Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147163 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amin Subarkah
"ABSTRAK
Permainan dabus yang akarnya berasal dari daerah Banten yaitu pada masa Sultan Hasanudin dan fungsinya selain sebagai alat hiburan dan pertahanan diri, ternyata juga dipakai seba gai alat dakwah dalam menyebarkan agama Islam di daerah Banten . Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang peranan dan fungsi permainan dabus selain sebagai alat hiburan, juga sebagai alat dakwah, dan dimana letak unsur dakwahnya? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan observasi langsung kepada objeknya, kemudian hasilnya dianalisa dan ditulis dalam bentuk laporan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa permainan dabus yang semula dikembangkan sebagai alat hiburan dan bela diri, ternyata juga dipakai untuk mengislamkan rakyat Banten yang pada waktu itu masih banyak yang menganut kepercayaan animisme. Dalam perkembangannya sekarang ini permainan dabus telah direnovasi menjadi sebuah hasil kreasi seni komersial yang telah dikenal dan dikagumi oleh bangsa-bangsa di luar Indone sia."
Depok: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1995
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
M. Dwi Cahyono
"Seni pertunjukan mencakup tiga cabang utama, yaitu musik, tari dan teater, yang dalam pelaksanaannya ketiganya tidak senantiasa terpisah dan sebaliknya terdapat hubungan fungsional di antaranya dalam suatu komposisi yang integral. Acapkali seni pertunjukan terkait dan terintagrsikan dengan permainan, baik permainan untuk bermain atau untuk bertanding. Seni musik Jawa Kuna abad ke-10 hingga 18 Masehi memperlihatkan keragaman baik jenis maupun bentuknya, yang secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi waditra kelompok crodophone, uerophone, nlemhrapgone dan idiophone. ('rodophone (waditra berdawai) dapat dirinci menjadi; (1) crodophune sederhana, yang terdiri dari berbagai bentuk har-either, dan (2) c/mrdophon terpadu, yang terdiri dari lute dan harps. Ada tiga bentuk chordophone terpadu yang dapat diketahui dari relief candi, yaitu menyerupai tuila di India atau menyerupai mufti /deli atau lebih mendekati muhuwati-wino di Calcuta. Ketiganya bisa dihuhungkan dengan /ma/lawu wr'na yang ditandai oleh resonator tambahannya berbentuk buah lab(' (luhu, lawu). ('hordophone terpadu yang berupa lute memiliki pula beragam bentuk seperti ruwanahasta-wnu, winipanci, kacapi dan mungkin anawat yang menyerupai site r. Pada masa Jawa Kuna rawahanasta-wina telah dibuat olch orang Jawa sendiri. Hal ini terbukti oleh adanya pembuat waditra ini (pandui aruwanaxta). Terdapat dua tope dari waditra ini, salah satu mungkin merupakan pengaruh dari Cina..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T37494
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atu Karomah
"Jawara merupakan salah satu dari entitas dari masyarakat Banten yang cukup terkenal. Ia dikenal bukan saja karena pengaruh kharismanya yang melewati batas-batas geografis, tetapi juga budaya kekerasan yang melekat padanya. Sehingga ia dikenal sebagai subculture of violence dalam masyarakat Banten.
Sebagai subkultur kekerasan, jawara memiliki motif-motif tertcntu dalam melakukan kekerasan. Mereka pun mengembangkan gaya bahasa atau tutur kata yang khas, yang terkesan sangat kasar (sompral) dan penampilan diri yang berbeda dari mayoritas masyarakat. seperti berpakaian hitam dan memakai senjata golok.
Kekerasan yang dilakukan jawara pada umumnya dimaknai oleh yang bersangkutan sebagai upaya pembelaan terhadap orang yang dipandang melakukan pelecehan harga diri yang menyebabkan yang bersangkutan merasa malu. Pelecehan terhadap harga diri diinterpretasikan oleh kalangan jawara sebagai pelecehan terhadap kapasitas dan kapabilitas diri dan ini sangat terkait dengan peran dan status sosial di masyarakat. Karena itu pelecehan terhadap harga diri dipahami sebagai pelecehan terhadap peran dan statusnya di masyarakat.
