Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129378 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imansyah Lase
"Utusan Daerah ada pada masa sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Utusan Daerah merupakan perutusan yang dianggap dapat membawakan kepentingan rakyat yang ada di daerah masing-masing disamping dianggap mengetahui dan mempunyai tinjauan yang menyeluruh mengenai persoalan negara pada umumnya. Utusan Daerah sebagai representasi dari suatu daerah dibentuk dalam rangka memperjuangkan kepentingan dan aspirasi daerah di tingkat nasional. Sesudah perubahan UUD 1945, Utusan Daerah ditiadakan dalam konstitusi. Untuk menjamin tetap adanya wakil daerah dalam lembaga perwakilan rakyat, maka dibentuklah Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang keberadaannya ditentukan dalam konstitusi. DPD merupakan peningkatan terhadap Utusan Daerah yang bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan dan aspirasi daerah di tingkat nasional. Skripsi ini membahas mengenai bagaimanakah susunan, kedudukan, kewenangan dan praktik keberadaan Utusan Daerah sebelum perubahan UUD 1945 serta bagaimanakah susunan, kedudukan, kewenangan dan praktik keberadaan DPD sesudah perubahan UUD 1945. Selain itu, juga membahas mengenai apa persamaan dan perbedaan antara Utusan Daerah sebelum perubahan UUD 1945 dengan DPD sesudah perubahan UUD 1945. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa secara spesifik tidak ada pengaturan yang jelas dan tersendiri tentang susunan, kedudukan dan kewenangan Utusan Daerah dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada masa sebelum perubahan UUD 1945. Pada praktiknya, Utusan Daerah tidak berhasil memperjuangkan kepentingan dan aspirasi daerah di tingkat nasional. Sedangkan mengenai DPD, susunan, kedudukan dan kewenangannya diatur secara spesifik dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada masa sesudah perubahan UUD 1945. Pada praktiknya, DPD masih belum maksimal dalam memperjuangkan kepentingan serta aspirasi daerah di tingkat nasional karena terbatasnya kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945 kepada DPD. Persamaan antara Utusan Daerah dengan DPD adalah bahwa baik Utusan Daerah maupun DPD sama-sama dimaksudkan untuk mewakili daerah di tingkat nasional, sama¬sama diatur keberadaannya dalam UUD 1945, sama-sama merupakan bagian dari MPR dan sama-sama mempunyai masa jabatan selama lima tahun. Perbedaannya adalah bahwa DPD diatur secara spesifik dalam peraturan perundang-undangan daripada Utusan Daerah. Pengaturan yang spesifik tersebut telah mengakibatkan DPD mempunyai kedudukan dan kewenangan yang lebih luas atau lebih besar daripada Utusan Daerah. Untuk memaksimalkan kinerja DPD dalam memperjuangkan kepentingan dan aspirasi daerah di tingkat nasional, maka kewenangan DPD perlu ditingkatkan melalui amandemen UUD 1945.

The delegate from the regional territory (Utusan Daerah) once exist in the period before the amendment of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (Undang-Undang Dasar 1945 or UUD 1945). Utusan Daerah is considered to defend the very best interests of the people in each area which considered, in addition to know and having a through review of every matters of the state in general. The Utusan Daerah as a representation of a region formed in order to defend the interests and aspirations of the region at national level. After the amendment of UUD 1945, Utusan Daerah abolished from the constitution. To ensure the existency of regional representatives in the people?s representative institution, then formed the Regional Representative Council (Dewan Perwakilan Daerah or DPD) which determined by the constitution. DPD is an enhancement of the Utusan Daerah which aims to defend the best interests and aspirations of the region at national level. This paper discusses about how the structure, composition, authority and practice of the presence of the Utusan Daerah before the amendment of UUD 1945 and how the structure, composition, authority and practice of the presence of the DPD after the UUD 1945 amended. It also discuss about what are the similarities and differences between Utusan Daerah before the amendment of UUD 1945 with the DPD after the amendment of UUD 1945. The research method shall be used is a normative legal research. Some points that can be concluded are, there are no clear regulation and distinctive structure, composition and authority of the Utusan Daerah in laws and regulations that apply in the period before the amendment of UUD 1945. In practice, Utusan Daerah were not successfully defended the interests and aspirations of the region at national level. As for the DPD, their structure, composition and authority were specifically regulated in the legislation that applies in the aftermath period of the amendment of UUD 1945. In practice, the DPD?s yet not maximal in defending