Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80695 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nanin Koeswidi Astuti
"Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Yang menjadi permasalahan adalah apakah hakim dapat memeriksa suatu kontrak yang di dalamnya terdapat klausula arbitrase terkait dengan asas kebebasan berkontrak apabila terdapat sengketa diantara mereka, apakah upaya hukum yang dapat dilakukan untuk mengajukan pembatalan putusan arbitrase yang telah diputus oleh BANI, dan bagaimanakah pelaksanaan pembatalan putusan arbitrase yang telah diputus BANI oleh MA? Berdasarkan Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata ayal (1) yang memuat asas kebebasan berkontrak atau asas paeta sunt servanda ini, maka hakim Pengadilan Negeri dapat menyatakan dirinya tidak berwenang karena jabatannya (ex officio) untuk mengadili sengketa yang di dalamnya terdapat klausula arbitrase. Tidak tergantung pada ada atau tidaknya eksepsi dari tergugat tentang ketidakwenangannya itu, mengenai upaya pembatalan putusan arbitrase yang telah diputus oleh BANI, adalah seperti yang diatur secara limitatif dalam Pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dimana harus memenuhi unsur dalam Pasal 70 tersebut. Dari beberapa kasus pembatalan putusan arbitrase yang telah diputus BANI oleh Mahkamah Agung dapat diketahui bahwa dasarnya yang dianut Mahkamah Agung adalah prinsip paeta sunt servanda yang terlihat pada saat memeriksa dan memutus permohonan kasasi dari sengketa kontrak yang mencantumkan klausula arbitrase, oleh karena itu pengadilan tidak secara otomatis dapat mengadili suatu sengketa, apabila telah diperjanjikan dalam kontrak bisnis mereka sebelumnya berupa klausul arbitrase bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa mereka melalui forum arbitrase, kecuali terjadi kesalahpahaman mengenai klausula arbitrase, salah pengertian dan salah penafsiran, para pihak telah mencabut atau membatalkan klausula arbitrase.

The writing of this thesis research methods literature with secondary data as the data source. The problem is whether the judge can review a contract that contains the arbitration clause related to the principle of freedom of contract if there is a dispute between them, whether the remedy which can be done to apply the annulment of the award which had been cut 'by BANI, and how the implementation of the annulment of the award BANI which had been cut by the Supreme Court? Under article 1320 and Article 1338 Civil KUH point (1) which includes the principle of freedom of contract or pacta sunt servanda principle of this, the District Court judge may declare themselves not competent because of his position (ex officio) to adjudicate disputes in which the arbitration clause. Does not depend on the presence or absence of the defendant's demurrer on not authorized it, about the efforts that the annulment of the award has been settled by BANI, is regulated as limitatif in Article 70 of Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution, which must meet the elements of Article 70 is. Of some cases of cancellation of the award that has been decided by the Supreme Court BANI can be seen that essentially the Supreme Court adopted the principle of pacta sunt servanda is visible at the time of review and decide upon appeal from a contract dispute that included the arbitration clause, therefore the court does not automatically can judge a dispute, if it had been agreed in previous contracts o f their business arbitration clause that the parties will resolve their dispute through arbitration forum, except for misunderstanding about the arbitration clause, misunderstandings and wrong interpretations, the parties have been revoked or canceled the arbitration clause."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T37491
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yustisia Adiwibowo
Universitas Indonesia, 2008
T24686
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yustisia Adiwibowo
"Latar belakang penyusunan tesis ini adalah munculnya perbedaan pendapat mengenai pembatalan putusan arbitrase dalam negeri yaitu apakah penggunaan alasan pembatalan putusan arbitrase dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 harus dibuktikan dengan putusan pengadilan dan mengenai pembatalan putusan arbitrase luar negeri yaitu apakah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang membatalkan putusan arbitrase luar negeri. Tesis ini juga akan membahas sikap Mahkamah Agung Republik Indonesia atas masalah tersebut.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan analisis kualitatif yang mengkaji aspek yuridis normatif dan pendekatan kasus (case approach). Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa penggunaan alasan pembatalan putusan arbitrase Pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 haruslah dibuktikan dengan putusan pengadilan dan sikap Mahkamah Agung adalah menghormati kompetensi absolute arbitrase dengan membatalkan putusan pengadilan negeri yang membatalkan putusan arbitrase dalam negeri. Demikian juga bahwa upaya hukum pembatalan putusan arbitrase yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 hanya berlaku terhadap putusan arbitrase yang dibuat atau dijatuhkan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia (prinsip territorial) dan sikap Mahkamah Agung yang berpendapat bahwa yang berwenang untuk membatalkan putusan arbitrase luar negeri adalah badan berwenang di negara dimana putusan arbitrase tersebut dijatuhkan (Lex Arbiiri).
Hasil penelitian ini menyarankan agar memperjelas aturan hukum pembatalan putusan arbitrase baik dalam negeri maupun luar negeri sehingga tidak terjadi pencampuradukan diantara keduanya.