Batasan tentang pelecehkan harga diri itu memang tidak tegas karena itu sering dinterpretasikan secara subyektif oleh pelakunya. Sehingga yang menyebabkan kasus pelecehan harga diri itu berbagai macam seperti tuduhan pencurian, gangguan terhadap istri atau pacar, balas dendam atau kekalahan dalani politik desa atau persaingan bisnis. Dalam konteks ini kekerasan yang dilakukan jawara memang sangat terkait denngan "konstruksi maskulinitas" dalam budaya masyarakat.
Kekerasan yang dilakukan jawara selain sebagai sarana untuk mempcrtahankan harga diri, kekerasan juga dipandang sebagai alat untuk meraih posisi atau status sosial lebih tinggi sebagai seorang jawara yang disegani dalam lingkungan komunitas mereka. Sehingga mereka biasa menjadi pimpinan jawara (bapak buah) dengan memiliki sejumlah pengikut (anak buah). Bahkan dengan posisi dan status sosial ini mereka pula dapat meraih kedudukan formal dalam lingkungan institusi formal seperti menjadi jaro, kepala desa, bahkan untuk menjadi bupati atau wali kota.
Mendapat gelar sebagai seorang jawara yang disegani merupakan kebanggaan tersendiri bagi yang menyandangnya. Karena dengan gelar tersebut, ia bisa menaikan posisi tawarnya ketika berhubungan dengan pihak lain. Ia bisa mendesakan segala keinginan baik secara halus maupun dengan kekerasan. Oleh karena itu dalam konsep kebudayaan diantaranya mengenai sistem komunikasi, kekerasan yang dilakukan jawara dianggap sebagai sarana untuk mengkomunikasi simbol-simbol tentang sikap dan perilaku pada lingkungan kerabat dan lingkungan sosialnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Departemen Kebudayaan Pariwisata, 2003
792.598 SEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Isman Pratama
"ABSTRAK
Debus merupakan suatu bentuk permainan kekebalan yang dilakukan seseorang terhadap benda tajam. Permainan tersebut, kini lebih dikenal sebagai suatu bentuk kesenian yang unik dan langka, yang hanya dimiliki oleh beberapa wilayah tertentu saja di Indonesia. Adapun wilayah tersebut, diantaranya adalah Jawa Barat, Sumatera Barat dan Aceh.
Debus, timbul dan muncul di Jawa Barat sejalan dengan awal masuknya agama Islam. Debus sendiri sebenarnya lahir dari kebudayaan Islam untuk menarik, masyarakat memeluk agama Islam. Oleh karena itu, debus dikembangkan oleh para guru agama atau syeh yang menjadi pimpinan sLlatL(kelompok tarekat tertentu. Di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, aliran tarekat yang mengembangkan debus ini adalah aliran tarekat Qadiriyah dan Pi-raiyah.
