Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68180 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riesta Handayani
"Jaminan Fidusia sebagai salah satu jenis jaminan kebendaan adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia. Jaminan fidusia memberikan kedudukan preferen bagi pemegang haknya . Dalam hal debitur pemberi fidusia dinyatakan pailit oleh pengadilan, maka semua harta kekayaan debitur akan dinyatakan sebagai harta pailit.
Permasalahan yang diteliti dan dibahas adalah mengenai perlindungan hukumnya jika kreditur separatis pemegang jaminan fidusia mengeksekusi obyek jaminannya setelah debitur pemberi fidusia dinyatakan pailit, serta pelaksanaan eksekusi obyek jaminan fidusia jika pemberi fidusia /debitur dinyatakan pailit. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif melalui penelusuran kepustakaan atau dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan, Pasal 56 Undang-undang Kepailitan dan PKPU merupakan perlindungan hukum bagi kurator jika kreditur separatis pemegang jaminan fidusia mengeksekusi obyek jaminannya dalam masa penangguhan (maksimal 90 hari) setelah debitor pemberi fidusia dinyatakan pailit. Sedangkan jika kreditur separatis pemegang obyek jaminan fidusia mengeksekusi objek jaminannya dalam jangka waktu dua bulan sejak insolvensi, maka perlindungan hukumnya ada pada Pasal 59 ayat (2) Undang-undang Kepailitan dan PKPU. (2) Perlindungan hukum jika kreditur separatis dalam hal ini pemegang obyek jaminan fidusia mengeksekusi objek jaminannya sesudah debitur dinyatakan pailit sesudah masa tunggu (masa tunggu sampai dengan insolvensi dan selama dua bulan sejak insolvensi).
Pada masa tunggu sampai dengan insolvensi, kreditur separatis diberi kewenangan oleh Undang-undang Kepailitan dan PKPU untuk mengeksekusi sendiri jaminan utangnya, sedangkan setelah lewat dua bulan sejak insolvensi maka kurator harus menuntut diserahkannya barang yang menjadi agunan. Apabila Pemberi Fidusia/Debitur Dinyatakan Pailit Kewenangan untuk mengeksekusi jaminan utang bisa ada pada pihak kreditor separatis dan bisa juga pihak kurator. Hal ini tergantung pada saat kapan eksekusi dilaksanakan.

Fiduciary rights as one of the types of security rights is a security right over movable assets both tangible and intangible and immovable objects, especially buildings that can not be burdened with mortgages referred to in Law Number 4 Year1996 on the mortgage which remains in fiduciary control of the giver. fiduciary gives preferential status to the holder. In the case of giver fiduciary debtor declared bankrupt by a court, then all the assets of the debtor will be declared as the bankruptcy property.
Issues are researched and discussed concerns the legal protection if creditors separaratist fiduciary holder objects to execute the guarantee after giving the debtor is declared bankrupt fiduciary, as well as the execution object fiduciary if the fiduciary giver/debtor declared bankrupt. This study is a normative juridical research through literature searches or documentation.
The result showed, Article 56 of the Bankruptcy Act a curator if the legal protection for creditors separatist fiduciary holder objects to execute the guarantee in the period of suspension (maximum 90 days) after donor fiduciary debtor declared bankrupt. Meanwhile, if the creditor objects separatist fiduciary holder objects to execute the guarantee within a period of two months from insolvency, then there are legal protections in Article 59 paragraph (2) the Bankruptcy Act. Legal protection if creditors separatist in this case the object of fiduciary holder objects to execute the guarantee after the debtor is declared bankrupt after the waiting period (waiting period of up to insolvency and for two months from insolvency).
In a waiting period of up to insolvency, creditora separatist authorized by an Act of bankruptcy and PKPU to execute itself guarantee its debt, whereas after the expiration of two months from insolvency the curator should demand the deposit of the goods to be collateral. If the giver fiduciary /declared bankrupt debtors authority to execute the loan guarantees could exist on the part of creditors and separatist parties can also curator. It depends on the time when the execution carried out.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28942
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ian Martin P.L.
"Kepailitan mempunyai akibat bagi seluruh kreditur, tidak terkecuali Kreditrur Penerima Jaminan Fidusia. Pengembalian uang Debitur kepada Kreditur dalam hal Debitur dinyatakan Pailit akan sangat tergantng pada kedudukan dari kreditur tersebut. Kedudukan Kreditur Penerima Jaminan Fidusia adalah sebagai Kreditur Preferen. Hak ini tidak hapus karena adanya Kepailitan atau likuidasi Debitur Pemberi Jaminan Fidusia. Kreditur Preferen (Secured Creditors) dalam Kepailitan biasanya disebut Kreditur Separatis. Kreditur Penerima Jaminan Fidusia sebagai Kreditur Separatis sangat berkepentingan agar tetap dapat mengeksekusi haknya seolah-oleh tidak terjadi Kepailitan.

