Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144067 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Yuliany
"Tesis ini membahas mengenai perjanjian kemitraan perkebunan plasma melalui program revitalisasi perkebunan kelapa sawit. Permasalahan hukum yang dibahas dalam tesis ini, antara lain: bagaimanakah ketentuan mengenai kemitraan perkebunan plasma dan revitalisasi perkebunan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, bagaimana pelaksanaannya dalam praktek termasuk segala kendala- kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Penelitian ini adalah normatif yuridis dengan menggunakan data sekunder dan bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Hasil penelitian menemukan bahwa kemitraan plasma dan revitalisasi perkebunan di atur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah serta keputusan dan peraturan menteri, khususnya menteri pertanian dan menteri keuangan. Dalam pelaksanaannya, kemitraan plasma melalui program revitalisasi perkebunan menemui banyak kendala, seperti kendala birokrasi, biaya sertifikasi lahan yang tinggi, ketersediaan lahan untuk perkebunan, kekurangan tenaga teknis dari pemerintah untuk membantu dan mendampingi pelaksanaan, dan adanya perbedaan pemahaman program oleh perusahaan perkebunan, petani melalui koperasi, dan aparat pemerintah daerah. Penyederhanaan prosedur dan sosialisasi program merupakan salah satu cara untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan.

The focus of this thesis is the contract farming in terms of revitalisation program of palm oil plantation. The legal issues which discussed in this thesis, among others, contract farming and plantation revitalisasion program in the prevailing laws and regulations, how its implementation, including the problems incurred on the implementation. This study is a juridis normatif research and used secondary data with primary, secondary and tertier legal data. The result of study found that contract farming and revitalisation program are regulated in laws, govemment regulations and decree or decision of minister, particularly in agricultural and finance ministry. In the implementation, this revitalization program have several problems, among others, bureaucracy, high cost for land certification, land avaibility for plantation, less of technical support from govemment, and different point of view between plantation company, farmers or cooperative, and govemement officers. Simplify the bureaucracy and program sozialisation is one of the solve way to settle the problems at implementation."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26410
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sinaga, Rudianto Salmon
"Hubungan kemitraan sebagai salah bentuk hubungan kerjasama antara pekebun kelapa sawit dengan perusahaan sebagai pemilik modal dan teknologi didasarkan pada suatu perjanjian yang dikenal sebagai perjanjian kemitraan inti plasma perkebunan kelapa sawit. Dalam implementasinya banyak terjadi kecurangan yang dilakukan perusahaan dalam hubungan ini. Notaris sebagai pejabat pembuat akta memiliki fungsi pengawasan yang dapat menutup peluang terjadinya kecurangan dengan cara menciptakan atau membuat perjanjian yang baik dengan pertimbangan-pertimbangan akibat hukum yang muncul dari perjanjian. Oleh karena itu sebaiknya perjanjian kemitraan perkebunan kelapa sawit dibuat dihadapan notaris agar tercapai keseimbangan dalam hubungan kemitraan perkebunan kelapa sawit.

Partnerships as one form of cooperative relations between oil palm planters with the company as the owners of capital and technology is based on an agreement known as the plasma core partnership agreement palm oil plantations. In the implementation of fraud by many companies in this relationship. Notary as an official deed maker has a supervisory function that could cover the possibility of fraud by creating or making good agreement with considerations of legal consequences that arise from the agreement. Therefore should the oil palm plantation partnership agreement made before a notary in order to achieve a balance in the partnership of oil palm plantations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28609
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Machroes Effendy
"Isi Ringkasan :
Dalam rangka peningkatan dan pemerataan pendapatan, Pemerintah melaksanakan Pembangunan di daerah-daerah, termasuk daerah Kalimantan Barat. Pembangunan Dilakukan sesuai dengan kondisi,masing-masing daerah.
Pembangunan daerah Kalimantan Barat dititikberatkan pada pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi tersebut selain bertumpu pada pengelolaan hasil hutan beserta industri pengolahannya, juga pada perkebunan, termasuk di dalamnya adalah perkebunan kelapa sawit yang rerata pertumbuhannya tertinggi di antara jenis perkebunan lainnya.
Pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat dilaksanakan mulai tahun 1980 oleh PN Perkebunan VII (Sekarang PT Perkebunan Nusantara XIIIKalimantan). Perkebunan ini berkembang pesat dan diprediksikan mencapai setengah juta hektar pada tahun 2000. Dengan luas tersebut diharapkan pada masa datang sektor industri kelapa sawit akan merupakan unsur pokok penggerak pembangunan di Kalimantan Barat.
Di sisi lain, pembangunan perkebunan kelapa sawit, seperti halnya pembangunan proyek-proyek pada umumnya, akan berdampak positif dan negatif terhadap komponen-komponen lingkungan hidup, termasuk komponen sosial ekonomi dan budaya. Dampak tersebut harus diwaspadai, dampak negatif harus ditekan menjadi sekecil-kecilnya.
Cara yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan mengadakan evaluasi terhadap dampak yang ditimbulkan. Dengan evaluasi akan diketahui apakah tindakan dan dampak tersebut sesuai dengan yang diharapkan, selanjutnya dapat dilakukan tindakan-tindakan yang tepat untuk menghindarkan dampak negatif.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui dampak yang timbul dengan adanya PIR V Ngabang yang meliputi aspek demografi, sosial ekonomi dan sosial budaya, mengkaji sebab dan akibat dampak, serta persepsi masyarakat terhadap keberadaan PIR V Ngabang. Untuk mendukung penelitian tersebut, dipergunakan hipotesis, jika keberadaan PIR V Ngabang memberikan dampak sosial ekonomi dan budaya, maka adanya PIR V Ngabang dapat menimbulkan dampak terhadap tingkat pendidikan, kegiatan bersama dan pertemuan warga, mata pencaharian, dan penghasilan masyarakat. Untuk menganalisis dan membuktikan hipotesis di atas, maka dalam penelitian ini akan diukur dan dianalisis beberapa variabel, yaitu:
- Tenaga kerja yang terserap oleh PIR V
- Tingkat pendidikan masyarakat sebelum dan sesudah adanya PIR
- Kegiatan masyarakat dan pertemuan warga sebelum dan sesudah adanya perkebunan
- Mata pencaharian utama dan sampingan sebelum dan sesudah adanya PIR V
- Tingkat penghasilan masyarakat sebelum dan sesudah ada perkebunan
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan kriteria desa yang dipilih adalah desa yang berdekatan dengan PIR, dan mata pencaharian masyarakatnya beragam. Untuk itu lokasi penelitian ditentukan di desa Hilir Kantor, sebuah desa terletak disebelah timur PIR dan berhimpitan dengan FIR. Dari desa Hilir Kantor diteliti keadaan sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya.
Untuk mendapatkan gambaran keadaan desa sebelum ada PIR, ditentukan desa dengan kriteria terletak di Kecamatan Ngabang, diperkirakan tidak terkena dampak PIR, dan mempunyai kemiripan dalam hal akses keluar masuk desa . desa tersebut kemudian-dijadikan desa pembanding-. Desa .yang ditetapkan sebagai desa pembanding adalah desa Jelimpo, sebuah desa diperbatasan Kecamatan Ngabang dengan Sosok, dan terletak kira-kira 30 km dari desa Hilir Kantor. Dari desa Jelimpo diteliti keadaan sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya.
Dengan membandingkan keadaan kedua desa tersebut dapat diperoleh gambaran dampak sosial ekonomi dan budaya PIR V Ngabang terhadap masyarakat sekitarnya.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi yang dimaksud dalam hal ini adalah kepala keluarga (KK) yang sudah bermukim di lokasi penelitian lebih dari 15 tahun. Sampel ditentukan secara acak sebesar 10% dari populasi.
Berdasarkan data, jumlah Kepala Keluarga (KK) yang telah lebih dari 15 tahun bermukim di desa Hilir Kantor adalah 671 KK dan di desa Jelimpo adalah 336 KK. Sesuai dengan ketentuan tersebut, responden di desa Hilir Kantor berjumlah 67 orang (KR) dan responden di desa Jelimpo berjumlah 33 orang (KK).
