Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19718 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Aris Munandar
"Kajian morfologi terhadap bangunan candi Dadi telah menyimpulkan bahwa bangunan tersebut dahulu merupakan sebuah Stupa, sebagaimana yang telah dinyatakan para ahli. Namun kajian terhadap Candi Dadi seharusnya dengan memperhatikan aspek kontekstualnya, yaitu hubungan Candi Dadi dengan bangunan-bangunan lain di dekatnya, kemudian di sekitarnya pada wilayah yang sama. Hasil sintesis ini lalu dibandingkan dengan situs lain dari masa yang sama (jaman Majapahit), yang akhirnya menghasilkan kesimpulan yang berbeda dari pendapat para ahli terdahulu.
Melalui prosadur kerja sebagaimana diuraikan di atas penelitian ini menyimpulkan, bahwa candi Dadi bukanlah sebuah Stupa, konstruksi bangunan itu sendiri yang menjawabnya. Candi Dadi harus dipandang dalam satu kesatuan dengan bangunan-bangunan lain di dekatnya. Ternyata candi Dadi termasuk dalam kompleks bangunan suci bagi kaum Rai. Runtuhan candi lain di 1ereng bawahnya jeIas menunjukkan tinggalan bangunan suci kaum rai, sebagaimana yang dijumpai di Pawitra"
Lengkap +
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Rosita Prijoharijono
"Gambaran bangunan-bangunan cukup banyak dijumpai pada relief-relief candi, khususnya caudi-candi di Jawa, Pada dasarnya bangunan-bangunan yang digambarkan pada relief-relief candi tersebut dapat dibedakan men jadi beberapa macam bangunan, antara lain yang disebut sebagai bangunan konstruksi susunan batu dan bangunan konstruksi kayu (Atmadi 1979: 5-6). Penelitian serta pengamatan terhadap gambaran bangunan-bangunan pada relief candi-candi di Jawa sebelumnja telah dilakukan oleh beberapa ahli dalam usaha mengungkapkan masalah-masalah yang berhubungan dengan gambaran bangunan-bangunaa pada relief-relief tersebut. Pengamatan terhadap bangunan-bangunan yang terdapat pada; relief candi-candi di Jawa mula-mula dilakukan aleh Parmantier,walaupun sifatnya masih terbatas tetapi cukup bermanfaat bagi_ penelitian-penelitian selanjutnya. Dalam pengamatan terhadap gambaran bangunan-bangunan tersebut, Parmantier mengemukakan garis besar dari penggambaran bentuk-bentuk bangunan pada relief candi..."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1984
S11932
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Kriswandhono
"Ketika manusia kontemporer mulai mempertanyakan konsep berpikir para perancang-pembangun candi, muncul kegamangan meletakkan pendekatan yang akan dipakai untuk sampai pada pikiran manusia kuno. Berharap akan basil interpretasi yang dapat memuaskan dunia arkeologi pun menjadi hal yang terkadang menyulitkan karena temuan berupa tinggalan bangunan candi tidak selalu terdukung oleh penjelasan¬penjelasan lain bcrupa kitab, naskah atau pun prasasti.
Keterbatasan bukti tertulis memunculkan kreativitas arkeolog untuk menggagas pendekatan teknis karena perilaku teknik didefinisikan sebagai sosialisasi terhadap benda. Maka teknik dapat dipahami dalam tiga fakta, yakni: serangkaian gerak tubuh dan operasi (proses teknis), obyek (sarana dari tindakan pada benda) dan pengatahuan spesifik. Salah satu pendekatan teknis disebut chain operatoire, pendekatan chain operatoire adalah memasukkan kembali potensi-potensi yang menyangkut aktivitas teknis dalam membuat dimensi gerak isyarat, keruangan dan waktu sementara sehingga dapat dipahami oleh dunia arkeologi.
Mempertimbangkan (kembali) arkeologi kognitif sebagai salah satu cara mengungkap pemikiran manusia kuno merupakan upaya untuk sampai kepada tahap interpretasi arkeologi. Kemajuan teknologi industri turut mempengaruhi metode dan teknik penelitian, penggunaan komputer sebagai alternatif pengganti arkeologi eksperimental hendaknya dipandang sebagai langkah mangkus dan sangkil dalam menyikapi perkembangan ilmu arkeologi kognitif yang menggunakan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan.

When contemporary human being start to question the thinking concept of the "designers" who build the temples, it emerge acrophobia to put an approach which can be used to reach/to understand the human thinking in the ancient time. Hoping for the interpretation which can satisfy the archaeological world sometime become so difficult because the artifacts such as temple, has not always supported by other explanation resources such as books, manuscript or inscription.
The limited written resources has created the creativity of archeologists to develop technical approach because the "technical behaviour" can be defined as a socialization toward "things". Therefore, "technical" can be understood in 3 facts: chain of "body movement and operation (technical process), object (as a medium of human action toward "thing") and spesific knowledge. One of the technical approach is chaine operatoire. Chaine operatoire is an approach which re-consider all the potential technical activities in order to create gestural, spatial and temporal dimension so they can be understood by the archaeology world.
