Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82113 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurudin Budiman
"Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh 4,4'-Diaminostilben-2,2'-Asam Disulfonat (DSD) terhadap peristiwa penguningan tert-polimer emulsi (vinil asetat-ko-butil akrilat-ko-asam akrilat). Proses pembuatan tert-polimer emulsi dilakukan melalui polimerisasi radikal bebas secara kontinyu dengan menggunakan vinil asetat (75% berat total monomer) dan butil akrilat (25% berat total monomer) sebagai monomer utama, amonium persulfat sebagai inisiator natrium bikarbonat sebagai penyangga, perlankrol RN 75 sebagai surfaktan dan air demin sebagai pelarut. Proses polimerisasi dilakukan pada temperatur 70 °C selama 6 jam dengan proses post-polimerisasi pada temperatur 80°C selama 15 jam. Tahap pertama penelitian adalah menentukan jumlah asam akrilat yang optimum dan tahap kedua adaIah mempelajari pengaruh DSD terhadap derajat kekuningan, ukuran partikel, berat molekul, temperatur transisi gelas, stabilitas emulsi dan degradasi termal dari tert-polimer emulsi (vinil asetaf-ko-butil akrilat-ko-asam akrilat).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase optimum asam akrilat adalah 0,5% dari total berat monomer, DSD harus ditambahkan pada akhir proses polimerisasi untuk mencegah, destabilisasi partikal polimer, penambahan DSD menyebabkan semakin besarnya ukuran partikel akibat dari proses swelling, menurunkan temperatur transisi gelas, meningkatkan berat molekul dan stabilitas termal serta menurunkan derajat kekuningan (yellowness index) dari tert-polimer emulsi. Analisa dengan menggunakan FTIR dan UV/VIS spektroskopis menunjukkan bahwa DSD tidak terikat secara kovalen pada rantai polimer walaupun demikian tert-polimer emulsi dengan DSD membentuk emulsi yang stabil.

It has been conducted a research to investigate the effect of 4,4'-Diaminostilbene-2,2'-Disulfonic Acid (DSD) that is a fluorescent whitening agent to the yellowing discoloration of tert-polymer emulsion (vinyl acetate-co-butyl acrylate-co-acrylic acid). Tert-polymer emulsion is synthesized through free radical continuous emulsion polymerization by using vinyl acetate (75% w/w total monomer) and butyl acrylate (25% w/W total monomer) as main monomers, ammonium persulfate as an initiaton sodium bicarbonate as a buffer, penlankrol RN 75 as a surfactant and delonized water as a solvent. Polymerization ran at temperature 70 ºC for 6 hours and then continued to post-polymerization at 80 ºC for 15 hours. Firstly we studied the optimum concentration of acrylic acid that has to be added to the copolymer and afterwards we investigated the effect of DSD to the particle size, molecular weight, glass transition temperature, yellowness index, emulsion stability and thermal degradation of tert-polymer emulsion (vinyl acetate-co-butyl acrylate-co-acrylic acid).
From the research resulted, the optimum concentration of acrylic acid is 0, 5% of the weight total of monomen DSD has to be added at the end of polymerization to avoid destabilization of polymer particles as well as inhibition. By increasing the concentration of DSD, the paiticle size distribution of tert-polymer emulsion will be more coarse caused by swelling process, glass transition temperature of polymer will be decreased, molecular weight and thermal stability will be increased and the yellowness index is decreased. By means of FT-lR and UV/VlS spectroscopies it was found that the DSD is not covalently bond to the polymer chain, however the tert-polimer emulsion with a presence of DSD formed a stable emulsion.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
D1222
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Ramadhani
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gel acidulated phosphate fluoride (APF) terhadap kerentanan perubahan warna resin komposit bulk-fill flowable dalam larutan teh hitam.
Metode penelitian: Dua puluh spesimen dengan diameter 6mm dan tebal 2mm dibagi menjadi dua kelompok. Salah satu kelompok diaplikasikan gel APF selama 30 menit kemudian kedua kelompok direndam dalam larutan teh hitam selama 7 hari. Seluruh spesimen dibersihkan menggunakkan ultrasonic cleaner sebelum pengukuran warna. Pengukuran warna dilakukan dengan colorimeter kemudian dilakukan perhitungan perubahan warna.
