Ditemukan 207776 dokumen yang sesuai dengan query
Darwis Abdullah
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian Universitas Indonesia Library
Budi Rachmat
"Perjuangan kaum Nasionalis telah berhasil menggulingkan Dinasti Qing. Namun demikian mereka belum berhasil mendirikan pemerintahan yang demokratis sesuai dengan Tiga Prinsip Rakyat. Karena sejak kematian Yuan Shikai kekuasaan di Cina jatuh ke tangan para warlord. Para warlord dapat berkuasa karena mereka mendapat dukungan dari negara-negara barat. Masa berkuasaanya para warlord di Cina dikenal dengan sebutan Masa Pemerintahan Warlord. Pada.masa tersebut pemerintahan di Cina yang mendapat pengakuan dari negara lain adalah pemerintahan yang berkedudukan di Beijing. Kaum nasionalis kemudian bekerjasama dengan beberapa warlord di Cina. Selatan membentuk Pemerintahan Militer di Guangzhou, dan meneruskan perjuangannya untuk menggulingkan kaum warlord. Akan tetapi kerjasama tersebut tidak berlangsung lama, karena pemerintahan militerpun jatuh ke tangan warlord. Selain itu usaha kaum nasionalis untuk memperoleh bantuan dari negara-negara barat juga gagal. Sementara itu PKC telah berdiri dengan bantuan dari Rusia, khususnya Komintern PKC segera menyerukan pada PNC untuk membentuk front persatuan dalam menciptakan pemerintahan yang demokratis di Cina. Dilain pihak Rusia bersedia membantu perjuang kaum nasionalis jika PNC mau membentuk kerjasama dengan PKC. Pada tanggal 20 Januari 1924, dengan diadakannya Kongres Pertama PNC, Front Persatuan Revolusioner PNC-PKC terbentuk. Dengan terbentuknya front persatuan PNC berharap dapat memperoleh bantuan dari Rusia untuk menggulingkan kekuasaan para warlord. Sedangkan pihak PKC berharap dapat menyebarluaskan pengaruh mereka di Cina. Setelah terbentuknya front persatuan segera didirikan Akademi Militer Whampoa dan Ekspedisi ke Utara untuk menggulingkan kekuasaan warlord juga dipersiapkan. Dengan dibantu oleh tentara Feng Yuxiang, tentara Yan Xishan Ekspedisi ke Utara dapat dilaksanakan dengan baik oleh Tentara Revolusi Nasional. Pada bulan Desember 1928 para warlord dapat dikalahkan, Cina dapat dipersatukan dan Pemerintah Nasional Cina mendapat pengakuan interna-sional. Front Persatuan Revolusioner PNC-PKC telah berhasil menggulingkan kekuasaan warlord di Cina, namun demikian kerjasama PNC-PKC tidak dapat dipertahankan. Sejak awal berdirinya front persatuan telah timbul pertentangan terhadap kerjasama tersebut, terutama dalam tubuh PNC. PNC kanan sejak awal berdirinya front persatuan telah menentang kerjasama tersebut, karena mereka menuduh bahwa kaum komunis (PKC) hanya ingin menggunakan PNC untuk tujuan dan kepentingan mereka sendiri. Pertentangan terhadap kerjasama PNC-PKC dapat dihindarkan selama masa kepemimpinan Sun Yatsen. Tetapi setelah kematian Sun Yatsen pertentangan tidak dapat dihindarkan lagi. Sementara itu sejak dilaksanakannya Ekspedisi ke Utara peranan pihak militer dalam Pemerintah Militer Guangzhou telah meningkat. Pada akhirnya pihak militer menjadi pihak yang menentukan dalam pertentangan tersebut. Dengan berakhirnya Front Persatuan Revolusioner PNC-PKC, kaum komunis telah gagal mencapai tujuan mereka. Demikian juga dengan Rusia (Komintern). Sedangkan pihak nasionalis dapat mencapai keberhasilan mereka dengan mendirikan dan menguasai Pemerintah Cina"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Amin Subarkah
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian Universitas Indonesia Library
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S8313
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rubby Eka Saputra
