Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134103 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eva Achjani Zulfa
"ABSTRAK
Praktek penyelesaian perkara pidana melalui jalur ?musyawarah? antar pelaku dan korban Serta masyarakat yang terlibat didalamnya merupakan suatu kenyataan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Mekanisme penyelesaian ini dalam prakteknya terselenggara dengan atau tanpa melibatkan penegak hukum. Dalam praktik, perdamaian sebagai hasil akhir dari rnusyawarah yang terjadi menjadi kunci penutup permasalahan yang terjadi seolah mendapatkan pembenaran dalam hukum yang hidup dalam masyarakat. Fenomena yang demikian dalam kenyataannya bukan hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja. Di sejumlah negara telah dibuat kebijakan dalam rangka menjawab pennasalahan tersebut dalam bentuk program Pemerintah atau bahkan kebijakan dalam regulasinya. Kebijakan dan program ini dibuat berdasarkan filosofi pemidanaan tradisional yang membingkainya yang dikenal sebagai keadilan restoratif Keadilan restoratif merupakan suatu filosofi pemidanaan tradisional yang dapat dipakai sebagai pendekatan dalam penanganan dan penyelesaian perkara pidana yang terjadi dalarn masyarakat, Berangkat dari kenyataan tersebut, Disertasi ini membahas tentang kemungkinan penerapan pendekatan keadaan restoratif dalarn praktek penegakan hukum pidana di Indonesia Pencarian atas gagasan penerapan pendekatan keadilan restoralif dalam disertasi ini dimulai dengan kajian teoretis terhadap keadilan restoratif dimana terjadi pergulatan untuk menyatakannya sebagai sebuah teori atau filosofi pernidanaan. Penelitian dilanjutkan dengan penelusuran terhadap praktik penggunan pendekatan keadilan nestoratif di berbagai Negara, Kedua kajian ini yang menjadi pedoman penulis dalarn melihat plaktek penanganan perkara pidana di Indonesia terhadap sejumlah perkara pidana yang diselesaikan diluar sistem peradilan pidana, pandangan para petugas penegak hukum terhadap hal tersebut dan mengurai pula basil pilot project penerapan pendekatan keadilan restoratif di Bandung. Saluruh proses penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif Suatu metode penelitain yang ?multimethod in focus, involving an interpretive and naturalisilic approach ro its subject matter", dimana diharapkan melalui pendekatan ini akan terlihat nyata dari analisa dan pembahasan perrerapan pendekatan keadilan restoratif di dalam pandangan hukum pidana, sistem peradilan pidana, hukum adat yang menggali pandangan masyarakat terhadap Iembaga peradilan pidana dan proses yang berjalan didalamnya serta pengaruh dan norma hukum. Penelitian kualitatif juga telah membuka kemungkinan bagi penulis untuk meneliti dengan menggunakan berbagai sumber baik data yang diperoleh melalui penelitian lapangan, maupun Studi dokumen. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagai suatu filosofi pemidanaan, keadilan restoratif dapat membingkai berbagai kebijakan, gagasan program dan strategi penanganan perkara pidana sehingga diharapkan hasil proses tersebut dapat menciptakan keadilan yang dirasakan oleh pelaku, korban rnaupun masyarakat dan menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh sistem peradilan pidana saat ini."
Depok: 2009
D1029
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eriyantouw Wahid
"Restorative justice and conventional courts in Indonesian criminal law"
Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2009
340.11 ERI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Nurfadlillah
"Keadilan restoratif merupakan pendekatan yang dilakukan dalam penyelesaian perkara dengan partisipasi aktif dari korban maupun pelaku untuk mencapai kesepakatan penyelesaian yang adil sehingga tidak ada lagi pengulangan tindak pidana yang dilakukan pelaku dan pemenuhan kebutuhan korban yang telah diterapkan pendekatannya di Indonesia melalui Sistem Peradilan Pidana Anak yang tercantum pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Tidak semua perkara anak dapat diterapkan pendekatan keadilan restoratif, salah satu syaratnya adalah tindak pidana yang dilakukan bukan merupakan tindak pidana kesusilaan serius. Negara Selandia Baru dan Australia menerapkan pendekatan keadilan restoratif dalam hal penyelesaian perkara pada kasus tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak, bentuk penerapannya keduanya menggunakan model keadilan restoratif konferensi keluarga, mediasi antara pelaku-korban dan bentuk lingkaran. Dalam praktiknya di Indonesia, banyak kasus tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak menggunakan pendekatan keadilan restoratif, hasil dari penerapan keadilan restoratifnya sendiri bukan selalu berdamai namun anak dapat dikenakan pidana tindakan atau pidana dengan syarat sebagai bentuk wujud dari penerapan keadilan restoratif yang mengedepankan pemulihan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penulisan ini akan menganalisis bagaimana penerapan pendekatan keadilan restoratif dalam hal penyelesaian tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak.

