Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121769 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Tampubolon, Ulises
"Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan memberikan hak menguasai atas hutan kepada Pemerintah Cq Departemen Kehutanan untuk mengelota atau mengurus kawasari hutan Negara, sementara Pasat 67 mengakui hak Masyarakat Hukum Adat untuk mengetola atau mengurus hutan adatnya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 16801Menhut-III/2002, tanggal 26 September 2002 KPKS Bukit Harapan diberi Ijin Usaha Perkebunan atas lahan seLuas 23.000 hektar di Propinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kecamatan Padang Lawas. Namun karena dinilai telah melanggar peruntukan fungsi hutan dari hutan produksi menjadi lahan perkebunan, maka berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 3.419/Menhut-II/2004, tanggal 13 Oktober 2004, Ijin Usaha Perkebunan atas nama KPKS Bukit Harapan dicabut.
Dasar hukum sanksi pencabutan Ijin Usaha Perkebunan adalah Pasal 4 Jo. Pasal 10 Undang-Undang Kehutanan, Gouvernemen Besluit No. 50/1924, dan Kepmenhut No. 9231KptsfUm/1211982, tanggal 27 Desember 1982 tentang penunjukan areal hutan di wilayah Propinsi Dati I Sumatera Utara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK). Pencabutan Ijin Usaha Perkebunan tersebut pada akhirnya di bawa ke Pengaditan Tata Usaha Negara. KPKS Bukit Harapan menggugat mengacu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Tujuan Penulisan Tesis ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penerapan kebijakan Pemerintah Cq. Departemen Kehutanan terhadap pengelotaan hutan yang didalamnya terdapat hutan adat dari Masyarakat Hukum Adat di Hutan Padang Lawas, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sehingga memperoleh gambaran objektif atas pencabutan Ijin Usaha Perkebunan didasarkan pada peraturan Perundang-undangan yang berlaku, dengan membahas, bagaimanakah sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan yang mengatur hutan adat dengan kebijakan pengelotaan hutan produksi, dan bagaimanakah penyelesaian sengketa benturan kepentingan antara Pemerintah Cq. Departemen Kehutanan dengan Masyarakat Hukum Adat terhadap pengelotaan hutan produksi di Kecamatan Padang Lawas Tapanuli Selatan. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 19651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Chaerul Anwar
"Salah satu ciri khusus Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas adalah perlindungan kepentingan atau hak-hak pemegang saham minoritas. Salah satu ketentuan dalam undang-undang tersebut menegaskan bahwa setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi atau Komisaris.
Salah satu alasan mengapa hak-hak pemegang saham minoritas perlu dilindungi adalah karena putusan oleh mayoritas dalam RUPS yang tidak selamanya fair bagi pemegang saham minoritas, meskipun cara pengambilan putusan tersebut dianggap yang paling demokratis. Dalam kaitannya dengan perusahaan terbuka atau perusahaan publik, maka perlindungan hukum terhadap hak-hak pemegang saham minoritas mendapat perhatian yang sangat serius bagi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
Hal ini dapat dilihat dengan beberapa ketentuan yang dikeluarkan oleh Bapepam tersebut seperti Keputusan Ketua Bapepam Tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu tanggal 22 Agustus 2000 Nomor REP-32/PM/2000 dan, Keputusan Ketua Bapepam Tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik,tanggal 24 Januari 1996 Nomor KEP-86/PM/1996.
