Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143907 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suryo Adi Ari Santosa, supervisor
"Indonesia telah mengadopsi tingkat panduan dosis yang direkomendasikan oleh IAEA BSS 115 untuk beberapa jenis pemeriksaan sejak 2003. Pengukuran dosis masuk permukaan (entrance surface dose /ESD) untuk kepala dan cervical spine dengan menggunakan TLD dilakukan atas 4 pesawat sinar-X pada 3 rumah sakit di Jakarta yang diberi kode 1D, 1F, 1H dan 3H dengan reseptor sistem Kodak CR (computed radiography). Pengukuran ESD juga dilakukan berdasarkan parameter eksposinya menggunakan metode kalkulasi. Juga dilakukan pengukuran ESD pada fantom kepala ANSI dengan tujuan untuk mendapatkan faktor konversi fantom-pasien yang akan berguna dalam pengumpulan data ESD tanpa pasien.
Pelaksanaan penelitian dimulai dari penentuan ukuran standar orang dewasa Indonesia, uji fungsi pesawat sinar-X, preparasi TLD, pengambilan data ESD pasien dan diakhiri dengan pembuatan dan verifikasi fantom kepala ANSI. Sebanyak 20 orang pasien dewasa menjalani pemeriksaan kepala dengan 2 atau 3 proyeksi (AP/PA, lateral dan waters), dan 17 pasien dewasa menjalani pemeriksaan cervical spine dengan 2 proyeksi (AP dan lateral). Pengukuran ESD dengan TLD dengan cara menempatkan TLD pada kulit pasien pada pusat lapangan radiasi.
Dari pengukuran ESD menggunakan TLD pada pasien didapatkan nilai ESD pada kuartil ke-3 sebesar 1.4 mGy mGy, 1.4 mGy, dan 2.1 mGy untuk pemeriksaan kepala AP/PA, lateral, dan waters, serta 1.3 mGy dan 1.4 mGy untuk pemeriksaan cervical spine AP dan lateral. Sedangkan dari metode kalkulasi didapatkan nilai yang lebih tinggi, yaitu 2.7 mGy, 1.8 mGy dan 5.2 mGy untuk pemeriksaan kepala AP/PA, lateral, dan waters, serta 1.5 mGy for AP and 2.3 mGy untuk pemeriksaan cervical spine AP dan lateral. Rasio antara ESD pasien dengan fantom yang disebut faktor konversi fantom didapatkan sebesar 0.64 dan 0.77 untuk skull AP/PA dan lateral.
Dalam penelitian ini, nilai ESD lebih dipengaruhi oleh kebiasaan radiografer dalam penentuan faktor eksposi yang akan digunakan. Meski demikian, nilai ESD yang didapatkan cenderung lebih kecil daripada nilai referensi yang ada. Selain itu penggunaan fantom kepala ANSI akan sangat bermanfaat dalam pengumpulan data ESD mengingat jumlah pemeriksaan kepala cukup jarang.

Indonesia has adopted radiation dose guidance levels recommended by IAEA BSS 115 for several diagnostic examinations since 2003. Measurements of entrance surface dose (ESD) for head and cervical spine using TLD (thermo luminescence dosimeter) were carried out with 4 X-ray machines at 3 hospitals in Jakarta which were coded by 1D, 1F, 1H and 3H with Kodak CR (computed radiography) receptor system. Based on exposure, ESD for these examinations were also determined. ESD measurements were also conducted on ANSI skull phantom aiming to get conversion factors of phantom to patient that will be useful in collecting ESD data without patients.
This study began with determining Indonesian adult standard size, following by X-ray machine performance test, TLDs preparation, patient ESD measurement and ended with making ANSI skull phantom and ESD verification. There 20 adult patients for head examination with 2 or 3 radiography projections (AP/PA, lateral and waters), and 17 adult patients for cervical examination. The ESD was measured by TLD (thermo lunminiscence dosimeter), placed on the patient's skin, at the center of radiation field.
From the patient's ESD measurement using TLDs, the 3rd quartile ESD values were 1.4 mGy mGy, 1.4 mGy, and 2.1 mGy for head examination of AP/PA, lateral, and waters, while for AP and lateral cervical spine were 1.3 mGy and 1.4 mGy. Whereas ESD values from the calculation method based on exposure were higher, i.e. AP/PA, lateral and waters head examinations were 2.7 mGy, 1.8 mGy, and 5.2 mGy respectively, and for AP and lateral cervical spine examination were 1.5 mGy for AP and 2.3 mGy. The ratio between patient ESD and phantom ESD, namely conversion factors, were 0.641 and 0.765 for AP/PA and lateral skull examination.
