Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31530 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suhartati Agoes
"Pemrosesan sinyal genom (Genomic Signal Processing) seperti Deoxyribonucleid Acid (DNA) dan protein dapat dilakukan untuk memprediksi ekson atau coding region suatu gen. Metoda yang paling banyak digunakan adalah Hidden Markov Model (HMM) yang kaya akan struktur matematik dan berpotensi untuk mengetahui lebih banyak tentang sumber sinyal tanpa hams texsedia sumber tersebut.
Pada penelitian ini dirancang struktur model yang menggunakan metoda HMM dengan struktur dasar model sesuai struktur ekson pada coding sequence (CDS) sehingga dapat memprediksi ekson DNA Plasmodium falcyarum., Jumlah state model pada struktur dasar adalah 5, 7 dan 9 sedangkan untuk struktur pengembangan ditentukan secara acak yaitu 20. 30, 50 dan 100 stare. Proses training HMM menggunakan algoritma Viterbi dan proses testing HMM menggunakan kedua algoritma yaitu Viterbi dan Baum- Welch sedangkan kinerja model menggunakan parameter Correlation Coejicienr (CC). Sekuen yang digunakan adalah 152 sekuen DNA Plasmodium falciparum dengan panjang minimum 684 pb dan maksimum 10095 pb.
Hasil simulasi pada umumnya menghasilkan nilai CC rata-rata lebih baik dengan menggunakan algoritma Viterbi dibandingkan dengan algoritma Baum-Welch. Pada struktur dasar model 9 state menghasilkan nilai CC paling balk dibandingkan dengan struktur dasar model lainnya yaitu 0,7289 dengan menggunakan algoritma Viterbi dan 0,7166 dengan menggunakan algoritma Baum-Welch. Sedangkan untuk pengembangan model diperoleh nilai CC rata-rata paling baik untuk Model 2 dengan 100 store yaitu 0,7827 dengan menggunakan algoritma Baum-Welch dan 0,7820 dengan menggunakan algoritrna Viterbi. Waktu proses resting HMM rata-rata seluruh model hampir dua kali lebih lama dengan algoritma Baum-Welch dibandingkan dengan algoritma Viterbi.
Genomic signal processing like as Deoxyribonucleid Acid (DNA) and protein can be done for exon prediction or coding region of the gene. The most used method is Hidden Markov Model (HMM) which has various mathematical structures and potentially capable of learning a great deal of signal source without having to have the source available.
The model structure designed in this research is using the HMM method with based structure model in accordance with exon structure inthe coding sequence (CDS) in order to predict of DNA Plasmodium falciparum. The state number of model in the basic structure are 5, 7 and 9 states, meanwhile the expansions structure was randomly defined having 20, 30, S0 and 100 states. The HMM training process are using the Viterbi algorithm and the HMM testing are using both algorithms, Viterbi and Baum-Welch, meanwhile the performance indicator of the model are using the Correlation Coeflicient (CC). It is using 152 sequences -of DNA Plasmodium falciparum with the minimum length of 634 base-pair (bp) and maximum length of 10095 bp.
In general, the simulation results produced the best average of CC value by using Viterbi algorithm rather then Baum-Welch. In the basic structure of 9 states model produced the best CC value compared with the other basic structure models with 0.7289 using the Viterbi Algorithm and 0.7166 using Baum-Welch. Meanwhile, for the model expansion, the best CC average value is for Model 2 with state number 100 with 0.7827 using the Baum-Welch algorithm and 0.7820 using Viterbi. The average processing time of the HMM tests for all models using the Baum-Welch algorithm are almost two times slower than using Viterbi algorithm.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
D1169
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Phandiarta
"Model Hidden Markov Model-GARCH(1,1) atau HMM-GARCH(1,1) adalah model runtun waktu yang berfungsi untuk memprediksi volatilitas di masa depan dengan mengelompokan volatilitas yang menggunakan konsep HMM. Model ini merupakan perluasan dari model Markov Regime Switching-GARCH(1,1) atau MRS-GARCH(1,1). Volatilitas diketahui mengikuti proses rantai markov yang tersembunyi, dimana proses rantai Markov yang dapat diobservasinya adalah return dari sebuah instrumen investasi sehingga digunakan proses hidden Markov. Pada skripsi ini, akan dibahas mengenai bentuk, metode estimasi, dan metode peramalan pada model HMM-GARCH(1,1). Pengestimasian parameter pada bagian HMM-nya menggunakan algoritma Baum-Welch dan runtun waktu akan dibagi menjadi beberapa bagian menggunakan algoritma Viterbi. Lalu parameter pada bagian GARCH(1,1)-nya akan diestimasi menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation. Metode pengestimasian dari HMM-GARCH(1,1) ini kemudian akan diaplikasikan pada indeks Standard & Poor 500 atau S&P500. Hasilnya model HMM-GARCH(1,1) memiliki Mean Squared Error atau MSE dan Bayesian Criterion Information atau BIC yang lebih baik dari model GARCH(1,1).

