Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 206718 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arezka Ari Hantyanto
"ABSTRAK
Perlakuan diskriminatif merupakan suatu pelanggaran terhadap
hak asasi manusia untuk diperlakukan secara sederajat. Tindak
diskriminasi adalah suatu masalah utama di dunia ini yang
telah terjadi sejak lama, dari jaman perbudakan pada abad ke -
18 sampai dengan apartheid, dan diskriminasi terhadap imigran
asing di Perancis di awal abad ini. Di Indonesia, persoalan
diskriminatif yang terjadi antara lain didasarkan pada jenis
kelamin, latar belakang etnis, agama, ras, usia, keadaan
ekonomi-sosial, dan keberpihakan politik. Banyaknya provokasiprovokasi
dan pernyataan kebencian (incitement to hate) di
depan umum yang mendorong terjadinya tindakan diskriminatif
bahkan menuju timbulnya kekacauan dalam masyarakat seringkali
terlewatkan dari jerat hukum. Kita tentu masih sering melihat
banyak spanduk-spanduk yang berada di jalan umum yang isinya
memojokkan kelompok berideologi tertentu.Langkanyakasus
penebaran kebencian di muka umum terhadap golongan masyarakat
tertentu yang dibawa ke pengadilan, walaupun secara faktual
sering terdengar dan terlihat di masyarakat menjadi suatu
bukti bahwa negara enggan untuk menyentuh masalah sensitif
ini. Diskriminasi yang lekat dengan golongan minoritas,
membuat pemerintah -karena alasan politis- kerap kali
mengambil sisi yang sama dengan golongan yang mayoritas
dikarenakan dukungan yang lebih besar yang bisa didapatkan
oleh pemerintah. Dengan latar belakang tersebut maka
permasalahan yang coba diamati oleh penelitian ini adalah
bagaimanakah keadaan penegakan dan perlindungan hukum terhadap
diskriminasi ras dan etnis di Indonesia saat ini.
Metode pengolahan data yang digunakan adalah pengolahan data
secara kualitatif, sehingga menghasilkan penelitian dalam
bentuk deskriptif analitis.

ABSTRACT
Discrimination is a human rights violation. Discrimination,
since long time ago, has been a critical problem in the world.
Discrimination had happened since the slavery era in 18th
century to apartheid policy and to discrimination against
immigrants in France on the beginning of this century. In
Indonesia, discrimination usually based n religious
background, ethnical differences, and political sides. Many
provocations and incitement of hate in public were untouched
by the law. Such things could leads to a discriminative act
even towards violence based on discrimination. We could still
see several banners and flyers which shown hatred towards
particular group or ideology. Lack of such cases being brought
to justice is creating questions whether our country has
guarantee human rights or they have reluctance towards this
sensitive case based on some political reasons. The government
could take side with the majority on pressing the minority
since it needs a bigger support to maintain its power. Based
on such facts, this research was done to analyze whether
Indonesia has uphold the human rights and implement it in her
legal system, enforcing it thus guaranteeing the rights of her
citizen in term of protection against discriminating act. Data
analyses method in use for this research is qualitative
methods, thus the result of this research will be in the form
of analytic-descriptive report."
2007
T36844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Armiwulan S.
