Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169726 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bernarda Meteray
"Disertasi ini menunjukkan bahwa perbedaan mendasar antara nasionalisme Papua dan nasionalisme Indonesia di Nederlands Nieuw Guinea (NNG, khususnya perbedaan baik yang menyangkut proses maupun karateristiknya. Penyemaian nasionalisme Papua mengalami proses panjang sejak 1925 melalui pendidikan formal berpola asrama dan secara terencana hingga akhirnya dibentuk partai politik dan Dewan Nieuw Guinea. Sebaliknya proses penyemaian keindonesiaan di NNG baru dimulai pada 1945 dengan cara yang singkat tanpa pendidikan formal dan perencanaan matang. Cara yang digunakan seperti pemberontakan, rapat-rapat dan pembentukan partai politik.
Karateristik nasionalisme Papua mengacu pada kesamaan ras yaitu, Melanesia yang secara fisik berkulit hitam dan berambut keriting serta memiliki pengalaman yang sama dan digagas oleh orang Belanda yaitu Kijne dan van Eechoud dengan tujuan mempapuanisasikan orang Papua. Sebaliknya karateristik nasionalisme Indonesia di NNG mengacu pada Bhinneka Tunggal Ika dan dengan demikian tidak mengacu pada ras tertentu. Pelaku penyemaian keindonesia yaitu Soegoro, Gerungan dan Ratulangi dengan tujuan mengindonesiakan orang Papua berdasarkan proklamasi 17 Agustus 1945.
Temuan ini di atas ini memperlihatkan bahwa ternyata pengalaman sejarah orang Papua berbeda dengan orang Indonesia lainnya. Sejalan dengan hal tersebut, teori Renan yang selama ini digunakan oleh para negarawan, politisi dan akademisi untuk membangun nasionalisme Indonesia di NNG terlihat kelemahannya jika digunakan sebagai generalisasi yang melihat kesadaran nasional sebagai proses yang sama di setiap daerah di Indonesia. Temuan lainnya adalah bahwa konsep penyemaian dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menjelaskan proses keberadaan dua nasionalisme di NNG dan krisis kebangsaan yang muncul baik di NNG maupun daerah-daerah lainnya di Indonesia.

This dissertation shows that there is a fundamental difference between Papua and Indonesian nationalism in Nederlands Nieuw Guinea (NNG) in terms of the proscess and charateristics. The seeding of Papua nationalism in NNG has a long proscess since 1925. This nationalism was established through formal education within a well-ordered dormitory system. The development of political parties and Nieuw Guinea council were inspired by that dormitory system. By contrast, the Indonesian nationalism proscess began in 1945 through a short and un organised system. Papua nationalism has been influenced by the experience of her people who feel themselves as part of Melanesian race as it was promulgated by Kijne and van Eechoud.
Papua nationalism aimed to increase the awareness of Papuan as being different form Indonesians. Indonesian nationalist activists fought for Indonesian nationalism's motto which is unity in diversity (Bhinneka Tunggal Ika) to include the Papuans. Indonesian nationalist activists were assigned to accomplish the mission were Soegoro, Gerungan and Ratulangi. The disssertation draws its conclusion that the use of Renan's theory in developing the sense of nationalism in Papua as undivided part of Indonesia by politicians, academicians and statemen can no longger prevailed.
This study shows that conceptual generalizations are in need to be more qualified. As a matter of fact, the development of nationalism in each region has its own characteristics which is particular and cannot be generalized. This study also shows that the concept of 'penyemaian' (seeding) can be made as an alternative approach to explain and distinguish two forms of nationalism that co-exist within NNG and other parts of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
D1174
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Masykur Musa
Jakarta: Erlangga, 2011
320.54 ALI n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyana, translator
"Periode Perang Kemerdekaan merupakan masa terjadinya proses
pembentukan kekuatan bersenjata/militer Indonesia, militer merupakan Salah satu
unsur pendukung perjuangan bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan
sebagai cerminan dari perwujudan ketahanan nasional. Tetapi jarang sekali
ditemui hasil karya Studi empiris orang Indonesia yang membahas tentang hal
yang berhubungan dengan aspek militer negaranya sendiri kecuali berupa tulisan
mengenai sejarah kesatuan dan pengalaman pribadi atau otobiografi, dan lebih
jarang lagi yang melakukan Studi empiris mengenai tentara Indonesia bentukan
Jepang yang dikenal dengan sebutan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air atau
Tentara Pela. Lebra rnengatakan : ?Selama ini memang ada suatu pengabaian
yang cukup mencolok dalam mengadakan studi empiris mengenai tentara-tentara
yang dilalih Jepang di Asia Tenggara" (Lebra, 1988:8). Padahal dalam masa Perang Kemerdekaan bahkan sampai sesudahnya pun para eks Tentara Pela
memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam organisasi ketentaraan
Indonesia, baik itu dalam Tentara Keamanan Rakyat (FKR), Tentara
Keselamatan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), maupun dalam
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sebagian besar kedudukan mulai dari
Komandan Regu sampai Panglima Besar dijabat oleh para eks Tentara Peta,
sehingga memungkinkan para eks Tentara Peta memiliki peranan yang tidak kecil
dalam pembentukan kekuatan bersenjata bangsa Indonesia. Walaupun ada
bermacam-macam pendapat mengenai alasan diperolehnya kedudukan tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 . Untuk mendalami pengetahuan tentang asal-usul / latar belakang eks
Tentara Peta, sehingga dapat mengetahui keragaman yang ada dalam
Tentara Peta sebagai awal terwujudnya Integrasi Nasional di Indonesia.