In this study, ESD values found were more affected by technical habit of the radiographer in setting the exposure condition. In spite of that fact, it was found that these ESD values were still lower than references. Besides that, the usage of inhouse ANSI skull phantom will be beneficial for collecting ESD data considering the low frequency of head examinations.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29007
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf
"Telah dirancang sebuah Sistem untuk mengukur debit minyak yang mengalir di dalam sebuah pipa dengan menggunakan Sistem Electrical Capacitance Tomography (ECT) yang menggunakan teknik rekonstruksi gambar Iterative Linear Back Projection (ILBP). Teknik rekonstruksi gambar Iterative Linear Back Projection dilakukan dengan menggunakan bahasa pemograman MATLAB 7.1. Sistem yang terdiri dari sensor kapasitif dengan 12 elektrode, pengkondisi sinyal analog dan digital, serta komputer dapat menghasilkan data yang sesuai dengan waktu yang sebenarnya. Rekonstruksi gambar yang dihasilkan merupakan bentuk gambar 2 dimensi. Data juga disajikan dalam bentuk film dan gambar per satuan waktu. Teknik ini telah diverifikasi dengan objek sebenarnya dalam percobaan yang lain.

Has been developed a system to measure oil volume flow rate which flow in a pipe by electrical capacitance tomography (ECT) system with Iterative Linear Back Projection (ILBP) as the image reconstruction techique. Iterative Linear Back Projection (ILBP) image reconstruction technique programmed by MATLAB 7.1 programming language. The system is consist of a capacitive sensor with 12 electrode, analog and digital signal conditioning, and computer which can obtain the data by real time. Image reconstruction obtained in 2D. The data is also showed in a film and image per second. This technique has been verified with the truly object in another experiment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S28880
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandhu Prakoso
"Telah dilakukan studi Pre-Stack Depth Migration (PSDM) pada data lapangan Nirmala yang memiliki struktur kompleks dan variasi kecepatan lateral yang kuat. Ketidakmenerusan reflektor pada zona sesar yang sering terdapat pada data hasil Pre-Stack Time Migration (PSTM) dapat diatasi dengan pembuatan model kecepatan yang akurat. Model kecepatan yang dibuat dengan konsep tomografi menghasilkan model yang mencerminkan keadaan geologi sebenarnya. Selanjutnya model kecepatan yang dihasilkan digunakan untuk melakukan proses Kirchhoff PSDM. Data seismik yang dihasilkan menunjukkan peningkatan kualitas yang cukup siginifikan, mampu mempertegas pola refleksi pada zona sesar dan memberikan resolusi yang lebih koheren dibandingkan dengan data seismik PSTM. Studi ini sangat membantu dalam membuat konsep eksplorasi dan pengembangan suatu daerah, khususnya untuk daerah dengan struktur kompleks.

Analysis on Pre-Satck Depth Migration (PSDM) has been applied to Nirmala field seismic data which has complex structure and strong lateral velocity variation. The unconformity, which is commonly occur in Pre-Stack Time Migration (PSTM) section, can be removed by providing an accurate velocity model. In order to produce proper velocity model, we perform tomography technique. The result of accurate velocity model is then used for Kirchhoff PSDM. The result shows a significant image enhancement, able to assure the reflection pattern at the fault zone and give the more coherence resolution compared with PSTM seismic data. This study is very valuable in building exploration concept and development of the area, especially in a complex structure."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S28686
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Elsa Fatmi
"Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) untuk detektor sinyal dan rekonstruksi citra otak manusia menggunakan nilai kapasitansi yang dipengaruhi oleh rapat muatan. Perbedaan aktifitas otak menghasilkan distribusi rapat muatan yang berbeda, sehingga membentuk sinyal listrik otak yang berbeda. Penelitian dilakukan secara simulasi dan eksperirnen. Simulasi dengan COMSOL Multiphysics 3.4 menggunakan variasi rapat muatan untuk mensimulasikan aktivitas otak manusia. Eksperirnen menggunakan otak manusia dengan memberikan perlakuan yang berbeda. Hasil simulasi mampu merekonstruksi citra. Sedangkan hasil eksperimen mampu mendeteksi sinyal dan merekonstruksi otak manusia, tetapi perubahan aktiitas otak hanya bisa dibedakan oleh beberapa sensor ECVT.