Restorative justice is an approach employed in resolving cases with active participation from both the victim, offender, community leader, and restorative justice facilitator to achieve a fair agreement that prevents the repetition of criminal acts by the offender and fulfills the needs of the victim. This approach has been implemented in Indonesia through the Juvenile Criminal Justice System Act, as stated in Article 5, paragraph (1) of Law No. 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System. Not all cases involving children can be subjected to restorative justice; one of the requirements is that the committed crime should not be a serious sexual offense. New Zealand and Australia have implemented the restorative justice approach in resolving cases of sexual violence committed by minors, utilizing the restorative justice model of family conferences, mediation between the offender and victim, and circle processes. In practice in Indonesia, many cases of sexual violence committed by children have been addressed using the restorative justice approach. The outcome of implementing restorative justice is not always reconciliation, but rather the child may face punitive measures or conditional punishment as a form of restorative justice emphasizing restoration. By employing a normative juridical research method, this paper aims to analyze the application of the restorative justice approach in resolving cases of sexual violence committed by minors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferny Melissa
"Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah memberikan jaminan terhadap hak anak yang berhadapan dengan hukum. Di dalam pemenuhan dan penjaminan atas hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum, telah di atur sebuah sistem berupa prinsip keadilan restoratif atau restorative justice yang merupakan upaya penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan di luar dari proses peradilan di persidangan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, telah diatur sebuah proses yang disebut diversi. Penulis ingin memberikan penjelasan dan melakukan penelitian sejauh mana peran Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap proses penyelesaian perkara pidana anak diterapkan berdasarkan Undang-undang SPPA yang memberikan jaminan kepastian hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
Penulis melihat bahwa di dalam praktiknya, masih banyak aparat penegak hukum yang masih terus berproses mempelajari upaya keadilan restoratif dan justru masih banyak orang atau masyarakat yang tidak tahu hak-hak anak di dalam sebuah proses hukum yang dijaminkan pada undang-undang tersebut. Oleh sebab itu, dengan adanya penguatan keberadaan Pembimbing Kemasyarakatan dinilai sangat penting di dalam menjamin hak-hak anak berhadapan dengan hukum.

The Bill Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System has provided guarantees for the rights of children in conflict with the law. In fulfilling and guaranteeing the rights of children in conflict with the law, a system has been set up in the form of the principle of restorative justice, which is a law enforcement effort in resolving cases that can be used as an instrument of recovery outside of the judicial process at trial. Based on this law, a process called diversion has been regulated. The author wants to provide an explanation and conduct research to what extent the role of Probation and Parole Officer in assisting and supervising the process of resolving children's criminal cases is implemented based on the SPPA Law which provides a guarantee of legal certainty for children in conflict with the law.