(Re-)considering the cognitive archaeology as one way to explore the thinking of man in the ancient time, it be seen as an effort to reach the phase of archaeology interpretation. The progress of industrial technology has also influenced the method and research technical, using computer as an alternative of experimental archaeology should be regarded as an effective and efficient step to response the development of cognitive archaeology which use the software which based on artificial intelligence."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
T24311
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Three dimensional virtual model has a very promising method to visualize archeological building. In this case, amateur digital camera can be used to take pictures of archeological building. Utilizing amateur digital camera based on some reasons. i.e: it's available on market, low cost price, and very good radiometric and spatial resolution.
This research investigates 3D virtual model of archeological building which developed using close range photogrammetry (CRP) by utilizing amateur digital camera. In this case, Kelir Temple, which located in Taman Wisata Prambanan, is chosen as a model. The research carried out in 4 steps: premarking and measuring temple dimension, taking overlap snapshot, photogrammetric processing of overlap images, and evaluation of result.
The research shows 3D virtual model of Kelir Temple has very realistic vizualization, and average descrepancy between direct measurement using tape meter and measurement in 3D virtual model is 0.39 cm. The result indicate that utilizing amateur digital camera and CRP processing is suitable to construct a 3D virtual model of archeological Temple."
Lengkap +
MTUGM 4:30 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aina Zubaedah
"Di masa lampau Cirebon pernah menjadi salah satu pusat penyiaran Islam yang sekaligus tumbuh menjadi pusat kekuatan politik di Pulau Jawa. Bangunan-bangunan purbakala yang menjadi saksi bisu keberadaan Cirebon sebagai pusat tamaddun Islam hingga kini masih ada antara lain Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Pemakaman Astana Gunung Jati dan masih banyak lagi. Bangunan pada masa Islam di Cirebon tidak memperlihatkan hal yang baru, bangunan tersebut menunjukkan corak peralihan dari masa sebelumnya. Konsepsi maupun gaya seni bangunan tetap berlanjut pada masa Islam, dan salah satu wujud kesinambungan budaya tersebut adalah candi laras. Candi laras biasanya mempunyai bentuk menyerupai miniatur candi yang fungsinya hampir sama dengan replika candi pada masa Hindu-Buddha, yaltu sebagai tanda atau penghias sudut. Pada kepurbakalaan Cirebon candi laras dapat ditemukan pada pagar keliling Masjid Panjunan, Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacerbonan dan Komplek Pemakaman Astana Gunung Jati. Candi laras merupakan pilar penguat pada pagar yang berbentuk seperti candi kecil. Tiap-tiap candi laras mempunyai komponen utama dan komponen pelengkap. Komponen utama candi laras adalah bagian kaki, badan dan puncak, dari komponen utama inilah tersusun suatu bentuk candi laras. Namun ada beberapa bentuk candi laras yang hanya memiliki komponen utama berupa bagian badan dan puncak, hal ini disebabkan karena candi laras itu hanya bersifat sebagai ornamen, bila dihilangkan tidak akan merusak keutuhan pagan. Komponen pelengkap candi laras adalah ragam hias yaitu ragam hias simbar dalam bentuk antefix sudut, bunga, daun, hiasan berbentuk elips, lengkung, lingkaran, tumpal, pilin, pager dan hiasan tempelan pining dan tegel keramik yang berfungsi menambah keindahan candi laras itu sendiri. Bentuk candi laras di kepurbakalaan Islam Cirebon beraneka ragam dan berbeda antara kepurbakalaan yang satu dengan kepurbakalaan yang lainnya. Dari pengamatan terhadap candi laras pada Kepurbakalaan Islam di Cirebon dapat disimpulkan bahwa pada umumnya candi laras ini terdiri dari lima macam tipe dan tiap-tiap tipe memliki beberapa variasi, yaitu: Tipe 1 dengan 5 variasi, Tipe 2 dengan 2 variasi, Tipe 3 dengan 5 variasi, tipe 4 dengan 2 variasi dan Tipe 5 dengan 1 variasi.Analisis bentuk kemuncak candi laras pada kepurbakalaan Islam Cirebon mempunyal bentuk yang beranekaragam dan memiliki ciri khas masing masing kepurbakalaan yaitu Kepurbakalaan Keraton Kasepuhan memiliki bentuk kemuncak persegi empat, Keraton Kanoman memiliki bentuk kemuncak candi fares berbentuk limasan, Keraton Kacerbonan memiliki bentuk kemuncak candi laras berbentuk persegi empat, Masjid Panjunan memiliki bentuk kemuncak candi laras berbentuk menyerupal genta dan Kompleks Pemakaman Astana Gunung Jati memiliki bentuk kemuncak candi laras berbentuk persegi empat, iimasan, !imasan terpancung, setengah