Ditemukan 98940 dokumen yang sesuai dengan query
Magdalia Alfian
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian Universitas Indonesia Library
M. Dawam Rahardjo, 1942-
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010
323.442 DAW m;323.442 DAW m (2)
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Ryand
"Kebebasan beragama/berkeyakinan pada dasarnya merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights). Dalam hukum Indonesia pemenuhan hak atas kebebasan beragama tiap warga negara secara langsung dijamin oleh konstitusi. Meskipun telah mendapat jaminan langsung dari konstitusi, pada prakteknya pelanggaran terhadap kebebasan beragama masih kerap terjadi. Keberadaan Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama ditengarai sebagai salah satu faktor yang mendorong terjadinya berbagai pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Secara substasnsi, Undang-Undang tersebut memberikan pengakuan tehadap enam agama sebagai agama resmi. Tulisan ini dibuat dengan pendekatan normatif yang dimaksudkan untuk menelaah keseuaian norma dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dengan doktrin serta prinsip-prinsip HAM tekait kebebasan beragama. Selain itu, studi empiris dengan juga dilakukan untuk memperlihatkan dampak riil dari pengaturan dalam Undang-Undang tersebut. Dengan pendekatan demikian, dapat dilihat bahwa Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 memuat ketentuan pengaturan yang secara substansial bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM terkait kebebasan beragama. Selain itu, ditemukan bahwa dalam prakteknya ketentuan dalam Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 serta peraturan atau kebijakan turunannya memicu berbagai tindakan diskriminatif dan pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama terutama bagi para pemeluk agama/kepercayaan yang tidak diakui oleh negara.
Religious freedom is one of the right that can not be reduced under any circumstances (non-derogable rights). Under Indonesian law, the fulfilment of religious freedom rights of every citizen are guaranteed by the constitution. Despite enjoying direct guarantee from the constitution, in practice, violations of religious freedom still occur frequently. The existence of the Act No. 1/PNPS/1965 on the Prevention of Abuse of Religion and/or Blasphemy is considered as one of the factors that led to religious freedom violations in Indonesia. Substantially, this Act provides recognition to six religions as official religion. This paper is written in a normative approach to look over the suitability of the norms in the Act No. 1/PNPS/1965 on the the Prevention of Abuse of Religion and/or Blasphemy by the doctrine of human rights and the principles of religious freedom. Moreover, empirical studies are also conducted to show the real impact of regulation in the Act. Thus, it can be seen that the regulation on Act No. 1/PNPS/1965 contains provisions that are substantially opposed to the human rights principles related to freedom of religion. Furthermore, it was found that in practice the provision on the Act No. 1/PNPS/1965 and its derivative regulations and policies caused various discriminative actions and violations to the right of religious freedom, especially for the disciples of the religion/beliefs who are not recognized by the state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Frans Sayogie
"Tesis ini membahas konsep hak kebebasan beragama dalam Islam ditinjau dari perspektif perlindungan negara dan hak asasi manusia universal. Implementasi kebebasan beragama dalam Islam masih memiliki permasalahan yang belum tuntas. Berdasarkan perspektif Piagam Madinah, Islam dapat memberikan perlindungan kebebasan beragama dan memberikan hak-hak non-muslim. Namun, dalam praktiknya, di beberapa negara Islam dewasa ini, yang sering terjadi justru berbagai penyimpangan yang mengaburkan makna serta semangat yang dikandung dalam Piagam Madinah. Beberapa negara Islam saat ini masih memformalisasi dan merumuskan penerapan syariah dalam ruang publik. Negara menjadi tidak bersikap netral terhadap semua doktrin keagamaan dan selalu berusaha menerapkan prinsip-prinsip syariah sebagai kebijakan atau perundang-undangan negara. Hal ini juga tercermin dalam Deklarasi Kairo yang memberikan legitimasi kepada negara-negara Islam untuk tetap mempertahankan dan menjalankan doktrin berbasis syariah yang lebih menekankan perlindungan agama daripada memberikan perlindungan hak fundamental dalam kebebasan beragama. Oleh karena itu, perlunya doktrin pemisahan agama dan negara yang bertujuan agar negara lebih independen dan diharapkan dapat memberikan perlindungan organ-organ dan institusi-institusi negara terhadap penyalahgunaan kekuasaan atas nama agama. Hak kebebasan beragama hanya bisa direalisasikan dalam kerangka kerja negara yang konstitusional dan demokratis didasarkan oleh semangat yang dianut hak asasi manusia universal.