The background of this study is the existence of difference opinion regarding annulment o f domestic arbitral award whether the application of annulment reason in the article 70 Law No. 30 year of 1999 must be proved by court decision and related to annulment of foreign arbitral award is whether Central Jakarta district court has authority to annul the foreign arbitral award. This study shall also discuss the stand of Republic Indonesia Supreme Court to such issues.
This research is juridical normative research with the qualitative analysis that discuss the juridical normative aspect and case approach. The result o f the research is that the application of annulment reason article 70 Law No. 30 year of 1999 must be proved by court decision and the stand of Supreme Court is respecting the absolute competency of arbitration by annulling the district court decision which annulled the domestic arbitral award. It also that the annulment legal recourse as stipulated in Law No. 30 year of 1999 only applied to the arbitral award which is made in the Republic Indonesia jurisdiction (territorial principle) and stand of Republic Indonesia Supreme Court contend that the authority to annul the foreign arbitral award is the authority institution in the state where such arbitral award is made {Lex Arbitri).
Result of the research suggests to make clear the applicable law for annulment either domestic or foreign arbitral award in order to avoid the mix both of it."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T37138
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Simon Barrie Sasmoyo Adiwidagdo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24980
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Dewi Putri Yulita
"Untuk menyelesaikan sengketa ada beberapa cara yang bisa dipilih salah satunya adalah melalui arbitrase. Ketentuan mengenai Arbitrase diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999. Arbitrase merupakan lembaga volunter yang dipilih dan ditunjuk berdasar kesepakatan para pihak dalam bentuk perjanjian. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Pengadilan Negeri tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase, akan tetapi peranan Pengadilan Negeri sangat dibutuhkan. Peranan Pengadilan Negeri dalam arbitrase dapat dilihat dari sebelum proses arbitrase, pada saat arbitrase berlangsung dan yang terpenting pada saat proses arbitrase telah selesai (pendaftaran putusan arbitrase, pelaksanaan putusan arbitrase secara paksa dan pembatalan putusan arbitrase). Terhadap putusan arbitrase dapat dimintakan pembatalannya ke Pengadilan Negeri dengan berlandaskan pada ketentuan Pasal 70 dan Penjelasan Umum Bab VII UU No. 30 Tahun 1999 dan dapat diajukan banding ke Mahkamah Agung. Sengketa yang terjadi antara PT. Comarindo dengan Yemen Airways diputus oleh BANI Surabaya, pihak Yemen Airways mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan alasan bahwa BANI Surabaya tidak berwenang untuk memutus sengketa antara Yemen Airways dengan PT. Comarindo. Atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan PT. Comarindo mengajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui apa yang menjadi dasar dalam permohonan pembatalan putusan arbitrase, prosedur pembatalan putusan arbitrase menurut peraturan undang-undang yang berlaku, peranan peradilan umum terkait dengan arbitrase Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan, dengan studi dokumen data sekunder berupa buku-buku teoritis dan undangundang, dengan harapan menghasilkan sifat penulisan yang deskriptif-preskriptif.