Data primer diperoleh dengan mempergunakan kuesioner yang disebarkan kepada responden, selain itu dilakukan wawancara yang mendalam untuk mengetahui hal-hal yang tidak terungkap dari kuesioner. Data yang diperoleh dari penelitian selanjutnya di analisis dengan program SPSS PC Plus; distribusi frekuensi untuk mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi dan budaya meliputi demografi, sosial ekonomi dan sosial budaya, uji-t dan uji proporsi untuk mengetahui dampak sosial ekonomi dan budaya PIR V Ngabang terhadap desa Hilir Kantor, dan tabulasi silang untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan PIR V Ngabang.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan, kecuali meningkatnya pendidikan dan penghasilan penduduk, secara umum dapat dikatakan keberadaan PIR V Ngabang memberikan dampak positif yang kecil dan bahkan Menimbulkan dampak negative terhadap budaya masyarakat.
Meningkatnya tingkat pendidikan pada tingkat kepercayaan 0,95 atau alpha 0,05, karena PIR V Ngabang membangun sarana pendidikan SD dan SMP untuk keluarga karyawan, yang dapat pula dipergunakan oleh masyarakat sekitar.
Tingkat penghasilan rata-rata setelah ada PIR adalah sebesar Rp 255.731,00 lebih tinggi dibandingkan sebelum ada PIR dimana rata-rata penghasilan penduduk Rp 357.424,00 , pada tingkat kepercayaan 0,99 atau alpa 0,01. Meningkatnya penghasilan masyarakat karena dengan adanya PIR V telah mendorong berkembangnya non basic ekonomi, sektor informal, warung-warung, perdagangan jasa dan lain-lain di desa sekitarnya. Beberapa hal lain' yang ditemukan sebagai berikut :
PIR V Ngabang sangat rendah merespon tenaga kerja lokal. Dari penelitian diperoleh gambaran bahwa tenaga kerja lokal yang diserap hanya sebanyak 7,5% dari angkatan kerja yang ada, dan ini hanya mengisi 1,8% lowongan yang ada di perkebunan.
Hasil penelitian juga menyiratkan adanya perubahan mata pencaharian utama dan sampingan penduduk yang bergeser dari petani menjadi beragam usaha, pada tingkat kepercayaan 0,95 atau alpa 0,05, yang disebabkan bertambah luasnya kesempatan berusaha di sektor perdagangan di sekitar perkebunan. Keberadaan PIR V telah memberikan dampak negative dengan "melemahnya keterlibatan sosial (social involvement) anggota masyarakat, pada tingkat kepercayaan 0,95 atau alpa 0,05, sebagai akibat lebih banyaknya ourahan waktu dan perhatian mereka tujukan pada pekerjaan mereka.

Social, Economic And Cultural Impact Of Oil Palm Plantation (A Case Study of PIR V Ngabang P.T Perkebunan Nusantara KIII in West Kalimantan)Summary :
In the frame of increasing and implementing earning even distribution, the government carries out the development in all regions, including West Kalimantan. This development is carried out in accordance with the capability and potential which are available in each region.
The development in West Kalimantan is focused on economical sector. That economical sector's development encompasses the management of forest product, processing industry and plantation, including oil palm plantation that has the highest grade among other plantations.
The development of oilpalm plantation in West Kalimantan was first carried out in 1980 by PN Perkebunan VII (recent name P.T Perkebunan Nusantara KIII Kalimantan).The oilpalm plantation is grown up rapidly and it is estimated will reach 500.000 acres by the year 2000. By having that 500.000 acres, it is hoped that oilpalm industry sector can be the main key of development in West Kalimantan in the future.
Besides, the development of oilpalm plantation, like other developments, will bring about positive and negative impacts to the living environmental components, including social component, economical component and cultural component. Those impacts should be alert, and negative impact should be minimized. The way that can be done to overcome those emerging impacts is by initiating evaluation, for by having evaluation it can be known whether the measures as well as the impacts conform to the setting desire. So, the appropriate measures can be carried out in order to be able to avoid the negative impact.