Electrical capacitance volume tomography (ECVT) is attempted to detect signal and reconstruct image of human brain using capacitance values which influenced by charge density. Differences in activity of human brain produces different distribution of charge density to form different electric signal of human brain. This research was conducted by simulation and experiment. Simulation with COMSOL Multiphysics 3.4 using variations of the charge density is used to simulate the activity of human brain. The experiment used real human head by providing different mental task. The simulation result were able to reconstruct image. Whereas, experiment result can detect signal of brain, but the change ofactivity only can be distinguished by some of ECVT sensor."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S29478
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harismanto
"Latar Belakang: Prakiraan usia adalah bagian penting dari pemeriksaan forensik. Prakiraan usiang sering digunakan dalam berbagai kondisi, baik dalam kondisi kriminalitas maupun bencana alam. Selain itu, perkiraan usia juga dapat diterapkan pada orang yang masih hidup, terkait dengan aplikasi hukum dan penerbitan surat-surat penting. Perkiraan usia dengan untuk usia anak hingga remaja juga penting dalam konteks hukum dan medikolegal karena saat ini hanya gigi molar ketiga yang masih mengalami pertumbuhan. Tujuan: Untuk mengetahui perkiraan usia dengan menggunakan metode kh¨oler yang di koversikan dengan angka dari perkembangan gigi geraham ketiga pada penduduk Indonesia. Metode:Jumlah sample terdiri dari 300 foto radiograf panoramik pada orang Indonesia yang telah diketahui usia kronologis (8-25) tahun). Analisis ini menggunakan uji korelasi pearson. Analisis ini digunakan untuk mendapatkan rumus regresi untuk perhitungan prakiraan usia. Hasil: Analisis statistik menggunakan uji korelasi Pearson (uji parametrik) menunjukkan korelasi antara variabel gigi molar tiga 18, 28, 38, dan 48, dan usia bermakna secara statistik (p < 0,05) dengan koefisien korelasi (kekuatan korelasi) >0,75. Hal ini menunjukkan bahwa 18, 28, 38, dan 48 gigi geraham ketiga masing-masing berpotensi cukup kuat untuk dijadikan variabel dalam pendugaan usia kronologis. Kesimpulan: Menunjukkan rumus penghitungan estimasi usia dengan kehadiran empat molar ketiga, tiga gigi molar tiga, dua gigi molar tiga, dan satu gigi molar tigayang dapat menampilkan prakiraan estimasi usia populasi di Indonesia

Background: Age estimation is an important part of forensic examination. Age forecasts are often used in various conditions, both under conditions of crime and natural disasters. In addition, age estimates can also be applied to living persons, related to legal applications and the issuance of important papers. Estimates of age for children to adolescents are also important in legal and medicolegal contexts because currently only third molars are still developing. Objective: To determine the estimated age using the Kh¨oler method which is converted to the number of third molars in the Indonesian population. Methods: The number of samples consisted of 300 panoramic radiographs of Indonesian people with known chronological age (8-25) years). This analysis uses the Pearson correlation test. This analysis is used to obtain a regression formula for calculating the estimated age. Results: Statistical analysis using the Pearson correlation test (parametric test) showed a correlation between the third molar variables 18, 28, 38, and 48, and age was statistically significant (p < 0.05) with a correlation coefficient (correlation strength) >0, 75. This shows that 18, 28, 38, and 48 third molars each have strong enough potential to be used as variables in estimating chronological age. Conclusion: Shows the formula for calculating age estimation with the presence of four third molars, three third molars, two third molars, and one third molar that can show the estimated age of the population in Indonesia."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sawiyah
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
T29000
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agrita Dridya
