Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131009 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indah Febriani
"ABSTRAK
Arbitrase telah banyak digunakan oleh para pelaku bisnis di
Indonesia dalam proses penyelesaian sengketa. Pengaturan
normatif mengenai arbitrase dituangkan dalam Undang-Undang
No. 3 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Dalam undang-undang tersebut telah
diatur berbagai ketentuan mengenai arbitrase, di antaranya
mengenai pelaksanaan putusannya. Berkaitan dengan hal
tersebut, walaupun secara normatif pengaturannya telah
ditentukan, dalam praktiknya pelaksanaan putusan arbitrase
di Indonesia masih banyak menemui hambatan. Oleh karena itu
timbul permasalahan yaitu faktor apa saja yang menjadi
penghambat pelaksanaan putusan arbitrase di Indonesia dan
langkah apa yang dapat dilakukan untuk mencapai efekti itas
pelaksanaan putusan arbitrase di Indonesia di masa yang
akan datang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
hukum non doktrinal yang salah satu tujuannya adalah untu
menganalisis dan memberikan jawaban tentang masalah
keefektifan bekerjanya seluruh struktur institusional
hukum. Data yang digunakan adalah data primer yang didapat
dari sumber pertama yakni hakim, arbiter, investor,
mahasiswa, BANI, dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat serta
data sekunder yang didapat melalui studi kepustakaan.Hasil
penelitian ini menunjukan adanya beberapa faktor terutama
berkaitan dengan hal-hal yang bersifat sosiologis yang
menjadi penyebab terhambatnya pelaksanaan putusan
arbitrase di Indonesia. Hambatan itu di antaranya berasal
dari undang-undang, pengadilan, penegak hukum, dan budaya
hukum. Selain itu, dalam penelitian ini juga dikemukakan
beberapa langkah yang dapat dilakukan agar pelaksanaan
putusan arbitrase di masa yang akan datang dapat lebih baik
yakni pembenahan terhadap aturan normatif, usaha
pelembagaan arbitrase dalam masyarakat, pembentukan sistem
kemitraan antara badan arbitrase dengan pengadilan, dan
peningkatan akuntabilitas dan profesionalisme para penegak
hukum."
2008
T37073
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1999
S21938
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Suatu yang perlu disambut dengan gembira atas dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 L.N 1999 – 138 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, karena hal itu merupakan babakan baru dalam bidang pengaturan tentang arbitrase di Indonesia yang selama ini menggunakan aturan-aturan tentang arbitrase memakai aturan hukum yang lama, yaitu seperti; Reglement opde Burgerlijke Rechtsvording S 1847 – 52 (Rv), Herziene Indonesisch Reglement S 1941 – 44 (H.I.R) dan Rechtsreglement Buitengesweten S 1927 – 227 (Rbg). Dengan berlakunya UU No. 30 – 1999 aturan-aturan tersebut dicabut berlakunya yang mengatur bidang arbitrase."
JMHUMY 7:2 (2000)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1999
S21993
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Berkembangnya kerjasama ekonomi internasional, dewasa ini
mengakibatkan makin meningkatnya kegiatan atau transakasi bisnis
internasional yang dilakukan cara melintasi batas-batas negara
(cross border nation) seperti ekspor-impor, foreign direct
investment, dan pembiayaan perusahaan. Untuk mengantisipasi
kemungkinan timbulnya sengketa di dalam transaksi bisnis
internasional, biasanya para pihak telah menentukan adanya
pilihan forum (choice of Forum) di dalam salah satu klausula
kontrak yang disepakati. Salah satu forum yang biasanya sering
digunakan oleh para pelaku bisnis internasional adalah arbitrase
internasional. Pelaksanaan putusan arbitrase internasional ini
harus dilakukan dengan cara menembus kedaulatan (souvereignty)
yang dimiliki oleh suatu negara, sehingga apabila putusan
tersebut ingin dilaksanakan harus terlebih dahulu dibuat
perjanjian antar negara. Namun saat ini, putusan arbitrase
internasional dapat dilaksanakan di berbagai belahan dunia
karena telah terdapat konvensi yang mengatur mengenai arbitrase
internasional, yakni konvensi New York 1958. Tulisan ini akan
membahas tiga macam pokok permasalahan, yakni, Bagaimanakah
kekuatan mengikat putusan arbitrase internasional menurut hukum
yang berlaku di Indonesia? Apa saja yang dapat dijadikan sebagai
dasar penolakan terhadap pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional menurut Konvensi New York 1958 ? dan
apakah penolakan terhadap pelaksanaan putusan arbitrase asing
pada perkara Banker Trust melawan PT Mayora indah Tbk telah
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia?