The author sees that in practice, there are still many law enforcement officers who are still in the process of studying restorative justice efforts and in fact there are still many people or communities who do not know about children's rights in the legal process guaranteed by this law. Therefore, strengthening the existence of Probation and Parole Officer is considered very important in ensuring children's rights in dealing with the law.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Asti Hermawan Santosa
"ABSTRAK
Kepolisian Republik Indonesia merupakan gerbang utama dalam criminal justice system, sehingga penentuan kearahmana penanganan tindak pidana ditentukan pada awal proses di kepolisian dalam penyelidikan maupun penyidikan, tujuan hukum yaitu untuk kemanfaatan, kepastian hukum dan keadilan, seringkali tidak dinamisnya tujuan hukum antara kemanfaatan dan kepastian hukum, hal ini menjadi polemik di masyarakat karena polisi selalu mengedepankan asas legalitas dalam mencapai kepastian hukum, sehingga kepolisian terlihat rigid dalam menangani suatu tindak pidana, sehingga hal ini menjadi perhatian khusus oleh Kepolisian Republik Indonesia yaitu dengan keluarnya Surat Edaran Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. SE/8/VII/2018 tanggal 27 Juli 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana, sehingga melalui restorative justice ini akan menjawab keresahan yang ada dimasyarakat, aplikasi dari restorative justice ini diaplikasikan dengan mediasi penal, yaitu perkara pidana yang diselesaikan dengan cara mediasi antara pelaku dengan korban, sehingga menjadi menarik bagaimana penyelesaian perkara pidana oleh Kepolisian Republik Indonesia menggunakan mediasi penal berdasarkan konsep keadilan restoratif serta sejauhmana luas penerapan kebijakan hukum pidana dalam penyelesaian perkara pidana dihubungkan dengan konsep keadilan restoratif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu bersifat deskripsi analitis, dengan pendekatan yang mengkaji atau menganalisis study kasus, study empiris, self evaluasi dan data sekunder seperti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni pendekatan aturan yaitu Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. SE/8/VII/2018 tanggal 27 Juli 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana dan Pendekatan Konsep yaitu konsep restorative justice sebagai grand theory, kebijakan hukum pidana sebagai midle theory, dan mediasi penal sebagai aplied theory.
Surat edaran tentang restorative justice secara normatif bisa diterapkan oleh penyidik dalam menyelesaikan perkara pidana melalui mediasi penal, namun secara faktual tidak adanya keseragaman dalam menerapkan surat edaran tentang restorative justice tersebut, karena adanya perbedaan paham dalam menerapkan restorative justice, ada yang menerapkan sesuai dengan surat edaran, namun ada pula yang masih secara konvesnional sebelum berlakunya surat edaran tersebut.

ABSTRACT
The Indonesian National Police is the main gate in criminal justice system, therefore;the determination of the direction in handling the crime is determined at the beginning of the process at the police in inquiry and investigation, the purpose of law is for expediency, legal certainty and justice, oftentimes there are lacks of dynamism between the legal objectives of benefit and legal certainty, this thing becomes a polemic in the community because the police always prioritizes the principle of legality in achieving legal certainty, therefore; the police looks rigid in handling a crime, as a result; this becomes a special concern for the Indonesian National Police by the issuance of the Indonesian National Police Chief Circular Letter No. SE/8/VII/2018 dated 27th July 2018 concerningthe Implementation of Restorative Justice in the Settlement of Criminal Cases, therefore; through this restorative justice will answer the unrest in the community, the application of restorative justice is applied by using penal mediation which is criminal cases that is resolved by mediating between the perpetrators and the victims, as a result; the settlement of criminal cases by the Indonesian National Police becomes interesting based on the concept of restorative justice and the extent to which the application of criminal law policies in the settlement of criminal cases which is related to the restorative justice concept.
This research used a qualitative analytical descriptive method with an approach that examined or analyzed case studies, empirical studies, self-evaluation and secondary data such as references or secondary data which was consisted of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. The research approach which was used in this study namely the rule approachthat was the Indonesian National Police Chief Circular Letter No. SE/8/VII/2018 dated 27th July 2018 concerning the Implementation of Restorative Justicein the Settlement of Criminal Cases and Approaches Concept that was the concept of restorative justice as grand theory, criminal law policy as middle theory, and mediation of penal as applied theory.