2. Untuk mendalami pengetahuan tentang keberadaan sesungguhnya
eks Tentara Peta dalam pembentukan kekuatan bersenjata Republik
Indonesia/TNI.
3. Untuk mendalami pengetahuan tentang hal-hal yang menyebabkan
eks Tentara Peta banyak yang berkedudukan sebagai pemimpin pasukan
di dalam kekuatan bersenjala Republik Indonesiaf / TNI.
4. Untuk mendalami pengetahuan tentrang peranan yang dilakukan
eks Tentara Peta dalam pembentukan Tentara Nasional Indonesia sebagai
Salah satu unsur pendukung Ketahanan Nasional.
Kegiatan merekonstruksi pembentukan suatu badan perjuangan
bersenjata pada masa Perang Kemerdekaan yang merupakan peleburan
dari berbagai macam kelompok perjuangan bersenjata/lasykar bentukan
spontan rakyat ini dilaksanakan dalam rangka untuk meneliti peranan eks
Tentara Peta di dalamnya. Maka metode yang dipergunakan dalam
penelitian ini ada dua jenis yaitu:
a. Metode Penelitian Sejarah, tujuannya untuk membuat
rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan
cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasikan, serta
mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan
memperoleh kesimpulan yang kuat (Sumadi Suryabrata, 1995:16).
b. Metode Penelitian Deskriptii; tujuannya untuk menyelidiki
dan menjelaskan/menguraikan mengenai sesuatu fenomena atau
kenyataan sosial dan kaitannya dengan fenornena lainnya dalam
suatu perkembangan sosial masyarakat, dengan jalan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenan dengan
masalah dan unit yang diteliti (Sanapiah Faizal, 1992:20)."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T10868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Mochtar, 1922-2004
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2019
320.54 LUB m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Mochtar, 1922-2004
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia , 2008
320.54 LUB m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tilaar, H.A.R.
Jakarta: Rineka Cipta, 2007
320.54 TIL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pluvier, Jan M.
's-Gravenhage: W. Van Hoeve, 1953
320.54 PLU o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Koentjaraningrat, 1923-1999
Jakarta: UI-Press, 1993
302.1 KOE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sartono Kartodirdjo, 1921-2007
Yogyakarta: Kanisius, 1999
320.54 SAR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arkhan Doohan
"Perbatasan negara merupakan salah satu objek menarik bagi para peneliti sosial di Indonesia. Sebab perbatasan menjadi daerah khusus yang selalu menjadi fokus perhatian baik secara eksternal (internasional) maupun internal (negara indonesia itu sendiri) karena di dalamnya terdapat banyak dinamika yang terjadi entah itu konflik, identitas, migrasi, ilegal loging, dan sebagainya. Dinamika itu tidak hanya terjadi kepada subjek dari penelitian saja, melainkan juga terjadi oleh para peneliti sosial itu sendiri. Permasalahannya adalah seringkali para peneliti Indonesia yang membahas kajian tentang studi-studi perbatasan Negara baik secara sadar maupun tidak sadar banyak yang terpengaruh oleh cara pandang dari epistemologi Negara, seperti: adanya idealisme bahwa masyarakat hidup harus menetap, perbatasan sebagai wilayah yang paling rawan akan terkikisnya rasa nasionalisme, kehadiran Negara sebagai faktor kunci dalam penyelesaian konflik yang ada di perbatasan, dan lain sebagainya. Kondisi itu yang akan dijelaskan lebih detail pada tulisan ini. Metode yang dilakukan yaitu studi kualitatif dengan menggunakan model anotasi bibliografi dalam studi pustaka. Hasilnya menunjukan bahwa peneliti sosial untuk waktu yang lama banyak mengabdikan diri kepada pemerintah yang berkuasa, akibatnya terdapat bias antara perspektif Negara dengan perspektif Ilmu Sosial. Terutama ketika membahas tentang masyarakat perbatasan di Kalimantan Barat dan Sarawak.

National borders are one of the interesting objects for social researchers in Indonesia. Because the border is a special area that is always the focus of attention both externally (internationally) and internally (the Indonesian state itself) because in it there are many dynamics that occur whether it's conflict, identity, migration, illegal logging, and so on. This dynamic does not only occur to the subject of the research, but also to the social researchers themselves. The problem is that often Indonesian researchers who discuss studies of state border studies, both consciously and unconsciously, are often influenced by the perspective of the state epistemology, such as: the idealism that people live should settle down, the border as an area that is most prone to erosion of sense of belonging. nationalism, the presence of the State as a key factor in resolving conflicts at the border, and so on. This condition will be explained in more detail in this paper. The method used is a qualitative study using a bibliographic annotation model in a literature study. The results show that social researchers for a long time have devoted themselves to the ruling government, as a result there is a bias between the State perspective and the Social Science perspective. Especially when discussing border communities in West Kalimantan and Sarawak.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>