Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180573 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bayu Ditameiliza
"Pemberian kredit dengan Jaminan Fidusia dalam bentuk Benda Persediaan merupakan pemberikan kredit yang sangat fleksibel karena pengusaha dapat memperoleh pinjaman dana untuk menambah modalnya dengan tetap dapat melaksanakan transaksi perdagangannya akan tetapi di sisi lain, sangat rentan terhadap resiko bagi kreditor. Kepastian hukum bagi Penerima Fidusia, tanggungj awab debitor sebagai Pemberi Fidusia untuk menjaga nilai Jaminan Fidusia dari kemungkinan terjadinya kerugian dan klausul-klausul pada Akta Jaminan Fidusia yang dapat menjamin kepastian hukum bagi Penerima Fidusia dalam bentuk Benda Persediaan merupakan masalah pokok yang diteliti.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan meneliti data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder didukung dengan bahan hukum tertier. Kepastian hukum bagi Penerima Fidusia dengan Objek Jaminan Fidusia Benda Persediaan diberikan oleh UU No. 42 Tahun 1999 dan peraturan pelaksanaannya melalui Pendaftaran Fidusia, Sertifikat Jaminan Fidusia yang memiliki kekuatan eksekutorial dengan segala akibat hukumnya.
Pemberi Fidusia berkewajiban untuk mengelola, memelihara dan bertanggungjawab atas keadaan dari setiap kehilangan, kehancuran, pembusukan, turunnya nilai, atau kerusakan pada Barang-barang itu; memberikan laporan berkala atau sewaktuwaktu diminta oleh Kreditor beserta dokumen-dokumennya; mengasuransikan Benda Persediaan dengan hak klaim asuransinya dilimpahkan kepada Kreditor serta menanggung kerugian dan semua biaya yang timbul karenanya. Klausul-klausul pokok yang dapat memberikan kepastian hukum bagi kreditor antara lain klausul yang merupakan janji Debitor untuk menjalankan kewajibankewajibannya. Disarankan agar Debitor diwajibkan untuk memberikan laporan perkembangan pasar."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T36923
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Kristian
"Jaminan yang paling banyak digunakan oleh kreditur, mayoritas terdiri atas tanah. Menurut ketentuan yang berlaku, terhadap tanah-tanah yang telah bersertipikat dilakukan pengikatan dengan SKMHT yang kemudian ditindaklanjuti dengan APHT. Sementara di Pekanbaru dijumpai pengikatan jaminan kebendaan berupa tanah yang belum bersertipikat (SKGR). Sehubungan dengan hal tersebut yang menjadi pokok permasalahan adalah apakah tanah yang belum bersertipikat (SKGR) dapat dijadikan jaminan untuk pelunasan kredit di Bank, khususnya di Pekanbaru dan bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur (Bank) penerima fidusia dengan jaminan tanah berupa SKGR. Jika terjadi kredit macet, bagaimana kreditur memproses jaminan tersebut serta mengapa masyarakat Pekanbaru tidak menindaklanjuti SKGR menjadi sertipikat, apa yang menjadi kendala.
Dalam penelitian ini digunakan penelitian kepustakaan, berupa kumpulan data dari literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan data tersebut didukung oleh wawancara dengan beberapa nara sumber, berupa Notaris, Camat, dan Pejabat Bank di Pekanbaru. Fidusia dianggap sebagai jaminan yang paling cocok untuk tanah-tanah yang belum bersertipikat atau belum jelas status haknya. Sementara itu, eksekusi terhadap kredit macet yang di jamin dengan fidusia tunduk pada ketentuan Pasal 29-34 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999, yaitu melalui pelaksanaan titel eksekutorial, pelelangan atau penjualan di bawah tangan. Adapun yang menjadi kendala masyarakat dalam pensertipikatan tanah adalah mahalnya biaya pendaftaran pensertipikatan tanah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat Pekanbaru yang tidak menjangkau biaya tersebut.
