Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97733 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Neng Nenden Mulyaningsih
"ABSTRAK
Telah dilakukan pengukuran dosis pada fantom pasien kanker payudara yang sedang hamil dengan sinar x 6 MV keluaran pesawat linac Varian model CLINAC 2100C milik Radioterapi Rumah Sakit Umum Persahabatan Jakarta. Penyinaran dilakukan dengan menggunakan empat lapangan radiasi, yaitu lapangan tangensial medio lateral, lapangan tangensial latero medial, lapangan supraclave dan lapangan axilla.
Simulasi pasien penggunakan fantom air untuk bagian abdomennya, fantom cirs untuk bagian dadanya dan fantom lilin untuk bagian payudaranya. Dosis diukur dengan menggunakan TLD (Thermoluminescence Dosimeter) yang diletakkan di dalam fantom air, sehingga dosis yang terukur oleh TLD merupakan dosis hambur karena berasal dari sumber radiasi sekunder. TLD diletakkan pada sembilan titik umur kandungan 12, 16, 20, 22, 24, 26, 28, 36, dan 40 minggu, masingmasing dengan tiga posisi kedalaman 2 cm, 5 cm dan 10 cm, yang diukur pada kondisi fantom air konstan dengan tebal 20 cm dan pada kondisi fantom air berubah sesuai dengan umur kandungan yang sebenarnya. Umur kandungan dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kandungan berumur 0 ? 12 minggu disebut trimester 1 dengan fantom air 20 cm, 13 ? 24 minggu disebut trimester 2 dengan fantom air 22 cm, dan 25 - 40 minggu disebut trimester 3 dengan fantom air 23 cm.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa persentase dosis fetus menurun secara eksponensial terhadap jarak fetus sebagai akibat faktor atenuasi terhadap jaringan yang dilewatinya. Persentase dosis fetus maksimum terhadap dosis target untuk kedalaman 2, 5, dan 10 cm berturut-turut 4,40%, 2,83% dan 1,85% pada trimester satu, 8,84%, 5,25% dan 3,65% pada trimester dua, dan 9,74 %, 5,69 % dan 3,97% pada trimester tiga. Dosis total sebesar 6000 cGy pada target menyebabkan dosis fetus lebih dari 50 cGy. Efek radiasi yang mungkin terjadi pada fetus yaitu kematian prenatal, atau jika fetus tetap bertahan hidup, setelah bayi dilahirkan bisa terjadi retardasi mental, pertumbuhannya kerdil ataupun kanker dikemudian harinya.

ABSTRACT
Dose measurements have been carried out on phantom breast cancer patients who are pregnant with 6 MV x-ray output Varian CLINAC 2100C linac's Persahabatan Hospital Jakarta. Irradiation was conducted using four radiation field, namely the tangential medio lateral, tangential latero medial, supraclave and axilla.
Simulated patients for the use of water phantom abdomen, phantom cirs to the chest and candles for the breast phantom. Doses measured using TLD (Thermoluminescence Dosimeters) are placed inside the water phantom, so that the dose measured by TLD is scattered dose of radiation because it comes from secondary sources. TLD placed on the content of the age of nine points 12, 16, 20, 22, 24, 26, 28, 36, and 40 weeks, each with three position depth of 2 cm, 5 cm and 10 cm, measured in constant conditions of water phantom with a thickness of 20 cm and the phantom water conditions change according to the age of the actual content. Age contents are grouped into three age groups, which contain 0-12 weeks called first trimester with the water phantom 20 cm, 13-24 weeks is called second trimester with the water phantom 22 cm, and 25-40 weeks called third trimester with a 23 cm water phantom.
The results showed that the percentage of fetal dose decreases exponentially with distance attenuation factor of fetuses as a result of the network passed. The percentage of the maximum fetal dose to the target dose to a depth of 2, 5, and 10 cm respectively 4.40%, 2.83% and 1.85% in first trimester, 8.84%, 5.25% and 3.65 % in the second trimester, and 9.74%, 5.69% and 3.97% in the third trimester. Total dose of 6000 cGy dose to the target causes the fetus more than 50 cGy. Radiation effects that may occur in the fetus are prenatal death, or if the fetus survived, after the baby is born can occur mental retardation, stunted growth or cancer in later day.