"Syura adalah sebuah konsep pengambilan keputusan yang diajarkan dalam agama Islam. Konsep ini dilandasi oleh Q.S. Ali Imran: 159 dan Q.S. Asy-Syura: 38. Konsep tersebut juga menjadi prinsip dalam Islam. Pelaksanaan syura berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat. Syura juga berkembang dan mengalami modifikasi, dari sebuah konsep, menjadi sebuah metode, dan menjadi sebuah sistem dengan perangkat yang lebih kompleks. Kondisi umat Islam juga rnengalami kondisi yang turun naik. Ketika kejayaan pemerintahan Islam berakhir pada masa Turki Usmani, maka gerakan Islam yang bercita-cita untuk menghidupkan kembali konsep pemerintahan Islam dalam era demokrasi saat ini. Gerakan-gerakan tersebut mengambil langkah-langkah yang berbeda, salah satunya adalah dengan masuk ke dalam wilayah politik. Salah satu gerakan tersebut adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Gerakan ini masuk ke dalam kancah politik nasional dengan menghidupkan sistem Islam dalam partainya. PKS menerapkan sistem syura dalam partai yang tentunya tidak sesederhana sistem yang ada pada zaman Nabi Muhammad. Perangkat formal syura pun perlu dibuat dalam bingkai formal sebuah partai. Tidak hanya itu, sistem ini juga menjadi contoh awal jika sistem tersebut awal diterapkan dalam lingkup negara. Dalam tulisan ini penulis mencoba memaparkan bagaimana sistem syura yang ada dalam PKS pada kondisi modem di tengah era demokrasi saat ini. Perangkat apa raja yang ada dalam PKS dan bagaimana sistem tersebut bisa berjalan dengan balk serta bertahan dalam era demokrasi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S13356
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ramdansyah
"Penelitian ini bertujuan melakukan analisis normatif terhadap penyederhanaan partai politik di Indonesia. Inkonsistensi pengaturan partai politik di setiap rezim pemerintahan menjadi latar belakang penulisan tesis. Kebijakan penyederhanaan partai di era Presiden Sukarno dilakukan dengan melakukan pembubaran partai. Di era Presiden Suharto melakukannya dengan penggabungan (fusi) partai. Pada era Orde Reformasi dilakukan pembebasan dan pembatasan sekaligus. Inkonsistensi kebijakan memunculkan perlakuan diskriminatif terhadap partai politik. Perlakuan tersebut dalam bentuk peraturan perundangan dan pelaksanaannya. Sebagai studi kasus penelitian ini dilakukan terhadap Partai Idaman. Partai baru berdiri ini dijadikan studi kasus karena melakukan upaya hukum uji materi terkait pasal diskriminatif verifikasi partai politik dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) di Mahkamah Konstitusi (MK). Hasil penelitian ini menunjukan pengaturan partai politik di era reformasi berjalan inkonsisten dan diskriminatif. Pengaturan diskriminatif tidak hanya terjadi pada UU Pemilu, tetapi juga pengaturan dalam bentuk peraturan pelaksanaanya di Komisi Pemilihan Umum. Pengaturan dan pelaksanaan yang diskriminatif bertentangan dengan hak dasar yang diatur dalam konstitusi. Adanya perlindungan dalam bentuk upaya hukum terhadap pengaturan diskriminatif dan pelaksanaannya digunakan Partai Idaman dengan melakukan upaya hukum di setiap tahapan yang dilalui melalui pengadilan sesuai kompetensinya. Sebagai saran dalam penelitian ini disampaikan pandangan bahwa pengaturan penyederhanaan partai politik di Indonesia seharusnya memiliki arah yang jelas. Peta jalan (road map) dalam jangka panjang, konsisten dan non diskriminatif. Pelaksanaan pengaturannya juga harus dilakukan dengan memperhatikan asas-asas penyelenggaraan Pemilu. Penggunaan sistem informasi dalam bentuk perangkat keras dan lunak yang menjadi dasar penilaian lulus verifikasi partai politik juga disarankan memenuhi standar dan kualifikasi yang sesuai dan didaftarkan di Kementerian Komunikasi dan Informasi.