Sekalipun konvensi New York telah berlaku, namun hakim tetap
masih dapat menolak pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
Adapun dasar-dasar penolakan ini telah diatur di dalam Pasal V
Konvensi New York 1958. Terkait dengan hal tersebut, diperlukan
adanya kejelian hakim dalam menggunakan dasar-dasar penolakan
tersebut."
Universitas Indonesia, 2008
S22050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Welly
"Dalam dunia perdagangan internasional terdapat beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya sengketa dalam perjanjian internasional, antara lain perbedaan kewarganegaraan para pihak, perbedaan budaya hukum, sistem hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu, para pihak berupaya mencari alternatif penyelesaian sengketa yang menguntungkan kedua belah pihak. Arbitrase merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang sering digunakan dalam perjanjian internasional. Menyadari pentingnya peran arbitrase dalam dunia bisnis internasional, maka masalah pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia menarik untuk dikaj i lebih dalam dengan melakukan studi kasus Bankers Trust Company dan Bankers Trust International Plc. melawan PT. Mayora Indah Tbk dan PT. BT Prima Securities Indonesia.
Beberapa permasalahan yang dibahas meliputi: pertama., apa yang menjadi dasar Pengadilan Nasional untuk melakukan penolakan putusan arbitrase asing; kedua, apakah ada upaya hukum terhadap penolakan pelaksanaan putusan arbitrase di Indonesia; ketiga, bagaimanakah penerapan Konvensi New York 195 8 terhadap kasus Bankers Trust Company dan Bankers Trust International Plc. melawan PT. Mayora Indah dan PT. BT Prima Securities Indonesia.
Berdasarkan pembahasan permasalahan tersebut disimpulkan bahwa Pengadilan Nasional dapat melakukan penolakan putusan arbitrase asing berdasarkan alasan bertentangan dengan ketertiban umum. Suatu putusan arbitrase asing yang ditolak permohonan eksekuaturnya oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat dilakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia. Penerapan ketentuan dalam Konvensi New York 1958 terhadap kasus Bankers Trust Company dan Bankers Trust International Plc. melawan PT. Mayora Indah Tbk, dimana permohonan eksekuatur atas putusan Arbitrase Internasional Pengadilan London - Arbitrase N o . 8119 ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan bertentangan dengan ketertiban umum, dan permohonan kasasi ditolak oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan alasan tidak memenuhi persyaratan formil yaitu terlambat dalam pengajuan kasasinya karena melampaui tenggang waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana diatur dalam pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T36679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang The arbitrase dan Resolusi Sengketa Alternatif telah diatur pada penegakan putusan arbitrase internasional di Indonesia. sebelum berlakunya UU arbitrase, primer ,sebelum Mahkamah Agung menghasilakn Peraturan No. 1 Tahun I994 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghargaan Arbitrase Asîng (Peraturan) masih ada halangan kepada para pemangku kepentingan dalam melaksanakan putusan arbitrase internasional di Indonesia. Selama waktu itu Mahkamah Agund Indonesia sebagai badan tertinggi peradilan berpendapat bahwa putusan arbitrase internasional tidak diimplementasikan di Indonesia. Segera setelah penerbitan Peraturan putusan arbitrase asing dapat diterapkan karena kejelasan dalam Hukum prosedur Indonesia tentang hal itu. Dalam rangka untuk mengatur dalam hukum nasional, pada tanggal 12 Agustus 1999 UU Arbitrase diundangkan yang mengatur' tentang bagaimana putusan arbitrase intentasional yang dilaksanakan. Tulisan ini akan membahas bagaimana pelaksanaan hukum arbitrase saat Undang-Undang ini akan datang ke 12 tahun.

Law No. 30 of 1999 on The Arbitration and Alternative Dispute Resolution has been set on the enforcement of international arbitral award in Indonesia. before the enactment of Law arbitration, primer, before the Supreme Court Regulation No. menghasilakn 1 Year I994 on Procedures for the Implementation of Foreign Arbitral Awards (the Regulation) is no obstacle to the stakeholders in implementing the decision of the international arbitration in Indonesia. During that time the Court Agund Indonesia as the highest body of justice argued that the international arbitration decision is not implemented in Indonesia. Immediately after the issuance of foreign arbitral awards may be applied for clarity in Indonesia procedure law about it. In order to set in national law, on August 12, 1999 Arbitration Act was enacted which set 'of how the arbitration decision international implemented. This paper will discuss how the implementation of the current arbitration law this Law will come to 12 years."
