Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161144 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, Isman Pratama
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP.Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Khidir Marsanto
"This article discusses the cultural history sketch of Orang Suku Laut (the Sea Tribe) and its implications for social relations patterns with the Malays in Riau Islands, Indonesia. Problems arise now in nomadic ethnic tribe when they interacting with the Malays. Many Malays people perceive Orang Suku Laut as a backward or primitive people. This point of view emerged from a long history of Orang Suku Laut in Riau Islands, and at present, the discourse is supported by the government which resettled them from the sea to the land as part of the modernization of disadvantaged areas in the New Order era. This government label to them was later influenced the Malays perception. Moreover, negative assumption also appears along with the cultural identity differences between both of the tribes, of which the Malays condense with Islamic tradition, while Orang Suku Laut doesn?t. At this situation, thus the identity of Orang Suku Laut is staked within socio-cultural dispute or contestation (the attraction process) among themselves in practicing their everyday lives."
Depok: Jurnal Antropologi Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tino Suhartanto
"Candi Kalicilik terletak di desa Candirejo, Kec Ponggok, Kab. Blitar, Jawa Timur. Memiliki hiasan ornamental yang sanagt raya, sehingga bentuknya sangat indah walaupun ukurannya yang relatief kecil.
Hasil penelitian diperoleh menunjukan bahwa Candi Kilicilik memeliki satu tingkatan kaki candi, memiliki bagian kaki, tubuh dan atap secara lengkap, walupun atapnya merupakanhasil rekonstruksi. Bentuk atapnya sikhara dengan bahan yang sama dengan bahan penyusunan tubuh candi. Latar belakang keagamaan adalah Hindu Saiwa berdasarkan dari hasil analisis yang telah dilakukan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S12053
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tommy Soerjo Poetranto
"Kajian Seni Pertunjukan pada Masyarakat Jawa Kuna Berdasarkan Sumber Prasasti dan. Data Arkeologis Abad ke-9 Hingga 10 Masehi. Membahas mengenai seni pertunjukan pada abad ke-9 hingga ke-10 sebagai suatu sistem, yang memiliki komponen-komponen yang saling mendukung. Seni pertunjukan sebagai suatu sistem terdiri atas bagian-bagian atau unsur-unsur yang secara bersamaan menyusun dan mewujudkan sebuah karya seni). Kesenian terdiri atas berbagai komponen atau bagian yang diolah, ditata, diorganisasikan, dikomposisikan, digabung atau disatupadukan sehingga memiliki kebulatan yang menarik, memiliki kedirian atau kepribadian, bermakna dan berfungsi dengan baik. Komponen sistem seni pertunjukan dibagi dalam lima bagian yaitu, seniman, penonton, hasil seni, alat bantu berkesenian, serta konsep. Penggambaran mengenai komponen seni pertunjukan cukup jelas sehingga dapat terlihat bagaimana hubungan antar komponen pembentuknya. Hubungan antar komponen seni pertunjukan digambarkan dengan penggambaran diagram hubungan emosi keagamaan yang dibuat oleh Koentjaraningrat, karena antara komponen satu dengan komponen lain saling mengikat sehingga kehilangan satu komponen menyebabkan ketidaksempurnaan dari sistem seni pertunjukan abad ke-9 hingga ke-10."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12036
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Sani
"Sebagai obyek penulisan skripsi, pemilihan judul di atas didasarkan berbagai hal. Pokok bahasan yang utama yaitu Kompleks Makam Gede Ing Suro yang terletak di Kelurahan I Ilir Palembang, sebagai pekuburan Islam ternyata mempunyai corak dan gaya bangunan masa Hindu Majapahit yang terlihat pada bentuk, bahan, dan ragam hiasnya. Kompleks Makam Gede Ing Suro merupakan peninggalan kepurbakalaan yang paling tua dari masa awal masuknya agama Islam ke Palembang. Dari catatan sejarah, diketahui bahwa kompleks makam Gede Ing Suro adalah tempat dimakamkannya cakal bakal dari raja-raja Islam Palembang kemudian, sampai berakhirnya kerajaan itu pada pertengahan abad ke-19. Mereka sebenarnya adalah para bangsawan dari kerajaan Demak yang melarikan diri ke Palembang, karena tidak mau tunduk kepada penguasa yang baru. Di Palembang mereka mendirikan kerajaan sendiri tetapi masih di bawah kekuasaan Jawa, baru pada pertengahan abad ke-17 kerajaan tersebut me-lepaskan diri dari pengaruh Jawa. Banyak para arkeolog yang meneliti kawasan kompleks makam Gede Ing Suro, tetapi penelitian mereka berdasarkan penelitian klasik dan prasejarah dengan tujuan untuk mencari lokasi dari kerajaan Sriwijaya. Pene_litian dari sudut arkeologi Islam justru tidak ada. Untuk itulah, penu_lisan skripsi ini ditekankan ke masa Islam ditinjau dari sudut ilmu ar_keologi, sebagai bahan masukan kepustakaan bagi arkeologi Islam.Pada abad ke-20 ini, bangunan kompleks makam yang dibuat dari batu bata itu terancam kehancuran total akibat pengaruh alam. Selain itu, dampak negatif dart pabrik pupuk Sriwijaya yang terdapat di sebelah selatan kawasan kampleks makam Gede Ing Suro, jika tidak segera ditanggu_langi dapat merusak bangunan kepurbakalaan yang ada di sana. Untuk itu selain dipugar, diharapkan adanya kesadaran darti masyarakat di sekitar areal kompleks makam Gede Ing Suro untuk menj aga kelestarian bangunan peninggalan nenek mayang kita."