"
2010
T29001
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Diana
"Film gafchromic adalah salah satu dosimetri pada radioterapl Penentuan dosis kulit di pasien kanker serviks dengan foton dapat digunakan film gafchromic. Sebelumnya terlebih dahulu film dikalibrasi. Kalibrasi film ditujukan untuk mencari hubungan antara optikal densitas dengan dosis. Selain itu film juga divariasikan terhadap lapangan dan juga kedalaman target. Ketiga hal tersebut digunakan untuk faktor koreksi pada penentuan dosis kulit pasien kanker serviks. Dengan dibandingkan dengan data dan Treatment Planning System diperoleh hasil yang baik karena penyimpangan kurang dan satu persen.

Gafchromic film is one of dosimetry in radiotherapy. It can measure skin dose in patient sen/ix cancer with photon beam 6 MV using gafchromic film. First, film must be caliberate with variation dose. It is for know relationship between dose and optical densitas. And then, film with variation field square and depth target. There used correction factor for calculate skin dose in patient servix cancer. The different between data from TPS (Treatment Planning System) and calculate dose from film is good because less than one percent."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S29467
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dhaniela Stenyfia
"Verifikasi dosis TPS (Treatment Planning System) mutlak diperlukan sebagai suatu pelaksanaan progam jaminan kualitas Radioterapi. Sebagian besar jaminan kualitas dosis dilakukan didalam area radiasi, sedangkan pemantauan dosis organ kritis berada diluar area radiasi. Berdasarkan hal tersebut dilakukan verifikasi TPS untuk dosis organ kritis (ginjal, caput femur, ovarium, dan vagina) menggunakan linac dan TPS milik RSPP. Simulasi pengukuran dosis dilakukan dengan memberikan perlakuan radioterapi area pelvis box field pada rando phantom (SAD 100 cm, foton 10 MV) serta menggunakan TLD sebagai dosimeter. Dosis simulasi akan dijadikan acuan untuk memverifikasi dosis TPS. Berdasarkan verifikasi tersebut diperoleh hasil bahwa kalkulasi dosis TPS sesuai untuk organ kritis caput femur, ovarium, dan vagina, dengan persen error kurang dari 5%. Sedangkan untuk organ kritis ginjal, kalkulasi TPS tidak sesuai dikarenakan persen error yang mencapai 17% untuk lapangan B dan 90% untuk lapangan A yang berukuran lebih kecil dari lapangan B. Dalam penelitian ini juga dilakukan pengambilan data penumbra untuk mengetahui batas kemampuan kalkulasi TPS yang dimiliki.

Verification of TPS`s (Treatment Planning System) dose calculation is necessary as a program of quality assurance (QA) for radiotherapy. Most proccess of QA are infield, while evaluation for organ-at-risk (OAR) dose is outfield. Based on that, verification of TPS`s dose had been done for OAR (kidney, femoral head, ovary, and vagina) using linac and TPS at RSPP. Simulation for dose measurement was done by giving pelvic area radiotherapy (box field, SAD 100 cm, photon 10 MV) to rando phantom and using TLD as a dosimetry. Simulation`s dose would be used as the reference to verify TPS`s dose. Based on that, the result show that dose calculation of TPS was appropriate for femoral head, ovary, and vagina, that`s because percent error was less than 5%. Whereas for kidney, the calculation wasn`t appropriate because percent error reached 17% for field B and 90% for field A that has size smaller than field B. Penumbra`s data also had been taken in this research, to find out the limit of TPS`s calculation."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54777
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Rahman
"Radioterapi merupakan salah satu metode pengobatan utama kanker. Pasien yang akan menjalani radioterapi sangat rentan terhadap kecemasan. Ketidaktahuan mengenai prosedur radioterapi serta efek samping dari radioterapi dapat menimbulkan kecemasan pada pasien yang mendapatkan radioterapi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor internal yang berhubungan dengan kecemasan pada pasien kanker yang mendapatkan radioterapi di RS Kanker Dharmais tahun 2013. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan metode Cross Sectional, jumlah sampel 97 responden. Instrument yang digunakan adalah Depression Anxiety Stress Scale (DASS). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pasien dengan tingkat kecemasan ringan (64,9%), kecemasan sedang (18,6%) dan tingkat kecemasan berat (16,5%). Terdapat hubungan antara jenis kelamin, program dan frekuensi radioterapi dengan tingkat kecemasan pasien dibuktikan (p < α : 0,05). Penelitian ini merekomendasikan untuk meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan dalam memberikan palayanan berupa konseling dan pendidikan kesehatan diperlukan pada pasien yang mendapatkan radioterapi.