Bankrupt has effect to all creditors, neither nor creditor fich receive guarantee fiducia. The debt returning of debtor to creditor, in the casa of debtor are nonis as bangkrupt, it's depend on the position of creditor itself. The position of creditors which receives gauarantee fiducia is as secure creditor, their rights are not vanished, because there are bangkrupting and liquidation of debtor guarantee fiducia receiver. Secure creditors are usually called as saparatish creditors. Debtor guarantee fiducia receiving as separatish creditors fas responsible in other to can still execute as if as there are not bangkrupting."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44836
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asido Reja Amanda
"Tesis ini membahas kedudukan Personal Guarantor dalam proses kepailitan dimana debitur yang melakukan wanprestasi.Dalam perjanjian penanggungan (borgtoct) dikenal istilah penjamin pribadi atau Personal Guarantor yaitu orang ketiga yang menjamin debitur manakala debitur wanprestasi, dalam hukum kepailitan peran seorang Personal Guarantor dalam sangat penting, walaupun sebagai pihak ketiga Personal Guarantor sebagai penjamin dapat diposisikan sebagai debitur pada saat Personal Guarantor melepas hak istimewanya. Pada Kasus Putusan Mahkamah Agung No.868 K/Pdt.Sus/2010 Standard Chartered Bank menuntut Termohon Pailit I Tundjung Rachmanto dan Termohon Pailit II Rudy Syahputra (selaku pemegang saham dan pemberi jaminan) karena PT. HPS. (Handalan Putra Sejahtera) tidak membayar hutangnya yang telah jatuh tempo kepada Stadard Chartered Bank. Stadard Chartered Bank mengajukan kasasi karena dinilai putusan pengadilan negri tidak tepat dengan alasan, Tundjung Rachmanto dan Rudy Syahputra memiliki memiliki dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Mahkamah Agung mengabulkan permohon Standard Chartered Bank (pemohon kasasi) sesuai dalil dengan bukti-bukti yang diberikan oleh Standard Chartered Bank (pemohon kasasi).

This thesis has contended the role of a Personal Guarantor in bankruptcy process where the Debitur is a party who performs a default. In a encumbrance agreement the term of Personal Guarantor is known, which is a third party (third person) who guarantees the Debtor when the Debtor performs a default. In a law of Bankruptcy, the role of a personal Guarantor is important although as the third party, the standing of such Personal Guarantor as the guarantor may be positioned as a debtor when the Personal Guarantor releases its privilege. In the Case of the Judgment of the Supreme Court No.868 K/Pdt.Sus/2010, Standard Chartered Bank demands the Bankruptcy Respondent I Tundjung Rachmanto and the Bankruptcy Respondent II Rudy Syahputra (as the shareholders and the guarantors) because PT. HPS. (Handalan Putra Sejahtera) did not pay its debt due to Standard Chartered Bank. Standard Chartered Bank filed a petition for cassation as it was considered that the court's judgment was inappropriate on the ground that Tundjung Rachmanto and Rudy Syahputra had two or more creditors and they did not settle at least the debt that was due and payable. The Supreme Court acceded Standard Chartered Bank?s petition (the Requester for cassation) pursuant to an argument by the evidences given by Standard Chartered Bank (the Requester for cassation)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angwyn, Frederick
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peraturan mana yang tepat untuk diterapkan, antara UUJF dan UUKPKPU, dalam pelaksanaan eksekusi terhadap boedel pailit, mengingat keduanya memiliki ketentuan yang saling bertentangan, dan untuk mengetahui urutan kreditor dalam pembagian hasil boedel pailit. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa asas Systematische Specialiteit dapat digunakan untuk menentukan peraturan mana yang harus diterapkan, dan juga urutan kreditor dalam pembagian hasil boedel pailit, namun belum ada pengaturan yang jelas mengenai kedua hal tersebut, sehingga belum ada kepastian hukum, karena hakim dapat memiliki penafsiran yang berbeda dalam menentukan peraturan yang akan diterapkan, dan akibatnya putusan yang terbit juga berbeda.