Depok: Universitas Indonesia, 1983
S11941
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharianto Permana
"Tulisan ini membahas mengenai penamaan dan sejarah penamaan masjid-masjid kuno di Jakarta dan relasi sejarah penamaan masjid pada masjid-masjid kuno di Jakarta dengan bangunan atau bentuk masjid tersebut dengan menggunakan dua puluh tiga masjid sebagai objek kajian. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian arkeologi menurut Sharer dan Ashmore (2003, hlm. 156) yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu formulasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, interpretasi, dan publikasi. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dari dua puluh tiga masjid yang dijadikan objek penelitian diketahui delapan cara atau pengambilan nama pada masjid-masjid kuno di Jakarta, yaitu berdasarkan vegetasi, berdasarkan bersejarah, berdasarkan pemberian, berdasarkan wilayah, berdasarkan nama tempat atau unsur rupa bumi, berdasarkan nama- nama asing, berdasarkan arsitektur bangunan, dan berdasarkan akronim. Selain itu, diketahui pula bahwa dari dua puluh tiga masjid yang dijadikan objek kajian, hanya ada dua masjid yang memiliki relasi antara bentuk bangunan masjid dengan sejarah penamaannya, yaitu Masjid Langgar Tinggi dan Masjid Agung Sunda Kelapa.

This paper discusses the naming and history of the naming of ancient mosques in Jakarta and the historical relation of the naming of mosques to ancient mosques in Jakarta and the buildings or forms of these mosques by using twenty-three mosques as the object of study. The research method used is archaeological research according to Sharer and Ashmore (2003, p. 156) which consists of several stages, namely formulation, data collection, data processing, analysis, interpretation, and publication. This research resulted in the conclusion that of the twenty-three mosques that were used as research objects, there were eight ways or names of ancient mosques in Jakarta, namely based on vegetation, based on history, based on gift, based on area, based on place names or elements of the earth, based on foreign names, based on building architecture, and based on acronyms. In addition, it is also known that of the twenty-three mosques that were used as the object of study, there were only two mosques that had a relationship between the shape of the mosque building and the history of its name, namely the Langgar Tinggi Mosque and the Sunda Kelapa Grand Mosque."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengungkapan atas paradigma objek arkeologis di Tipang yang di sebut Toguan dan Batu Siungkap-ungkapon dalam kaitannya dengan pemahaman makna yang dikandungnya. Makna objek tersebut kurang jelas dipahami masyarakat pendukungnya akibat unsur budaya sehingga menjadikan sifatnya died monument. Untuk memahami kedua objek dimaksud maka dilakukan pemilahan menurut tataran emik dan etik, sehingga akan dipahami konsep menurut pengertian masyarakat lokal dan juga konsep-konsep dalam berbagai sumber/lintas budaya. Untuk itu maka metode yang digunakan adalah kualitatif dengan alur penalaran induktif. Perbandingan makna objek pada masyarakat dengan data etik tersebut maka akan didapatkan pemahaman bahwa, jika Toguan dan Batu Siungkap-ungkapon itu dimaknai sebagai satu kesatuan objek, yaitu sebagai areal berbagai ritus sehingga Batu Siungkap-ungkapon itu bermakna sebagai simbol atau media penghubung nenek moyang. Sedangkan jika kedua objek arkeologis dimaknai masing-masing sebagai kesatuan yang berbeda maka Toguan itu merupakan areal ritus pertanian dan Batu Siungkap-ungkapon sebagai bagian dari saran prosesi ritus pertanian."
SBA 17:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, Basar D.P.
"Pada bulan November 1996, PT Bank Negara Indonesia, Tbk. (Bank BNI) sebagai bank BUMN menawarkan 25% dari jumlah modal sahamnya (1,085,032,000 lembar saham) ke publik dan ini merupakan privatisasi perbankan yang pertama di Indonesia. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan permodalan guna mendukung kegiatan operasional dan menjamin kinerja yang sehat dari Bank BNI dalam memasuki abad mendatang.
Seperti diketahui Bank Indonesia selaku Otoritas Moneter telah mengeluarkan beberapa regulasi seperti ketentuan Giro Wajib Minimum dari 2 persen menjadi 3 persen dan kemudian menjadi 5 persen, persyaratan rasio kecukupan modal (CAR), dan Iain-Iain mendorong bank-bank untuk semakin memperkuat daya saingnya.