Terhadap pemerintah Pekanbaru, hendaknya mencarikan solusi yang terbaik untuk masyarakat agar tanah-tanah SKGR menjadi bersertipikat dengan harga yang terjangkau, selain itu penerbitan SKGR wajib ditertibkan untuk menghindari penerbitan SKGR ganda; kepada masyarakat Pekanbaru, berusaha semaksimal mungkin melaksanakan pensertipikatan agar mendapatkan kepastian hukum; dan terhadap Lembaga Keuangan (Bank) di Pekanbaru, penerimaan tanah-tanah berupa SKGR untuk jaminan kredit sebaiknya menggunakan jaminan fidusia dan pembuatan akta jaminan fidusia yang mengikat tanah SKGR harus dilakukan dihadapan notaris sesuai dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

A warranty that the majority of creditor used is a land property. According to the current law, a certified land property is legalized by the so-called Etherification Letter of Mortgage Rights Imposition (SKMHT), which afterwards supported by Notarial Deed of Mortgage Right Imposition (APHT). However, in Pekanbaru, we fine cases in which the lands are uncertified (Thus, they apply the case, the main problem to be addressed here would be settlement guarantee, particularly in Pekanbaru. How would be the Indonesian law state concerning a matter in which the creditor received this uncertified land as a guarantee? If there is a credit payment problem, how would be the technical aspect of the process of the land? And why the majority of Pekanbaru land owners are not interested to certify their own lands? What are their major problems/concerns?
In this research, the writer applies literature study approach, which consists of data from the current positive law, and supported as well by several respondents, namely Notary, Camat (Sub district Head), and several Bank Official in Pekanbaru. Fiducia is considered as the most proper guarantee, for an uncertified lands warranty, or lands, which are yet to have any clear legal status. Mean while, execution on an unsettled under the law in the Article 29-34 Law No. 42 Year 1999, which is determined to be proceeded through executorial title, by auction, or selling under private deed. As concerning the major problem being faced by the majority Pekanbaru landowner about certifying their land, it is found out that the main problem lies on the cost. The condition of overall Pekanbaru society cannot afford the high cost imposed to them if they want to undergo a certification process of the land. This is one major problem, and the local government should strive at it's the best to find the solution, so that the Pekanbaru land owners can certify their uncertified land (Certificate of Indemnity/SKGR) to certified (legal) land at an affordable cost. But on the other side, it's also necessary to control the issuing of SKGR, to avoid any possibility of double SKGR issuing.
Based on the elaboration, the writer also would like to suggest a recommendation to the Pekanbaru landowners, that is, to do their best to always try to get legalization of their lands, so they can have legal rights and legal protection. As for the Banking Institution operate in Pekanbaru, it would be better if they implement the fiduciary warranty method in receiving the SKGR lands, as well as fiduciary agreement which binds the SKGR that is drafted before a Notary in order to fulfill all relevant legal requirements.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T36909
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritonga, Intan Sarah Dewi
"Sebelum berlakunya Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang, Jaminan Fidusia, pelaksanaan jaminan fidusia menimbulkan banyak masalah, terutama ketiadaan perlindungan hukum bagi kreditor dan pihak ketiga terhadap debitor yang beritikad buruk. Pihak ketiga tidak mengetahui posisi suatu benda yang telah dijadikan jamian fidusia tersebut, apakah terikat jaminan atau tidak. Dengan penguasaan benda yang dijadikan jaminan fidusia tersebut berada ditangan debitor, pihak ketiga menganggap bahwa benda tersebut adalah milik debitor. Hal ini sesuai dengan asas yang terdapat dalam pasal 1977 ayat (1) KUHPer yang menyatakan bahwa penguasaan adalah alas hak yang sempurna. Terhadap permasalahan ini, pemerintah berusaha mengatasinya dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang salah muatannya berisi tentang pendaftaran jaminan fidusia. Pendaftaran ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pihak, baik