Hasil: Analisis data hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan perubahan warna yang bermakna berdasarkan uji independent t-test (p>0,05) antara kelompok yang sebelumnya diaplikasikan gel APF dan tidak diaplikasikan gel APF.
Kesimpulan: Aplikasi APF tidak memiliki pengaruh terhadap perubahan warna resin komposit bulk-fill flowable dalam larutan teh hitam.

Objective: This study aims to analyze the influence of acidulated phosphate fluoride gel on bulk-fill composite resin discoloration by black tea solution.
Research method: Twenty specimen 2 mm in thickness and 6 mm in diameter divided into two groups. APF gel applied on one of the group for 30 minutes, then each group was immersed in black tea solutions for 7 days. The specimens were then cleaned with ultrasonic cleaner for 3 minutes. The color measured using colorimeter then color differences were calculated.
Result: The result showed that there were statistically insignificant color change differences (p>0.05) between two groups.
Conclusion: APF application had no effect on the discoloration of the bulk-fill composite resin in black tea solution.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Polimer dengan ukuran partikel 200-300 nm dan monodisperse
merupakan material yang menjanjikan untuk kreasi efek vvarna opal dengan
tujuan aplikasi coating. IVIetode yang digunakan untuk mengnasilkan partikel
polimer monodisperse adalan metode polimerisasi emu|si_ Pada penelitian
ini telan dilakukan polimerisasi emulsi oore-she// seoara bertanap ternadap
dua monomer dengan perbedaan indeks refraksi yang oukup tinggi antara
monomer Iunak butil akrilat (BA) dan monomer keras stirena (St), melalui
variasi konsentrasi surfaktan SLS, konsentrasi inisiator redoks H202-asam
askorbat dan variasi teknik seeding dan seeding semi kontinu pada polimer
core butil akrilat, serta variasi pengikat silang GMA dan variasi penambanan
inisiator redoks tanap kedua pada polimer oore-she// butil akrilat stirena,
dengan tujuan mempelajari pengarunnya ternadap ukuran dan distribusi
ukuran partikel pada polimerisasi oore-she// butil akrilat- stirena
Hasil pengukuran IR dan temperatur transisi gelas menunjukkan
banvva terbentuk kopolimer BA/GIVIA/St. Dari nasil TEM diperolen morfologi
partikel polimer dengan struktur core-she//, yang memiliki ukuran partikel
250 nm-500 nm dan masin bersifat po|icIisperse_ Polimer core butil akrilat
optimal dinasilkan dengan menggunakan konsentrasi surfaktan 30 CIVIC,
konsentrasi inisiator 1,5% melalui teknik seeding yang mengnasilkan persen
konversi 87,45%, ukuran partikel 104,65 nm, dan indeks polidispersitas
0,204_ Struktur polimer core-shell butil akrilat-stirena yang dihasilkan memiliki ukuran partikel antara 250 nm- 500 nm dengan persen konversi
88,55% dihasilkan menggunakan konsentrasi surfaktan 20 CMC dan
konsentrasi inisiator 0,8% melalui teknik seeding."
Universitas Indonesia, 2007
S30431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri
"Pembuatan polimer core-shell stirena-butil akrilat telah dicoba dengan metode polimerisasi emulsi. Pada penelitian ini telah berhasil disintesis polimer core-shell secara bertahap terhadap stirena (St) dan butil akrilat (BA). Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalan teknik semikontinu. Konsentrasi surfaktan dibuat tetap yaitu sebesar 10 CMC. Konsentrasi inisiator juga dibuar tetap yaitu sebesar 1% baik umuk inisiator termal (APS) maupun inisiator redoks (H2O2-asam askorbat). Pada penelitian ini telah dipelajari pengaruh konsentrasi monomer terhadap ukuran dan distribusi ukuran partikel nomopolimer St maupun BA. Variasi konsentrasi St sebesar 20%, 25% dan 30% sedangkan BA Sebesar 17,33% dan 25%. Selain itu juga dipelajari penggunaan inisiator yang Iebin baik antara termal (APS) dan redoks (H2O2 dan asam askorbat). Optimalisasi nomopolimer digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu polimerisasi core-shell.