The purpose of this research is to find out what types of impact that are going to emerge after PIR V Ngabang is established and it encompasses some aspects, such as demography, socioeconomic and sociocultural, examine the impact of cause - impact, as well as society's perception to the existence of PIR V Ngabang. Hypotesis is used to support the research, and the existence of PIR V brings about some impacts to socioeconomic and sociocultural at PIR surrounding area. By using hypothesis, education level after having PIR is higher than before having PIR and also together activities after having FIR is fewer than before having PIR, social meeting after having PIR is fewer than before having PIR, the main earnliving after having PIR is getting more and more various than before having PIR, secondary earnliving after having PIR is also geting more and more various than before having PIR and the income after having PIR is higher than before having PIR. To analyze and prove the above hypothesis, so this research is going to measure and analyze some variables, they are:
- Employees that are employed by PIR V
- Society's education grade before and after having PIR
- Society's activities and meeting of members of society before and after having plantation.
- The main and the second earnliving before and after having PIR Y
- Society's income level before and after having plantation
The determination of location of research is initiated purposively and the criteria of the chosen village is a village that is close to PIR and the members of the society have various earnlivings. That-is why, research location is determined at the village of Hilir Kantor, a village that is located on southern PIR and is close to PIR. There, the research is done on the situation of socioeconomic and cultural society. To get the illustration of the village situation before having PIR, it is determined with criteria of having similarity topography with the village of Hilir Kantor, located at Ngabang subdistrict and it is assumed that the impact of PIR will not effect it. That village, furthermore, is to be' a standard village. The Jelimpo village is determined as a standard village, it is in the border of Ngabang subdistrict and Sosok and is located around 30 km away from Hilir Kantor village. In Jelimpo village, the research is done on socioeconomic and cultural society. By comparing the situation of those two villages, so it can get an illustration of socioeconomic impact and culture of PIR V Ngabang to the surrounding society.
This research constitutes a descriptive research. Population which is related to this subject means the family heads (KK) who have been living at the research location for more than 15 years. Samples are based on data, the number of family heads (KK) who have been living at Hilir Kantor village for more than 15 years is 671 family heads (KR) and those who have been living at Jelimpo village is 336 family heads (KK). In conformity with those stipulations, respondents at Hilir Kantor village are 67 people and at Jelimpo village are 33 people. Data which are obtained from further research are analyzed with SPSS PC Plus programme. The frequency of distribution to 'identify the condition of socioeconomic and cultural encompasses demography, ocioeconomic and sociocultural, the initiating of t-test is to find out the impact of socioeconomic and cultural PIR V Ngabang to Hilir Kantor village and crossed tabulation in order to find out the society's perception to the existence of PIR V Ngabang.
First data is obtained by using questionnaires. Besides, an intense interview is used in order to obtain a further information.
Based on the outcome of the research, generally the existence of PIR V Ngabang brings about a minor positive impact and even it can arouse negative impact to the cultural society, except the increasing of the education level and society's income. The increasing of education level at the degree of 0,95 trusting or alpha 0,05 is caused PIR V have built means of education from elementary school (SD) to junior high school (SHP) level and those schools are to be used by the family of employees as well as by the surrounding society. The average of salary degree after having PIR is Rp. 265.731,00 and it is higher than before having FIR, viz Rp. 157.424,00, at 0,99 of trusting degree or alpha 0.01. The increasing of society's income is caused PIR V have contributed the motivation to develop non-basic economic, informal sectors, stalls, service of trade and so forth at surrounding villages. Some other things that were found are:
PIR V Ngabang is lack of responding local employees. The research shows that local employees which are employed are just 7.5 percent of the available work force or it just fills 1.8 percent of the available vacancies at plantation field.
The outcome of the research also shows that there is a change of main earnliving of the society, it is from cultivators into merchants profession, at 0,95 of trusting degree or alpha 0,05 because the expansion of oppurtunities of having a job at trade sector around the plantation.
The existence of PIR V arouse negative impact together with the lack of social involvement of members of society because they completely spend their time on their jobs.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T1716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oetami Dewi
"Resistensi petani pada umumnya dipahami sebagai bentuk reaksi terhadap ancaman keamanan atau hilangnya mekanisme sosial yang menjamin terpenuhinya kebutuhan subsistensi rumah tangga petani. Ancaman terhadap subsistensi patani itu dapat muncul dari banyak kasus seperti komersialisasi dan kapitalisasi sistem pertanian di pedesaan, intervensi teknologi baru dalam bidang pertanian yang lebih bersifat padat modal daripada padat karya, tekanan demografis, revolusi hijau dan lain sebagainya.