Pasar modal merupakan salah satu aiternatif sumber dana bagi perusahaan untuk meningkatkan permodalannya, demikian juga halnya di Indonesia. Hai ini tidak terlepas dari kondisi pasar modal Indonesia yang dari tahun ke tahun semakin menarik dan 'menggairahkan' baik bagi perusahaan pencari modal maupun bagi pihak penanam modal (investor).
Seperti pengalaman sebelumnya, going public dari perusahaan BUMN yang selalu menarik minat para investor di pasar modal, demikian juga dengan penawaran umum dari saham Bank BNI, dimana hal ini tidak terlepas dari faktor harga perdana saham yang dilepas, yaitu Rp 850 saja.
Beberapa pendekatan teoritis dalam penentuan harga saham perdana dibahas daam Karya Akhir ini, seperti: Dividend Discount Model dan Earnings Approach dengan beberapa model. HasiInya, ternyata terdapat 'diskon harga perdana' apabila hasil perhitungan (teoritis) tersebut dibandingkan dengan model Present Value of Earnings yang digunakan oleh pihak penjamin emisi.
Terlepas dari terlalu rendah atau tidaknya harga perdana saham Bank BNI, ada beberapa pertimbangan non-teknis yang mungkin mendasari ditetapkan harga perdana tersebut, seperti: pertimbangan kesuksesan kinerja harga saham di pasar sekunder, pemerataan bagi investor kecil, dan Iain-lain. Akan tetapi, esensi tujuan dari suatu go public khususnya bagi kepentingan stakeholders harus ditempatkan pada prioritas utama.
Dalam Karya Akhir ini juga dilakukan sedikit analisa pergerakan harga saham Bank BNI di pasar sekunder untuk kurun waktu 6 (enam) bulan pertama seterah dicatatkan. Diharapkan, ulasan dalam Karya Akhir ini dapat memberikan acuan dan masukan bagi penentuan kebijakan-kebijakan go public di masa mendatang."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Oktavianus Setiawan
"Metode gravitasi merupakan salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan. Metode gravitasi sensitif terhadap sifat fisis parameter perubahan rapat massa (kontras densitas) batuan. Oleh karena itu, metode gravitasi sering digunakan dalam eksplorasi minyak bumi dan gas alam (migas) terutama untuk mengidentifikasi basement. Sebelum mengidentifikasi basement, perlu dilakukan analisis data gravitasi yang selanjutnya diinterpretasikan dalam bentuk model bawah permukaan. Detail dari konfigurasi basement baik struktur dan kedalamannya, tidak dapat langsung dimodelkan begitu saja. Hal ini dapat menimbulkan ambiguity dalam proses pemodelan basement. Analisis data gravitasi harus dilakukan terlebih dahulu sebagai langkah untuk mereduksi ambiguity atas penentuan konfigurasi basement. Sehingga dari analisis data akan didapatkan interpretasi data secara kualitatif. Hasil analisis tersebut dapat digunakan dalam pembuatan model secara kuantitatif.
Berdasarkan hasil analisis data (Spectrum Analysis, Trend Surface Analysis, First Horizontal Derivative, Second Vertical Derivative) didapatkan kedalaman basement rata-rata pada daerah penelitian 2.5km, dengan struktur pembentuknya adalah patahan normal (graben) dan arah strukturnya (rata-rata N10oE dan N44oW) cenderung Utara-Selatan mengikuti pola Sunda. Kemenerusan cekungan basement dari arah Utara ke Selatan semakin mengerucut dan dangkal. Setelah hasil analisis tersebut dimodelkan, ternyata cukup sesuai dengan kondisi bawah permukaan yang sebenarnya. Artinya metode gravitasi memang efektif untuk mengidentifikasi konfigurasi basement.

Gravity method is one of the geophysical methods that can be used to determine subsurface conditions. The gravity methods are sensitive to properties of physical rocks mass density parameter changes (density contrast). Therefore, the gravity methods often were used for the exploration of petroleum and natural gas (oil and gas) especially for basement identification. Before basement identification, gravity analysis data was important to be done and afterward it interpreted in the subsurface model’s form. In addition, the details of the basement identification, including the structures and the depth, cannot be modeled directly. This could lead to ambiguity in the basement modeling process. Gravity analysis data must be done firstly in order to reduce ambiguity of the basement configuration’s determination. So according to the analysis data, the qualitative interpretation data will be acquired. The analysis results can be used to create models quantitatively.
Based on the analysis data (Spectrum Analysis, Trend Surface Analysis, First Horizontal Derivative, Second Vertical Derivative), an average basement depth on research area is 2.5 km, the constituent structures have normal faults (Graben) and the direction (around N10oE and N44oW) of the North-South structure tends to follow the Sunda’s pattern. The continuer of basement basin from North to South become more conical and shallow. After the results of the analysis data was modeled, it is quite in accordance with the actual conditions in the subsurface. It means that the gravity method is effective to identify the basement’s configuration.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47212
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>