Dalam hal terjadi transaksi atau tindakan perusahaan (corporate action) yang dilakukan oleh perusahaan terbuka atau perusahaan publik yang mempunyai benturan kepentingan yaitu adanya perbedaan antara kepentingan ekonomis Perseroan dengan kepentingan ekonomis pribadi Direktur, Komisaris, Pemegang Saham Utama Perseroan atau Pihak Terafiliasi dari Direktur, Komisaris atau Pemegang Saham Utama, maka transaksi tersebut harus disetujui oleh pemegang saham yang tidak mempunyai benturan kepentingan atau pemegang saham independen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T15520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Tedjo Laksito
"Tesis ini membahas tentang bagaimana terjadi benturan kewenangan antara pemerintah dengan pemerintah daerah dalam pelaksanaan Permenkominfo 02/PER/M.KOMINFO/03/2008 tentang Pedoman Pembangunan Menara Bersama Telekomunikasi dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Nomor 18 Tahun 2009-07/PRT/M/200919/PER.MENKOMINFO/03/2009 ? 3/P/2009) tentang Pedoman Pedoman dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi. Metode yang digunakan dalam tesis ini adalah metode penelitian hukum Normative (yuridis normatif) yang menekankan penelitian pada telaah kaidah/substansi hukum yang menjadi norma dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam tesis ini ditemukan bahwa permasalahan menara bersama telekomunikasi terkait dengan aspek-aspek lain seperti penerapan prinsip fasilities sharing di industri telekomunikasi yang telah menjadi isu global dan telah diterapkan dibeberapa negara. Sedangkan dari aspek hukum, nuansa otonomi daerah sangat kental mengingat peran pemerintah daerah yang menjadi ujung tombak implementasi pengaturan menara telekomunikasi. Dalam nuansa otonomi daerah ini yang menonjol adalah perizinan yang kemudian terkait dengan retribusi perizinan.
Hal lain yang dirasa menjadi permasalahan penting adalah kedudukan peraturan bersama menteri yang menjadi dasar bagi pengaturan menara bersama di rasa kurang memadai mengingat kedudukannya dalam tata urutan perundangundangan di Indonesia. Disamping itu aspek persaingan usaha juga menjadi isu yang penting.untuk dibahas. Akhirnya tesis ini ditutup dengan kesimpulan dan beberapa saran untuk pelaksanaan penaturan menara telekomunikasi ke depan.

This thesis discusses how the conflict of authority between the government and local governments in the implementation of the Guideline Development 02/PER/M.KOMINFO/03/2008 Permenkominfo Joint Telecommunication Tower and the Joint Regulation of the Minister of Home Affairs, Minister of Public Works, Ministry of Communications and Information Technology and chief Investment Coordinating Board (No. 18 of 2009-07/PRT/M/2009- 19/PER.MENKOMINFO/03/2009 - 3/P/2009) on Guidelines and Guidelines for Joint Use of Telecommunication Tower. The method used in this thesis is a normative legal research methods (normative), which emphasizes research on the study of rules / legal substance that became the norm in the legislation.
In this thesis found that problems related to the telecommunications tower together with other aspects such as application of the principle of sharing fasilities in the telecommunications industry that has become a global issue and has been implemented in several countries. While the legal aspects, the nuances of regional autonomy is very strong considering the role of local government to spearhead the implementation of regulation of telecommunication towers. In the nuances of regional autonomy that stand out are the licensing and permitting fees associated with.
Another thing that is felt to be an important issue is the status of joint ministerial regulations which became the basis for setting the tower along with the sense of lack of appropriate, considering its position in the sort order legislation in Indonesia. Besides that aspect of business competition issues penting.untuk also be discussed. Finally, this thesis concludes with a summary and some suggestions for the implementation of the regulation of telecommunications towers in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Tiurma Utha
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai benturan antara kepentingan hukum dan hak atas privasi dalam perolehan alat bukti elektronik, khususnya dalam hal alat bukti elektronik didapatkan oleh seorang individu. Tidak adanya pengaturan secara detail mengenai perolehan alat bukti elektronik dalam hukum acara pidana sangat memungkinkan adanya benturan hak antarindividu. Dalam penyelesaiannya di pengadilan, Hakim harus menentukan hak yang harus didahulukan beserta dengan landasan hukum yang sesuai dengan kaidah hukum acara pidana yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang akan menjawab permasalahan skripsi ini berdasarkan dasar hukum yang berlaku. Pada simpulan penelitian ini didapatkan bahwa Majelis Hakim dalam menentukan kepentingan hukum yang harus didahulukan mengutamakan kebenaran materil yang terungkap serta mengesampingkan bagaimana seseorang dalam memperoleh alat bukti elektronik tersebut.

