Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24269 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Meity Sulistia Ayu
"Mengingat bahwa pengetahuan terhadap pendidikan seksual amatlah penting untuk diinformasikan dalam memfasilitasi perkembangan biologis remaja putri, peneliti tertarik, untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual. Penelitian ini berjudul tingkat pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan remaja putri tentng pendidikan seksual.
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif sederhana. Sampel yang di ambil pada penelitian ini adalah 30 remaja putri dengan rentang usia 13-18 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 6 pertanyaan untuk data demografi dan 20 pernyataan menggunakan skala likert mengenai pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual. Analisa data demografi menggunakan distribusi frekuensi dan data tingkat pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual diolah dengan cara tendensi sentral menggunakan mean dan modus.
Hasil analisa data menggambarkan bahwa sebesar 43,3% berada pada kategori tingkat pengetahuan sedang, 33,3% berada pada kategori tingkat pengetahuan sedang dan 23,3% berada pada kategori tingkat pengetahuan tinggi. Nilai skor individu yang paling sering muncul yaitu 66 (43,3%). Dengan standar deviasi SD = 0,08. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan remaja putri tentang pendidikan seksual, khususnya di wilayah kelurahan Cilandak Timur Jakarta Selatan adalah rendah."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5171
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Astuti Wiratmo
"Penyebab permasalahan seksual pada remaja dikarenakan tidak tersedianya informasi yang benar dan benanggllngjawab tentang seksualitas.Sehingga remaja membutuhkan pendidikan seksual untuk mendapatkan bimbingan seksualitas dengan benar.Keberhasilan proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh remaja sendiri sebagai objek sekaligus subjek dalam pendidikan seksual dalam sejauh mana remaja memandang dan membutuhkan pendidikan seksual.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana persepsi remaja terhadap kebutuhan pendidikan seksual. Sampel yang dipakai adalah remaja di SMUN 81 Jakarta Timur dan dilakukan dengan metode acak sederhanafengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk data demografi dan data persepsi remaja terhadap kebutuhan pendidikan seksual sebanyak 27 pertanyaan. Desain yang digunakan adalah deskriptif sedcrhana. Melalui hasil analisa data didapatkan hasil seluruh (l00%) responden memiliki persepsi positif terhadap kebutuhan pendidikan seksual."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA4984
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiyanti
"Pendidikan seks kepada anak usia sekolah merupakan pendidikan yang berisi pemahaman akan perubahan organ seksual yang akan terjadi pada diri anak, mendidik anak agar menjaga kebersihan organ seksualnya, mendidik anak secara bertahap tentang perilaku seks anak, serta bagaimana anak melindungi dirinya dari eksploitasi atau pelecehan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana tingkat pengtahuan orangtua tentang pendidikan seks pada anak usia sekolah (6-12 tahun). Sampel yang di gunakan adalah warga RW 10 Kelurahan Cipinang Besar Selatan Jakarta Timur, sebanyak 30 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang meliputi data demografi, pertanyaan tipe satu dengan skala Likert, dan pertanyaan tipe dua dengan skala rating.
Desain yang digunakan adalah deskriptif sederhana. Hasil data demografi menunjukkan sebagian besar responden berusia 33-37 tahun (46%), berpendidikan SMA (50%), dan berjenis kelamin wanita (80%). Analisa data tingkat pengetahuan diperoleh dari penilaian setiap jawaban responden pada pertanyaan tipe satu dengan memberikan nilai 5 untuk jawaban yang sangat benar dan I untuk tiap jawaban yang salah. Kami membagi hasil nilai menjadi 3 kategori yaitu kategori tingkat pengetahuan rendah dengan nilai 1,0-2,3, kategori tingkat pengetahuan sedang dengan nilai 2,4-3,6, dan kategori tingkat pengetahuan tinggi dengan nilai 3,7-5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden tinggi sebanyak 53%, sedang sebanyak 47%, dan rendah tidak ada (0%). Berdasarkan rumus mean didapat rata-rata tingkat pengetahuan responden 3,7186, yang berarti rata-rata responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang pendidikan seks pada anak usia sekolah (6-12 tahun) dan peneliti merekomendasikan perlunya dilakukan penelitian lebih Ianjut tentang hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua dengan tingkat pendidikan, tentang hubungan kebudayaan dengan tingkat ketabuan, dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan orang tua tentang pendidikan seks pada anak usia sekolah (6-12 tahun)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA5129
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Taruli Ekaristi
"Orangtua seharusnya menjadi sumber pertama darimana seorang remaja mendapatkan infomasi tentang pendidikan seksual. Tidak setiap orangtua bersikap positif terhadap pendidikan seks. Banyak faktor yang mempengaruhi sikap orangtua terhadap pendidikan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan ekstemal yang rnempengaruhi sikap orangtua di RW 014 Kelurahan Mekarsari Depok. Desain yang digunakan adalah deskriptif sederhana. Sebanyak 93 kepala keluarga diminta untuk menjadi responden dan mengisi kuesioner penelitian.
