pendaftaran tanah dan penyelesaian permasalahan
yang timbul berkaitan dengan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya yang
dilakukan saat ini. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Hasil penelitian ini
dapat menjadi contoh bagi masyarakat yang akan mengajukan permohonan
pensertipikatan tanah dengan karakteristik yang sama. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa status subyek pada saat berlakunya UUPA menentukan
prosedur yang harus ditempuh oleh pemohon untuk melakukan pensertipikatan
tanah.

ABSTRACT
This thesis describes the status of subject with dual citizenship when UUPA
applied which determines in land registration and settlement of issues arising
relating to initial registration today. This is a research library. The result can be an
example to the people who will request for land certification with the same
characteristics. This study concludes that the status of subject when UUPA applied
determines the procedure to be undertaken by the applicant in land certification."
2010
T37062
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Esther
"Mengingat pentingnya peranan tanah di masa sekarang dan di masa yang akan datang, baik untuk kepentingan tempat tinggal maupun untuk kegiatan usaha. Sudah semestinya kebutuhan terhadap jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan juga akan meningkat. Dalam rangka menjamin kepastian hukum, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 19, memerintahkan diselenggarakannya Pendaftaran Tanah. Pasal 19 lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Namun, PP 10/ 1961 tidak membawa hasil yang memuaskan maka ketentuan Pendaftaran Tanah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini selain metode penelitian kepustakaan juga menggunakan metode penelitian lapangan. Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah untuk bekas hak milik adat terkadang dijumpai permasalahan hukum baik dalam pendaftaran tanah sistematik maupun dalam pendaftaran tanah sporadik. Permasalahan tersebut dapat di jumpai dalam segi fisik maupun dalam segi yuridis.
Kendala-kendala dalam rangka penrbitan sertipikat bagi tanah bekas hak milik adat, yaitu karena bidang tanah tersebut sedang menjadi objek sengketa. Sengketa yang dimaksud berupa sengketa waris, sengketa batas tanah, sengketa kepemilikan dan lain-lain. Penyelesaian terhadap permasalahan hukum tersebut dapat diselesaikan melalui musyawarah antara pihak yang bersengketa yang di fasilitasi oleh Kantor Pertanahan yang sekaligus bertindak sebagai mediator. Apabila masing-masing pihak yang bersengketa tidak menemukan titik temu untuk permasalahan mereka, maka para pihak dapat mengajukan permasalahan hukum tersebut ke pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T37734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Charles
"Proses penerbitan sertipikat hak milik seharusnya dilakukan untuk mewujudkan tujuan pendaftaran tanah, yakni tertib administrasi pertanahan. Namun faktanya, dengan diterbitkannya sertipikat hak milik nomor 10XXX tujuan pendaftaran tanah pada proses penerbitan sertipikat tersebut gagal terwujud, hal ini dikarenakan ukuran dari sertipikat ini beririsan dengan batas tanah untuk pelebaran jalan yang didasari oleh Surat Keputusan Gubernur Kaltim No 212 Tahun 1987. Pokok  permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah proses penerbitan sertipikat hak milik Nomor 10XXX dikaitkan dengan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Nomor 212 tahun 1987 dan Bagaimanakah pertanggung jawaban Kantor pertanahan kota Samarinda terhadap penerbitan sertipikat  hak milik nomor 10XXX yang beririsan dengan tanah untuk pelebaran jalan sesuai SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Nomor 212 Tahun 1987. Metode penelitian yang digunakan adalah  doktrinal. Hasil penelitian dalam tesis ini adalah Pada  proses penerbitan Sertipikat Nomor 10XXX telah terjadi kesalahan ukur karena tidak dilakukan koordinasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden nomor 10 Tahun 2006, akibatnya  ukuran tanah SHM tersebut beririsan dengan badan jalan dengan lebar 4 meter persegi. maka tujuan pendaftaran tanah yakni tertib administrasi pertanahan tidak terwujud dalam pelaksanaanya. Kantor Pertanahan atas kesalahannya mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab, dalam pasal 63 PP pendaftaran tanah terdapat sanksi administratif bagi Kepala kantor pertanahan atas pengabaian terhadap aturan yang berlaku saat melakukan tugasnya, lalu bertanggung jawab memberi penyelesaian atas dasar aduan dari masyarakat, dan ketika hal tersebut tidak berhasil maka pada tahapan litigasi Kantor pertanahan sebagai tergugat bertanggung jawab untuk melaksanakan isi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.

The process of issuing certificates of ownership should be carried out to realize the objectives of land registration, namely orderly land administration. But in fact, with the issuance of certificate of title No. 10XXX the purpose of land registration in the process of issuing the certificate failed to materialize, this is because the size of this certificate overlaps with the land boundary for road widening based on East Kalimantan Governor Decree No. 212 of 1987. The subject matter of this research is how the process of issuance of certificate of title No. 10XXX is associated with the Decree of the Governor of the East Kalimantan Level I Region No. 212 of 1987 and how is the responsibility of the Samarinda City Land Office for the issuance of certificate of title No. 10XXX which intersects with the land for road widening in accordance with the Decree of the Governor of the East Kalimantan Level I Region No. 212 of 1987. The research method used is doctrinal. The result of the research in this thesis is that in the process of issuing Certificate Number 10XXX there has been a measurement error because coordination was not carried out as stipulated in Presidential Regulation number 10 of 2006, as a result the size of the SHM land intersects with the road body with a width of 4 square meters. hen the purpose of land registration, namely orderly land administration, is not realized in its implementation. The Land Office for its mistakes has an obligation to take responsibility, in article 63 of the Government Regulation on land registration there are administrative sanctions for the Head of the land office for neglecting the applicable rules when performing its duties, then it is responsible for providing a settlement on the basis of complaints from the public, and when this does not work then at the litigation stage the Land Office as the defendant is responsible for implementing the contents of the decision of the State Administrative Court."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>