ABSTRACT
This thesis will discuss the collision between the parties concerned with two different rights, especially in terms of electronic devices obtained by individuals. The lack of in depth regulation about electronic evidence in legal events allows the collision of right between individuals. In its decision, the Judge will determine the rights which will take precedence with the law in accordance with the rules of the criminal procedural law in force. This study uses the normative juridical method that will be used for the thesis followed by the applicable legal basis. Therefore it can be concluded that the Panel of Judges in determining legal interest between parties should prioritize the material truth revealed and should put aside the way someone acquires electronic evidences."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Konstitusi hijau (green constitution) menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki konsekuensi yuridis konstitusional di dalam UUD 1945 untuk menerapkan prinsip-prinsip ekokrasi, yakni setiap kebijaksanaan atau pembangunan dibidang perekonomian selalu memperhatikan lingkungan hidup disegala sektor, termasuk kehutanan. Objek kajian ini adalah putusan MK No. 35/ PUU-X/2012 dengan subjek hukumnya masyarakat adat yang telah dilanggar hak konstitusionalnya. Tujuan dari pengkajian ini adalah: pertama, untuk menguji dan menganalisis konsistensi kewenangan negara atas doktrin welfare state dalam pengelolaan hutan negara dengan kewenangan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan adat berdasarkan kajian socio-legal putusan Mahkamah Konstitusi; dan kedua, menjamin dan menganalisis terlaksananya prinsip-prinsip ekokrasi atas penguatan hak konstitusional masyarakat hukum adat sebagai living law dalam pengelolaan hutan adat, sebagai konsekuensi logis Indonesia penganut demokrasi berbasis lingkungan dan green constitution. Penulis menggunakan metodologi berdasarkan pengkajian putusan Mahkamah Konstitusi, dengan menelaah aspek socio-legal dalam putusan ini. Hasil kajian ini terungkap bahwa pertama, terdapat hubungan antara hak menguasai negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat. Terhadap hutan negara, negara mempunyai wewenang penuh untuk mengatur dan memutuskan persediaan, peruntukan, pemanfaatan, pengurusan serta hubungan-hubunan hukum yang terjadi di wilayah hutan negara. Adapun hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauhmana isi wewenang yang tercakup dalam hutan Adat. Hak pengelolaan hutan adat berada pada masyarakat hukum adat, namun jika dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat jatuh kepada Pemerintah. Kedua, Pelaksanaan pembangunan nasional ataupun daerah selama ini selalu memprioritaskan unsur ekonomi atau dalam konteks otonomi daerah lebih mengutamakan pendapatan asli daerah, tanpa memperhatikan demokrasi lingkungan berbasis pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Deny Giovanno
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai peran dari masyarakat hukum adat dalam
mengelola hutan di Indonesia dan penyelenggaraan pemenuhan hak masyarakat
hukum adat untuk dapat mengelola hutan oleh negara. Selain itu, dibahas juga
terkait dengan sejarah hukum pengelolaan hutan dan paradigma pengelolaan hutan
di Indonesia sebagai analisis atas kebijakan kehutanan yang diterbitkan oleh
Pemerintah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memberikan deskripsi
atas kondisi pengelolaan hutan oleh masyarakat hukum adat di Indonesia.

ABSTRACT
This thesis discusses the role of customary law communities in forest
management in Indonesia and organizing the fulfillment of rights of indigenous
people to manage forests by the state. In addition, also discussed related to the
legal history of forest management and forest management paradigm in Indonesia
as an analysis of forest policy issued by the Government. The main objective of
this study is to provide a description of the condition of forest management by
indigenous people in Indonesia."
2016
S65735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>