lingkaran. Analisis bentuk kemuncak dan bentuk pelipit candi laras pada kepurbakalaan Islam Cirebon dapat disimpulkan ada beberapa Janis pelipit yaitu: pelipit rata, peliplt penyangga, peliplt sisi enta, peilpit setengah lingkaran, peilpit sisi miring dan pelipit berantefix sudut. Gandi laras dengan bentuk kemuncak persegi empat memiliki pelipit rata, pelipit sisi miring, peliplt sisi genta dan pelipit setengah lingkaran. Candi laras dengan bentuk kemuncak imasan dan imasan terpancung memiliki pelipit rata, pelipit penyangga, pelipit sisi miring dan pelipit sisi genta. Candi laces dengan bentuk kemuncak setengah bngkaran memiliki pelipit rata dan pelipit sisi miring. Candi laras dengan bentuk kemuncak menyerupai genta memiliki pelipit rata, pelipit penyangga, pelipit setengah lingkaran, peilpit sisi genta, peliplt sisi miring dan pelipit berberantefix sudut. Pelipit rata dan pelipit sisi miring berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan cenderung dipakai di setiap tipe candi bras pada kepurbakalaan Islam di Cirebon, kemudian dilkuti peilpit penyangga, pelipit sisi genta, peilpit setengah lingkaran dan pelipit berantefix sudut. Berdasarkan analisis terhadap bentuk kemuncak candi laras pada flap kepurbakalaan Islam di Cirebon dapat disimpulkan bahwa bentuk kemuncak candi laras di Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan dan Keraton Kacerbonan kesemuanya ada pada bentuk kemuncak candi laras di Komplek Pemakaman Astana Sunan Gunung Jail. Sedangkan bentuk kemuncak candi !eras yang ada di Masjid Panjunan tidak terdapat pada Komplek Pemakaman Astana Sunan Gunung Jati. Hal ini menjadi lebih martarik jika dihubungkan dengan pembagian makam-makam para raja atau sultan, balk yang berasal dart Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacerbonan yang dimakamkan pada kompleks pemakaman Astana Sunan Gunung Jati dan dipisahkan oleh jalan pemisah yang ada di kompleks pemakaman ttu. Besar kemungkinan bahwa politik berpengaruh terhadap perbedaan bentuk kemuncak candi laces di Kepurbakalaan Islam Cirebon,dan bentuk kemuncak dart candi laras pada Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacerbonan yang terdapat pada kompleks Pemakaman Astana Gunung Jati, mewakili bentuk kemuncak candi laras yang menjadi ciri khas di Keraton"
Lengkap +
2000
S12060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dumarcay, Jacques
"Pada awal tahun 1807 gainbar Candi Sewu telah dibuat oleh H.C. Cornelius. berupa denah serta tampak muka dari Candi induk dan dari salah satu Candi perwaranya. Kedua gambar tampak muka itu dibuat gambar etsal. Pada denah ilu terdapat beberapa kesalahan: dua Candi perwara ditam- bahkan pada sisi utara dan selatan deretan ketiga dan keempat; bangunan no. 96, 115, 136 dan 1553 digambar dengan bilik pintu; sebalik- nya tidak adanya candi pada tempat no. 79 dan 84 sesuai dengan kenyataan (dalam hal ini pembetulan-pembetulan ].W. Ijzerman menurut pendapat kami tidak dapat dibenarkan)."
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2007
722 DUM c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dumarcay, Jacques
Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
722 DUM c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dumarcay, Jacques
"Pada awal tahun 1807 gainbar Candi Sewu telah dibuat oleh H.C. Cornelius. berupa denah serta tampak muka dari Candi induk dan dari salah satu Candi perwaranya. Kedua gambar tampak muka itu dibuat gambar etsal. Pada denah ilu terdapat beberapa kesalahan: dua Candi perwara ditam- bahkan pada sisi utara dan selatan deretan ketiga dan keempat; bangunan no. 96, 115, 136 dan 1553 digambar dengan bilik pintu; sebalik- nya tidak adanya candi pada tempat no. 79 dan 84 sesuai dengan kenyataan (dalam hal ini pembetulan-pembetulan ].W. Ijzerman menurut pendapat kami tidak dapat dibenarkan)."
Jakarta: Proyek Penelitian Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
722 DUM c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha Niken Pramusinta
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S47938
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Located at the delta of Batang Kuantan river in Kuantan Sengingi, Riau, Padang Candi has indicated traces of the past Sriwijaya Hindu-Buddha cultures through a series of researches from 2010 to 2013. A number of researches on Sriwijayan Buddhism theories and concepts, the findings of golden inscription plates with Buddhism mantra along with the discovery location at the site, and other archaelogical findings have strongly suggested the site of being not only Buddha Mahayana sanctuary, but also as a Mandala, a settlement of Priests community.
"
Lengkap +
SBA 17 (1-2) 2014 (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>