Universitas Indonesia, 2011
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zuraidah
"Mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak lepas dari pelayanan keperawatan dan medis, maka sudah selayaknya evaluasi kolaborasi perawat - dokter menjadi salah satu variabel penting dalam mewujudkan pelayanan rumah sakit yang bermutu. Peran kolaborasi perawat - dokter belum berjalan dengan baiksehingga pelayanan keperawatan dan pengobatan klien belum optimal. Kondisi ini menyebabkan efisiensi dan efektifitas tindakan keperawatan pada klien juga belum optimal.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kolaborasi perawat-dokter di unit rawat inap, rawat jalan, IGD, ICU dan OK. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Tarakan DKI Jakarta pada bulan Juni 2005. Disain penelitian menggunakan deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah semua perawat yang ada di ruang rawat inap, rawat jalan, IGD, ICU dan OK. Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi di mana responden yang memenuhi kriteria penelitian adalah 80 orang perawat dengan pendidikan DIII dan S1.
Pengumpulan data menggunakan angket yang terdiri atas isian mengenai karakteristik perawat (umur, pendidikan, lama kerja dan tempat kerja), kuesioner tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kolaborasi dan indikator kolaborasi. Uji, analisis hubungan atau kontribusi menggunakan uji korelasi dan Pearson.
Hasil penelitian didapatkan faktor-faktor yang sangat berhubungan kolaborasi perawat-dokter adalah komunikasi (p = 0,0001), saling pengertian antar profesi (p = 0,0001), persepsi tentang kolaborasi (p = 0,0001) dan pendekatan professional (p = 0,031). Namun yang paling berhubungan terhadap variabel kolaborasi perawat - dokter (variabel dependen) adalah yang memiliki Beta paling besar yaitu persepsi tentang kolaborasi (B = 0,351), komunikasi (B = 0,274), saling pengertian atar profesi (B = 0,236), pendekatan professional (B = 0,121).
Dari basil penelitian ini disarankan agar perawat diberi kesempatan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan komunikasi, melaksanakan hubungan saling pengertian antar profesi serta mengembangkan pemahaman terhadap persepsi tentang kolaborasi.

The quality of health care services is determined by nursing and medical services. In line with this, it is necessary to evaluate the nurses-doctors collaboration in order to achieve a better quality of health care services in a hospital. In fact, the efficiency and effectively of health care services had been scarified as the nurses-doctors collaborations was not optimally fulfilled.
The purpose of this study was to identify factors related to nurse-doctors collaboration at various settings in the hospitals such as the inpatient, outpatient, emergency units, intensive care unit and operating room. The study had been accomplished at RSUD Tarakan Jakarta on June 2005. A descriptive correlation using cross sectional methods was applied to this study. The populations in the study were all nurses at the inpatient units, outpatient units, emergency units, intensive care unit and operating room. The sample was the total population (80 nurses), who had academic and bachelor of educational background and met other criteria of this study.
Data were obtained using questioner which is including data of nurses? characteristic (age, educational background, work experience and working places) and questioners of factors related to collaboration and collaboration indicators. Statistical analysis was performed by correlation test and Pearson's methods.
The findings of this study suggested that there were factors that significantly contributed to nurses-doctors collaboration; communications (p=0.0001), mutual understanding between professions, perception (p=0.0001) on collaboration and professional approach (p=0.031). However, the most significant variables contributed to nurses-doctors collaboration were perceptions on collaboration (B=0.351), communication (B=0.274), mutual understanding between professions (B=0.236) and professional approach (B=0.121).
The results of this study calls attention to the need of preparing nurses to have more knowledge and skills on communication, performing a mutual understanding between professions as well as improving nurses' understanding on their perception about collaboration."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
T18395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Budi Waluyo
"Lembaga pemasyarakatan adalah intansi terakhir dari rangkaian sub-sub sistem dari sistem peradilan pidana yang berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan harus didasarkan pada bakat, minat serta kebutuhan narapidana, di mana kebutuhan pembinaan bagi narapidana Residivis dan narapidana non-residivis tentunya berbeda karena narapidana residivis dapat dikatakan telah gagal dalam menerapkan hasil pembinaan pada waktu pertama menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan. Namun demikian dalam pelaksanaan pembinaan tersebut lembaga pemasyarakatan harus menghadapi beberapa faktor yang bisa menghambat berhasilnya pembinaan antara lain belum adanya klasifikasi bagi narapidana residivis, penempatan narapidana, program pembinaan yang diperuntukkan masing-masing klasifikasi, dana pembinaan yang terbatas, perbandingan jumlah petugas dengan narapidana yang kurang seimbang, sikap narapidana dalam mengikuti pembinaan, dan kurangnya partisipasi pemerintah dan masyarakat.