Hidden Markov Model-GARCH(1,1) or HMM-GARCH(1,1) model is a time series model to predict future volatility by dividing the level of volatility and using HMM. This model is an extension from Markov Regime Switching-GARCH(1,1) or model MRS-GARCH(1,1) model. Volatility is known to follow a hidden Markov chain process, which the observable Markov Chain is the return from an investment asset. In this undergraduate thesis, it will be discussed the structure, estimation method, and forecasting method of HMM-GARCH(1,1) model. Baum-Welch algorithm is used to estimate the HMM's parameter, and Viterbi algorithm will be used to divide the time series into some regimes. For the GARCH(1,1) part, Maximum Likelihood Estimation is used to estimate the parameter. The parameter estimation method of HMM-GARCH(1,1) will be applied to Standard & Poor 500 Index or S&P500. HMM-GARCH(1,1) have better Mean Squared Error or MSE and Bayesian Criterion Information or BIC compared to GARCH(1,1)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sorontou, Yohanna
"Protein EBA-175 (Erythrocyte binding antigen-175) plasmodium falciparum merupakan ligan yang memperantarai perlekatan merozoit pada residu asam sialat glikoforin A pada eritrosit manusia dan oleh karena itu memegang peranan yang sangat penting pada invasi sel. Gen penyandi protein ini, eba-175 telah dibuktikan memiliki alel dimorfik, FCR (F) dan CAMP (C) yang dilaporkan berkaitan dengan manifestasi klinis malaria. Alel ini ditandai oleh adanya insersi nuleotida sebesar 423 pb pada alel F dan 342 pb pada alel C.
Suatu penelitian epidemiologi molekul yang bertujuan untuk menentukan frekuensi distribusi kedua alel tersebut serta kaitannya dengan manifestasi klinis malaria telah dilaksanakan pada isolat-isolat P. falciparum yang dikumpulkan dari pasien-pasien malaria asimptomatik dan simptomatik di Kabupaten Jayapura. Provinsi Papua melalui survei malariometrik dan pengumpulan sampel di pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Analisis dengan teknik penggadaan DNA (Polymerase chain reaction) 110 isolat dari pasien asimptomatik dan 100 isolat dari pasien simptomatik menunjukkan bahwa alel C merupakan alel yang dominan pada kedua kelompok tersebut, dengan frekuensi distribusi pada malaria asimp-tomatik; alel C: 62.7%, alel C/F: 8%. Uji statistik dengan Chi-square menunjukkan tidak adanya keterkaitan antara alel-alel tersebut di atas dengan manifestasi klinis malaria.