This research is purposed on knowing which regulations are suitable to be implemented; between "UUJF" and "UUKPKPU", in executing the bankruptcy estate, despite the contraries in those regulations, and to define the priority of creditors on the estates’ execution. Based on the research, Systematische Specialiteit can be used to which regulation is suitable, and also reveal the suitable priority of the creditors on the estates’ execution. However, the law couldn’t regulate them precisely, so the supremacy of law won’t be established because Judges are having different interpretation on implementing the law. Therefore, there’ll be different decision in bankruptcy cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46504
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priya Lukdani
"Penelitian ini membahas mengenai masalah sifat hubungan hukum antara Direksi dengan Perseroan Terbatas. Apakah pemberhentian Direksi Perseroan Terbatas dari jabatannya sebagai Direksi adalah juga merupakan pemutusan hubungan kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Permasalahan yang dikaji adalah mengenai sifat hubungan hukum (legal nature) antara Direksi dengan Perseroan Terbatas, serta status hukum Ridwan Ramli setelah diberhentikan sebagai anggota Direksi menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Hasil temuan penelitian terhadap permasalahan-permasalahan tersebut adalah terdapat tiga (3) konsep sifat hubungan hukum antara Direksi dengan Perseroan Terbatas yaitu, konsep ketenagakerjaan, konsep perwakilan dan konsep kombinasi antara perwakilan dan ketenagakerjaan. Mengenai status hukum Ridwan Ramli setelah diberhentikan sebagai Direksi menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas adalah terdapat dua kemungkinan apakah Ridwan Ramli berasal dari internal (pemegang saham/pekerja) atau eksternal Perseroan Terbatas. sedangkan Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan status hukum Ridwan Ramli setelah pemberhentian tersebut adalah masih sebagai pekerja di PT.National Utility Helicopter. Pemberhentian seseorang sebagai pekerja diatur secara detil meliputi sebab yang sah bagi putusnya hubungan kerja, prosedur pemutusan hubungan kerja sampai dengan akibat hukum berupa kompensasi atas putusnya hubungan kerja tersebut dalam bentuk paket pesangon.

This thesis analyses discusses the nature of the problem with the legal relationship between the Board of Directors with Limited Liability Company. Whether the dismissal of the Board of Directors from his position as Directors is also a termination of employment under the labor Act. This study uses normative legal research. Problem studied is the nature of the legal relationship (legal nature) between the Board of Directors of the Limited Liability Company, as well as the legal status Ridwan Ramli once dismissed as a member of the Board of Directors pursuant to the Limited Liability Company Act and the labor Act.
The findings of research on these issues is that there are three (3) concept of legal nature of the relationship between the Board of Directors of the Limited Company namely, employment concept, the concept of representation and the concept of combination between representation and employment. Ridwan Ramli legal status after being laid off as the Board of Directors pursuant to the Limited Liability Company Act is there are two possibilities whether from internal Ridwan Ramli (shareholder / employee) or external Company Limited. while Under the Labor Act Ridwan Ramli legal status after the dismissal is still a worker in PT.National Utility Helicopter. Dismissal of a person as an employee includes a detailed set of legitimate reasons for the breakup of work, termination procedure due to the legal form of compensation for the breakup of work in the form of severance packages.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47279
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nenden Dewi Anggraeni
"Dalam pemenuhan dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari hari seseorang memerlukan dana yang kadang kadang tidak sedikit jumlahnya, apalagi dalam rangka pemenuhan dana untuk keperluan di berbagai bidang bisnis. Dengan demikian dicarilah bentuk penyandang dana untuk membantu pihak bisnis ataupun diluar bisnis sehingga lahirlah lembaga lembaga penyandang dana yang lebih fleksibel dan moderet dari Bank, yang dalam hal hal tertentu tingkat resikonya bahkan lebih tinggi yang disebut dengan lembaga pembiayaan. Terhadap pemberian dana tersebut, pihak pemberi dana membutuhkan jaminan agar dana yang telah dipinjamkannya itu dapat terbayar kembali oleh si penerima dana. Dari perkembangan itu lahirlah hukum jaminan, yang salah satunya adalah jaminan fidusia. Fidusia merupakan lembaga yang lahir karena kebutuhan Masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Timbul karena atas dasar kebutuhan masyarakat akan kredit dengan jaminan benda-benda bergerak tetapi masih memerlukan benda-benda tersebut untuk dapat dipakai sendiri. Tujuan dengan dibuatnya Perjanjian Jaminan fidusia dan didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk memberikan jaminan kepastian hukum baik terhadap kreditur, debitur maupun tehadap pihak ketiga yang berkepentingan.