"Latar Belakang: Dalam talaksana kasus kedokteran gigi, seringkali dibutuhkan interpretasi gambaran radiograf dengan keakuratan yang tinggi. Meskipun gambaran radiograf diyakini sudah terinterpretasi dengan kualitas mutu yang baik, namun terdapat berbagai faktor yang menyebabkan tetap ada selisih ukuran objek pada gambaran radiograf dengan ukuran sebenarnya. Selisih ukuran ini dapat terjadi dalam arah vertikal, berupa distorsi vertikal. Distorsi vertikal penting untuk diperhatikan oleh klinisi untuk mencegah pengulangan pengambilan foto radiograf dan menghindari paparan radiasi berlebih pada pasien. Tujuan: Mengetahui nilai rata-rata distorsi vertikal pada radiograf periapikal gigi geligi maksila dan mandibula berdasarkan pengukuran selisih panjang gigi klinis dan radiografis. Metode: Penelitian ini menggunakan 120 sampel rekam medis klinis beserta dengan radiograf periapikal pasien endodontik di RSKGM FKG UI yang dikelompokkan menjadi 60 sampel gigi geligi maksila dan 60 sampel mandibula. Pengukuran estimasi panjang gigi klinis menggunakan rasio ukuran panjang kerja pada data rekam medis dan pengukuran panjang gigi radiograf diukur dari foto radiograf periapikal awal pasien. Ukuran distorsi vertikal didapat dari pengukuran selisih antara panjang gigi radiograf dengan estimasi panjang gigi klinis. Uji reliabilitas intraobserver dan interobserver dilakukan dengan uji ICC dan dilakukan analisa komparatif menggunakan uji mann whitney. Hasil: Hasil analisa menunjukkan nilai rerata distorsi vertikal pada kelompok gigi geligi maksila sebesar 1,58 mm, dengan maksimum 5,53 mm. Nilai rerata distorsi vertikal pada kelompok gigi geligi mandibula sebesar 1,48 mm, dengan nilai maksimum 3,96 mm. Sebanyak 52 (43.33%) sampel mengalami pemanjangan, sebanyak 55 (45.83%) mengalami pemendekan, dan 13 (10.83%) data tidak terdistorsi. Kesimpulan: Rerata pengukuran estimasi panjang gigi klinis dan panjang gigi pada gambaran radiograf tidak berbeda bermakna (p 0,451). Rerata distorsi vertikal pada gigi geligi maksila dan mandibula tidak berbeda bermakna (p 0,975).

Background: In the management of dental cases, it is often necessary to interpret radiographs with high accuracy. Although it is believed that the radiographic image has been interpreted with good quality, there are various factors that cause the difference in the size of the object on the radiographic image to the actual size. The size of this distortion can occur in the vertical direction, in the form of vertical distortion. Vertical distortion is important for clinicians to pay attention to prevent retaking the radiographs and avoid overexposure of radiation on the patient. Objective: To determine the mean value of vertical distortion on periapical radiographs of maxillary and mandibular teeth based on the measurement of the difference in radiographic and actual size of the tooth length. Methods: The study or research is carried out on 120 samples of medical records along with periapical radiographs of endodontic patients at RSKGM FKG UI, divided into 60 samples of maxillary teeth and 60 samples of mandibular teeth. Measurement of estimated clinical tooth length obtained by using the ratio of working length recorded in the medical record, and the measurement of the radiographic tooth length obtained by using the patient's initial periapical radiograph. The measurement of vertical distortion was obtained by measuring the difference between the radiographic and the estimated clinical tooth length. Intraobserver and interobserver reliability tests were performed using the ICC test and comparative analysis was performed using the Mann Whitney test. Results: The results of the analysis showed that the mean of the vertical distortion in the maxillary teeth was 1.58 mm, with a maximum value of 5.53 mm. The mean value of vertical distortion in the mandibular teeth was 1.48 mm, with a maximum value of 3.96 mm. A total of 52 (43.33%) samples were elongated, 55 (45.83%) samples were shortened, and 13 (10.83%) samples were not distorted. Conclusion: The mean measurement of estimated clinical tooth length and tooth length on radiographs was not significantly different (p 0.451). The mean vertical distortion of the maxillary and mandibular teeth was not significantly different (p 0.975)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Suryonegoro
"Indonesia Journal of Dentistry 2006; Edisi Khusus KPPIKG XIV: 308-311
The temporomandibular join has a very important role in the stomatognathic system. It's main function is for the opening and closing movement, mastication, and speech. It is located anterior to the ear. The temporomandibular joint connects maxilla and mandible through the articular fossa, hence the slightest change that happens would cause serious matters such as pain, eating, speech disorder, difficulty in opening and closing movement, headache, and event trismus. In a child or an adolescent, the symptoms are often vague; everything is interpreted as "pain". This is probably why temporomandibular disorder are often undetect by dentists. Therefore, patience and accuracy is needed to determine the actual disorder through means of clinical and radiographic examination. The radiographic examination suitable for child is the transcranial projection. This projection is believed to be more accurate amongst other projections for child patients."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2006