Pada masa kini, debus tetap eksis dan dapat disaksikan peragaan permainannya. keberadaan debus yang cukup unik ini, menarik untuk dikaji dan diamati. Da1am penelitian ini, pokok kajian tertuju pada masalah fungsi debus dalam sistem budaya masyarakat Banten dan proses perubahan yang dihadapi debus masa kini.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa keberadaan debus hingga kini dilandasi pada keberlangsungan fungsi debus sendiri yang masih dipertahankan, baik ke dalam sistem debus maupun ke luar yaitu sistem budaya masyarakat pendukungnya, Debus melakukan perubahan dan modifikasi, untuk tetap debus dapat bertahan dan menarik untuk disaksikan oleh masyarakat pada masa kini."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1994
302.072 NIL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sodikin
"Masalah ini dilatarbelakangi pada masyarakat Baduy sampai sekarang dikenal mempunyai otoritas penuh dalam mengatur lingkungan alam dan adat istiadatnya. Suku bangsa Baduy ini hidupnya terletak di sekitar pegunungan di antara rimbunan potion di tanah perbukitan dan lereng gunung selama berabad-abad Iamanya. Suku Baduy mendiami tanah dan hidup di dalam adat tanpa banyak terganggu oleh derasnya modernisasi. Alain yang damai dan kesederhanaan menjadi sahabat adalah cara hidup mereka. Para penghuninya menjaga dan melindungi dengan baik lingkungan alamnya, tidak saling menggusur. Semua yang dilakukan seperti menebang, mencabut dan memotong tanaman menggunakan aturan-aturan adat Baduy. Akrab seperti menyatu dengan lingkungannya, semua tumbuh dan berkembang menurut kodrat saling berdampingan.
Hal-hat yang demikian merupakan salah satu kearifan lingkungan masyarakat Baduy yang diwujudkan dengan dipaharni, dikembangkan, dipedamani dan diwariskan secara turun temurun oleh komunitas masyarakatnya dalam bentuk karuhun (hukum adat) yang dipimpin oleh Kepala Adat Baduy (Puun). Sikap dan perilaku penyimpangan dalam kearifan lingkungan dianggap penyimpangan, tidak arif, merusak, mengganggu dan lain-lain, sehingga masyarakat yang tidak mematuhi ketentuan karuhun dianggap mengganggu kelestarian lingkungan alarn sekitarnya.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana kearifan lingkungan pads masyarakat Baduy akibat dengan adanya kontak dengan masyarakat luar Baduy selama ini. Faktor-faktor yang bagaimana terjadinya perubahan kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy selama ini, bagaimana kearifan Iingkungan pada masyarakat Baduy untuk masa yang akan datang.
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian tesis ini adalah untuk mengetahui kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy yang selama ini dipedomani dan diwariskan secara turun temurun dalam melestarikan fungsi lingkungan. Hal ini, dikarenakan menjadi tujuan penelitian disebabkan bahwa kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy pada saat ini telah terjadinya kontak dengan masyarakat luar Baduy, sehingga berpengaruh pada kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy untuk masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan, ada faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy.
Manfaat penelitian adalah memberi masukan bagi Pemerintah baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi Banten, maupun Pemerintah Kabupaten Lebak dalam membantu masyarakat Baduy untuk tetap pads tradisinya dalam menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan sekitarnya sesuai dengan adat istiadat yang disebut dengan karuhun, sehingga tidak dirusak oleh masyarakat luar Baduy. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu lingkungan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan pada masyarakat yang mempunyai sistem sosial dan budaya sendiri. Dapat dijadikan pijakan empiris untuk melakukan penelitian lanjutan tentang ekologi manusia pada masyarakat yang mempunyai sistem sosial dan budaya sendiri.