In fulfillment of funds to meet daily consumption, somebody sometimes require funds not few in number, especially in the context of fulfilling the funds for business purposes in various fields. Thus they sought funding to help shape the business or the business that was born outside the institutions of a more flexible funding and moderate than conventional Bank, which in certain cases even higher level of risk is called the financial institution. Against diversion of funds, the donors need assurance that the funds that have lent it be paid back by the recipient of funds. It was born from the development of insurance law, which is a fiduciary one. Fiduciary is an institution born of the needs of people in their daily lives. Arise because the basic needs of the community will guarantee loans with moving objects, but still requires to utilities hese objects. Guarantee Agreement with the purpose of fiduciary made and registered in the Registry Fiduciary ensuring legal certainty for both the creditor, debtor or the concerned third party."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31071
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Nurfitrianda
""ABSTRAK
"
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai pemekerjaan pekerja/buruh dengan sistem perjanjian kerja waktu tertentu dan pemutusan hubungan kerja sebagai akibat berlarutnya tindakan merumahkan pekerja/buruh oleh perusahaan dan implementasi pengaturan-pengaturan termaksud di dalam praktiknya. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang memuat norma hukum tertulis. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara untuk dijadikan data pendukung dalam penulisan ini. Hasil penulisan ini diperoleh kesimpulan bahwa pengaturan mengenai pemekerjaan pekerja/buruh dengan sistem PKWT dan pemutusan hubungan kerja telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Kepada Pimpinan Perusahaan di Seluruh Indonesia Nomor 907 Tahun 2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massa dan belum ada pengaturan mengenai PHK sebagai akibat kondisi ekonomi perusahaan yang baru merugi. Selain itu, implementasi pengaturan-pengaturan belum dilaksanakan dengan tepat. Penulis merekomendasikan adanya sosialisasi pada pihak-pihak terkait tentang pemekerjaan dengan sistem PKWT dan sebab-sebab pemutusan hubungan kerja, pengawasan mengenai pemekerjaan pekerja/buruh dengan sistem PKWT dan kejadian pemutusan hubungan kerja untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan, dan dibuatnya peraturan peraturan terkait PHK dengan kondisi ekonomi lain di luar yang sudah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk mengakomodir kasus seperti yang terdapat dalam putusan.
"hr>"
"b>ABSTRACT
"
This writing aims to determine the regulation concerning the employment of workers laborers with a system of certain time labor agreements and termination of employment as a result of the protracted action of laying off workers laborers by the company and the implementation of such arrangements in practice. This writing uses normative legal research methods, namely by examining library materials or secondary data that contains written legal norms. In addition, the authors also conducted interviews to be used as supporting data in this writing. The results of this writing concluded that the regulation concerning the employment of workers laborers with fixed term contract system and termination of employment has been regulated in legislation, namely Law Number 13 Year 2003 on Manpower and Circular Letter of the Minister of Manpower of the Republic of Indonesia to the Company Leadership in All Indonesia Number 907 Year 2004 on the Prevention of Termination of Mass Relations and there is no regulation regarding layoffs as a result of the economic condition of the newly losing company. In addition, implementation of the settings has not been properly implemented. Related to this the authors recommend the socialization to the parties concerned about the employment with fixed term contract system and the causes of termination of employment and the supervision of the employment of workers laborers with fixed term employment contract system and the occurrence of termination of employment to avoid the occurrence of irregularities and the making of regulations related to layoffs with other economic conditions beyond those specified in the legislation to accommodate cases as contained in the verdict."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firly A. Permata
"A
Dalam PKP2B dan perjanjian subkontraktor dari PKP2B, para pihak yang akan mengadakan perjanjian dapat menentukan ketentuan penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui litigasi. arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Arbitrase digunakan untuk menyelesaikan sengketa komersial yang memerlukan persetujuan para pihak. Pada dasarnya, konsep arbitrase adalah proses konsensual. Namun demikian, putusan arbitrase masih perlu diperkuat oleh Negara melalui pengadilan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional yang membutuhkan peran pengadilan. Terkait upaya pembatalan putusan tersebut masih terdapat multi interpretasi pendapat diantara kalangan praktisi, akademisi, dan hakim-hakim di Pengadilan.

