Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86828 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Sobana Hardjasaputra
"ABSTRACT
Bandung city was founded by R.A. Wiranatakusumah I1, the sixth regent of Bandung (1794 _ 1829). It was originally a traditional city that was established as the center of the governmental regency. The result of the study concluded that 25 September 1810 is the birth of the city. So, the date is considered as the starting point of social changes of the city in the nineteenth century. The social changes in Bandung in 1810 _ 1906 were caused due to the interaction of many factors. Among these factors involved three aspects : authority, city physic, and social economic. The first authority was held by both bupati (regent) and governor general/resident. Both authorities influenced the change process of the physic of the city and its sosial economic. So, the interaction of one aspect to the others is the basic pattern of the changes. he process of the changes lasted in three phases. Each was based on the city function. First, as the capital of the regency (1810 _ 1864). The second, as the capital of the residency as well as the first function (1864 _ 1884), and third as the center of the train transportation of ""West Line"", as well as playing the role of the first and the second functions (1884 _ 1906). The changes of the first phase was slow, but it was faster on the second phase and fastest on the last phase. The main factors that supported the speed of the third phase were the train tranportation (technological factor), and the foreign businessmen as well as the social institution who took the important role in developing city. It is concluded that the social change of Bandung city from 1810 to 1906 had unilinear character, that was from traditional condition to the modern condition.""
2002
D1634
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resink, Gertrudes Johan, 1911-
Jakarta: Djambatan, 1987
959.8 RES r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Susanto Zuhdi
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2002
959.82 SUS c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Farinia
"Perkembangan Umat Islam di Kudus pada Masa Pra dan Pasca Peristiwa 1918. Di bawah bimbingan Amin Subarkah, M. Hum., Program Studi Arab Jurusan Asia Barat Fakultas Sastra Universitas Indonesia 2000. Penulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan dinamika perkembangan umat Islam sebelum dan sesudah Peristiwa Kudus yang terjadi pada tahun 1918 dan sebab musabab terjadinya insiden tersebut. Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif analitis berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap sumber-sumber primer dan sekunder. Sumber-sumber diperoleh melalui penelitian pustaka dan wawancara. Hasil analisa mengungkapkan bahwa meletusnya Peristiwa Kudus 1918 disebabkan oleh berbagai macam aspek: sosial, ekonomi, politik, dan agama. Kaum muslimin Kudus sebelum peristiwa tersebut tidak terlalu mengalami perkembangan yang signifikan. Kehadiran Sarekat Islam (SI) di Kudus pada tahun 1912 membawa dampak bagi kehidupan masyarakat Kudus, terutama kaum muslimin. Pelecehan agama yang dilakukan oleh masyarakat Cina terhadap kaum muslimin di Kudus merupakan faktor utama terjadinya kerusuhan yang hebat pada akhir Oktober 1918. Hal ini membuktikan bahwa kerusuhan tersebut tidak hanya disebabkan oleh kesenjangan sosial dan ekonomi antara masyarakat Cina dan masyarakat pribumi. Pasca Peristiwa Kudus 1918 mengakibatkan terhambatnya kemajuan kaum muslimin di segala bidang, terutama di bidang politik dan ekonomi. Di bidang politik, Sarekat Islam (SI) di Kudus mengalami stagnasi yang akhirnya menyebabkan organisasi itu bubar. Sedangkan di bidang ekonomi, banyak perusahaan milik pribumi muslim yang mengalami kerugian yang besar. Namun lima tahun kemudian, perusahaan-perusahaan milik pribumi muslim mengalami kemajuan yang cukup pesat, terutama industri rokok kretek. Begitu pula dalam bidang politik, dua organisasi Islam yang masuk ke Kudus, Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, memberikan corak baru bagi masyarakat muslimin Kudus."