Pengobatan kasus malaria dengan obat antimalaria sulfadoksin-pirimetamin (SP) menunjukkan adanya perubahan yang bermakna pada distribusi kedua alel tersebut dan dimana alel C ditemukan berkaitan dengan kegagalan pengobatan SP. Hasil-hasil yang diperoleh berbeda secara bermakna dengan frekuensi distribusi alel gen eba-175 yang dilaporkan di beberapa negara endemis malaria dimana alel F merupakan alel dominan. Dominasi alel C di Papua kemungkinan sebagian dapat dikaitkan dengan resistensi relatif alel tersebut terhadap obat SP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
D624
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilman Fathurohman
"Plasmodium falciparum menggunakan protein EBA140 sebagai salah satu protein yang berperan pada proses invasi ke dalam sel darah merah. Polimorfisme domain F1 gen EBA-140 diketahui memengaruhi spesifisitas perlekatan protein EBA-140 pada reseptor di permukaan sel darah merah. Variasi tipe alel Gerbich pada gen GYPC yang merupakan reseptor bagi EBA-140 juga dapat memengaruhi kemampuan protein ligan EBA-140 dalam berikatan dengan reseptor GYPC di permukaan sel darah merah.
Penelitian mengenai keragaman sekuens asam amino domain F1 gen EBA-140 dan variasi alel Gerbich gen GYPC telah dilakukan terhadap 18 isolat klinis P. falciparum yang berasal dari kabupaten Bangka Barat (n = 5), kabupaten Bangka Tengah (n = 4), dan kabupaten Mimika (n = 9). Amplifikasi gen EBA-140 dari isolat parasit malaria dilakukan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Selanjutnya fragmen DNA parasit diperbanyak dengan metode kloning ke dalam sel bakteri Escherichia coli.
Analisis hasil sekuens asam amino domain F1 menunjukkan adanya 7 haplotipe gen EBA-140 dari ketiga daerah tersebut. Tiga haplotipe yaitu ISTK, DSTK, dan ISRE merupakan haplotipe baru yang belum pernah dilaporkan sebelumnya. Analisis variasi alel Gerbich pada gen GYPC menunjukkan tidak ada delesi ekson 3 pada gen GYPC pada ketiga daerah tersebut. Informasi mengenai keragaman haplotipe gen EBA-140 dan gen GYPC dapat dijadikan sebagai acuan dalam mendesain vaksin berbasis gen EBA-140 yang efektif memberantas P. falciparum di Indonesia.

Plasmodium falciparum utilizies the EBA140 as one of its proteins to invade the red cells. Polymorphisms at the domain F1 of EBA-140 gene have been known to affect the ligand recognition to its corresponding protein receptors glycophorin C (GYPC) or Gerbich antigen. Deletion on the GYPC gene, known as Gerbich blood-type, is known to prevent the parasite invasion using this pathway. Polymorphisms on the GYPC gene could alter the ability of EBA-140 ligand to bind to GYPC receptor on the surface of erythrocyte. Plasmodium falciparum clinical isolates from West Bangka (n = 5), Central Bangka (n = 4), and Mimika regencies (n = 9) were studied for their EBA-140 and GYPC gene polymorphisms. Parasite DNA was amplified using Polymerase Chain Reaction (PCR) and subsequently cloned into Escherichia coli.
Amino acid sequence analysis of the F1 domain showed that there were seven haplotypes of EBA-140 gene from all locations. Three haplotypes of EBA-140 (ISTK, DSTK, ISRE) detected in this study were new haplotypes that had not been reported previously. Analysis on the Gerbich allele detected no exon 3 deletion on the GYPC gene from all location. These findings provide useful information if the vaccine involving the EBA-140 component would be developed.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56171
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meizi Fachrizal Achmad
"Ruang Lingkup dan Cara penelitian : Resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin diltubungkan dengan mutasi titik gen Pfcrt sehingga diduga menyebabkan meningkatnya efflux klorokuin dari vakuola makanan. Penelitian pada beberapa riegara secant in vivo memo rikan hasil yang berbeda pada daerah yang berbeda. Indonesia adalah salah satu negara endemik malaria dimana penggunaan klorokuin sejak lama telah memacu timbulnya resistensi dan saat ini bampir 50 % P. falcipaaum telah resisten terhadap klorokuin. Untuk menentukan apakah klorokuin masih dapat dipakai sebagai first line therapy, diperlukan analisa mutasi Plot yang berguna untuk memberikan masikan dalam kebijakan pengobatan di suatu daerah. Sampel penelitian ini adalah P. falciparurn yang didapat dari pasien yang datang berobat ke Puskesmas Kenarilang (Alor) kemudan diberi klorokuin 25 mglkgbb selama 3 hari dan dilakukan pengamatan selama 28 hari. Dan spot darah pasien, DNA P. falciparum diekstrak dengan menggunakan metode Meier dan selanjutnya dilakukan amplifikasi DNA dengan primer yang menyandi gen Pfcrt. Hasil amplifikasi dipotong dengan menggunakan enzim restriksi untuk melihaQ. adanya mutasi.