Polimerisasi stirena optimal didapat pada konsentrasi monomer 30% dengan menggunakan inisiator APS dimana didapat ukuran partikel sebesar 81,28 nm dan persen konversi sebesar 86,93%. Polimerisasi butil akrilat optimal didapat pada konsentrasi monomer 17,33% dengan menggunakan inisiator APS dimana didapat ukuran partikel sebesar 74,03 nm dan persen konversi sebesar 71 ,16%. Olen karena itu jenis inisiator yang akan dipakai pada polimerisasi core-shell adalah APS. Spektrum FTIR dan kurva DSC menunjukkan banwa telah terjadi polimerisasi momomer stirena menjadi polimer stirena. Spektrum FTIR dari polimer stirena nasil percobaan sesuai dengan referensi yang didapat dari literatur. Nilai Tg polimer stirena yang terbentuk sebesar 102,88°C juga tidak jauh berbeda dengan nilai Tg teoritis yang nilainya sebesar 100°c. Oleh sebab itu dapat dikatakan banvva polimerisasi stirena Sudan terjadi. Polimer core-shell yang didapat memiliki ukuran partikel 51,76 nm dan persen konversinya 47,04%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S30423
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daru Indrawati I.S.
"ABSTRAK
Penelitian pada 30 sediaan resin komposit mikrofil yang dicelupkan ke dalam teh dengan tujuan untuk mengetahui perubahan warna yang ditimbulkan. Pengaruh perlekatan teh dilihat pada permukaan resin komposit yang memakai matriks strip plastik tanpa pemolesan dan dengan pemolesan. Tiga puluh sediaan dengan ukuran 6 x 6 mm dan tebal 2 mm dibagi menjadi 3 kelompok, tidak dipoles, langsung dipoles, dan dipoles setelah 24 jam masing-masing 10 buah. Lima sediaan dari tiap-tiap kelompok direndam dengan larutan teh dan air selama 5 menit setiap hari dalam jangka waktu 7, 14, dan 28 hari. Pemeriksaan perubahan warna permukaan resin komposit dilakukan dengan TLC Scanner.
Hasil penelitian dengan tes anova menunjukkan ada perbedaan perubahan warna namun tidak bermakna setelah perendaman teh selama 7, 14, dan 28 hari baik pada sediaan tidak dipoles, yang langsung dipoles, maupun yang dipoles setelah 24 jam (P > 0.05). Secara tes t memperlihatkan perubahan warna yang bermakna pada kelompok yang direndam teh dibandingkan dengan kelompok kontrol (P < 0.05)."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Ardia Rosevita
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu penyangraian biji kopi terhadap perubahan warna gigi. Delapan belas gigi premolar manusia direndam selama 30 jam, 45 jam, atau 60 jam dalam minuman kopi dengan biji kopi yang disangrai 10 menit, 15 menit, atau 20 menit pada suhu 210oC. Pengukuran warna dilakukan dengan alat Vita Easy Shade. Hasil menunjukkan terdapat perubahan warna gigi yang berbeda tidak bermakna antar kelompok waktu penyangraian biji kopi dan terdapat perubahan warna gigi yang berbeda bermakna pada perendaman dalam minuman kopi selama 60 jam. Disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh waktu penyangraian biji kopi terhadap perubahan warna gigi.