kreditor, debitor, dan pihak ketiga. Namun dengan adanya ketentuan baru tentang pendaftaran jaminan fidusia mempunyai dampak terhadap pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia. Kantor Pendaftaran Fidusia yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia merupakan kantor yang akan mencatat pendaftaran jaminan fidusia namun karenakan kantor tersebut baru berdiri, maka terdapat banyak hambatan yang dialami. Hambatan-hambatan yang dialami dapat menyebabkan tugas yang harus dilaksanakan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia tidak dapat berjalan dengan baik dan dapat pula menimbulkan permasalahan-permasalahan hukum berkenaan dengan pelaksanaan tugas Kantor Pendaftaran Fidusia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20987
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S24443
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Candrika
"Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan kebendaan yang memiliki kemudahan berupa tidak beralihnya penguasaan objek jaminan fidusia dari pemberi fidusia ke penerima fidusia walaupun hak milik atas objek jaminan fidusia diserahkan kepada penerima fidusia. Salah satu benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia adalah piutang. Permasalahannya apakah di dalam pembebanan fidusia dengan objek jaminan berupa piutang atas nama selalu harus didahului dengan cessie/peralihan piutang mengingat adanya perubahan hak kepemilikan objek jaminan fidusia, bagaimana kewenangan penerima fidusia dalam menjaga objek jaminan fidusia berupa piutang atas nama mengingat piutang tersebut masih berada dalam penguasaan pemberi fidusia dan dapat susut/habis nilainya, dan mengenai eksekusi piutang atas nama sebagai objek jaminan fidusia dari sudut UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah pembebanan fidusia dengan objek jaminan berupa piutang atas nama tidak harus didahului dengan cessie, kewenangan yang dimiliki penerima fidusia adalah penerima fidusia atau wakilnya berwenang untuk melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan atas objek jaminan fidusia dan pemberi fidusia lalai melakukan hal itu, prosedur eksekusi fidusia piutang atas nama yang terdapat pada Akta Jaminan Fidusia terlampir tidak sesuai dengan yang ditentukan UU Nomor 42 Tahun 1999. Oleh karena itu, saran yang diberikan adalah dalam pembebanan fidusia piutang atas nama dibutuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi antara pemberi fidusia dengan penerima fidusia, dibentuknya peraturan pelaksana dari UU Nomor 42 Tahun 1999 yang menjelaskan harus tidaknya pembebanan fidusia piutang atas nama didahului dengan cessie dan mengenai prosedur pelaksanaan eksekusi fidusia piutang atas nama agar tidak merugikan bagi para pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hany Tjahyanti
"Sumber dana bagi perusahaan didapat dari modal maupun pinjaman yang diperoleh dari bank-bank maupun lembaga-lembaga pembiayaan. Untuk memperoleh pinjaman tersebut bisanya perusahaan/perorangan yang meminjam harus memberikan jaminan. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan perorangan atau jaminan kebendaan. Salah satu jaminan kebendaan yang berlaku di Indonesia adalah jaminan fidusia. Masalahnya jaminan fidusia tidak mempunyai dasar hukum yang pasti, pengaturannya hanya melalui yurisprudiensi. Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 42 ahun 1999, diharapkan dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Ketentuan yang mengatur hal tersebut antara lain adanya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia. Asas publisitas ini merupakan salah satu asas utama hukum jaminan kebendaan. Hal lain yang diatur adalah larangan adanya fidusia ulang terhadap benda yang dijadikan jaminan fidusia. Tetapi ada ketentuan lain yang menyatakan bahwa fidusia dapat di berikan kepada lebih dari satu penerima fidusia, yaitu dalam hal pemberian kredit konsorsium. Dengan pengertian tersebut maka dalam hal pemberian kredit sindikasi atau kredit konsorsium hanya ada satu kreditor yang memberikan pinjaman, bukan banyak kreditor. Dan yang berhak mendapatkan hak preferensi adalah pihak yang mendaftarkan jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia, dalam hal ini adalah agen bank yang mewakili dan bertindak untuk kepentingan serta untuk dan atas nama para kreditor. Selanjutnya pembagian ke dalam dilakukan secara pari passu, sesuai dengan klausul yang terdapat dalam perjanjian kredit konsorsium."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21021