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Renita Hasna Febrianti
"Penelitian ini membahas karakter dua digital radiography (MobileDiagnost wDr dan Essenta DR Compact) menggunakan fantom in-house dan fantom pro-digi dilihat dari kualitas citranya. Parameter kualitas citra direpresentasikan sebagai koefisien linearitas (CL) yaitu korelasi antara Signal Difference to Noise Ratio (SDNR) dengan kedalaman obyek, dan koefisien variasi (CV) yaitu konsistensi nilai SDNR obyek terhadap perubahan ukuran. Selain itu, Modulation Transfer Function (MTF) juga dievaluasi sebagai parameter tambahan. Pengambilan citra dilakukan dengan empat variasi filter (0 mm Al, 1 mm Al + 0.1 mm Cu, 1 mm Al + 0.2 mm Cu, dan 2 mm Al) juga dengan dan tanpa antiscatter grid. Penelitian ini menunjukan desain dari fantom in-house dapat digunakan untuk Quality control (QC) pada sistem DR tetapi penggunaannya tidak dapat digeneralisasi pada semua DR dikarenakan setiap alat memiliki karakteristik masing-masing.

This study aims to discuss the characteristics of two digital radiography systems, namely Mobile Diagnosis WDR and Essenta DR Compact using in-house phantoms and Pro-Digi in terms of image quality. Proposed image quality parameters are linearity coefficients (CL), namely the correlation between the Signal Difference to Noise Ratio (SDNR) and the depth of the object, and the coefficient of variation (CV), namely the consistency of the SDNR value of an object to size change. In addition, Modulation Transfer Function (MTF) was also evaluated as additional parameter. Phantom images were taken with four filter variations (0 mm Al, 1 mm Al + 0.1 mm Cu, 1 mm Al + 0.2 mm Cu, and 2 mm Al) with and without antiscatter grid. This study shows that the in-house phantom can be utilized for Quality Control (QC) in the DR system but its use cannot be generalized to all DRs due to unique characteristics of each devices."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Hudanyanti
"Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) berkembang dari Electrical Capacitance Tomography (ECT) 2 dimensi, merupakan teknologi pencitraan non-intrusif yang menjanjikan dapat menghasilkan citra real-time 3 dimensi. Citra direkonstruksi dari pengukuran kapasitansi pada elektroda yang ditempatkan di sekeliling objek yang diukur. Dalam bidang pencitraan medis, dibutuhkan ECVT dengan desain sensor kecil dan dalam jumlah yang banyak untuk menghasilkan distribusi sensitivitas yang semakin bagus, dan dapat meningkatkan kualitas resolusinya. Sensor tiga dimensi multi-stage pada ECVT dapat dijadikan dasar pengembangan ECVTresolusi tinggi dan mampu menghasilkan rekonstruksi citra yang optimal. ECVT Multi-stage berdasarkan aktivasi chanel sensor secara bersamaan. Penelitian ini telah dilakukan dengan simulasi dan komputasi medan listrik pada software COMSOL Multiphysics yang berdasarkan metode element terbatas dan dihitung dalam MATLAB 2007b.Hasil rekonstruksi citra ECVT dibandingkan dengan hasil rekonstruksi ECVT Multi-stage.

ECVT, developed from the two-dimensional electrical capacitance tomography (ECT), is a promising non-intrusive imaging technology that can provide real-time three-dimensional(3D) images of the sensing domain. Images are reconstructed from capacitance measurements acquired by electrodes placed on the outside boundary of the testing object. In medical imaging, small channel design and large number of channel ECVT was needed to provide sensitivity matrix distribution and improve the quality of image resolution. The 3D Multi-stage ECVT is one of the fundamental parts in high resolution ECVT development because it provides optimum image reconstruction. The principal of the 3D Multi-stage ECVT is simultaneously sensor activation. The finite element method was used to characterize the electric field profiles in the interest system. All the simulations and numerical computations are carried out using COMSOL Multiphysics and MATLAB 2007b. Results ECVT image reconstruction compared with the results ofthe Multi-stage image reconstruction."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S29447
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>