Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58213 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siswanto
"The USA has significan contribution on negotiation of West Papua dispute. President John F. Kennedy changed the USA policy in West Papua dispute from passive neutral policy into active mediation policy. By this policy the USA and UNO supported and managed negotiations between Dutch and Indonesia. As a result, the representative of the countries signed the New York Agreement in 1962. The role of the USA diplomacy on the negotiation of West Papua dispute connecting with its interest in preventing communism in Indonesia. In case, America problem is how to eliminate communist influence in Indonesia. In connecting with the problem, the dissertasion has two research questions that what is the background of active mediation policy and how is the process of mediation diplomacy in West Papua dispute. The dissertasion would like to describe and analyse the negotiations process between Dutch and Indonesia in Middleburg, the USA. The negotiations process have inportant value in Indonesia and America diplomacy history. These will give informations in West Papua history-especially it was looked from the USA perspective. The dissertasion used historical methods in understanding America diplomacy in relationship with negotiation on West Papua dispute. The dissertasion produced conclusions that the USA diplomacy in West Papua dispute has relationship with containment policy in Cold War. The USA and UNO have great contribution to West Papua negotiation and New York Agreement. Consequently, they have moral obligations to West Papua. Their Intervention into West Papua problem is something possible in the future when Indonesia can not solve social dan political problems in there. It should be anticipated by great anttention to West Papua."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
D1656
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siswanto
"The USA has signifikan contribution on negotiation of West Papua dispute. President John F. Kennedy changed the USA policy in West Papua dispute from passive neutral policy into active mediation policy. By this policy the USA and UNO supported and managed negotiations between Dutch and Indonesia. As a result, the representative of the countries signed the New York Agreement in 1962. The role of the USA diplomacy on the negotiation of West Papua dispute connecting with its interest in preventing communism in Indonesia. In case, America problem is how to eliminate communist influence in Indonesia. In connecting with the problem, the dissertasion has two research questions that what is the background of active mediation policy and how is the process of mediation diplomacy in West Papua dispute.
The dissertasion would like to describe and analyse the negotiations process between Dutch and Indonesia in Middleburg, the USA. The negotiations process have inportant value in Indonesia and America diplomacy history. These will give inforrnations in West Papua history-especially it was looked from the USA perspective. The dissertasion used historical methods in understanding America diplomacy in relationship with negotiation on West Papua dispute. The dissertasion produced conclusions that the USA diplomacy in West Papua dispute has relationship with containment policy in Cold War. The USA and UNO have great contribution to West Papua negotiation and New York Agreement. Consequently, they have moral obligations to West Papua. Their Intervention into West Papua problem is something possible in the future when Indonesia can not solve social dan political problems in there. It should be anticipated by great anttention to West Papua.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
D891
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Delliana M.
"Serikat selalu mencampuri urusan dalam negeri Kuba. Para presiden Kuba adalah orang-orang yang dekat dengan Amerika Serikat. Mereka selain menjalankan pemerintahan juga melindungi aset-aset rnilik Amerika Serikat di Kuba. Selain itu para presiden Kuba sangat senang melakukan korupsi dan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Tetapi biasanya mereka tidak bertahan lama karena rakyat sangat tidak suka dengan mereka dan kemudian melakukan pemberontakan. Masalah ini terus terjadi hingga Fidel Castro mengambil alih kepemimpinan. Fidel Castro yang menjadi presiden Kuba pada tahun 1960 adalah orang yang sangat tidak suka dengan Arnerika Serikat, Untuk menghindari Amerika Serikat kembali berkuasa di Kuba ia menolak menerima bantuan dari Arnerika Serikat. Sebaliknya ia rnenerima bantuan dari Uni Soviet. Selain itu ia menyita aset-aset milik Amerika Serikat di Kuba yang membuat pemerintah Amerika Serikat marah dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Kuba. Kedekatan pemerintah Kuba dengan Uni Soviet membuat pemerintah Amerika Serikat menjadi panik dan kemudian menyusun rencana untuk menjatuhkan Fidel Castro. Pemerintah Amerika Serikat kemudian mengumpulkan para pengungsi Kuba di daerah Florida untuk dilatih menjadi tentara pemberontak dan akan menyerang Kuba. Rcncana ini dijalankan pada tahun 1961 pada masa pemerintahan Presiden John F. Kennedy. Tetap serangan ini berhasil digagalkan oleh pasukan Fidel Castro."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S12441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Bawono
"Hubungan Amerika Serikat dan Indonesia yang akan ditelaah di dalam skripsi ini mengambil sebagai titik awal ketika tampilnya Amerika Serikat di da1am penyelessaian masa1 h Irian Barat antara Indonesia dan Belanda. Dimulai sejak Indonesia tidak akan membawa masalah Irian Barat keIndonesia tahun 1963. Dengan alasan-alasan yang berbeda, baik Belanda maupun Indonesia telah meminta dukungara serta mengundang campur tangan Amerika Serikat. Pihak Belanda menginginkara dukungan untuk dapat menguasai kembali (bekas ) wilayah jajahannya, sedangkan pihak Indonesia menginginkan dukungan Amerika Serikat untuk mempertahankan hak-hak Indonesia sebagai bangsa yang merdeka. Pendirian dan tindakan yang dilakukan Amerika Serikat di dalam penyelesaian masalah Irian Barat berkaitan erat dengan kedudukannya sebagai negara adidaya dan memiliki pengaruh yang besar terhadap dinamika politik internasional.