Circular on restorative justice could be applied normatively byinvestigators in resolving criminal cases through penal mediation, however; in fact there was no uniformity in applying the circular about restorative justice, because ofdifferences in understanding in applying restorative justice, there were those who applied according to the circular, however; in other cases some of them were still used conventional way before the entry into force of the circular.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rafa Tabina Bakhiatushsholihat
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan dan penerapan Judicial Pardon dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP 2023). Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian doktrinal yang menggunakan tipologi Funtional Comparative Legal dengan fokus Perbandingan Substantif yang berfokus pada perbandingan isi atau substansi dari norma-norma hukum yang ada dari berbagai negara dengan membandingkan pengaturan, mekanisme, dan penerapan dari judicial pardon dari berbagai negara yang mengatur mengenai judicial pardon, antara lain Belanda, Yunani, Portugal, Uzbekistan, Perancis, Greenland, dan Somalia, untuk menyusun rekomendasi rencana pembaharuan hukum. Pada skripsi ini, pembahasan akan dibagi menjadi tiga. Pertama, pembahasan mengenai kualifikasi tindak pidana yang dapat diberikan judicial pardon dengan mengalisis hukum positif di Indonesia dan melakukan perbandingan dengan beberapa negara yang mengatur mengenai judicial pardon dalam hukum positifnya. Kedua, pembahasan mengenai penerapan judicial pardon dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dengan menganalisis peraturan hukum pidana formil dan praktiknya dalam peradilan di Indonesia serta melakukan perbandingan dengan beberapa negara yang menerapkan judicial pardon. Ketiga, menganalisis pengaturan dan penerapan judicial pardon yang tepat apabila hendak diterapkan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Penelitian ini mengemukakan bahwa kualifikasi tindak pidana terhadap pemberian judicial pardon diperlukan yang meliputi ringannya perbuatan mengacu pada ketentuan tindak pidana ringan atau dampak dari perbuatannya ringan, keadaan pribadi yang mengacu pada umur dan riwayat hidup pelaku, dan keadaan pada waktu dilakukannya tindak pidana dan setelahnya mengacu pada dampak tindak pidana terhadap korban dan terdakwa serta upaya pemulihannya. Lebih lanjut, perlu diatur mengenai mekanisme penjatuhan judicial pardon dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang meliputi bentuk putusan terhadap pemberian judicial pardon yang diatur sebagai putusan khusus dan upaya hukum terhadap putusan judicial pardon berupa upaya hukum kasasi.

This thesis discusses the regulation and application of Judicial Pardon in the criminal justice system in Indonesia with the legal basis of Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code (Criminal Code 2023). The research method used in writing this thesis is doctrinal research that uses Functional Comparative Legal typology with a focus on Substantive Comparison which focuses on comparing the content or substance of existing legal norms from various countries by comparing the regulation, mechanism, and application of judicial pardon from various countries that regulate judicial pardon, including the Netherlands, Greece, Portugal, Uzbekistan, France, Greenland, and Somalia, to develop recommendations for legal reform plans. In this thesis, the discussion will be divided into three. First, a discussion of the qualifications of criminal offenses that can be granted judicial pardon by analyzing positive law in Indonesia and making comparisons with several countries that regulate judicial pardon in their positive laws. Second, it discusses the application of judicial pardon in the criminal justice system in Indonesia by analyzing formal criminal law regulations and practices in the Indonesian judiciary as well as making comparisons with several countries that apply judicial pardon. Third, to analyze the appropriate regulation and application of judicial pardon in Indonesia's criminal justice system. This research argues that the qualifications of criminal offenses for the granting of judicial pardon are needed, which include the seriousness of the act referring to the provisions of minor crimes or the impact of minor acts, personal circumstances referring to the age and life history of the offender, and the circumstances at the time of the crime and afterwards referring to the impact of criminal acts on victims and defendants as well as efforts to recover. Furthermore, it is necessary to regulate the mechanism of judicial pardon in the Criminal Procedure Code (KUHAP) which includes the form of verdict on the granting of judicial pardon which is regulated as a special verdict and legal remedies against judicial pardon decisions in the form of cassation legal remedies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qorry Nisabella
"Indonesia merupakan negara civil law. Peraturan tertulis menjadi sumber hokum yang terutama dalam negara civil law. Dahulu sistem peradilan pidana di Indonesia bersumber pada HIR yang menganut prinsip inquisitor. Sejak tahun 1982, sistem peradilan pidana Indonesia bersumber pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana/KUHAP yang menganut prinsip akusator. Prinsip akusator menjamin pelaksanaan hak asasi manusia yang terlibat dalam suatu proses pidana. Namun pasal-pasal dalam KUHAP sendiri justru masih menganut prinsip inquisitor. Hal ini dapat dilihat dengan adanya ketentuan mengenai suatu dokumen yang disebut sebagai berita acara penyidikan/BAP. BAP saksi dalam KUHAP, selain menjadi pedoman bagi hakim dalam memeriksa perkara, dapat pula menjadi sebuah alat bukti bagi hakim. Tentu saja hal ini telah melanggar prinsip akusator. Bahkan dalam praktik sistem peradilan pidana di Indonesia, hakim kerap melakukan apa yang tidak ditentukan oleh KUHAP, dengan lebih mengutamakan keterangan dalam BAP saksi ketimbang dengan keterangan yang diberikan oleh seorang saksi di depan persidangan, sebagai alat bukti keterangan saksi yang sah.