the interests and aspirations of the region at national level due to the limited authority granted by the UUD 1945 to the DPD. Similarities between the Utusan Daerah with the DPD are both meant to represent the regional at national level, both existences are regulated in the UUD 1945, they are as much of part of the MPR and they both posses for five years terms. The difference is that the DPD is specifically being regulated better than the Utusan Daerah, therefore in specific arrangements have resulted in the wider or greater the composition and authority of the DPD than the Utusan Daerah has had. To maximize the performance of the DPD in the struggle for the best interests and aspirations of the region, the authority of the DPD needs to be improved through amending the UUD 1945."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S286
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekjend MPR RI, (2000),
R 342.02 Ind p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
"Sejak gerakan reformasi mulai bergulir di Indonesia, cukup banyak perubahan yang telah terjadi dalam masyarakat Indonesia. Perubahan yang dimaksud
termasuk perubahan terhadap Konstitusi Indonesia yang dikenal dengan nama Undang­Undang Dasar 1945 (UUD 45), yang juga harus diubah sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Sesungguhnya, dengan adanya empat kali perubahan yang telah dilakukan terhadap Konstitusi Indonesia, sebenarnya telah dihasilkan suatu Undang­Undang dasar yang baru, walaupun nama UUD 45 tetap digunakan Ada tiga cara dalam melakukan perubahan terhadap konstitusi. Pertama, melalui perubahan formal. Kedua, melalui konvensi ketatanegaraan. Ketiga, melalui
penafsiran hakim. Sebagai suatu negara hukum (rechtstaat), Konstitusi Indonesia yang telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, semuanya dilakukan berdasarkan pasal 37 UUD 1945 (perubahan formal). Akan tetapi, sebenarnya perubahan Konstitusi Indonesia dapat pula dilakukan dengan konvensi
ketatanegaraan atau melalui penafsiran hakim.
Pada akhir-akhir in di dalam masyarakat muncul pendapat-pendapat yang menginginkan dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945 untuk yang kelima kalinya. Keinginan ini datang dari Dewan Perwakilan Daerah yang menginginkan memperoleh penguatan wewenang sebagai suatu badan pembentuk Undang-Undang. Alangkah baiknya apabila keinginan mengubah UUD 1945 untuk yang kelima kalinya ini dilakukan melalui penafsiran hakim Mahkamah Konstitusi, agar dapat memperluas cara berpikir generasi penerus secara lebih komprehensif dalam proses pematangan sebagai warga negara yang baik."
300 JIS 2:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta:[Sekret. Negara RI], 1960,
R 342.02 Yam e II
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yamin
Jakarta: [publisher not identified], 1960
R 342.02 Yam l
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sikumbang, Sony Maulana
"Perubahan ketatanegaraan yang terjadi akibat perubahan-perubahan yang dilakukan oleh MPR atas UUD 1945 antara lain adalah pernbentukan lembaga-lembaga negara baru. Salah satunya adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Keberadaan DPD dilatarbelakangi oleh gagasan demokratisasi dan akomodasi. kepentingan daerah demi terjaganya integrasi nasional. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945 pasca perubahan keempat, maka DPD sebagai perwakilan rakyat dalam konteks kedaerahan dengan orientasi kepentingan nasional dapat disebut sebagai kamar kedua dalam sistem parlemen bikameral. Dengan demikian, keberadaan DPD mernbawa implikasi, antara lain pacta kewenangan pernbentukan undang-undang. Kewenangan mana sebelumnya dipegang dan dilaksanakan hanya oleh DPR sebagai satu-satunya kamar yang ada dalam parlemen. Namun, ruang lingkup maupun pengaruh kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang sangat terbatas. Berdasarkan perbandingan kewenangan relatif yang dimiliki oleh masingmasing kamar dalam pernbentukan undang-undang dan berdasarkan kedekatan kesamaan yang dimiliki oleh kekuasaan DPD dan House of Lords dapat disebutkan, bahwa berdasarkan klasifikasi Andrew Ellis parlemen Indonesia adalah parlemen bikameral dengan klasifikasi bicameral lunak (soft bicameral), mengingat kewenangan relatif yang diberikan oleh konstitusi kepada DPD dalam pernbentukan undang-undang adalah lebih lemah dibandingkan dengan DPR. Di samping DPR dan DPD sebagai kamar pertama dan kedua parlemen, keberadaan MPR sebagai lernbaga permanentersendiri dengan kewenangan yang berbeda menjadikan parlemen Indonesia tidak dapat diklasifikasikan sebagai parlemen bikameral, melainkan trikameral."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Simorangkir, J.C.T.
Jakarta: Djambatan, 1971
342.02 SIM t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Farida Indrati
Jakarta: UI-Press, 2007
PGB 0367
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>