The thesis aims to conduct a normative analysis of the simplification of political parties in Indonesia. The inconsistency of the regulation of political parties in each government regime is the background of the writing of the thesis. The simplification of party policies in President Sukarno era was carried out by dissolving parties. In President Suharto era was done through party fusion. In the latest era or the Reform era, both liberation and restrictions were carried out. Policy inconsistencies lead to discriminatory treatment of political parties. Such treatment is in the form of regulations and their implementation. As a case study, this research was conducted on Partai Idaman. This emerging party was used as a case study relate to its activity to carried out legal efforts to test material related to the discriminatory article on verification of political parties in Law No. 7 of 2017 concerning General Elections (Elections) in the Constitutional Court (MK). The results of this study indicate that the regulation of political parties in Reform era is inconsistent and discriminatory. Discriminatory arrangements do not only occur in the Election Law, but also in the form of implementing regulations in the Election Commission. Discriminatory arrangements and practices are contrary to the basic rights stipulated in the constitution. The existence of protection in the form of legal remedies against discriminatory arrangements and its implementation is used Partai Idaman by conducting legal remedies at each stage that is passed through the court in accordance with its competence. As a suggestion in this study, the view was made that the regulation of simplification of political parties in Indonesia should have a clear direction. The long run roadmap is needed, but consistent and non-discriminatory. The implementation of the regulation must also be carried out with due regard to the principles of organizing elections. The use of information systems in the form of hardware and software which is the basis for evaluating passing political party verification is also recommended to meet appropriate standards and qualifications and be registered at the Ministry of Communication and Information."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54840
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Khoirunnisa Nur Agustyati
"Penelitian ini adalah penelitian kualititatif yang menempatkan Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Persatuan Pembangunan sebagai obyek penelitian. Latar belakang dari penelitian ini adalah masih rendahnya keterwakilan perempuan dalam pemilu yang disebabkan karena masih rendahnya komitmen partai politik dalam menerapkan kebijakan afirmasi dalam pemilu. Adanya peraturan yang mewajibkan partai untuk memenuhi kebijakan afirmasi ini memang mendorong partai memenuhi keterwakilan perempuan dalam pencalonan calon anggota legislatif, untuk itu penelitian ini berusaha mencari jawaban bagaimana strategi partai dalam memenuhi kebijakan afirmasi tersebut.Menjelang Pemilu 2014 KPU mengeluarkan PKPU No 7/2013 mengenai pencalonan yang salah satu klausulnya adalah mewajibkan partai politik peserta pemilu untuk memenuhi ketentuan mencalonkan 1 orang bakal calon perempuan diantara 3 bakal calon di masing-masing daerah pemilihan. Jika partai politik tidak memenuhi ketentuan tersebut maka partai politik ini akan didiskualifikasi sebagai peserta pemilu di daerah pemilihan tersebut. Hal ini kemudian mendorong partai politik untuk mau tidak mau harus memenuhi kuota 30 pencalonan perempuan. Masing-masing partai politik memiliki strateginya sendiri dalam memenuhi kebijakan tersebut, termasuk Partai Keadilan Sejahteran PKS dan Partai Persatuan Pembangunan PPP. Strategi yang diambil partai ini tidak dipungkiri terkait dengan ketersediaan kader yang dimiliki oleh masing-masing partai dan juga sistem pemilu yang digunakan. Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam mencalonkan perempuan di dalam pemilu partai belum sepenuhnya menerapkan sistem merit dalam menjaring kader karena sejumlah alasan, seperti partai mencari figur yang populer, yang memiliki kedekatan dengan elit partai, memiliki sumber dana yang cukup, hal ini menujukan bahwa budaya patriartki masih berlaku dalam partai politik.
This research is a qualitative research that puts PKS and PPP as the object of research. The background of this research is still the low representation of women in the election due to the low commitment of political parties in applying affirmation policy in the election. The existence of a regulation requiring the party to fulfill this affirmative policy does encourage the party to fulfill women 39 s representation in nomination of legislative candidate. Therefore, this research seeks to answer how the party 39 s strategy in fulfilling the affirmation policy.In the lead up to the 2014 General Election the KPU issues PKPU No 7 2013 regarding the nomination of which one of its clauses is to require the political parties participating in the election to fulfill the requirements of nominating one prospective female among 3 candidates in each electoral district. If a political party fails to comply with this provision then this political party shall be disqualified as an election participant in the electoral district. This then encourages political parties to inevitably have to meet the quota of 30 nomination of women. Each political party has its own strategy to comply with the policy, including the Justice Party PKS and the United Development Party PPP .The strategy adopted by the party is undeniably related to the availability of cadres owned by each party and also the electoral system used.This study shows that in nominating women in party elections has not yet fully implemented a merit system in recruiting cadres for a number of reasons, such as parties looking for popular figures, who have close ties to party elites, have sufficient funding sources, this implies that the patriarchic culture is still Apply in political parties."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T50167