Indonesia is a civil law country. In the civil law country, written rules become main sources of law. Indonesian Criminal Justice System was based on HIR which embraces an inquisitor principle. Since 1982, the Indonesian Criminal Justice System had been rooted in Law No. 8 of 1981 on the Law of Criminal Procedure / Criminal Procedure Code which adopts an akusator principle. Akusator principle ensures the implementation of human rights who involved in a criminal process. But the articles in the Criminal Procedure Code itself still adopts an inquisitor principle. It can be seen with the existence of a document named as the investigation report / BAP. This witness investigation minute, besides being a guide for judges in examining cases, it can also be an evidence for the judge?s consideration. Of course this condition has violated the principle of akusator. In fact, judges often do what is not determined by the Criminal Procedure Code, to prioritize the witness testimony written in BAP more than the testimony given by a witness before trial, as evidence of legitimate witness testimony."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S232
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Soebjakto
Jakarta: IND-HILL-CO, 1991
345 SOE t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Benito Harleandra
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang analisis penerbitan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) dalam penyelesaian perkara pidana melalui diversi di Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan (Polres Metro Jaksel) ditinjau dari ketentuan Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif-kualitatif yang bersumber dari data primer dan sekunder dengan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara informan primer, observasi dan telaahan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, Penerbitan SP3 sebagai surat ketetapan penghentian penyidikan dalam UUSPPA menjadi lembaga yang digunakan oleh penyidik Polrestro Jaksel untuk menghentikan penyidikan tindak pidana melalui proses diversi. Namun demikian penerbitan SP3 sebagai bentuk penyelesaian perkara AKH melalui diversi tetap merujuk pada ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yang menjadi lembaga penghentian penyidikan yang dilatarbelakangi secara limitatif dalam ketentuan pasal tersebut. Kedua, Dampak yang dapat terjadi apabila pelaksanaan diversi dinyatakan selesai dengan diterbitkannya SP3 yang merujuk pada Pasal 109 ayat (2) KUHAP sebagai surat ketetapan penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 24 PP Diversi maka memberikan ruang untuk dibuka kembali penyidikan atas perkara tersebut sehingga AKH tidak memperoleh kepastian hukum dalam penyelesaian perkaranya. Sejatinya, penerbitan SP3 pada penyelesaian perkara AKH dimaksudkan untuk menyatakan bahwa perkara AKH telah selesai diperiksa dan diadili (memiliki kekuatan hukum tetap) serta telah dilaksanakan hukumannya sehingga tidak dapat dituntut kembali (nebis in idem) pada masa mendatang.

This thesis is the result of research on the analysis of the issuance of Letters of Termination of Investigation (SP3) in the settlement of criminal cases through diversion at the South Jakarta Metro Police (Polres Metro Jaksel) in terms of the provisions of Article 109 paragraph (2) of the Criminal Procedure Code. This research was conducted using a descriptive-qualitative method, which was sourced from primary and secondary data. The data collection method was carried out by interviewing primary informants, observing and reviewing documents. The results of the study show, first, the issuance of SP3 as a decree on termination of investigations in UUSPPA is an institution used by South Jakarta Police investigators to stop criminal investigations through the diversion process. However, the issuance of SP3 as a form of settlement of AKH cases through diversion still refers to the provisions of Article 109 paragraph (2) of the Criminal Procedure Code, which is an institution for ending investigations with a limited background in the provisions of that article. Second, the impact that can occur if the implementation of diversion is declared complete with the issuance of SP3 which refers to Article 109 paragraph (2) of the Criminal Procedure Code as a decision letter to stop the investigation of criminal acts as mandated in Article 24 PP Diversion, thus providing space for the investigation of the case to be reopened so that AKH do not obtain legal certainty in the settlement of the case. In fact, the issuance of SP3 in the settlement of the AKH case is intended to state that the AKH case has been examined and tried (has permanent legal force) and the sentence has been carried out so that it cannot be prosecuted again (nebis in idem) in the future."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>