The aim of this study was to determine the effect of coffee beans roasting time on tooth discoloration. Eighteen human premolar teeth were immersed for 30 hours, 45 hours, or 60 hours in the coffee beverage at which the beans were roasted at 210oC for 10 minutes, 15 minutes, or 20 minutes. The color value was measured using the Vita Easy Shade. There was no significant color change between the coffee beans roasting time. There were significant tooths color change which immersed in the coffee beverage after 60 hours. In conclusion, there was no effect of coffee beans roasting time on tooth discoloration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Nindyorini Hutami
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu penyangraian biji kopi terhadap perubahan warna gigi. Dilakukan menggunakan delapan belas gigi premolar post-ekstraksi yang direndam selama 30 jam, 45 jam, dan 60 jam dalam minuman kopi yang biji kopinya disangrai pada suhu 210⁰C, 230⁰C, dan 250⁰C selama 20 menit. Perubahan warna gigi dihitung berdasarkan CIEL*a*b*. Dihasilkan perubahan warna gigi yang berbeda bermakna antar suhu penyangraian biji kopi dan terdapat perubahan warna gigi yang berbeda bermakna pada kelompok suhu penyangraian 250⁰C dalam perendaman selama 60 jam. Disimpulkan terjadi perubahan warna pada gigi dalam perendaman minuman kopi meskipun dengan pengaturan suhu penyangraian yang berbeda.

The aim of the research was to analyze the effect of coffee roasting temperature on tooth discoloration. Eighteen post-extracted premolar teeth were immersed in coffee beverage,at which the beans were roasted at 210⁰C, 230⁰C or 250⁰C, for 20 minutes. The color value was measured using CIE L*a*b* system. There were significant changes in tooth color due to different coffee roasting temperatures. There were significant tooth color changes which immersed for 60 hours in the coffee beverage at which the beans were roasted at 250⁰C. In conclusion, there were changes in tooth color after immersing in coffee solution despite different coffee roasting temperature. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S45367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Iskandar
"Kopi menyebabkan diskolorasi gigi. Asam oksalat daun bayam dan kalsium susu membentuk kristal kalsium oksalat. Untuk menganalisis pengaruh larutan ekstrak daun bayam dan susu terhadap tingkat diskolorasi gigi akibat kopi, spesimen yang terdiri atas kontrol serta kelompok yang direndam larutan ekstrak daun bayam 10%, 20%, dan 30% yang dicampur susu, kemudian dipapar kopi. Perubahan warna gigi diuji. ΔL berbeda bermakna pada Uji Kruskal-Wallis. T-Test dan uji Wilcoxon memperlihatkan perbedaan bermakna perubahan warna kelompok uji dan kontrol. Uji korelasi Pearson tidak menunjukkan korelasi bermakna konsentrasi dan perubahan warna. Larutan ekstrak daun bayam dan susu dapat mengurangi tingkat diskolorasi gigi akibat kopi.

Coffee causes teeth discoloration. Spinach leaves oxalic acid and milk calcium form calcium oxalate crystal. To analyze level of tooth discoloration due to coffee, specimens consisted of control and groups immersed in 10%, 20%, and 30% spinach leaves extract plus milk were immersed in coffee. Teeth color change were measured. Kruskal-Wallis test showed significant difference of ΔL*. T-Test and Wilcoxon Test showed significant teeth color change between immersion group and control. Pearson Corelation Test showed no significant corelation between extract concentration and tooth color change. Spinach leaves extract solution and milk can decrease level of tooth discoloration due to coffee."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S45075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Kusumastuti Roosadiono
"Isolasi α-selulosa dari jerami padi telah berhasil dilakukan, menghasilkan rendemen sebesar 26,95%, indeks kristalinitas 74,28% dan berat molekul relatif 28.517 g/mol. Selulosa kemudian dimodifikasi, dengan tujuan untuk menghasilkan serat penukar ion, dengan mencangkokkan monomer asam akrilat pada selulosa menggunakan teknik kopolimerisasi cangkok pra-iradiasi. Kondisi optimum reaksi pencangkokan diperoleh pada dosis radiasi 30 kGy, konsentrasi monomer 10% volum, suhu 60oC dan waktu reaksi 120 menit, dengan persen pencangkokan rata-rata sebesar 84,12 % dan berat molekul sebesar 45.295 g/mol. Kapasitas pertukaran ion selulosa-g-AA yang dihasilkan dari pencangkokan sebesar 3,54 mek/g. Selanjutnya, untuk meningkatkan ketahanan kimia dan termal dari selulosa-g-AA, dilakukan pengikatan silang menggunakan agen pengikat silang N,N?-metilenbisakrilamida (MBA).