Dari hasil analisis, didapatkan faktor internal yang mempengaruhi sikap orangtua terhadap pendidikan seksual, yaitu usia, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, ketaatan beribadah, dan jumlah anak remaja yang dimiliki. Orangtua yang dikelompokkan dalam usia muda sebanyak 31,2%, sedangkan orangtua yang dikelompokkan dalam usia tua sebanyak 68,8%.
Hampir seluruh orangtua memiliki pendidikan tinggi (97,8%). Sebanyak 84,9 % orangtua dikategorikan memiliki pengetahuan cukup dan 15,1% berpengetahuan rendah. Terdapat perbedaan tipis antara persentase oranglua yang bekerja dan orangtua yang tidak bekerja (58,1%:41,9%). Sebanyak 84,9% orangtua dikategorikan taat beribadah, dan sisanya dikategcrikan tidak taat beribadah. Sebanyak 71% orangtua dikategorikan memiliki jumlah anak remaja sedang (3-5 anak) dan sebanyak 29% orangtua dikategorikan mempunyai sedikit anak remaja (maks.2 anak). Faktor eksternal yang mempengaruhi sikap orangtua terhadap pendidikan seksual yaitu sumber informasi dan nilai budaya.
Hampir seluruh orangtua pemah mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi dan pendidikan seks (92,5%), Sebanyak 64,5% mendapatkannya melalui media massa dan melalui media selain media massa (28%), Hampir seluruh orangtua memiliki budaya tabu terhadap pendidikan seksual (97,8%)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2007
TA5281
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andriati Reny Harwati
"Remaja yang tidak dibekali dengan informasi yang benar mengenai pengetahuan tentang seksual dapat terjerumus ke dalam tindakan hubungan seksual pranikah yang berakibat semakin meningkatnya angka kehamilan di Iuar nikah dan penyakit menular seksual (Suarta, 2002). Penelitian ini berjudul "Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Pendidikan Seksual" bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan remaja tentang pendidikan seksual. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif sederhana dengan alat pengumpul data berupa kuesioner. Penelitian dilakukan di SMU Negeri I Bekasi dengan jumlah sampel 92 responden. Sampel diambil dengan menggunakan metode convenience sampling. Analisa data yang digunakan adalah distribusi frekuensi dan presentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden (56,5%) memiliki pengetahuan tinggi tentang pendidikan seksual dan selebihnya (43,5%) memiliki pengetahuan sedang. Rekomendasi penelitian ini adalah dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan memperbanyak responden."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5415
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bani Nurainu
"Dalam suatu proses pendidikan, guru merupakan faktor penting sebab guru adalah pelaksana kegiatan secara langsung di dalam kelas yang mengajarkan materi kepada siswa (Suharto, 2000). Guru antara lain berperan sebagai pemimpin, dimana guru memperlihatkan pentingnya suatu pelajaran dan niat untuk belajar melalui sikap yang positif dan antusiasme pada pelajaran yang diberikannya kepada siswa agar siswa dapat terpicu untuk memberikan sikap dan antusiasme yang sama seperti yang ditunjukkan oleh gurunya (Sergiovanni & Starrat, 1993). Dengan demikian sikap seorang guru mempengaruhi pembentukan sikap para siswanya sehlngga diharapkan guru memiliki sikap yang positif terhadap pelajaran yang diberikan.
Selain itu, guru juga berperan sebagai eksekutif, dimana guru bertugas membuat keputusan yang tepat dalam pengajaran dengan terlebih dalulu membuat suatu rencana eksekutif pengajaran yang mencakup pembuatan analisis materi pelajaran. Di sini guru bertugas menjabarkan kurikulum dengan menguraikan pokok bahasan untuk menentukan isi materi pelajaran yang mengacu pada tujuan pembelajaran. Seorang guru juga harus memiliki kompetensi profeslonal yang telah ditetapkan oleh Depdikbud (1985), diantaranya adalah mengetahui pokok bahasan dan menguasai materi pelajaran, mampu mengelola program belajar dan mengelola kelas serta mengenai fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan (Suryosubroto, 1997).