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Geanny Ratu Septeohani
"Penelitian ini membahas mengenai presidensialisasi partai dalam Partai Demokrat pada masa kepemimpinan Yudhoyono. Fokus penelitian ini adalah untuk menjelaskan bahwa Partai Demokrat merupakan partai presidensial karena memenuhi dua indikator utama dalam teori presidensialisasi yang dijelaskan oleh Thomas Poguntke dan Paul Webb. Indikator pertama adalah kekuatan kepemimpinan dalam Partai yang dapat dilihat dari tiga aspek yaitu perubahan peraturan yang memberikan pemimpin partai pada kekuasaan yang lebih formal, kapasitas pemimpin partai untuk menciptakan program mandiri dalam partainya dan pelembagaan pemilihan kepemimpinan langsung yang lebih berpusat pada presiden daripada partai. Kemudian, Indikator kedua yaitu kekuatan kepemimpinan dalam eksekutif dapat dilihat dari tiga aspek yaitu pertumbuhan sumber daya kekuasaan politik pada kepala eksekutif, kemampuan kepala eksekutif untuk merujuk teknokrat non partai dan kecenderungan kepala eksekutif untuk melakukan perombakan kabinet. Sehingga kedua indikator tersebut dapat menjadi landasan untuk melihat fenomena presidensialisasi pada Partai Demokrat sejak awal pembentukan, pada masa pemilihan umum yang mengusung Yudhoyono tahun 2004 dan 2009 maupun pada masa dimana Yudhoyono menjadi Presiden Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana penulis melakukan wawancara dan kajian literatur untuk mendapatkan data yang dapat menunjang skripsi ini. Pada intinya, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa Partai Demokrat mengalami presidensialisasi partai oleh Susilo Bambang Yudhoyono.
The thesis discusses the phenomenon of a presidentialized party in the Democratic Party during the leadership of Yudhoyono. The focus of this thesis is to explain that the Democratic Party is a presidential party because according to two main indicators in presidentialization theory by Thomas Poguntke and Paul Webb. Presidentialized party can be analyzed based on two indicators. The first indicator is the leading power in the Party, which can be seen from three aspects: the change of rules that gives party leaders to more formal power, the capacity of party leaders to create an independent program in their party and the institutionalization of a presidential-centered direct leadership election rather than the party. Then, the second indicator is the leading power in the executive, can be seen from three aspects: the growth of political power resources to the chief executive, the ability of the chief executive to refer to non-party technocrats and the tendency of the chief executive to make a cabinet reshuffle. So these two indicators can be a reference to see the phenomenon of presidentialization the Democratic Party since the beginning of the formation, during the elections that brought Yudhoyono in 2004 and 2009 as well as in the period where Yudhoyono became President of the Republic of Indonesia. This thesis uses qualitative methods in which the authors conduct interviews and literature review to obtain data that can support this thesis. In essence, this thesis aims to explain that the Democrat Party experienced the presidentialist party by Susilo Bambang Yudhoyono."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Agus Mediarta
"
ABSTRAKPartai Sosialis Indonesia (PSI) dibentuk pada tahun 1948 sebagai usaha penyelamatan kelompok Sjahrir dari kecenderungan pengaruh dogmatisme-komunis, kekerasan politik dalam tubuh partai dan menguatnya pengaruh polarisasi kekuatan utama politik internasional di Partai Sosialis. Umumnya para pendiri itu adalah orang-orang yang telah aktif atau direkrut sebagai kader sejak masa Pendidikan Nasional Indonesia tahun 1930-an dan masa Pendudukan Jepang oleh Sjahrir dan orang-orang sekelilingnya.
PSI melakukan rekrutmen anggota partai dengan seleksi ketat. Kursus-kursus partai dilakukan dengan cara yang tertutup. Seorang calon anggota hanya dapat mengikuti proses rekrutmen bila mempunyai rekomendasi dari anggota penuh partai. Orientasi kader sebagai strategi partai dilakukan untuk mencapai suatu taraf kemampuan yang harus dimiliki oleh anggota partai. Kekuatan intelektual seperti sikap rasional dalam argumentasi (force by the best argument), terbuka pada perkembangan ilmu pengetahuan, ketajaman analisa dan karakter independen merupakan kemampuan yang tercermin dari anggota PSI. Label sebagai intelektual dalam diri mereka seringkali membuat mereka dapat melintasi batas-batas politik kekuasaan.
Di tengah banyaknya partai yang berorientasi membangun dirinya sebagai partai massa, strategi yang berorientasi pada kader adalah sesuatu yang cerdas. Akan tetapi bukan tanpa resiko. Hal itu tetap dijalani oleh PSI walau kemudian harus menderita kekalahan pada pemilu 1955.
"
2001
S12153
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S5768
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library