Penelitian dilaksanakan di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Pelaksanaan penelitiannya dimulai tanggal 12 Juli sampai dengan 10 Agustus 2005. Mulai tanggal 12 sampai 25 Juli 2005, penulis melakukan penelitian di lapangan yaitu di pedalaman wilayah Baduy desa Kanekes untuk mendapat data empirik secara langsung dari masyarakat Baduy.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif-analitik. Maksudnya adalah menggambarkan, menjelaskan dan menganalisis keadaan daerah penelitian sebagai obyek penelitian, dengan menganalisis secara kualitatif. Data yang sudah diolah, kemudian dianalisis secara cermat sesuai dengan tujuan penelitian ini. Analisis data diinterpretasikan dan membandingkan data yang satu dengan yang lain, untuk mengungkapkan dan memahami makna-makna yang muncul dibalik kegiatan yang sedang diteliti, kemudian untuk menjamin ketepatan dan peningkatan kualitas, maka temuan yang dihasilkan melalui penelitian ini dikonfirmasikan dengan pihak yang berkompeten dan bila perlu didiskusikan dengan konsultasi secara perorangan, balk dengan dosen pembimbing maupun dengan pihak yang terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat hukum adat Baduy yang mendiami tanah atas hak ulayat seluas 5.101,85 hektar merupakan wilayah adat yang sudah menyatu sejak dahulu kala sehingga pola kehidupan mereka menyatu dengan lingkungan alam sekitarnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ketentuan adat yang dikenal dengan karuhun. Masyarakat hukum adat Baduy hidup dengan bersandar pads hukum adat yang berlandaskan pads pola hidup sederhana dan seadanya (dalam arti tidak berlebihan), dengan meyakini amanat karuhun yang terwujud dalam hukum adat dapat menimbulkan kesadaran bagi warganya akan hak dan kewajibannya sehingga pada akhirnya mampu menciptakan suatu tertib hukum.
Perubahan jugs telah terjadi, bahkan telah terjadinya tank menarik antara perubahan dan yang tetap mempertahankan adat istiadat. Perubahan sebagai akibat dari kontak dengan masyarakat luar Baduy, dan perubahan hanya terjadi pada masyarakat Baduy Luar saja, tidak pada masyarakat Baduy Dalam. Perubahan-perubahan itu misalnya perubahan fungsi daerah kampung Dangka, perubahan dalam penggunaan obat-obatan, perubahan dalam jangkauan wilayah adat, perubahan dalam sikap menggunakan peralatan modem, perubahan dalam cara berpakaian.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa menjaga keseimbangan antara manusia, lingkungan alam fisik dan lingkungan transendental hingga sekarang masih merupakan nilai falsafah hidup masyarakat Baduy yang paling hakiki. Nilai tersebut tidak lepas dari sumber acuan seluruh gerak dan langkah mereka dalam berbagai dimensi kehidupan, seperti sistem kepercayaan mereka yang bertumpu pada ajaran agama Sunda Wiwitan dengan karuhunnya yang diwariskan secara turun temurun. Salah satu faktor terjadinya perubahan kearifan lingkungan adalah kontak dengan budaya luar Baduy. Akan tetapi perubahan kearifan tersebut hanya berlaku pada masyarakat Baduy Luar saja, tidak pada masyarakat Baduy Dalam. Kearifan lingkungan masyarakat Baduy tersebut hingga sekarang masih dapat dipertahankan dan juga pada masa yang akan datang.

The issue presented here is based on the fact that the Baduy community up-to-date possessed full authority on the management of their natural environment as well as their traditional customs. The Baduy tribe has been living in a mountainous area amongst the forest on hills and mountain slopes for centuries. They lived here and occupied the land in traditional manners and customs without being disturbed by the advancements of modernization. The peace provided by the surrounding nature as well as their simplicity has become attached to their way of life. The inhabitants of this area take care and properly protected their natural environment, and they did not shift or moved one another to different places. All activities involving woodcut, pulling-out of as well as the cutting of plants were performed in accordance with Baduy customs. Environmentally friendly and fully united with nature, all grew and developed according to its destiny and was living side by side.
Such was then one of the ecological wisdoms of the Baduy community which was implemented with full understanding, then developed, and further utilized as guidelines and inherited from generation to generation by the Baduy community in the form of what they called karuhun (traditional customary Iaws) that was guided and lead by the Baduy Traditional Chief (Puun). Any attitude and behaviour that diverted from these traditional ecological wisdom guidelines was regarded as erroneous, not wise, damaging, and disturbing and as such any person not complying with the stipulations as stipulated by the karuhun was regarded as disturbing the surrounding environment.
Problems arose with these ecological wisdom guidelines of the Baduy community as a result of contacts established between this community with other members of communities outside the Baduy community. What factors influenced the changes in these ecological wisdom guidelines adhered to by the Baduys since olden days, and what will become of the Baduy ecological wisdom in the future.