Radiotherapy is one of the main methods for cancer treatment. Patients undergoing radiotherapy is very prone to anxiety. Ignorance about the procedure, side effects of radiotherapy can cause anxiety. The purpose of this study was to know the internal factors related to patients receiving radiotherapy at Dharmais Cancer Hospital in 2013. This study used a descriptive cross sectional method approach with 97 patients as a sample. Depression Anxiety Stress Scale (DASS) was used as a instrument. The results shows patients with mild anxiety level (64.9%), moderate anxiety (18.6%), and severe anxiety (16.5%). There was significant corelation between sex and the frequency of radiotherapy program with proved patient's anxiety level (p < α : 0,05). The study recommends to improve the quality of nursing care in providing services such as counseling and health education to reduce patient's anxiety level.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S45962
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Azzi
"Penelitian ini bertujuan untuk memverifikasi dosis radiasi radioterapi pada kasus kanker payudara dan kanker nasofaring (KNF). Percobaan dilakukan dengan menggunakan Linac Varian Trilogy radiasi foton berenergi 6 MV. Detektor yang digunakan dalam penelitian ini adalah film gafchromic, MatriXX 2D array, TLD, dan EPID. Film gafchromic dan TLD ditempatkan dalam phantom rando untuk mengevaluasi distribusi dosis pada volume target, sedangkan untuk mendapatkan hasil registrasi film gafchromic dan MatriXX 2D array ditempatkan dalam Multi Cube, dan dilakukan juga penyinaran pada EPID. Hasil perbedaan distribusi dosis teknik IMRT dan VMAT antara film dengan dosis preskripsi TPS pada KNF PTV70 adalah 6,87% dan 8,55%, pada KNF PTV50 adalah 14,43% dan 4,65%, sedangkan pada kanker payudara 11,98% dan 12,10%. Perbedaan nilai dosis antara TLD dengan dosis preskripsi TPS teknik IMRT dan VMAT pada KNF PTV50 sebesar 1,76% dan 1,60%, dan pada kanker payudara sebesar 7,06% dan 3,36%. Selisih perbedaan nilai gamma indeks teknik IMRT dan VMAT pada KNF sebesar -0,09% dan -1,65% antara film dan MatriXX, dan 5,13% dan 1,43% antara film dengan EPID. Pada kanker payudara selisih perbedaan nilai gamma indeks teknik IMRT dan VMAT sebesar 0,51% dan 0,19% antara film dengan MatriXX, dan 2,28% dan 4,38% antara film dengan EPID. Verifikasi dosis radioterapi dan registrasi citra pada kasus kanker payudara dan KNF dapat dilakukan menggunakan film gafchromic, TLD, MatriXX 2D array, dan EPID.