Penelitian ini selain ditujukan untuk mengetahui apakah dalam pelaksanaan pembinaan bagi narapidana telah diadakan pemisahan penempatan dan program pembinaan antara narapidana residivis dengan non-residivis, dan juga untuk mengetahui faktor-faktor penghambat apabila dilakukan pemisahan tersebut. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan pedoman wawancara sebagai panduan dalam melakukan wawancara terhadap informan. Hasil penelitian akan dipaparkan secara diskriptif analisis dengan mengambil lokasi penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banceuy Bandung. Data yang dipergunakan adalah data primer yang didapat dari hasil wawancara dan pengamatan lapangan, dan data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka dan studi dokumen yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banceuy Bandung belum dilakukan pemisahan pendmpatan maupun program pembinaan antara narapidana residivis dengan non-residivis, pembinaan yang berikan diberlakukan sama bagi seluruh narapidana dan pembinaan yang dilakukan belum didasarkan pada bakat, minat dan kebutuhan narapidana.

An institution of correctional is a last instance the series of the sub systems under the criminal justice system which is based on act no. 12 of 1995 regarding the institution of correctional having the function of a place for implementing the treatment for the prisoners and learner of the correctional education which should be based on the talent, interest, and the need of the prisoners. The need for treatment for the recidivist is different from those for the non recidivist since the treatment is considered a failure for the recidivist during their first imprisonment. This has led to the fact that there are constraints hindering the success of the treatment, among other, there is no classification for the recidivist, placing of prisoners, the treatment program for each classification, attitude of prisoners in participating the treatment, the ratio between the number correctional officers and the prisoners, and poor participation by the government and public.
There are two main purpose of this research, firstly, to see the whether in the treatment have classification them into the recidivist and non recidivist, and secondly, to reveal the constraint factors in the process classification. The approach of the research is based on qualitative method by interviewing the informants. The result is present through descriptive analysis, and the research location is at the Banceuy Bandung institution of correctional of level HA. The source is based on the data gathered from primary data; interview and the field observation, and the secondary data; library and documentary research relevant to the subject.
The result shows that there is no classification as yet at the Banceuy Bandung institution of correctional of level HA, and no clear the treatment program for recidivist and non recidivist. The treatment seems to conduct in the same program for both categories. Furthermore, the program is not based on the talent, interest or needs of the prisoners.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Ranissya Diza Liestiara
"Dari beberapa penyelesaian sengketa yang dikenal saat ini, arbitrase merupakan salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa yang umumnya dipilih oleh para pihak dan disepakati sebagai klausula penyelesaian sengketa di dalam sebuah kontrak yang mengikat para pihak tersebut. Pemilihan ini didasarkan kepada beberapa kelebihan dari arbitrase, yang salah satunya ialah penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini menghasilkan putusan yang bersifat final dan mengikat. Namun demikian, pada kenyataannya, para pihak yang telah mengikatkan dirinya untuk tunduk pada putusan arbitrase ternyata masih melakukan upaya hukum berupa pembatalan putusan arbitrase yang senyatanya bertentangan dengan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase yang tercermin dari pencantuman klausula arbitrase di dalam kontrak. Dengan menggunakan jenis penelitian doktrinal, tulisan ini akan menganalisis kekuatan mengikat dari klausula arbitrase yang tercantum di dalam kontrak bagi para pihak yang terikat di dalam kontrak tersebut serta kaitannya dengan alasan-alasan yang diajukan oleh para pihak dalam melaksanakan upaya hukum permohonan pembatalan putusan arbitrase di Indonesia. Adapun temuan yang didapatkan dari penelitian ini adalah adanya inkonsistensi dalam pengaturan mengenai alasan permohonan pembatalan putusan arbitrase di dalam UU 30/1999 yang berimplikasi kepada banyakan permohonan pembatalan putusan arbitrase yang diajukan dengan alasan di luar ketentuan Pasal 70 UU 30/1999.

Of the several dispute resolutions known today, arbitration is one type of alternative dispute resolution that is generally chosen by the parties and agreed upon as a dispute resolution clause in a contract that binds the parties. This choice is based on several advantages of arbitration, one of which is that dispute resolution through arbitration results in a final and binding decision. However, in reality, the parties who have bound themselves to submit to the arbitration award still make legal efforts in the form of canceling the arbitration award which is in fact contrary to the agreement of the parties to resolve disputes through arbitration as reflected in the inclusion of the arbitration clause in the contract. By using doctrinal research, this paper will analyze the binding force of the arbitration clause contained in the contract for the parties bound by the contract and its relation to the reasons submitted by the parties in exercising legal remedies for the annulment of arbitral awards in Indonesia. The findings obtained from this research are that there are inconsistencies in the provisions regarding the grounds for requesting the annulment of arbitral awards in Law 30/1999 which have implications for the large number of requests for annulment of arbitral awards submitted for reasons outside the provisions of Article 70 of Law 30/1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>