2000
S13147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gita Siti Fatima
"Keberhasilan dalam peningkatan produksi pertanian tentu dilandasi oleh keberhasilan penguasaan ilmu dan teknologinya. Untuk itu maka peranan lembaga penelitian mulai dari pembinaan sarana sampai dengan kecukupan sumber daya manusia berikut kegiatan-kegiatannya menempati tempat yang amat strategis. Lembaga penelitian Pertanian dan Perkebunan di Bogor telah begitu berperan dalam meningkatkan produktifitas pertanian juga perkembangan ilmu pengetahuan. Lembaga Penelitian Pertanian dan Perkebunan di Bogor dirintis dengan didirikannya _s Lands Plantentuin oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1817. s Land Plantentuin tau sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kebun Raya Bogor. Lembaga tersebut mengalami perkembangan yang pesat dalam kurun waktu 1876-1942, baik itu bagian-bagiannya maupun kegiatan penelitiannya di bidang pertanian dan perkebunan. Perkembangannya itu juga telah memicu tumbuhnya lembaga-lembaga swasta (proefstation-proefstation) yang lebih memfokuskan pada penelitian tanaman tertentu saja. Dalam melakukan kegiatan penelitian lembaga itu lebih memfokuskan pada penelitian tanaman-tanaman ekspor, hal ini seiring dengan seiring dengan kebijakan ekonomi pertanian pemerintah kolonial Hindia Belanda yang menginginkan dicapainya produksi pertanian yang tinggi guna memperoleh keuntungan ekonomis. Namun demikian kegiatan penelitiannya juga begitu bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, khususnya di Hindia Belanda."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S12336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Iskandar
"Studi ini bertitik tolak dari tesis Clifford Geertz yang menyebutkan bahwa kyai di Jawa menjadi besar karena perannya sebagai broker budaya, dan tidak mempunyai pengalaman apa-apa dalam bidang politik. Penulis mencoba untuk mengunggakpkan kembali mengenai peranan kyai dan ulama, khususnya di daerah Priangan pada masa colonial Belanda, yaitu sekitar tahun 1900-1942. Dan penelitian kearsipan, kepustakaan, dan lapangan (wawancara), dalam studi ini ditemukan bahwa kyai tradisional di daerah Jawa Barat pada umumnya, kyai menjadi besar dan kharismatis, bukan semata-mata karena perannya sebagai broker budaya, melainkan juga karena sebagai agent of change (agen perubahan). Kemampuan mereka.Dalam menjawab persolan yang muncul di kalangan ummat Islam, membuat peranan mereka menjadi begitu penting. Namun di pihak lainnya, terutama pihak penguasa colonial, kemampuan kyai seperti itu justru dianggap sebagai ancaman yang dapat menggoyahkan wibawa dan kedudukan mereka. Olehkarena itu seringkali mereka dituduh sebagai penghalang kemajuan atau dalang kekacauan. Tidak terkecuali kaum reformis menganggap para kyai tradisional sebagai pihak yang memperbodoh ummat Islam, sehingga Islam menjadi mundur"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
T39943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Fitriani
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai penerapan kebijakan asimilasi terhadap anakanak Aborigin half-caste di Australia. Pembahasan dimulai dari tahun 1937 dimana seluruh perwakilan dari negara bagian dan Northern Territory Australia berpartisipasi di dalam Konferensi Nasional Pertama Australia tentang masalah Aborigin yang diadakan di Canberra. Konferensi tersebut dianggap sebagai tolak ukur yang berkaitan dengan penerapan kebijakan asimilasi terhadap orang-orang Aborigin, khususnya keturunan half-caste. Sayangnya pengenalan kebijakan asimilasi tersebut tertunda dengan adanya Perang Dunia ke-II. Pada tahun 1951, seluruh negara bagian dan Northern Territory Australia akhirnya mengadopsi kebijakan asimilasi. Kebijakan asimilasi menganggap bahwa _kebudayaan dan cara hidup kulit putih superior dan kebudayaan dan cara hidup orang-orang Aborigin tidak memiliki nilai_. Penerapan kebijakan asimilasi tampaknya menjadi kontroversial karena kebijakan tersebut tetap melanjutkan praktik-praktik dari kebijakan proteksi sebelumnya yang memindahkan anak-anak Aborigin half-caste dari keluarganya ke lembaga-lembaga Aborigin. Tahun 1967 secara hukum menyaksikan akhir dari kebijakan asimilasi. Sejak tahun tersebut kebijakan integrasi terhadap orang-orang Aborigin , termasuk anak-anak Aborigin half-caste diimplementasikan. Hal ini menandakan bahwa orang-orang Aborigin dimasukkan ke dalam masyarakat Australia yang lebih besar dibawah sistem pemerintahan Australia

Abstract
This undergraduate thesis discusses the application of assimilation policy towards Aboriginal half-caste children in Australia. The discussion begins from 1937, where all of the States_ representatives as well as the representative of the Northern Territory participated in the Australian National First Conference on the Aboriginal issues held in Canberra. The Conference has been considered as a milestone regarding the application of assimilation policy towards Aboriginal people, especially half-caste descents. However, the introduction of assimilation policy was delayed because the World War II. By 1951 all of the Australian States and the Northern Territory adopted the assimilation policy. The assimilation policy assumed _the white culture and lifestyle is superior and Aboriginal culture and lifestyle is without value_. The application of assimilation policy seemed to have been controversial since the policy continued the practices of the previous protection policy that removing Aboriginal half-caste children from their families to the Aboriginal institutions. The year 1967 legally witnessed the end of assimilation policy in Australia. Since that year the integration policy towards the Aboriginal people, including the half-caste children has been implemented. This, means the Aboriginal people has been included into the larger Australia society under the Australian governmental system"
2010
S12096
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>