ABSTRACT
In PKP2B and subcontractor agreement, the parties entered into an agreement will be able to determine dispute settlement provisions. The settlement of disputes can be resolved through litigation, arbitration and alternative dispute settlement. Arbitration is used to settle commercial disputes in which parties agree for settling their disputes. Basically, the concept of arbitration as a consensual process but the arbitral award is still need to be reinforced by state through the Indonesian court. It can be seen from the process of the recognition and enforcement of international arbitral awards which require the role of the court. Still, there are multi-interpretation of practitioners, academics, and judges' opinions in the court for annulment of international arbitral awards. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S472
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Oscards Sirkas
"Skripsi ini membahas mengenai pemutusan hubungan kerja secara sepihak berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Suatu perjanjian kerja dilandasi dengan adanya kata sepakat antara pihak pengusaha denga pihak pekerja. Sebagai suatu perjanjian, perjanjian kerja harus memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian. Pemutusan hubungan kerja tidak dapat dilakukan secara sepihak karena alasan tidak ada perjanjian kerja diantara kedua belah pihak yang dibuat secara tertulis. Undang-undang menjamin lahirnya suatu perjanjian baik secara tertulis maupun lisan. Untuk mengantisipasi suatu kedudukan yang tidak berimbang antara pihak pengusaha dengan pekerja dan mengantisipasi kesewenangan pihak pengusaha yang dapat merugikan pihak pekerja, maka undang-undang menekankan dibuat suatu perjanjian kerja secara tertulis. Keberadaan perjanjian kerja membuat kedudukan antara pihak pengusaha dengan pihak pekerja sebagai kepastian hukum, terutama saat terjadi sengketa pemutusan hubungan kerja. Dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, hal itu menandakan sudah terjadinya suatu hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja sebelumnya. Pemutusan hubungan kerja dianggap ada jika ada kesepakatan kedua belah pihak untuk sepakat membuat perjanjian, begitu juga sebaliknya. Namun, kesepakatan para pihak untuk menciptakan terjadinya suatu perjanjian dimungkinkan terjadi secara tidak tertulis maupun tidak langsung diucapkan secara lisan, yakni dengan adanya suatu persesuaian kehendak antara kedua belah pihak. Dimana pihak yang satu menyatakan kehendaknya.

Abstract
In this thesis, the unilateral termination of employment by Law Act No. 13 of 2003 About Employement will be discussed. A labor agreement is based on an agreement between employer and employee. As a a kind of agreement, labor agreement has to fulfill the legal substances of a contract. Termination of employment which use the nonexistence of a written contract between employer and employee as an excuse, cannot be done unilaterally Laws guarantee the birth of an agreement whether it is written or spoken. To anticipate imbalance between position of the employer and the employee as well as to prevent employer's arbitrary towards the employee, laws emphasize that a contract has to be made in a written form. The existence of a labor contract can make equality between employer and employee. It also makes position of the employer and employee have a legal security, especially when conflict of termination of employment happens. Termination of employment indicates termination of working relationship between employer and former employee. Termination of employment is recognized if there is an agreement between two parties. Agreement between parties to create a contract is possible to be done in writing or by mouth, though, as long as there is an accord between the wishes of the two parties in which, one party stated their wishes, and the other party willingly fulfill those wishes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S527
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yayat Sudrajat
"Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan hukum seorang personal guarantee dalam perjanjian hutang piutang. Dalam jaminan perorangan ini tidak ditunjuk suatu benda tertentu sebagai obyek jaminan Yang terjadi hanyalah suatu kesepakatan antara penjamin dan kreditur, bahwa ia mengingatkan diri dan menjamin dengan kekayaannya yang dipunyai untuk memenuhi kewajiban debitur pada saatnya nanti dengan syarat-syarat tertentu Tanggung jawab seorang guarantor baru lahir, apabila debitur melakukan wanprestasi, selanjutnya apabila guarantor telah memenuhi tanggung jawabnya, maka ia mengambil alih semua hak-hak dari kreditur terhadap debitur yang bersangkutan. Dalam hal debitur melakukan wanprestasi, kreditur dapat langsung menuntut guarantor apabila guarantor telah melepaskan hak istimewanya (hak privelegi). Namun hal itu bukan merupakan suatu penghalang bagi kreditur untuk menggugat debitur bersama-sama dengan penjamin. Akan tetapi bagaimana kedudukan hukum seorang personal guarantee dalam hal ia sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi kewajibannya, apakah gurantor tersebut dapat dituntut untuk dinyatakan pailit, sedangkan ketentuan-ketentuan kepailitan tidak mengatur tentang kepailitan seorang gurantor dan yang ada hanya kepailitan untuk debitur. Dengan demikian jaminan perorangan hanyalah efektif dan bermanfaat apabila pada waktu hendak dilaksanakannya jaminan tersebut, penjamin mempunyai kekayaan yang memadai dan tidak pula sedang "dikejar" oleh pemegang jaminan perorangan yang lain untuk maksud yang sama."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>