Resistensi petani plasma perkebunan kelapa sawit mulai berkembang setelah produktivitas kebun menurun dan kesejahteraan hidup mereka semakin merosot bersamaan dengan pertambahan populasi penduduk. Petani plasma yang terikat oleh sistem contract farming dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit ini dalam posisi yang sangat tergantung pada perusahaan dan hampir tidak memiliki bargaining position.
Pada sisi lain pihak manejemen PTPN XIII PIR V Ngabang telah berhasil membangun kerjasama yang kuat dengan pemerintah daerah, aparat keamanan dan tokoh-tokoh politik serta tokoh-tokoh masyarakat setempat guna menahan segala bentuk resistensi dari petani plasma dan warga masyarakat di sekitar tapak perusahaan perkebunan tersebut berada. Dengan demikian tidak cukup memadai peluang politik bagi para petani plasma untuk memperjuangkan permasalahan mereka. Dalam kondisi seperti ini maka dapat dipahami apabila petani plasma cenderung memilih bentuk resistensi yang bersifat tertutup atau terselubung seperti pencurian buah kelapa sawit, pembakaran pohon sawit, penanaman pohon karat di areal kebun inti, dan penanaman benih tidak bersertifikat.
Implikasi teoritis yang dapat dipetik dari studi ini antara lain dalam komunitas petani plasma di Ngabang tidak berkembang kesadaran kelas. Kondisi demikian berkaitan terjadi karena belum berkembangnya institusi kepemilikan atau penguasaan tanah pertanian secara individual. Sebelmn PTPN XIII beroperasi di Ngabang, terdapat institusi penguasaan tanah pertanian secara kolektif atau komunal. Kesadaran kolektif yang berkembang pada komunitas petani plasma Ngabang adalah kasadaran akan identitas kultural mereka sebagai masyarakat Dayak yang tidak dapat dilepaskan dari adat dan hukum adat Petani plasma dan orang Dayak pada umumnya memlliki rasa inferioritas yang sensitif apabila identitas kultural terasa dilecehkan maka akan muncul tindakan impulsif untuk membuktikan diri mereka sebagai putra daerah "yang berkuasa" di wilayah tersebut.
Karakteristik tradisional dalam diri petani plasma di Ngabang bukan sekedar bersifat given, inheren dan melekat dalam pola perilaku petani plasma. Namun karakteristik ini berkaitan dengan serangkaian kebijakan pemerintah, tanggapan pihak perusahaan, dan konstruksi identitas yang telah lama dibangun oleh para aktivis LSM yang menegaskan bahwa identitas petani dan masyarakat Dayak pada umumnya adalah sebagai masyarakat adat. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pendapat para ahli bahwa petani memiliki kebudayaan asli yang tradisional. Temuan dalam studi ini menyatakan bahwa karakteristik tradisional dalam diri petani juga merupakan dampak dari proses konstruksi sosial yang dilakukan oleh negara dan Iembaga kapital yang bertujuan menundukkan komunitas petani dan mengambilalih kontrol penguasaan sumber daya alam dari tangan petani. Guna mencapai maksud tersebut, negara melakukan pendekatan teritorialisasi sehingga wilayah "pedalaman" tempat tinggal petani dan tempat keberadaan sumber daya alam berada di bawah kontrol kekuasaan birokrasi negara.
Akibat lebih jauh dari konstruksi idenitas tersebut petani plasma menjadi terjebak dalam konstruksi identitas dan solidalitas yang bersifat sempit dan lokal. Dalam keadaan dernikian perusahaan perkebunan merespon semua bentuk resistensi petani seperti permasalahan konflik adat bukan konflik ekonomi. Dengan konstruksi sosial seperti ini segala bentuk resistensi petani plasma menjadi lebih mudah ditundukkan dan dilokalisir dalam ranah kultural adat dan tidak akan berkembang menjadi perlawanan kolektif skala besar. Temuan ini menunjukan bahwa ?adat? menjadi instrument yang dipergunakan perusahaan untuk melokalisasi resistensi petani plasma Resistensi petani plasma Ngabang tidak cukup dijelaskan dari sisi internal petani seperti mari-teori klasik tentang perlawanan petani yakni ada atau tidak adanya ideologi dan pemimpin namun harus mempertimbangkan faktor kontekstual yakni konstelasi relasi pasar, negara dan komunitas serta motivasi petani untuk memanfaatkan peluang yang ada.