Hasil dan Kesimpulan : Angka endemisitas malaria di Alor sebesar 65,9 % (1921292) dengan prevalensi malaria falsiparum sebesar 28,9 % (871292) sebagai infeksi tunggal dan 4,4 % (131292) sebagai infeksi campur. Sedangkan aagka kegagalan pengobatan sebesar 65 % (26140) dan diantaranya disebabkan oleh resistensi parasit terhadap klorokuin sebesar 56,3 % (18132). Mutasi pada kodon 76 Pfcrt memperlihatkan hubungan yang sangat bermakna dengan kegagalan pengobatan (p r 0,05). Selma penderits yang gagal dalam pengobatan (resisten) ternyata mengandung parasit yang mengalami mutasi pada gen Pfcrt sebesar 100 % (18/18). berdasarkan kriteria WHO, Alor dimasukkan ke dalam kategori "change period'.
Dengan demikian penggunaan klorokuin sebagai obat pilihan pertama pada pengobatan malaria falsiparum di Alor sudah selayakrtya dievaluasi kernbali. Walaupun belum ideal, namun penggunaan terapi kornbinasi artemisin dengan amodiakuin dapat dijadikan sebagai pilihan pertama pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suriyani
"Latar Belakang : WHO menyatakan bahwa malaria merupakan penyebab kematian utama penyakit infeksi tropis pada anak-anak dan wanita hamil. Anemia berat merupakan komplikasi yang umum dari malaria, terutama malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Seperempat dari total penduduk di Kecamatan Nangapanda yang merupakan daerah endemis malaria adalah anak sekolah, sehingga perlu dilihat hubungan antara infeksi Plasmodium falciparum dengan anemia pada anak sekolah di kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Tujuan : Mengetahui hubungan antara anemia dengan infeksi Plasmodium falciparum pada anak sekolah di kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Desain : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan case control.
Metode : 540 whole blood anak sekolah yang telah mendapat terapi kecacingan selama 30 hari, diambil untuk pengukuran kadar haemoglobin dan pembuatan preparat malaria darah tebal dan darah tipis dengan pewarnaan Giemsa. Spesies Plasmodium dipastikan dengan menggunakan Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR).
Hasil : Tingkat infeksi Plasmodium terhadap anak sekolah di daerah endemis malaria sebesar 3,51% (koreksi dengan Real Time PCR). Terdapat 43 kasus anemia dengan kasus 41 anemia ringan dan 2 kasus anemia sedang. Dari total 41 kasus anemia ringan, infeksi Plasmodium falciparum hanya ditemukan pada 3 kasus. Dua kasus anemia sedang dan 38 kasus anemia ringan yang dialami oleh subyek ternyata bukan disebabkan oleh infeksi Plasmodium falciparum. Subyek yang terkena infeksi Plasmodium falciparum mempunyai resiko 4.6 kali untuk menjadi anemia jika dibandingkan dengan subyek yang tidak terinfeksi (OR 4.6).
Kesimpulan : Subyek yang terkena infeksi Plasmodium falciparum mempunyai resiko 4.6 kali untuk menjadi anemia jika dibandingkan dengan subyek yang tidak terinfeksi.

Background: According to the WHO, malaria is the major cause of death from tropical infections in children and pregnant women. Severe anaemia is a common complication of malaria, particularly Plasmodium falciparum malaria. One-fourth of the population of Nangapanda Subdistrict, an malaria endemic region, are school children. Therefore it is necessary to investigate the relationship between Plasmodium falciparum infection with anaemia in school children at at Nangapanda Subdistrict, Nusa Tenggara Timur.