The thesis discusses the concept of religious freedom in the perspective of state protection and universal human rights. The implementation of religious freedom in Islam still has unresolved issues. Based on the perspective of the Madinah Charter, Islam can provide protection of freedom of religion and give the rights of non-Muslims. Nowadays, however, in practice, in some Islamic countries, there is actually a variety of aberrations that obscures the meaning and spirit of the Madinah Charter. In some Muslim countries, the formalization and formulation of syariah are still implemented in the public sphere. State does not remain neutral toward all religious doctrines and always strives to apply the principles of syariah as a policy or state legislation. This is also reflected in the Cairo Declaration that gives legitimacy to Muslim countries to maintain and run a syariah-based doctrine that emphasizes the protection of religion rather than the protection of the fundamental rights of freedom of religion. Therefore, the need for the doctrine of separation of religion and state is intended to make state more independent and is expected to provide protection of the organs and institutions of the state against the abuse of power in the name of religion. Right to freedom of religion can only be realized within the framework of the constitutional and democratic state based on the spirit of universal human rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30001
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2013
342.085 2 KEP
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Endra Wijaya
"
ABSTRACTJaminan terhadap hak untuk memeluk agama dan keyakinan sudah dijamin melalui konstitusi Indonesia, tapi jaminan konstitusional itu belumlah cukup. Penegakan hak untuk memeluk agama dan keyakinan masih perlu didukung dengan instrumen hukum lainnya, dan salah satunya ialah putusan pengadilan. Dalam konteks seperti itu, maka keberadaan Putusan Nomor 69/PID.B/2012/PN.SPG menarik untuk dicermati. Putusan tersebut berkaitan erat dengan isu penegakan hak untuk memeluk agama dan keyakinan di Indonesia, terutama bagi kelompok minoritas. Fokus permasalahan dalam tulisan ini akan diarahkan kepada persoalan bagaimanakah substansi Putusan Nomor 69/PID.B/2012/PN.SPG dilihat dari perspektif penegakan hak asasi manusia, khususnya hak asasi manusia untuk secara bebas (tanpa tekanan) memilih dan memeluk suatu agama dan keyakinan. Dalam melakukan analisis, penulis menggunakan metode kajian kepustakaan dengan bersandar pada data sekunder. Analisis akan dilakukan secara kualitatif dengan metode pendekatan peraturan perundang-undangan dan metode pendekatan konseptual. Kesimpulan yang didapat dari analisis ialah bahwa Putusan Nomor 69/PID.B/2012/PN.SPG cenderung masih berupaya mencapai aspek keadilan prosedural. Semangat untuk mengedepankan penegakan hak asasi manusia, khususnya hak beragama dan berkeyakinan bagi kelompok minoritas, tidak tampak dalam putusan tersebut."
Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2017
353 JY 10:2 (2017)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Sukari
Yogyakarta: BPNB D.I. Yogyakarta, 2018
291.172 SUK t
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Arief Budiman, contributor
Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005
323.4 Bud K
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Nabilla Nur Hanifah
"Kebebasan dan ketubuhan merupakan dua hal yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketubuhan dapat dimaknai sebagai sebuah keberadaan eksistensial seperti yang tertuang di dalam novel Un Pays Pour Mourir (2015) karya Abdellah Taïa. Novel ini menceritakan tentang kehidupan tokoh utama yang bernama Zahira, seorang perempuan Maghribi yang bermigrasi ke Paris bersama dengan teman-temannya yang sama-sama berprofesi sebagai pelacur. Hal yang ingin dipaparkan melalui artikel ini adalah bagaimana setiap tokoh menggunakan tubuh mereka untuk mendapatkan kebebasannya sehingga mereka sadar atas eksistensi dirinya dan pada akhirnya dapat menempatkan dirinya sebagai subjek di dunianya. Berdasarkan metode kualitatif, ditemukan bahwa unsur ketubuhan menjadi penggerak fungsi utama di dalam novel ini sekaligus hambatan utama yang dihadapi oleh para tokoh baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosialnya. Melalui konsep kebebasan dan ketubuhan yang dihadirkan oleh penulis, timbul kesadaran mengenai kebebasan yang mereka miliki atas tubuhnya sehingga masing-masing tokoh akan memahami eksistensinya melalui tubuh yang mereka miliki. Tubuh yang dimiliki oleh seseorang seringkali dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan kebebasan tersebut, baik untuk untuk tetap bertahan hidup dan menikmati kebebasan di dunia, atau dengan mematikan tubuhnya sehingga mendapatkan kebebasan yang abadi atau kematian.
Freedom and body are two things that are related to one another. The body can be interpreted as an existential being as stated in the novel Un Pays Pour Mourir (2015) by Abdellah Taïa. This novel tells about the life of the main character Zahira, a Maghreb woman who migrated to Paris with her friends and worked as prostitutes. This article discusses how each character uses their bodies to get their freedom so that they are aware of their existence and can finally place themselves as subjects in their world. Based on the qualitative method, it was found that the physical element becomes the main issue in this novel as well as the main obstacle faced by the characters both from the family and society. Through the concepts of freedom and body presented by the author, awareness arises about the freedom they have over their bodies so that each character will understand their existence through the bodies they have. A person's body is often used as a tool to get that freedom, either to survive and enjoy freedom in the world, or by turning his body off to get eternal freedom or death."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
JK 8:5 (2011)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library