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rurun Nur Cahyani
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S24657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Rizqi Hidayat
"ABSTRAK
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1997 berdampak negatif bagi perekonomian, Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan wujud demokrasi ekonomi, memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk senantiasa berusaha guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan. Sedangkan sebelum reformasi konglomerat yang dekat dengan kekuasaanlah yang menguasai ekonomi negara Indonesia. Seharusnya negara menjamin berkembangnya semua pelaku usaha yang ada melalui asas keseimbangan tanpa adanya diskriminasi baik terhadap usaha besar, menengah maupun kecil. Mengingat usaha kecil dan menengah, juga merupakan salah satu pilar pembangunan nasional, maka pembinaan yang menyangkut sumber daya manusia, teknologi dan bantuan permodalan perlu ditingkatkan, sehingga pemberdayaan dan pengembangan usaha kecil dapat berjalan dengan optimal dan mencapai sasaran sesuai yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan teknik pengumpulan data yang digunakan data sekunder dan bahan hukum primer berupa Undang-undang Usaha Kecil, Undang-undang Perbankan dan peraturan lainnya metode analisis data secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, pemberdayaan usaha kecil oleh pemerintah dewasa ini mengalami peningkatan. Pemerintah telah membuka peluang kepada usaha kecil untuk menjalin kerja sama permodalan baik kepada lembaga perbankan maupun lembaga keuangan lainnya. Dalam penyaluran dana kredit usaha mikro dan kecil maka pemerintah telah menunjuk beberapa bank yang termasuk dalam lembaga keuangan pelaksana seperti Bank Mandiri, namun dengan tetap berpedoman pada prinsip kehati-hatian dan prinsip pemberian kredit yang sehat, maka pemohon harus menyediakan jaminan tambahan benda bergerak, kebijakan yang diterapkan oleh Bank Mandiri terhadap usaha mikro yang macet akan diselesaikan melalui negosiasi sebelum menumpuh jalan terakhir yaitu penjualan barang-barang bergerak yang diagunkan milik debitor."
2007
T17293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Agustianto Sudrajad
"Jaminan fidusia merupakan jenis jaminan kebendaan yang muncul akibat perkembangan kebutuhan masyarakat sebagai akibat dari ketidakmampuan lembaga gadai untuk mengakomodasi kebutuhan. Lembaga gadai menuntut penguasaan benda jaminan oleh kreditur sedangkan benda tersebut dibutuhkan oleh debitur untuk melakukan usahanya. Oleh karena itulah lembaga fidusia yang berdasarkan kepercayaan ini semakin diminati dalam prakteknya. Semakin banyak debitur yang membutuhkan dana pinjaman dan kreditur juga menuntut adanya jaminan yang pasti dan fleksibel bagi debitur. Jaminan fidusia diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999, merupakan perlindungan bagi para pihak khususnya kreditur pemberi pinjaman sebagai penerima fidusia. Akan tetapi undang-undang tidak menjelaskan secara detail hal-hal yang perlu dicantumkan sebagai klausula perjanjian fidusia sehingga kreditur penerima fidusia terlindungi hak-haknya. Perjanjian fidusia tunduk pada ketentuan umum tentang perjanjian dalam KUHPerdata oleh karena itu berlaku pula asas kebebasan berkontrak. Hal ini menyediakan kesempatan bagi pihak kreditur untuk merumuskan klausula yang dapat melindungi haknya secara menyeluruh dan wajib melakukan pendaftaran atas akta tersebut sehingga kreditur dilindungi oleh hukum sebagai kreditur preferen. Salah satu obyek jaminan fidusia adalah kendaraan bermotor baik roda empat maupun roda dua, merupakan benda bergerak yang terdaftar. Ada kalanya, debitur memberikan jaminan berupa kendaraan bermotor namun belum atas nama debitur itu sendiri, hal ini sering kali menyebabkan keraguan dari pihak kreditur. Oleh karena itu, harus dikaji secara teoritis dan yuridis mengenai hal ini demi kepastian hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan studi dokumen data sekunder berupa bukubuku teoritis dan undang-undang dengan harapan menghasilkan sifat penulisan yang deskriptif-preskriptif."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S21379
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>