There are many ways can be chosen to settle a dispute. One of them is through arbitration. Arbitration law is ruled on Act No. 30 Year 1999. Arbitration is a voluntary institution that is chosen based on the agreement by the parties. Arbitration agreement is a decision made by the parties in a written agreement in a form of an arbitration clause or an independent arbitration agreement made after the dispute occurred. The State Court does not have the authority to settle a dispute that has been bound by an arbitration agreement. On the other hand, the role of the court is needed. The role of the court in arbitration can be seen before, in and the most importantly after the process of arbitration (the registration of arbitration award, the execution of arbitration award by force, the annulment of arbitration award). The annulment of arbitration award can be done by making an application to the State Court according to Article 70 and The Explanation of Chapter 7 Act No. 30 Year 1999. This annulment can be challenge to an appeal to The Supreme Court. The dispute between PT. Comarindo and Yemen Airways was settled by The BANI of Surabaya. The Yemen Airways applied an appeal about the arbitration award to South Jakarta State Court. The reason of this appeal is that BANI of Surabaya did not have the authority to settle the dispute between PT Comarindo and Yemen Airways. Then, PT Comarindo applied an appeal about the decision made by South Jakarta State Court to the Supreme Court. The purpose of this analysis is to find out the basis on the annulment of arbitration award, procedures of the annulment of arbitration award according to The Arbitration Law, the role of the court in arbitration. The method used is library research, with documents study on secondary data, consist of theoretic books and laws. This analysis is hoped to result in an descriptive-prescriptive analysis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meifi Khusnul Khotimah
"ABSTRAK
Putusan Arbitrase luar negeri dapat dilaksanakan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada
fakta bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi New York 1958 yang merupakan
hukum internasional tentang pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase luar negeri.
Peneliti menulis pelaksaaan putusan arbitrase luar negeri di Indonesia, studi mengenai
putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan tujuan untuk mengetahui hal
yang melatarbelakangi perlunya Indonesia meratifikasi Konvensi New York 1958.
Disamping itu, untuk mengetahui syarat-syarat putusan arbitrase luar negeri dapat
dilaksanakan di Indonesia maupun alasan-alasan penolakan permohonan pelaksanaan
putusan arbitrase luar negeri. Yang pada akhirnya mempelajari sikap yang mendasari
putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai eksekusi putusan arbitrase luar
negeri di Indonesia. Untuk mencapai tujuan di atas, dilakukan penelitian yuridis
normatif. Oleh karena itu, dideskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai
pelaksanaan putusan arbitrase luar negeri di Indonesia yang menghasilkan saran untuk
kemajuan penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Sehubungan dengan topik penelitian
ini, maka akan di tarik sample putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai
eksekusi putusan arbitrase luar negeri pasca diratifikasinya Konvensi New York 1958.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui hal yang melatarbelakangi perlunya pengaturan
pelaksanaan putusan arbitrase luar negeri adalah untuk menghilangkan keragu-raguan
mengenai pelaksanaan putusan arbitrase yang telah diadakan di luar negen. karena
sebelumnya terdapat keragu-raguan putusan arbitrase luar negeri dapat dilaksanakan
atau tidak. Hal yang menjadi syarat agar putusan arbitrase luar negeri dapat dilaksanakan
di Indoensia adalah, putusan arbitrase tersebut dijatuhkan oleh arbiter atau majelis
arbitrase di suatu negara yang terikat pada peijanjian internasional mengenai
pelaksanaan putusan arbitrase luar negeri dengan Indonesia. Putusan arbitrase tersebut
dalam ruang lingkup hukum perdagangan dan tidak betentangan dengan ketertiban
umum di Indonesia. Apabila hal-hal tersebut telah dipenuhi maka putusan tersebut dapat
diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mendapatkan eksekuatur.
Keterlibatan pengadilan dalam hal ini tidak dapat dihindari mengingat pemaksaan atas
putusan hanya bisa dilakukan oleh pengadilan dalam untuk penetapan eksekusi.
Terhadap putusan arbitrase yang dijatuhkan di luar wilayah hukum Republik Indonesia
dapat dilaksanakan setelah mendapat eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik
Indonesia. Dalam pelaksanaan atas putusan arbitrase luar negen. Mahkamah Agung
Republik Indonesia dapat memberikan putusan berupa, pengakuan dan eksekusi putusan
arbitrase luar negeri, penolakan terhadap putusan arbitrase luar negen, dan pembatalan
terhadap putusan arbitrase luar negeri. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa putusan
arbitrase luar negeri senngkali gagal untuk mendapatkan eksekuatur dan yang dijadikan
alasan untuk menolak pelaksanaan putsuan arbitrase luar negen adalah, putusan
arbitrase luar negeri tersebut karena pemberitahuan yang tidak lazim tentang akan atau
sedang berlangsungnya proses arbitrase kepada pihak yang berkepentingan bertentangan
dengan ketertiban umum di Indonesia."
2006
T37839
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Anindya Wardhani
"