Objective: To investigate the relationship between Plasmodium falciparum infection with anaemia in school children at Nangapanda Subdistrict, Nusa Tenggara Timur.
Study Design: This was an observational case control study.
Methods: A total of 540 whole blood samples were collected from school children receiving anthelmintic treatment for 30 days from the research team, for hemoglobin determination and preparation of thick and thin Giemsa blood smears for malaria diagnosis. Species of Plasmodium was confirmed by Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR).
Results: Infection rate of Plasmodium among school children in this malaria endemic region was 3.51%. There were 43 cases of anaemia, comprising 41 mild cases and 2 moderately severe cases. Among the 41 mild anaemia cases, Plasmodium falciparum infection was found in only 3 cases. The remaining anaemia cases (38 mild and 2 moderately severe cases) were not caused by Plasmodium falciparum infection. Subject with the infection of Plasmodium falciparum will have a 4.6 times chances to become anaemia if compared with the subject with no infection (OR 4.6).
Conclusion: Subject with the infection of Plasmodium falciparum will have a 4.6 times chances to become anaemia if compared with the subject with no infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hui, Ling Liem
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Vitamin A berperan terhadap fungsi mengatur sistem imun tubuh baik imunitas humoral maupun seluler. Kekebalan terhadap infeksi malaria berkembang secara perlahan-lahan tergantung pada intensitas paparan infeksi.
Beberapa penelitian melaporkan adanya hubungan terbalik antara kadar retinol darah dengan parasit baik secara kualitatif maupun kuantitatif serta ada tidaknya gejala klinis.Sedangkan tolok ukur keberhasilan pengobatan adalah jumlah parasit dan ada tidaknya gejala Minis. Oleh karena itu dilakukan pengukuran kadar retinol dalam darah terhadap penderita malaria yang telah diberikan pengobatan obat standar malaria (klorokui atau sulfadoksin-pirimetamin) sesuai dengan berat badan penderita.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian obat antimalaria akan lebih efcktif pada individu dengan kadar retinol tinggi dibandingkan dengan individu dengan kadar retinol rendah. Penelitian ini merupakan studi nested case control yaitu suatu studi case control yang bersarang pada proses penelitian kohort retrospektif. Sebanyak 69 orang penderita malaria falciparum yang datang berobat ke Puskesrnas Hanura, Lampung Selatan diobati dengan klorokuin atau sulfakksin-pirimetamin (pemberian obat dilakukan secara randomisasi) dengan dosis sesuai dengan berat badan. Pasien tersebut diamati selama 28 hari untuk dilakukan uji in vivo efikasi that malaria sesuai dengan kriteria WHO. Terhadap 56 dari 69 penderita tersebut kemudian diperiksa kadar retinol serum.
Basil dan Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar retinol dengan jumlah parasit (p= 0,028) dan dengan suhu tubuh (p0,026). Sebanyak 48,2% (27156) penderita yang diperiksa kadar retinol berhasil dalam pengobatan, sedangkan 51,8% (29156) penderita gagal dalam pengobatan. Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar retinol dengan keberhasilan pengobatan (p=4,064), tetapi secara klinis kadar retinol z4,7 lcMo1/L mempunyai peluang untuk berhasil dalam pengobatan sebesar 2,857 kali dibandingkan dengan kelompok retinol <0,7 p.MoIIL.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah kemungkinan ada pengaruh Minis kadar retinol dengan keberhasilan pengobatan malaria (terutama dengan klorokuin), meskipun secara statistik tidak bermakna, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwarni
"Kultur Plasmodium falciparum in vitro yang selama ini dilakukan, membutuhkan serum manusia dalam jumlah yang cukup besar sebagai suplemen medianya yaitu 10 % dari volume media yang diperlukan. Disamping itu, tidak semua serum manusia dapat dipakai karena adanya beberapa faktor yang dapat menghambat pertumbuhan parasit, diantaranya adalah faktor imunologi dan kandungan atau adanya virus yang patogen terutama virus hepatitis. Sehingga perlu dicari alternatif suplemen lain sebagai pengganti serum manusia. Dalam studi ini akan diteliti pengaruh penggunaan serum hewan, dalam hal ini sapi dan biri-biri terhadap pertumbuhan P. falciparum in vitro, sehingga dapat dipertimbangkan kemungkinan penggunaannya sebagai pengganti serum manusia sebagai suplemen dalam media kultur.