The purpose of this thesis research is to assess the ecological wisdom of the Baduy community that up-to-date has been utilized as guidelines and inherited from generation to generation to preserve the environment. This research purpose was taken, due to the fact that as a result of contacts being established with communities outside the Baduy region, the ecological wisdom of the Baduy tribe has been affected in the future. Again, certain factors exists that cause changes in the ecological wisdom of the Baduy community.
The benefit of this research is to provide input to the Central Government, the Banten Provincial Government, as well as the Lebak District's Government regarding how to assist the Baduy community to maintain their traditions and to take care and preserve the functions of the surrounding environment in accordance with their traditional customs which they call karuhun, and to prevent this from being damaged by community members from outside the Baduy area. Enrich to the scientific horizons in particular environmental science related to the management and preservation of the environment in communities that possess their individual social and cultural system. And to utilize this as an empirical lever to perform further research on human ecology in communities possessing its own social and cultural system.
The research was performed in the village of Kanekes, located in the Leuwidamar Sub district, District of Lebak, in the Banten Province. The implementation of this research started on 12 July and continued until 10 August 2005. From 12 July until 25 July 2005, the author performed field research in the interior Baduy area of the Kanekes village to obtain direct empirical data or primary data from the Baduy community.
The research method utilized was the descriptive-analytical research method. The purpose of this was to provide a picture, to explain, and to perform quantitative analyses of the research area as a research object. The data that was then processed was then cautiously analysed in accordance with the objectives of this research. The analysed data interpreted and compared one against another, to expose and to comprehend the significance arising behind the activities being researched, and to further assure its accurateness and improve its quality, the findings of this research was then confirmed with other competent parties and if necessary discussed and consulted individually, with the academic mentor as well as with other parties related to the issue.
Results of the study show that the Baduy traditional community inhabit land under the traditional customary law land rights, known as hak ulayat. This land, which has an area of 5,101.85 hectares, has been a holistic part of the Baduy community since olden days and as such the community's living patterns have been united to its natural environment and surroundings. This again, is proven by the various customary law stipulations known as karuhun. The traditional Baduy community living is based on this traditional law which principle is simplicity and acceptance in living patterns (meaning living not in profusion), and by trusting that the stipulations in the karuhun as accepted as the traditional law can instigate the awareness of the community regarding their rights and responsibilities and as such in the end creating a legal order.
Changes have occurred, and even some arguing evolved between those that approve of change and those that want to adhere to and defend traditional customs. Such changes as a result of contact with outsiders only occur at the Outer Baduy community and not at the Inner Baduy community. These changes, for instance, include changes in the function of the Dangka village, changes in the use of medicine, changes in the reach of the customary law, changes in community's attitude towards the use of modem equipment, and changes in the way of clothing themselves.
As a conclusion of this research, it could be said that taking care of the balance between humans, the physical environment and the transcendental environment are still up-to-date the essential life philosophy of the Baduy community. These values are attached to the reference source of the entire movement and as such the community steps in various living dimensions, such as their belief which is based on the Sunda Wiwitan traditional religion that include the karuhun, which has been inherited from one generation to the next generation. One factor causing change in the ecological wisdom is its contact with culture coming from outside the Baduy region. However, such changes in wisdom, only occur in the Outer Baduy community, and has not affected the Inner Baduy community. The ecological wisdom of these Inner Baduy community is up-to-date still being adhered to, and is still being maintained and is expected to sustain into the future.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Badrun
Jakarta: KITLV, 2014
809.14 AHM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"On performing arts in Indonesia, according to Islamic perspectives; collection of articles."
Jakarta Timur: Balai Penelitian Pengembangan Agama Jakarta, 2015
297.267 FUN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Koemolontang, B.Z.
Jakarta: Universitas Indonesia, 1986
345.07 KOE f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>