Kondisi optimum pengikatan silang terdapat pada dosis radiasi 15 kGy dan konsentrasi MBA 5%, dengan fraksi terikat silang yang diperoleh sebesar 68,27%, swelling dalam air sebesar 346,42% dan kapasitas pertukaran ion sebesar 2,99 mek/g. Pengikatan silang dapat meningkatkan ketahanan terhadap asam sebesar 3%, indeks kristalinitas sebesar 2,12%, suhu transisi gelas sebesar 20,43oC, dan suhu dekomposisi akhir sebesar 12,14oC. Selulosa terikat silang dapat digunakan sebagai penyerap ion logam Cu2+, dengan kapasitas adsorpsi sebesar 16,5 mg/g (konsentrasi awal Cu2+ 100 mg/L), yang diperoleh dengan dosis pengikatan silang 10 kGy dan konsentrasi MBA 3%.

Isolation of α-cellulose from rice straw has been successfully carried out having 26.95% yield, with 74.28% crystallinity index and relative viscosity average molecular weight 28,517 g/mol. The α-cellulose is then chemically modified to be a fiber ion exchanger, by grafting acrylic acid monomer onto cellulose using pre-irradiation graft copolymerization technique. The optimum condition for grafting is obtained at 30 kGy radiation dose, 10% monomer concentration, 60°C grafting temperature and 120 minutes reaction time, with 84.12% grafting average and relative viscosity average molecular weight 45,295 g/mol. The ion exchange capacity of cellulose-g-AA obtained from grafting is 3,54 meq/g. Furthermore, to improve thermal and chemical resistance of cellulose-g-AA, the sampel is crosslinked using N,N?-methylenebisacrylamide (MBA) crosslinking agent.
The optimum condition is obtained at 15 kGy radiation dose and 5% MBA concentration producing 68.27% crosslinked fraction, 346,42% swelling in water and 2,99 meq/g ion exchange capacity. The crosslinking process increases acids resistance by 3%, crystallinity index by 2.12%, glass transition temperature by 20.43°C, and final decomposition temperature by 12.14oC. Crosslinked cellulose-g-AA can be used as Cu2+ adsorbent having adsorption capacity of 16.5 mg/g (initial concentration of Cu2+ 100 mg/L). This capacity is achieved with crosslinking dose of 10 kGy and MBA concentration of 3%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T34799
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Indrianti
"Polimer dengan ukuran partikel 200-300 nm dan monodisperse merupakan material yang menjanjikan untuk kreasi efek warna opal dengan tujuan aplikasi coating. Metode yang digunakan untuk menghasilkan partikel polimer monodisperse adalah metode polimerisasi emulsi. Pada penelitian ini telah dilakukan polimerisasi emulsi core-shell secara bertahap terhadap dua monomer dengan perbedaan indeks refraksi yang cukup tinggi antara monomer keras metil metakrilat (MMA) dan monomer lunak etil akrilat (EA), melalui variasi pengikat silang glisidil metakrilat (GMA), variasi penambahan inisiator kedua dan suhu aging core-shell dengan tujuan mempelajari pengaruhnya terhadap persen konversi, ukuran dan distribusi ukuran partikel, serta viskositas pada polimerisasi core-shell metil metakrilat-etil akrilat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa core-shell metil metakrilat-etil akrilat belum mencapai ukuran 200-300nm, kondisi optimum yang diperoleh dalam penelitian ini adalah ukuran partikel sebesar 112,7 nm dengan distribusi ukuran partikel yang monodispers (PDI 0,088) dan persen konversi yang tinggi (93,52%) pada pembuatan polimer core-shell menggunakan teknik semikontinu dengan penambahan GMA sebelum pre-emulsi shell EA, penambahan inisiator kedua secara kontinu dan suhu aging core-shell 800C. Data spektrum IR dan suhu transisi gelas memperkuat bukti telah terjadi polimerisasi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30360
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>