"Negara Republik Indonesia sejak awal kemerdekaan sesungguhnya telah memiliki komitmen untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal ini dapat dipahami dari UUD Tahun 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar pada paham kedaulatan rakyat, negara yang berdasar pada hukum serta sistem Konstitusi. Artinya berdasarkan ketiga pilar tersebut maka adanya jaminan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia adalah salah satu prinsip dari Demokrasi, Negara Hukum dan Sistem Konstitusi yang harus diwujudkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Konsekuensinya Negara mempunyai kewajiban untuk menjamin kebebasan, kesetaraan dan prinsip non diskriminasi bagi semua orang yang harus tercermin dalam penyelenggaraan pemerintahan. Mengenai hal ini telah ditentukan dalam Pasal 28 I Ayat (4) dan Ayat (5) UUD Negara RI Tahun 1945. Namun sepanjang perjalanan kehidupan ketatanegaraan Indonesia ternyata masih ada praktik-praktik penyelenggaraan negara yang tidak mencerminkan adanya jaminan terhadap kebebasan, kesetaraan dan prinsip non diskriminasi yang merupakan esensi dari perlindungan hak asasi manusia. Salah satu contoh adalah praktik diskriminasi rasial yang tetap menjadi current issue di semua rezim pemerintahan di Indonesia, bahkan di era Reformasi yang menyatakan sebagai pemerintahan yang lebih demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia justru praktik diskriminasi rasial yang berujung pada konflik horisontal terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Persoalan diskriminasi rasial sangat potensial terjadi di Indonesia, mengingat jumlah penduduknya yang sangat banyak dengan berbagai suku bangsa, ras dan etnis (multi etnis) serta tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Sementara harus diakui bahwa sampai saat ini upaya yang dilakukan belum dapat menghentikan praktik-praktik diskriminasi rasial. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dan berbagai peraturan perundang-undangan tidak cukup menjawab persoalan mengenai diskriminasi ras dan etnis. Studi tentang etnis Tionghoa yang dilakukan secara komprehensif diharapkan mampu untuk memetakan problematika diskriminasi ras dan etnis di Indonesia sekaligus membangun kesadaran bagaimanakah wujud perlindungan hukum yang tepat untuk menghentikan praktik diskriminasi rasial di Indonesia. Etnis Tionghoa adalah salah satu etnis yang secara terus menerus menyuarakan perlawanan terhadap praktik diskriminasi rasial yang dialami oleh etnis Tionghoa, namun di sisi yang lain dominasi ekonomi oleh etnis Tionghoa juga disebut sebagai sebab praktik diskriminasi rasial yang dilakukan oleh etnis Tionghoa terhadap etnis yang lain. Model pendekatan hukum hak asasi manusia dapat digunakan sebagai pisau analisis untuk menghentikan praktik diskriminasi rasial di Indonesia. Hukum hak asasi manusia menjamin kebebasan setiap orang namun disisi yang lain juga diperlukan adanya pembatasan kebebasan dengan tujuan untuk menghormati kebebasan tersebut. Hukum hak asasi manusia memuat larangan diskriminasi atas dasar apapun termasuk larangan diskriminasi rasial, namun untuk mewujudkan prinsip kesetaraan diperlukan juga langkah-langkah khusus (tindakan affirmatif) yang ditujukan untuk kelompok masyarakat tertentu. Tindakan affirmatif adalah pembedaan yang tidak boleh dinilai sebagai perbuatan diskriminatif. Selain itu untuk sampai pada penyelesaian akar masalah diskriminasi rasial maka memaknai keadilan yang diwujudkan dalam sistem hukum yang intergratif dan tersedianya mekanisme penegakan yang komprehensif adalah sebuah keharusan dalam paham konstitusionalisme.

Since the beginning the Republic of Indonesia in fact, already had commitment to respect and uphold human rights. This could be understood from Constitution of Republic Indonesia 1945 which stated that Indonesia is a country based on the understanding of sovereignty, which is based on Rule of Law and Constitution system. That is based on three pillars guarantees the recognition and protection of human rights is one of the principles of Democracy, Rule of Law and Constitution System should be realized in Constitutional law system. This brought a consequence for the State, which has obligation to guarantee freedom, equality and the principle of non-discrimination for all people that should be reflected in governance. This matter has been specified in Paragraph I of Article 28 (4) and (5) the Constitution of Republic Indonesia 1945. However, throughout as long as the experiences of Indonesia, the lack of state enforcement practices that do not reflect a guarantee of liberty, equality and non-discrimination principles which is the essence of the protection of human rights. One example is the practice of racial discrimination that remains as current issue in all regimes of governance in Indonesia, even in reformation era that states as a more democratic government and respect for human rights is precisely the practice of racial discrimination that leads to horizontal conflicts occur in various areas Indonesia. The issue of potential racial discrimination occurred in Indonesia, considered the vast amount of people from different ethnic, racial and ethnic groups (multi-ethnic) and educational level is still relatively low. While it must be admitted that so far, the efforts have not been able to end the practice of racial discrimination. The motto Unity in Diversity and the various laws and regulations do not adequately addressed the question of racial and ethnic discrimination. The study of ethnic Chinese that has been done, hopefully will be able to comprehensively map the problem of racial and ethnic discrimination in Indonesia as well as build awareness on how to form the legal protection to end the practice of racial discrimination in Indonesia. Ethnic Chinese is one of the ethnic that continually active engaged in opposition to practice of racial discrimination faced by ethnic Chinese, but on the other hand by the Chinese economic dominance also mentioned as the reason for the practice of racial discrimination committed by the Chinese against other ethnic groups. Model approach to human rights law can be used as an analytical knife to stop the practice of racial discrimination in Indonesia. Human rights law guarantees freedom of every person, but on the other also required the restriction of freedom in order to respect these freedoms. Human rights law includes the prohibition of discrimination on any ground, including the prohibition of racial discrimination, but to embody the principle of equality is also required special measures (affirmative action) aimed at specific communities. Affirmative action is a distinction that should not be considered as discriminatory acts. In addition to the completion of the root of the problem of racial discrimination, therefore to make sense of justice embodied in the legal system integrative and the availability of a comprehensive enforcement mechanism is a necessity in understanding of constitutionalism.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yon Suharyono
Depok: Universitas Indonesia, 1999
S25245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hertz, Jana C.