Highet (dalam Lenny, 1990) berpendapat bahwa penguasaan materi pelajaran dari seorang guru merupakan faktor utama dan paling dibutuhkan dalam menilai kualitas seorang guru, ia menambahkan bahwa seorang guru tidak hanya cukup mengetahui pokok bahasan/menguasai materi pelajaran yang diajarkannya, tetapi diharapkan juga menyukai atau menaruh minat terhadap pelajaran yang akan diberikan kepada siswanya agar merasa nyaman ketika membahas pelajaran. Salah satu pendidikan yang sedang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) adalah pendidikan seks, yang rencananya akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional pada tahun 2003 mendatang dan akan diberikan mulai di jenjang pendidikan menengah, yaitu mulai sejak SLTP (Suharto, 2000).
Dalam kurikulum nasional, istilah pendidikan seks telah diganti menjadi pendidikan reproduksi remaja (PRR) karena banyak pendidik dan para pembuat keputusan dalam bidang pendidikan dihantui efek negatif yang ditimbulkan oleh istilah pendidikan seks (Suharto, 2000). Karena tidak adanya guru khusus bidang studi PRR, maka tenaga pendidik PRR jni direncanakan melibatkan guru biologi, bimbingan konseling (BK), pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes) dan agama. Secara umum PRR diartikan sebagai pendidikan yang membantu remaja untuk mempersiapkan diri menghadapi permasalahan kehidupan yang bersumber pada naluri seksual, yang terjadi dalam beberapa bentuk di dalam perkembangan pengalaman setiap manusia, dengan kehidupan yang normal (Kllander, 1971).
Pokok bahasan PRR yang berkaitan dengan masalah seksuaiitas dan reproduksi tampak sangat sensitif dan kadangkala serlng diangggap tabu untuk kepentingan pendidikan sekalipun. Tidak semua orang dewasa, termasuk guru, dapat membicarakan masalah tersebut secara terbuka kepada remaja karena rasa malu dan khawatir yang berlebihan (Rice, 1996). Oleh karena Itu diduga terdapat perbcdaan sikap (dalam hal ini setuju atau tidak setuju) di antara para guru terhadap pendidikan seks yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional (Republika, 27 Agustus 2000).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mengenal sikap para guru SLIP (bidang studi biologi, BK, penjaskes dan agama) yang akan mengajarkan PRR terhadap pokok bahasan PRR yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Penelitian ini melibatkan 74 subyek dari beberapa guru SLTP Negeri di Jakarta. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner berbentuk skala sikap yang diolah secara kuantitatif dengan menggunakan statistik desriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap guru SLTP (bidang studi agama, biologi, BK dan penjaskes) yang mengajarkan PRR terhadap pokok bahasan PRR yang akan dimasukkan ke dalam kurikulum nasional adalah positif. Penelitian Ini juga mengungkapkan sikap guru berdasarkan jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan serta pengalaman mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan seks/reproduksi. Dalam penelitian ini ditemukan perbedaan sikap guru laki-laki dalam menjelaskan PRR kepada murid laki-laki dan murid perempuan. Selain itu juga ditemukan hubungan antara umur guru dengan sikap terhadap pokok bahasan PRR."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S2874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isni Nur Aini
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Rachmawati
"Pendidikan seks adalah pendidikan jenis kelamin, yakni bagaimana mendidik anak menjadi normal, baik laki-laki atau perempuan, tidak menjadi homoseksual, lesbi, atau banci, tidak ada gangguan orientasi seksual (Hawari, 1999). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi persepsi orang tua terhadap pentingnya pendidikan seks pada anak usia remaja. Penelitian ini dilakukan di kelurahan Paseban pada tanggal 19 - 29 November 2001 denganjumlah responden 30 orang. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif sederhana. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik simple random sampiing. Alat pengumpul data yang digunakan pada penelitian ini adalah, kuesioner yang terdiri dari 15 buah pertanyaan dan disusun berdasarkan variabel yang terkait, yaitu persepsi dan pendidikan seks. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan tes tendensi semral, prosentase dan standar deviasi. Setelah diuji dengan mean dan standar deviasi diperoleh bahwa 80% respondcn memiliki persepsi positif terhadap pentingnya pendidikan seks pada anak usia remaja dengan nilai rata-rata 49.3 dan standar deviasi 5.48."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA5034
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abidah Muflihati
"Pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang dilakukan oleh sekolah merupakan salah satu upaya untuk membimbing remaja mengatasi konflik seksualnya. Oleh berbagai pihak, sekolah dan guru dianggap sebagai pihak yang layak memberikan pendidikan KRR ini. Pihak sekolah dan guru melaksanakan pendidikan KRR ini dengan memasukkan mated KRR ke dalam pelajaran Biolagi, Penjaskes, dan Agama, sebagaimana kebijakan yang ditetapkan Depdiknas tentang strategi pendidikan KRR di sekolah. Di Yogyakarta, di antara sekolah yang menerapkan strategi tersebut dan cukup mendapat perhatian dart BKKBN adalah SMA Muhammadiyah 2 (MUHA) Yogyakarta. Oleh karenanya penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi praises dan factor-faktor yang menjadi pendukung dan perrghambat dart pendidikan KRR tersebut di SMA MUHA.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh gambaran tentang masalah yang rnenjadi fokus penelitian, maka diambil SMA Muhammadtyah 2 (MUHA) sebagal kasusnya. Data diperoleh melalui wawancara semi terstruktur, observasi dan Faces Group Discussion (FGD) dart beberapa Informan yang diplih secara purposif, yaitu guru BK, guru Biologi, guru Penjaskes, guru Agama dan siswa. Data-data ini dianalisa secara induktif dengan menggunakan berbagai konsep yang menjadi kerangka pemikiran, yaitu konsep tentang remaja, konsep pendidikan kesehatan, dan pendidikan seksualilas/ kesehatan reproduksi remaja.
Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa proses pelaksanaan program pendidikan KRR mengisyaratkan adanya berbagai tahapan mulai dari program kerja sama dengan BKKBN sampai memasukkan program tersebut datam layanan BK di kelas, dan dalam pelajaran Biologi, Penjaskes, serta Agama. Tahapan tersebut adalah tahap menerima informasi tentang masalah seksualitas remaja, tahap menemukan program bimbingan dan konseling adolescent reproductive health (BK-ARH) sebagai solusi, tahap mengambil/ mengadopsi program BK-ARH, tahap menyiapkan pelaksanaan kegiatan orientasi BK-ARH di sekolah, tahap petaksanaan kegiatan orientasi BK ARH, dan terakhir tahap pelembagaan program dengan memasukkan program BK-ARH ke dalam salah situ layanan BK. Dalam proses pengajaran, materi KRR disampaiIIn deb guru BK, Biologi, Penjaskes, dan Agama pada waktu dan kelas yang berbeda-beda. Guru BK menggunakan kelas terpisah pada saat menjelaskan tentang alat reproduksi, sedangkan tiga guru lainnya menggunakan kelas campur. Materi yang disampaikan para guru mecakup aspek pengetahuan fisik, aspek psikologis, dan aspek sosial/nilai. Aspek nilai yang ditekankan adalah nilai keislaman dan konsekwensi hukumnya. Metode-metode yang digunakan para guru dapat membantu siswa melakukan klarifikasi nilai, rneningiatkan pengetahuan, dan empati dan kerja lama. Faktor yang rnenjadi hambatan adalah keterbatasan waktu dan beban kurikulum yang banyak, dan guru BK kelas X yang belum mendapat pelatihan KRR.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam proses pelaksanaan program pendidikan KRR di SMA MUHA, yang dimulai sejak adanya kerjasama antara BKKBN dan SMA MUHA daiam program BK-ARH pada tahun 1998, telah berdampak pada perubahan fingkungan sekolah. Program penyuluhan dan Konseling KRR yang dilakukan oleh guru BK bersama dengan guru Biologi, Penjaskes, dan Agama merupakan upaya pelembagaan program pendidikan KRR. Penyampaian materi KRR oleh keempat guru dalam pefajaran masing¬masing membuat siswa dapat menjaga periiaku seksualnya agar tidak melakukan seks pranikah dalam pacaran, meskipun sebenamya para guru menekankan agar tidak berpacaran. Hal ini karena adanya keterbatasan waktu bagi para guru dalam menyampaikan materi KRR dan guru 8K kelas X yang belum mendapat pelatihan.
Karenanya penelitian ini menyarankan agar lembaga-lembaga yang peduli pada KRR memberikan pelatihan KRR bagi guru yang akan mengajarkan materi KRR dan mendorong sekolah-sekolah lainnya untuk dapat melembagakan program KRR. Sedangkan bagi BK SMA MUHA agar dapat melibatkan klinik sekolah dafam proses edukasi sehingga siswa mendapat informasi yang alkup, serta melakukan koordinasi secara formal dengan guru Biologi, Penjaskes dan Agama daiam melaksanakan program pendidikan KRR."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gusma Dewi
"Masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dimana keingintahuan mengeksplore bagian tubuhnya meningkat. Tidak mengherankan bahwa pada masa remaja, seseorang dapat melakukan masturbasi. Pengetahuan masturbasi biasanya bisa diperoleh dari media elektronik maupun media cetak. Selain itu dapat juga diperoIeh dari teman sebaya (peer group).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keterkaitan peer group dengan tingkat pengetahuan masturbasi pada remaja di SMK Mandiri Depok tahun 2010. Desain penelitian dengan menggunakan uji chi square. Analisis data dilakukan dengan univariat dan bivariat. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 85 orang dengan kriteria responden laki-laki, usia 14-18 tahun, mempunyai peer group, bersekolah di SMK Mandiri Depok.