Studi ini memiliki beberapa masalah yang menarik untuk dibahas, diantaranya yaitu selain masalah ini menjadi masalah internasional yang melibatkan beberapa negara dan mememrlukan penanganan Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga masalah ini menimbulkan pandangan dan sikap yang berbeda-beda, baik antara Amerika Serikat dengan Indonesia dan Belanda, maupun di kalangan pejabat-pejabat Pemerintah Amerika Serikat sendiri. Selian itu, di dalam studi ini juga dibahas mengenai berbagai peranan yang telah diberikan oleh Amerika Serikat sampai terselesainya masalah ini. Mengapa sikap Amerika berubah-ubah (namun tetap menjalankan politik globalnya) dan peranan apa saja yang telah diperikan Amerika Serikat serta bagaimana langkah-langkah diplomasi Amerika Serikat di dalam penyelsaian masalah Irian Barat sampai diserahkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kemudian diserahkan kembali kepada Indonesia dapat terlihat di dalam skripsi ini.
Untuk meneliti sikap dan peranan Amerika Seriakt terhadap Indonesia di dalam penyelesaian masalah Irian Barat tahun 1958-1963, dipakai sumber data dari arsip, dokumen, artikel majalah dan surat kabar, tesis, skripsi, paper, buku dan karya leksikografis yang sebagainan besar bersudut pandang dan menitikberatkan pada sikap dan peranan Amerika Seriakt, serta masih ditambah dengan sumber lisan, baik wawancara langsung, maupun dokumentasi wawancara dengan tokoh-tokoh sipil dan militer yang sekiranya terlihat di dalam penyelesaian masalah Irian Barat ini.
Setelah mempelajari dan menganalisa data-data yang didapat dari sumber-sumber tersebut di atas, dapat dilihat pertimbangan-pertimbangan yang mendasari kebijaksanaan politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Indonesia sehingga mempengaruhi sikapnya di dalam penyelesaian masalah Irian Barat. Amerika Serikat yang pada awalnya bersikap netral atau dengan kata lain berpihak kepada Belanda dan kemudian berubah menjadi berpihak kepada Indonesia. Maka 'hal ini didasarkan atas pertimbangan diantaranya selain mencegah Indonesia jatuh ke dalam pengaruh komunis dan Indonesia dapat dijadikan kawan di dalam mengembangkan strategi pembendungannya di dalam politik globalnya untuk menangkal parkembangan komunis di dunia pada umumnya dan di kawasan Asia tenggara khususnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepentingan global Amerika Sarikatlah yang menjadi dasar pertimbangan utama dalam mewujudkan kebijaksanaan politik luar negerinya terhadap Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Martin
"Skripsi ini membahas tentang diplomasi Indonesia dalam sengketa Irian Barat sejak penetapan Demokrasi Terpimpin. Sistem Demokrasi Terpimpin menjadi jawaban atas kegagalan Indonesia memperjuangkan Irian Barat pada masa Demokrasi Parlementer. Diplomasi Indonesia selanjutnya diimplementasikan dengan cara konfrontatif untuk menekan Belanda. Perubahan kebijakan diplomasi Indonesia dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, sistem Demokrasi Terpimpin memungkinkan Presiden Sukarno mengonsolidasikan unsur-unsur dalam negeri untuk mendukung pemerintah dalam perjuangan Irian Barat. Kedua, situasi Perang Dingin memberikan peluang bagi Indonesia untuk menarik dukungan dari dua adikuasa, Uni Soviet dan AS. Diplomasi ini terbukti berhasil ketika Irian Barat masuk kedalam kekuasaan Republik Indonesia lewat mediasi AS dan PBB.