"This article, based on original ethnographic research in two Indonesian non-government organizations, examines challenges faced by Indonesian activists in their work to improve inter-religious and inter-ethnic relations. The results of the research conclude that religio-political power struggles at the national level are the major obstacles for the NGO 's observed in their efforts to promote legal justice for religious and ethnic minorities. In particular, the use of religion as a political identity in Indonesia raises sensitive issues related to secularism and individual rights. The article recommends that Indonesian NGO's focus their efforts on three main areas in their work to promote religious and ethnic justice: 1) clarifying the origins of secularism, in particular the perception that human rights are not a part of Indonesian culture; 2) discussion of the history of colonialism and imperialism and the connection to human rights; and 3) expanding the discourse on religion and its relationship to racial and ethnic discrimination, Islamic law, and national law."
2003
AIIJ-XXVII-72-SeptDes2003-58
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andin Andiyasari
"Pengalaman tertekan dengan perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses akulturasi didefinisikan sebagai acculturative stress (Berry dalam Organista, Chun, & Marin, 1998). Acculturative stress tergantung pada sejumlah faktor-faktor perantara, termasuk diantaranya adalah karakter kelompok dominan, strategi akulturasi yang dilakukan kelompok minoritas, bentuk-bentuk akulturasi yang dialami, kondisi demografi, sosial, serta karakteristik psikologis dari kelompok maupun anggota kelompok. Masing-masing faktor ini dapat mempengaruhi level acculturative stress (Berry dalam Organista, Chun & Maria, 1998). Faktor-faktor perantara yang lain adalah bagaimana kelompok dominan menggunakan pengaruh-pengaruhnya pada proses akulturasi dan tingkat pluralisme dalam masyarakat (Murphy, 1965 dalam Berry, 1989). Acculturative stress merupakan konsekuensi dari proses akulturasi, tetapi kemungkinan terjadinya dapat berkurang secara signifikan jika partisipasi dalam masyarakat dan pertahanan kultur yang diwariskan didukung oleh kebijakan dan praktek di dalam masyarakat. Acculturative stress juga diketahui berdampak pada tingkat personal, beberapa diantaranya adalah menurunnya kesehatan (fisik, sosial, dan psikologis), menurunnya tingkat motivasi, perasaan terasing, dan meningkatnya penyimpangan sosial.
Etnis Cina di Jakarta sebagai etnis minoritas tennasuk salah satu etnis yang mengalami proses akulturasi. Bagaimana accullurative stress terjadi pada etnis Cina di Jakarta merupakan pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Model konseptual yang diuji didasarkan pada model Liebkind (1996), yaitu `Migration Contigencies and Acculturative Stress'. Model ini merupakan modifikasi dari teori acculturative stress Berry (1992) dan Beyser (1991). Pengujian model konseptual menggunakan teknik Structural Equation Modeling (SEM) dengan bantuan program LISREL.
Model ini terdiri dari satu variabel exogeneous (diskriminasi) dan tiga variabel endogeneous (tingkat akulturasi, identitas etnis, dan acculturative stress). Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner self-report yang terdiri dari tujuh instrumen (perceived discrimination, reaksi emosional alas racial discrimination, tingkat akulturasi, identitas etnis, perceived stress, dan Chinese Depressive Symptom). Sebanyak 313 kuesioner yang dapat dianalisis dari 360 kuesioner yang disebar secara proporsional berdasarkan penyebaran populasi etnis Cina di lima wilayah di DKI Jakarta.