This study was aimed to verify the radiation dose in the case of breast cancer and nasopharyngeal carcinoma (NPC). The experiments were performed using a Varian Trilogy Linac at 6 MV photon radiation and gafchromic films, Matrixx 2D Array, TLD, and EPID detectors. Gafchromic films and TLD were inserted into rando phantom to measures the dose on target volume and organ at risk. In order to evaluated the gamma index, gafchromic films and Matrixx 2D array were placed in the Multi Cube, and was irradiated with EPID in position. Results of the dose distribution differences on IMRT and VMAT between film and TPS on NPC PTV70 was 6.87% and 8.55%, the NPC PTV50 was 14.43% and 4.65%, and for breast cancer was 11,98% and 12,10%. The dose differences between TLD and TPS on IMRT and VMAT for NPC PTV50 was 1.76% and 1.60%, and the breast cancer was 7.06% and 3.36%. Gamma index differences on IMRT and VMAT technique on NPC was -0.09% and -1.65% between film and MatriXX, and 5.13% and 1.43% between films and EPID. In breast cancer the gamma index differences on IMRT and VMAT was 0.51% and 0.19% between films and MatriXX, and 2.28% and 4.38% between films and EPID. Radiotherapy dose verification and image registration for breast cancer and NPC was done using gafchromic film, TLD, MatriXX 2D array, and EPID."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unversitas Indonesia, 2015
S59859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharsono
"Pada Radioterapi eksterna untuk menjamin ketepatan pemberian dosis terhadap target radiasi perlu dilakukan verifikasi sebelum dilakukan penyinaran. Verifikasi dosis yang sebenarnya diterima oleh target radiasi hanya dapat dilakukan dengan metode in vivo.Verifikasi metode in vivo ini dilakukan dengan meletakan dosimeter dioda langsung diatas permukaan virtual water phantom, sedangkan sebagai dosimeter pengontrol digunakan dosimeter ionisation chamber yang diletakan pada tiap-tiap kedalaman target pengukuran. Tujuan dilakukanya verifikasi dosis in vivo adalah untuk mengetahui kesesuaian antara dosis yang sebenarnya diterima target radiasi dengan dosis yang direncanakan, sehingga target radiasi tidak mengalami kelebihan dosis ataupun kekurangan dosis. Pada tahap pertama, verifikasi dilakukan pada lapangan persegi tanpa blok dengan variasi luas lapangan, energi penyinaran, jarak dari sumber ke target, serta kedalaman target radiasi. Perhitungan Monitor Unit dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan TPS. Pada tahap kedua, dilakukan verifikasi pada lapangan dengan blok Multi Leaf Collimator dengan variasi energi penyinaran. Dari 60 lapangan persegi yang telah diverifikasi, dosimeter dioda mencatat perbedaan dosis terukur terhadap dosis yang direncanakan dalam rentang ± 2,5%, sedangkan dari verifikasi terhadap 6 lapangan dengan blok MLC dihasilkan perbedaan dosis terukur terhadap dosis yang diharapkan dalam rentang ± 3,5%. Hasil ini masih dalam rentang toleransi yang diperbolehkan sehingga penghitungan Monitor Unit untuk setiap lapangan sudah benar.

To obtain pricise dose delivery on target radiation, dose verification is performed before starting external beam radiation therapy. The actual dose received by radiation target can only be evaluated using in vivo methode. In this research in vivo methode is done by putting diode dosimeter on virtual water phantom, and as control dosimeter, ionisation chamber, is put on each depth variation. The aim of external beam dose verification is to verify wether the actual dose received by radiation target has met with the planned dose, so that radiation didnot experience under dose or over dose. In the first phase dose verification is done using open beam with variation of field sizes, beam energy, SSD ,and depth. Monitor unit calculation is done manually, and using 2D PRICISE Treatment Planning System. In the second phase dose verification is done using block field with beam energy variation. Result, from 6o open beam fields there are ± 2,5% dose difference between actual and planned dose, and from verification of 6 fields using MLC block there are ± 3,5% dose difference between actual and planned dose. These results are still on the range of tolerance. These results showed that monitor unit calculation either manually or using TPS are correct."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42707
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Didin
"Karakteristik dari berkas proton secara teori lebih menguntungkan untuk jaringan normal dibanding dengan berkas foton. Karakteristik bragg peak dari berkas proton memungkinkan untuk mereduksi distribusi dosis pada jaringan normal. Oleh karena itu, penggunaan berkas proton mampu mengurangi kemungkinan terjadinya efek samping pada jaringan normal. Penggunaan Intensity Modulated Proton Therapy (IMPT) memungkinkan untuk memberikan dosis optimal pada PTV dengan tetap memberikan distribusi dosis yang baik, sehingga tujuan penelitian ini untuk mengetahui kemungkinan penggunaan IMPT untuk kasus vestibular schwannoma serta membandingkan kualitas pencitraan IMPT dengan IMRT, VMAT, dan TOMO. Setiap perencanaan dilakukan dengan menggunakan teknik stereotactic radiosurgery (SRS), perencanaan IMPT dilakukan dengan multifield optimizatin (MFO) dan single field optimization (SFO). Hasil perencanaan didapat nilai conformity indeks (CI) dari tertinggi ke terendah adalah 3MFO-NC, 5MFO-NC, 3MFO, 5MFO, IMRT, 3SFO-NC, VMAT, 3SFO, dan TOMO. Perencanaan proton memiliki gradient indeks lebih baik dari foton. Equivalent Unoform Dose (EUD) berkas proton lebih rendah dibandingkan dengan foton. Nilai Normal Tissue Complication Probability perencaan proton lebih rendah dari foton. Selain itu, perencanaan proton memiliki dosis pada OAR yang lebih rendah dibanding foton.