This thesis describes Indonesian diplomacy during the West New Guinea dispute since the confirmation of the Guided Democracy. This system became a worthwhile respond toward the failure of Indonesia in struggling for the West New Guinea handling in Parliamentary Democracy. Furthermore, Indonesian diplomacy was implemented with confrontation way to make Dutch in under pressure. The changing of those manner was affected by two factors. Firstly, Guided Democracy enabled President Sukarno consolidated whole internal substances to maintain the government in West New Guinea struggling. Secondly, the cold war gave opportunity to Indonesia in dwell some supports from superpower countries, Soviet Union and United States of America. This diplomacy was proved right when West New Guinea integrated into Indonesia sovereignty through United States and United Nations mediation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S58275
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariyani Sri Lestarinsih
"Peran media massa terutama surat kabar, radio dan televisi sangat besar dalam memberikan liputan-liputan tentang kampanye presiden. Kampanye presiden memakan waktu berbulan-bulan, biasanya dimulai pada awal bulan September setelah konvensi nasional partai sampai dengan bulan Oktober tahun berikutnya. Dalam waktu yang panjang ini dibutuhkan media massa agar para kandidat dapat memperkenalkan program-programnya serta menyampaikan visi dan misinya untuk mendapatkan dukungan dari para pemilih. Setiap perkembangan teknologi baru dapat mempengaruhi gaya kampanye dari para politikus. Surat kabar pertamakali digunakan oleh Jenderal William Henry Harisson pada kampanye presiden tahun 1840. Kampanye presiden dengan menggunakan radio, diperkenaikan pertamakali oleh Al Smith pada kampanye tahun 1928. Dwight D. Eisenhower adalah orang yang pertama kali menggunakan televisi sebagai sarana kampanyenya pada tahun 1952. Dibandingkan koran dan radio, televisi cenderung mendapatkan tempat yang cukup istimewa di hati masyarakat. Hal ini disebabkan, pada layar televisi dapat ditampilkan gambar yang hidup beserta suaranya sehingga seakan-akan nyata dan dapat membangkitkan emosi para pemirsanya, serta dapat dinikmati oleh seluruh keluarga. Ketika televisi bersentuhan dengan dunia politik, peristiwa ini bagaikan membuka cakrawala barn bagi penontonnya. Televisi dapat menimbulkan keakraban orang awam terhadap dunia politik dan masalah-masalah yang terjadi di dalamnya. Televisi juga dapat mengubah pandangan para pemirsanya terhadap tokoh politik yang tadinya tidak dikenal menjadi pahlawan atau sebaliknya. Kekuatan televisi inilah yang disadari oleh John F. Kennedy ketika ia dengan antusias menerima tawaran dari pihak stasiun televisi untuk tampil pada debat calon presiden di televisi. Kennedy yang kalah pengalaman dalam bidang pemerintahan dibandingkan pesaingnya : Richard M. Nixon, membutuhkan sarana untuk menunjukkan kemampuan berdiplomasinya di hadapan publik Amerika Serikat. Penampilan yang menarik serta kelugasannya berbicara di televisi membuat John F. Kennedy memenangkan kursi kepresidenan pada tahun 1960."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kennedy, John F
New York: Evanston, 1964
325.173 KEN n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Polycarpus Swantoro
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2019
923.1 POL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Minderop, Albertine
"ABSTRAK
Penulisan tesis ini didasari oleh minat saya untuk meneliti ajaran-ajaran Ralph Waldo Emerson tentang kepemimpinan serta refleksinya dalam kebijaksanaan politik presiden John F.Kennedy khusus terhadap warga negara Kulit Hitam. Emerson adalah seorang sastrawan, moralis Amerika yang banyak menulis tentang hakikat manusia, intelektual, pemimpin, serta kepemimpinan, dan bahkan sampai pada kepemimpinan seorang presiden. Semua ini bertitik tolak pada pemikirannya tentang manusia utuh. John Fitzgerald Kennedy adalah seorang presiden Amerika yang terkenal, antara lain, karena kebijaksanaan politiknya terhadap warga negara Kulit Hitam.
Untuk membatasi ruang lingkup tesis ini saya hanya membatasi dan memfokuskan penelitian pada pandangan dan pemikiran Emerson tentang hal-hal yang saya sebutkan di atas, juga pandangannya terhadap orang Hitam. Demikian pula penelitian terhadap kebijaksanaan politik Kennedy hanya terbatas pada kebijaksanaannya terhadap orang Hitam.