Tesis ini mengkaji mengenai: (i) unsur tipu muslihat yang berdasarkan Pasal 70 UU Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah sebagai salah satu unsur pembatal putusan arbitrase serta bagaimana pembatalannya; dan (ii) pendapat hakim mengenai penerapan Pasal 70 UU Arbitrase yang mekanisme pembatalannya tidak secara lengkap diatur dalam UU Arbitrase. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU Arbitrase belum mengatur dengan lengkap dan jelas mengenai bagaimana pelaksanaan pembatalan putusan arbitrase utamanya yang disebabkan oleh adanya tindakan tipu muslihat dari salah satu pihak yang bersengketa dalam forum arbitrase. Mahkamah Agung berpendapat unsur tipu muslihat tidak harus dibuktikan dengan suatu putusan pidana berkekuatan hukum tetap terlebih dahulu seperti yang teridentifikasi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 425 B/Pdt.Sus-Arbt/2016, Putusan Nomor 807 B/Pdt.Sus-Arbt/2016. Mahkamah Agung dalam putusan lain berpendapat bahwa unsur tipu muslihat harus dapat dibuktikan dalam sebuah putusan pidana berkekuatan hukum tetap agar keadilan serta kepastian hukum dapat terus terjaga seperti tercantum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 480 B/Pdt.Sus-Arbt/2017. Mahkamah Agung belum dapat menggali hukum yang sesuai untuk pembatalan putusan arbitrase karena unsur tipu muslihat.

 

 

 


This thesis research examines: (i) elements of deception based on Article 70 of the Arbitration Law and Alternative Dispute Resolution as one of the elements of revocation of the arbitration award and how it is revocated; and (ii) the opinion of the judge regarding the application of Article 70 of the Arbitration Law which the mechanism for arbitral award revocation is not completely regulated in the Arbitration Law. The research method used in this study is normative juridical research, namely research on the principles of law, legal systematics, the degree of legal synchronization and research on legal history through a legal approach and a number of judges’ decisions related to the revocation of the award. The results of the study indicate that the Arbitration Law has not yet provided a complete and clear explanation of how the revocation of the main arbitration award was caused by the deception of one of the parties to the dispute in the arbitration forum. The Supreme Court argue that the element of deception does not have to be proven by a criminal decision with permanent legal force as identified in the Decision of the Supreme Court Number 425 B/Pdt.Sus-Arbt/2016, Decision Number 807 B/Pdt.Sus-Arbt/2016. Other judges argue that the element of deception must be proven in a criminal decision with a permanent legal force so that justice and legal certainty can be maintained as stated in the Decision of the Supreme Court Number 480 B/Pdt.Sus-Arbt/2017. The Supreme Court has not been able to dig up the appropriate law for the revocation of the arbitral award caused by element of deception.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muktar
"Sengketa Pertamina Vs. Karaha Bodas Company (KBC) sendiri berawal dari ditangguhkannya perjanjian/kontrak yang tertuang dalam Joint Operation Contract (JOC) dan Energy Sales Contract (ESC) yang ditandatangani oleh Pertamina, KBC dan PT. PLN (Persero). JOC dan ESC merupakan kontrak kerja sama pembangunan proyek PLTP di Karaha Bodas. Sejak tahun 1998 Indonesia dilanda krisis moneter, maka atas rekomendasi dari IMF untuk menunda proyek yang pembayarannya menggunakan US Dollar, pemerintah RI mengeluarkan Keppres No. 5/1998 yang menangguhkan proyek PLTP tersebut. Atas hal itu dan berdasarkan pasal 13 ayat (2)a JOC KBC membawa sengketa tersebut ke lembaga arbitrase Jenewa, Swiss. Majelis Arbitrase Jenewa memenangkan KBC dan menghukum Pertamina untuk membayar ganti rugi. Terhadap putusan arbitrase tersebut Pertamina mengajukan gugatan pembatalan putusan arbitrase Jenewa Ke PN Jakarta Pusat. Dalam pertimbangan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat disebutkan bahwa upaya hukum Pertamina untuk mengajukan pembatalan putusan arbitrase Jenewa adalah tepat diajukan di pengadilan Indonesia dengan pertimbangan: karena Indonesia telah meratifikasi Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing dan meskipun pasal 70 UU No. 30/1999 mengatur alasan-alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase internasional, akan tetapi karena pasal V Konvensi New York 1958 menyatakan bahwa “pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional mungkin ditolak atas permohonan salah satu pihak, hanya jika pihak yang bersangkutan membuktikan kepada instansi yang berwenang, antara lain: pengangkatan arbiter tidak diberitahukan secara layak kepada para pihak dan susunan tim arbitrase tidak sesuai dengan perjanjian dalam kontrak (JOC dan ESC), para pihak tidak memiliki kapasitas berdasarkan hukum yang berlaku (sesuai dengan JOC dan ESC hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia).”"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S22324
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>