Resistensi terselubung yang dilakukan petani plasma terhadap PTPN XIII di Ngabang bukan bertujuan untuk mengembalikan sistem perekonomian subsisten namun justru didorong oleh motivasi untuk memperbesar akses keterlibatan petani plasma dalam sistem perkebunan kelapa sawit seperti memperoleh penghasilan lebih besar dan manduduki posisi terhormat dalam birokrasi perkebunan. Temuan ini jauh berbeda dengan pernyataan Scott bahwa petani akan selalu mempertahankan sistem perekonomian subsisten karena sistem ini dianggap memberi jaminan pemenuhan kebutuhan pangan keluarga petani. Petani plasma dalam bertindak lebih mengutamakan kepentingan individual dan tidak mempertimbangkan kepentingan kolektif seperti yang dikatakan oleh para pendukung perspektif teori moral ekonomi. Konsepsi teoritis tentang bentuk-bentuk resistensi petani yang dikembangkan oleh para pendukung paradigma moral ekonomi hanya mampu menjelaskan bentuk resistensi terselubung yang dilakukan oleh petani plasma di Ngabang namun gagal untuk menjelaskan dorongan atau motivasi yang melandasi resistensi petani plasma terhadap PTPN XIII PIR V Ngabang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
D789
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufan Maulana Pamungkas
"Peraturan Menteri Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan memberikan kewajiban bagi perusahaan perkebunan yang telah memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) untuk membangun lahan perkebunan bagi masyarakat sekitar sebesar 20% dari luas lahan yang diusahakan oleh perusahaan. Namun pelaksanaan dari ketentuan ini tidak sepenuhnya berjalan dengan baik karena ada beberapa perusahaan yang tidak menjalankannya dan tidak memiliki iktikad baik pada saat membangun kebun bagi masyarakat tersebut. Petani yang dalam hal ini memiliki posisi tawar yang lebih rendah dari pada Perusahaan sering kali menjadi pihak yang selalu dirugikan karena kurangnya pemahaman serta kemampuan dalam mengelola perkebunan. Oleh karena itu Petani butuh suatu badan hukum yang berfungsi untuk melindungi kepentingan para petani dari iktikad tidak baik perusahaan. Kerjasama dalam bidang perkebunan antara Perusahaan dengan Koperasi yang sering kali digunakan adalah pola kemitraan inti plasma dimana perusahaan memiliki lahan perkebun sendiri (inti) dan begitu juga dengan petani (plasma). Kemitraan inti plasma terbagi menjadi 3 yaitu pola PIR Trans, KKPA dan Program Revitalisasi Perkebunan. Salah satu Perusahaan yang bergerak dibidang agribisnis yaitu P.T Sumber Indah Perkasa yang berada di kabupaten Tulang Bawang, Lampung juga melakukan kemitraan inti Plasma dengan Koperasi Krida Sejahtera dengan pola KKPA dimana terdapat kredit pinjaman dari bank untuk petani yang telah dikuasakan kepada Koperasi Krida Sejahtera.

In Ministerial Regulation Number: 26/Permentan/OT.140/2/2007 on Plantation Business Licensing Guidelines provide liability for plantation companies that have business licenses Plantation to establish plantations for people around 20% of the area of land cultivated by the company . However, implementation of these provisions are not completely worked well because there are some companies that do not run and do not have the time to build good will for the community garden. Farmers who in this case has a lower bargaining position of the company is often a party that always disadvantaged because of a lack of understanding and ability to manage the estate. Therefore, farmers need a legal entity that serves to protect the interests of the farmers of faith is not good company. Cooperation in the field of oil between the Company and Cooperative frequently used plasma core is a partnership where the company has its own plantation land (core) and so does the farmer (plasma). Plasma core partnership is divided into 3 PIR pattern Trans, KKPA and Plantation Revitalization Program. One of the Company engaged in agribusiness, PT Sumber Indah Perkasa located in the district Of Tulang Bawang, Lampung also doing core partnership with the Cooperative of Krida Sejahtera of Plasma Prosperous KKPA pattern where there is a loan from a bank loan for farmers who have been authorized to Cooperative Activities of Prosperity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S34003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supardiansyah
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T33988
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>