Setelah saya membaca buku-buku mengenai Emerson dan Kennedy, saya menemukan adanya persesuaian pandangan antara kedua tokoh ini dalam masalah orang Hitam di Amerika. Dalam karya Emerson pandangan tersebut ditampilkan secara ideolagi, yang akan disampaikan dalam bab II. Sedangkan Kennedy, menampilkan pandangan tersebut secara praktis melalui kebijaksanaan politiknya.
Adapun tesis skripsi ini adalah: ide Emerson tentang manusia utuh tercermin dalam kebijaksanaan politik presiden Kennedy yang berintikan, demokrasi, kebebasan, dan persamaan. Kebijaksanaan politik yang dimaksud adalah, persamaan hak terhadap orang Hitam dalam lapangan kerja, sarana umum dan pemikiran, pendidikan, dan hak sipil.
Pendekatan yang saya gunakan adalah pendekatan sastra, sejarah, politik, dan filsafat. Pendekatan sastra digunakan karena saya membahas karya sastra Emerson. Pendekatan sejarah saya gunakan untuk mengumpulkan data, berupa peristiwa yang melukiskan kebijaksanaan presiden Kennedy terhadap orang Hitam. Pendekatan yang saya anggap paling penting di sini adalah pendekatan politik dan filsafat sesuai dengan judul skripsi dan tesis. Sehubungan dengan pendekatan ini, maka saya menggunakan kerangka teori sebagai berikut.
Kerangka teori yang dimaksud adalah, filsafat manusia, politik, dan filsafat politik Amerika. Teori filsafat manusia saya gunakan untuk membahas pemikiran Emerson tentang manusia utuh, teori politik digunakan untuk membahas kedudukan Kennedy sebagai presiden Amerika, dan teori filsafat politik Amerika saya gunakan untuk membahas inti dari pemikiran Emerson dan kebijaksanaan politik Kennedy, yaitu demokrasi, kebebasan, dan persamaan. Agar lebih jelas mengenai kerangka teori ini, saya sampaikan penjabarannya dalam sub-bab kerangka teori."
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arum Diah Purwoningrum
"ABSTRACT
Penelitian ini membahas tentang keputusan yang dibuat oleh U.S. Supreme Court dalam menyelesaikan kasus sengketa pemilihan presiden tahun 2000. Untuk dapat menjelaskan hal tersebut, penelitian ini menggunakan konsep judicial activism, konsep Mahkamah Agung sebagai pembuat kebijakan nasional, enam gagasan politik dan Mahkamah Agung Federal Amerika Serikat, dan konsep Federal Supreme Court berdasarkan The Federal Papers. Penelitian ini berusaha untuk menjelaskan bahwa para hakim di U.S. Supreme Court dapat membuat keputusan politis karena peran mereka sebagai salah satu bagian dari cabang kekuasaan politik di pemerintahan. Dengan menggunakan fungsi politik mereka yang konstitusional, U.S. Supreme Court mencegah pelanggaran konstitusi dengan mengakhiri sengketa kasus pemilu Bush v. Gore. Penelitian ini menunjukan bahwa U.S. Supreme Court menggunakan fungsi politik mereka pada sengketa pemilihan presiden tahun 2000 guna mempertahankan peran mereka untuk memastikan bahwa Konstitusi tidak dilanggar dalam cara apapun, dan agar kasus tersebut tidak mencapai ranah Kongres. Fakta bahwa Bush v. Gore tidak memiliki preseden sebagai rujukan untuk penyelesaian kasus, membuat U.S. Supreme Court memiliki alasan untuk membuat keputusan politis dengan menggunakan judicial activism. Keputusan tersebut diambil guna membuat hukum dan preseden baru dari kasus Bush v. Gore, dan menjadikannya sebagai landmark case.

ABSTRACT
This research analyses the ruling decision that of the U.S. Supreme Court on settling the Presidential / General Election dispute in the year 2000. This research analyses the issues of judicial activism, Supreme Court as a national policy maker, six notions of political, and the Federal Supreme Court concept according to the Federal Papers. This reseach argues that the justices of U.S. Supreme Court could make such political decision because their role as a part of political branch of the government. By using its constitutional political function, the Supreme Court prevents a violation of the constitution by putting an end to the Bush v. Gore dispute. This research shows that the U.S. Supreme Court had to exercise their political function on presidential election dispute by the year 2000 in order to maintain their role to make sure that the Constitution is not being violated in any way, and to avoid this case from reaching the Congress. The fact that Bush v. Gore does not have a precedent to refer to, makes the U.S. Supreme Court had their reason to make a political decision by using judicial activism. The action was taken in order to make a new law and new precedent so that the Bush v. Gore can be deemed as a landmark case."
2016
S63767
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>