P. falciparum strain Irian nomer kode 2300 dengan kepadatan parasit awal 0,5% dikultur dalam 30 cawan petri yang berdiameter 5 cm. Pada setiap 10 cawan petri diberi media kultur dengan suplemen serum yang berbeda, yaitu media kultur dengan suplemen serum sapi, serum biri-biri dan serum manusia sebagai pembanding. Pertumbuhan parasit di setiap cawan petri diikuti setiap hari selama 35 hari, dan kepadatan parasit dihitung per 10.000 eritrosit.
Didapatkan bahwa pertumbuhan P. falciparum dalam media kultur dengan suplemen serum sapi adalah <1 kali - 8 kali kepadatan parasit pada awal kultur, dengan suplemen serum biri-biri kepadatan parasitnya mencapai 5 kali - 17 kali kepadatan semula, sedangkan pada kultur dengan suplemen serum manusia kepadatan parasitnya menjadi 4 sampai 19 kali kepadatan parasit pada awal kultur.

In vitro cultivation of Plasmodium falciparum needs a large amount of human sera (about 10 % of the culture media) as culture supplement. But, not all of human sera can be used, since there are several factors which might affect parasites development, among others are immunological factors and viral infections, especially hepatitis viruses. Alternatives supplement is needed to be considered for parasite culture in the future. In this study, animals sera (cows and sheeps) will be used as alternatives supplement for the culture media.
P. falciparum Irian strain code number 2300 was cultured in 30 plates (petri dishes with 5 cm diameter), the initial parasite density was 0,5%. Every 10 culture plates were suplemented with different sera, cow's sera, sheep's sera and human's sera as a Gold standard.
Parasite's development was observed every 24 hours for 35 days, and the density of parasites was count per 10,000 red blood cells.
The multiplication of P. falciparum cultured in media supplemented with cow's sera were < 1 to 8 times of the initial parasites density, in the supplement of sheep's sera the multiplication were 5 to 17 times and in human's sera supplement, the multiplication were 4 to 19 times.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzulia Irawati
"Latar belakang: Sampel P. falciparum dari lapangan dapat menampilkan bentuk dan jenis yang bervariasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaman alel MSP-1 blok 2 isolat P. falciparum yang berasal dari daerah pegunungan dan daerah pantai Sumatera Barat, Indonesia dan membandingkan keberadaan jenis-jenis alel dari kedua daerah pegunungan dan pantai.
Metode: 56 sampel darah yang terinfeksi P. falciparum, diperoleh dari 27 penderita yang berobat pada Puskesmas di Kabupaten Solok Selatan yang merupakan daerah pegunungan dan 29 penderita yang datang berobat pada Puskesmas dari daerah pantai di kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Indonesia. Daerah-daerah yang mengapit sifat-sifat yang sangat polimorfi k, blok 2 MSP-1, ditentukan genotipnya melalui allele-specifi c nested PCR guna menganalisa populasi kepadatan parasit. Analisis urutan daerah-daerah polimorfi k dari MSP-1 juga dilakukan untuk mengidentifi kasi keanekaragaman alel di dalam populasi parasit.
Hasil: Polimorfi sme alel yang beranekaragam dari MSP-1 diidentifi kasi pada isolat P. falciparum dari suatu daerah pegunungan dan daerah pantai di Sumatera Barat, Indonesia, dan kebanyakan infeksi ditemukan berupa infeksi campuran. Analisa urutan MSP-1 blok 2 mengungkapkan bahwa teridentifi kasi 16 alel berbeda untuk MSP-1 (3 untuk tipe K1, 2 untuk tipe MAD20 dan 2 untuk tipe RO33).