The characteristics of the proton beam are theoretically more favorable for normal tissues than the photon beam. The characteristic of the proton beam Bragg Peak can provide minimum dose distribution in normal tissues. Therefore, the use of proton beams can reduce the possibility of side effects in normal tissues. In addition, Intensity Modulated Proton Therapy (IMPT) produces an optimal dose for PTV while still providing a good dose distribution. In this study, the purpose was to determine the quality of planning IMPT for cases of Vestibular Schwannoma and compare with planning with IMRT, VMAT, and TOMO. The stereotactic Radiosurgery (SRS) technique was employed for all treatment planning. Furthermore, IMPT planning was performed using Multifield Optimization (MFO) and Single Field Optimization (SFO). The study described Conformity Index (CI) values from the highest to the lowest are 3MFO-NC, 5MFO-NC, 3MFO, 5MFO, IMRT, 3SFO-NC, VMAT, 3SFO, and TOMO. Additionally, the Gradient Index (GI) of the proton beam is better than photons planning. However, the Equivalent Uniform Dose (EUD) and Normal Tissue Complication Probability (NTCP) of the proton beam are lower than that of the photon. In addition, proton plans have a lower OAR dose than photons."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaifulloh
"Pengukuran dalam radioterapi untuk perhitungan dosis seperti percentage depth dose (PDD) dilakukan dalam fantom air yang memiliki densitas homogen, dengan densitas hampir sama densitas otot (1 g/cm3). Pada perlakuan radioterapi seperti pada kanker paru, berkas radiasi melewati material yang tidak homogen yaitu otot, tulang dan paru itu sendiri yang berakibat pada perubahan PDD, sehingga perlu pengukuran pada medium inhomogen seperti pada fantom rando.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur distribusi dosis pada paru dengan simulasi perlakuan radioterapi pasien kanker paru dengan fantom rando kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan TPS. Pengukuran distribusi dosis menggunakan TLD dan film Gafchromic. Untuk memperoleh distribusi dosis pada paru TLD diletakkan pada titik - titik yang berada pada bidang utama berkas dalam fantom rando. Pengukuran distribusi dosis dengan film dilakukan dengan meletakkan film Gafchromic diantara 2 irisan fantom rando. Pengukuran dilakukan untuk 3 lapangan, 5 x 5 cm2, 10 x 10 cm2, dan 15 x 15 cm2. Hasil pengukuran dengan film dan TLD kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan TPS.
Hasil penelitian menunjukkan persentase dosis pada berbagai kedalaman antara hasil pengukuran film Gafchromic dengan perhitungan TPS berbeda secara signifikan, dan semakin besar lapangan semakin besar deviasi. Hasil pengukuran dengan film gafchromic mendapatkan nilai deviasi persen dosis hingga 6 % untuk lapangan 5 x 5 cm2, 16 % untuk lapangan 10 x 10 cm2, dan 17% untuk lapangan 15 x 15 cm2. Untuk pengukuran dengan TLD deviasi persen dosis hingga 8% untuk lapangan 5 x 5 cm2, 11% untuk lapangan 10 x 10 cm2, 12% untuk lapangan 15 x 15 cm2 masing ? masing pada kedalaman 15 cm.

Measurements in radiotherapy for dose calculation as percentage depth dose (PDD) are done in a water phantom with homogeneous density (1 g/cm3). In the radiotherapy treatment such as lung cancer, the radiation beam passes through inhomogeneous materials i.e. muscle, bone and lung itself, which resulted change in PDD, so necessary measurements on inhomogeneous medium like the rando phantom.
The purpose of this study was to measure dose distribution in the lung with simulated radiotherapy treatment of lung cancer patients with a rando phantom and compared with the TPS calculation. Measurement of dose distributions is using TLD and gafchromic films. To obtain the dose distribution in the lung, TLD placed at the points located on the main field of the beam in the rando phantom. Field measurements were made for 3 field sizes, 5 x 5 cm2, 10 x 10 cm2, and 15 x 15 cm2. The results were then compared with the TPS calculation.