Dari pengujian diketahui bahwa model konseptual yang diadaptasi dari "Migration Contigencies and Acculturative Stress" Liebkind yang meramalkan acculturative stress pada kelompok etnis minoritas, dalam hal ini kelompok etnis Cina di Jakarta, ternyata terbukti signifikan secara statistik. Goodness of Fit yang diperoleh adalah Chi square (x') =6.62, DF=5, pada p-value=0.23, RMSEA=0.032, GPI=0.99, CF1=1.00, dan NFI=0.99 menunjukkan bahwa data fit dengan model. Dengan demikian acculturative stress dapat diramalkan melalui variabel diskriminasi, akulturasi, dan identitas etnis.
Dari pengujian model, didapat hubungan langsung yang positif antara diskriminasi dan acculturative stress. Hal ini berarti semakin individu merasakan diskriminasi semakin tinggi acculturative stress-nya. identitas etnis menjadi variabel tidak langsung dari pengaruh diskriminasi terhadap acculturative stress. Dengan adanya perantara identitas etnis maka pengaruh diskriminasi terhadap acculturative stress menjadi lebih kecil. Terdapat hubungan tidak langsung antara diskriminasi dan acculturative stress melalui perantara akulturasi dan identitas etnis. Variabel identitas etnis memberikan pengaruh yang lebih besar bila dibandingkan variabel akulturasi_ Disamping itu, terbukti signifikan adanya hubungan langsung yang positif antara low self-esteem dengan acculturative stress.
Pengujian model juga membuktikan adanya perbedaan model acculturative stress berdasarkan gender. Pada perempuan, acculturative stress dipengaruhi secara langsung oleh diskriminasi dan terdapat pengaruh tidak langsung diskriminasi terhadap acculturative stress melalui identitas etnis. Pada laki-Iaki diskriminasi berpengaruh langsung terhadap acculturative stress, namun tidak terdapat pengaruh tidak langsung dari identitas etnis. Demikian jugs pada pengujian model acculturative stress berdasarkan identifikasi etnis (Tionghoa keturunan, Tionghoa Indonesia, dan Orang Indonesia) terdapat hubungan langsung antara diskriminasi dengan acculturative stress, namun tidak terdapat pengaruh identitas etnis sebagai variabel perantara dari diskriminasi terhadap acculturative stress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18830
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syarief Umar
Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan, 2010
T27923
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ruswiati Suryasaputra
Jakarta: Restu Agung, 2006
341.48 RUS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Romli Atmasasmita
Bandung: Mandar Maju, 2001
340 ROM r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Astrina Nadia Wandasari
"Apa yang terjadi pada masa penjajahan Belanda di Hindia Belanda meninggalkan kesan yang begitu dalam bagi setiap pihak yang terlibat, tidak hanya kaum inferior tetapi juga kaum superior. Penceritaan kembali mengenai apa yang terjadi pada masa kolonial dilakukan melalui berbagai media, salah satunya karya sastra postkolonial Familiefeest karya Theodor Holman. Secara jelas dan nyata pasti terjadi diskriminasi pada masa tersebut. Dengan metode penelitian deskriptif-sinkronis, diteliti bagaimana penggambaran diskriminasi yang ditemukan dalam cerita Familiefeest beserta dampak yang dihasilkannya. Melalui cerita ini, ditemukan diskriminasi ras, etnis, dan kebangsaan yang terjadi pada tokoh didalamnya, yang notabene adalah kaum superior pada masa kolonial tersebut, dan dampak yang dialami para tokoh tersebut tidaklah ringan karena menyangkut masalah psikis dan masa depan mereka. Diskriminasi yang mereka alami mengubah sifat, perilaku, dan kehidupan mereka. Mereka memandang negatif akan masa depan dan selalu dihantui oleh rasa takut, terancam, dan malu.

What happened during the Netherlands‟ colonialism in the Dutch East Indies left deep impression to every side that involved this moment, not only the inferior side but also the superior side. About what that happened on colonial period was told through many media, one of them is through postcolonial literature, Familiefeest by Theodor Holman. Discrimination was clearly and obviously happened on that moment. By using descriptive-synchronic method, the description and the effects of discriminations on Familiefeest were researched and found. On Familifeest was found racial, ethnic, and nationality discriminations that were experienced by the personages that on this story were superior people on colonialism moment. The effects that they experienced weren‟t simple things because those have correlation with psychological problem and how they faced their future. It changed their character, behavior, and life. They looked negatively about their future and haunted by fear, threat, and shame."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>