Kesimpulan: Dari isolat lapangan P. falciparum yang dikumpulkan dari suatu daerah pegunungan dan daerah pantai di Sumatera Barat teridentifi kasi polimorfi fme genetik yang luas. Juga ditemukan tingkat infeksi campuran yang tinggi, sebagai derajat kemajemukan infeksi yang tinggi.

Background: The fi eld isolates of P. falciparum may display variant forms and different frequencies. This study was designed to know the diversity of allelic type of MSP-1 block 2 among P. falciparum isolates collected in a mountain and a coastal area in West Sumatera, Indonesia, and compare mountain and coastal area.
Methods: A total of 56 P. falciparum infected blood samples, collected from 27 patients attending local health facilities in South Solok district in a mountain region and 29 patients attending a local health facilities in South Coastal district region, West Sumatera, Indonesia were used in this study. The regions fl anking the highly polymorphic characters, block 2 for MSP-1, were genotyped by allele-specifi c nested-PCR to analyse the population diversity of parasite. Sequence analysis of the polymorphic regions of MSP-1 was also conducted to identify allelic diversity in the parasite population.
Results: Diverse allelic polymorphism of MSP-1 was identifi ed in P. falciparum isolates from a mountain area and a coastal area in West Sumatera, Indonesia, and most of the infections were determined to be mixed infections. Sequence analysis of MSP-1 block 2 revelaled that 16 different alleles for MSP-1 (3 for K1 type, 2 for MAD20 type and 2 for RO33 type) were identified.
Conclusion: Extensive genetic polymorphism with diverse allele type was identifi ed in MSP-1 in P. falciparum fi eld isolates from a mountain and a coastal area. A high level of mixed infections was also obcserved, as was a high degree of multiplicity of infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Afita Putri Lestari
"Darah merupakan unsur dalam tubuh manusia yang memiliki peran penting dalam mekanisme kerja tubuh. Banyak informasi penting yang terkandung dalam darah, termasuk informasi penyakit yang diderita seseorang. Pentingnya informasi tersebut ditambah kebutuhan diagnosis dini untuk mempercepat penanganan suatu penyakit, maka citra darah sangat vital sebagai media dalam proses pengenalan penyakit. Dengan menggunakan citra darah, proses pengenalan penyakit menjadi lebih mudah dan cepat karena tidak diperlukan proses reaksi kimia dengan darah.
Dalam skripsi ini dilakukan perancangan proses pengenalan penyakit leukemia dari citra darah dengan menggunakan metode Hidden Markov Model (HMM). Prosesnya melibatkan dua tahap proses utama yaitu proses pembentukan database dan proses pengenalan. Pada tahap pembentukan database, citra darah diubah menjadi vector sebagai titik sample dan titik-titik yang terdekat akan dikuantisasi menjadi centroid atau codeword. Kumpulan codeword akan disimpan berupa codebook di dalam database. Pengenalan dilakukan dengan membandingkan besaran log of probability HMM yang dihitung berdasarkan titik sample dari setiap sample citra darah. Dengan menggunakan codebook berukuran 32, 64 dan 128 dengan jumlah repetisi 5 dan 10 kali, diperoleh tingkat akurasi pengenalan penyakit darah antara 60% sampai 82,76%.

Blood is a part of human body which plays an important role in the body mechanism. Important informations could be achieved from blood, including information of diseases. This kind of information is very essential in order to diagnose the disease as early as possible. Blood cells in digital format will be easier to analyze using computers and the process itself could be performed faster than conventional methods, since it needs no chemical reactions in the process.
In this research, the disease identification for leukemia is performed from blood imageries analyzed using Hidden Markov Model (HMM). The whole process consists of two main processes: database construction and recognition. In the first process, blood image will be transformed to vectors as sample points and the nearest points will be quantized as centroids or codewords. The collection of codewords is built in codebook database. Recognition process is performed by taking the largest value of HMM?s log of probability from sample points of several blood images. Based on the simulation results, using codebook 32, 64 and 128 with repetition 5 and 10 times, the accuration levels of the recognition results are between 60% and 82.76%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40544
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>