The results show the percentage dose at various depths between the measurement and TPS calculation differ significantly, and the larger the field the greater the deviation. Measurement using gafchromic film resulting in deviation in dose percentage reaching up to 6 % for 5 x 5 cm2 field size, 16 % for 10 x 10 cm2, and 17 % for the 15 x 15 cm2. For TLD measurement, deviation is up to 8% for 5 x 5 cm2 field size, 11% for 10 x 10 cm2, and 12% for 15 x 15 cm2 at 15 cm depth respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Diah Lestari
"Radioterapi lapangan kecil mulai banyak digunakan pada radioterapi modern seperti Intensity modulated radiotherapy (IMRT), stereotactic radiosurgery (SRS), dan Volumetric modulated arc therapy (VMAT). Akurasi terhadap pengukuran profil berkas dan percentage depth dose (PDD) menjadi kompleks karena ketidakseimbangan elektron. Oleh karena itu, film Gafchromic EBT2 digunakan untuk dosimeter radioterapi lapangan kecil karena memiliki resolusi spasial yang tinggi. Analisa dosimetri pada film Gafchromic EBT2 sangat dipengaruhi oleh penggunaan resolusi spasial citra. Penggunaan resolusi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan noise yang cukup besar sebaliknya resolusi citra yang terlalu rendah tidak mampu menampilkan hasil analisa yang cukup akurat. Dengan demikian penggunaan resolusi citra yang optimum menjadi parameter penting dalam analisa dosimetri pada film Gafchromic EBT2. Resolusi citra yang optimum dapat ditentukan dengan melakukan uji respon terhadap variasi resolusi citra yakni : 50, 75, 100, 150, dan 240 dpi pada saat melakukan scanning film dengan Epson Perfection V700 menggunakan orientasi film landscape. Analisa dosimetri dilakukan menggunakan algoritma MATLAB dan dibandingkan dengan penelitian sebelumnya menggunakan ImageJ, Monte Carlo dan PPC untuk melihat karakteristik dosimetri terhadap penggunaan resolusi. Secara keseluruhan hasil evaluasi menunjukkan kondisi optimum resolusi citra 150 dpi diperoleh pada TPR20,10 dengan S.D. 8.10 % dan dmax dengan S.D 4.78%. Hasil evaluasi profil berkas menunjukkan resolusi optimum untuk FWHM dan Penumbra dicapai pada resolusi 75 dpi dengan S.D. 7.0 2% dan 12.43%. Hasil evaluasi VACF menunjukkan resolusi optimum dicapai pada resolusi 50 dan 75 dpi. Hasil yang diperoleh dari masing-masing parameter dosimetri memiliki kecenderungan optimum pada resolusi citra75 dpi.

Small field radiotherapy were increasing used in modern radiotherapy especially in intensity modulated radiotherapy (IMRT), stereotactic radiosurgery (SRS), and volumetric modulated arc therapy (VMAT). Accurate beam profile and percentage depth dose (PDD) measurements of such as beams were complicated due to the electron disequilibrium. Hence the EBT2 (external beam therapy) Gafchromic film was used for dosimetry small field radiotherapy because of its high spatial resolution. Spatial resolution influence dosimetric analyze for EBT2. More perturbation cause by using high spatial resolution otherwise low image spatial resolution couldn?t determined accurately. Such as, small field radiotherapy required the optimum image resolution for important parameter in dosimetric analyze EBT2. Optimum image resolution could be determine with testing dosimetric characterization to resolution response by 50, 75, 100, 150, and 240 dpi with landscape film orientation during film scanning by Epson Perfection V700. Dosimetric analyze was done by MATLAB algorithm and compare to ImageJ, Monte Carlo and PPC from prior research to evaluate dosimetry characteristic to image resolution. The results show that optimum image resolution was 150 dpi with S.D. 8.10 % and 4.78% for TPR20,10 and dmax respectively. Beam profile evaluation for FWHM dan Penumbra attained for 75 dpi with S.D. 7.0 2% and 12.43%. VACF evaluation show that optimum image resolution rich at 50 and 75 dpi. The result for each dosimetry parameter attained to optimum image resolution at 75 dpi"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S28596
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>