Hasil penelitian mengenai distribusi tingkat pengetahuan didapat sebanyak 49 orang (57,6%) penegtahuan rendah. Sedangkan keterikatan peer group pada siswa SMK Mandiri sebanyak 53 orang (62%) dengan keterikatan dengan peer group rendah. Peran peer group pada remaja di SMK Mandiri sebanyak 60 orang (70,6%) menunjukkan peran peer group rendah terhadap pengetahuan masturbasi. Sedangkan analisis berdasarkan frekuensi bertemu peer group sebanyak 53 orang (62,4 %) memiliki frekuensi rendah bertemu dengan peer group. Pada anatisis usia responden didapatkan rata- rata usia 16.36 tahun (95% CI: 16,15- 16,57) dengan standar deviasi 0,949. Sedangkan analisis untuk jumlah ternan dekat didapatkan rata-rata siswa SMK Mandiri memiliki 9.53 orang teman dekat ( 95% Cl: 7,85- 11,12) dengan standar deviasi 7,805.
Hasil penelitian analisis p value sebesar 0.033 dengan alpha = 0,05 artinya terdapat hubungan antara keterkaitan peer group dengan Tingkat pengetahuan Remaja tentang Masturbasi pada siswa SMK Mandiri Depok. sedangkan huungan peran peer group dengan tingkat pengetahuan masturbasi didapat p value= 0,680 dengan alpha 0,05, artinya tidak terdapat hubungan antar keduanya. Analisis hubungan frekuensi bertemu dengan peer group dengan tingkat pengetahuan didapat p value 0,003 dengan alpha 0,05 artinya ada hubungan antara frekuensi berternu dengan tingkat pengetahuan masturbasi. Distribusi rata-rata usia teman dekat menurut keterkaitan peer group, hasil uji didapatkan p value 0,323 dengan alpha 0,05 terlihat tidak ada hubungan yang signifikan. Sedangkan rata- rata jumlah teman dekat menurut keterkaitan peer group, basil uji yang didapat p value 0,136 ( alpha 0,05) artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara dua variable tersebut.

Adolescence is a time for identity, which explored his body increased curiosity. No wonder that in adolescence, a person can masturbate. Knowledge masturbation can usually be obtained from electronic media and print media. Moreover, it can also be obtained from peers (peer group).
This study aims to determine linkage relationships with the level of knowledge peer group masturbation among adolescents in vocational Mandiri Depok 2010. Design research by using chi square test. Data analysis was performed with univariate and bivariate. The samples used for as many as 85 people by the criteria of male respondents, aged 14-18 years, has peer group, schooling at SMK Depok.
Independent result research on the distribution of the level of knowledge gained as many as 49 people (57.6%) low knowledge. While peer group attachment on SMK Mandiri students 53 people (62%) with attachment to peer group rendah. Peran in adolescent peer group in as many as 60 people SMK Mandiri (70.6%) showed low peer group role of masturbation knowledge. While the analysis based on the frequency of peer group to meet as many as 53 people (62.4%) had a lower frequency to meet with peer group. Pada respondents age analysis showed the average age of 16:36 years (95% CI: 16.15 to 16.57) with a standard deviation of 0.949. While the analysis for the number of close friends got an average of vocational students have a 9:53 Mandiri close friends (95% CI: 7.85 to 11.12) with a standard deviation of 7.805.
The results of analysis for 0033 with a p value of alpha = 0.05 means there is a relation between the level of linkage peer group know/edge about Masturbation Teen Mandiri Depok on vocational students. Relations role of the peer group while the level of knowledge gained masturbation p value = 0.680 with an alpha of 0.05, meaning there was no correlation between the two. Analysis of the frequency relationship with a peer group met with the level of knowledge gained by alpha 0.003 p value 0.05 means that there is a correlation between the frequency of masturbation met with the level of knowledge. The average age distribution of close friends menutur linkage peer group, test results obtained with p value 0.323 0.05 alpha seen no significant relationship. While the average number of close friends by linkage peer group, test results obtained p value of 0.136 (alpha 0.05), meaning that no significant relationship between these two variables.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
TA5940
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>