Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120321 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chatarina Setya Widyastuti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola hidup pasien setelah operasi CABG. Penelitian diskriptif analitik ini dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan di RSJPDHK, Jakarta. menggunakan kuesioner yang sudah valid dan reliable. Sampel penelitian ini adalah 61 pasien yang dipilih dengan teknik conveniance sampling. Data dianalisa dengan uji chisquare.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, durasi setelah operasi, pengetahuan, sikap dan dukungan dengan pola hidup pasien setelah operasi CABG dan ada hubungan (p value 0,005) antara sumber daya dengan pola hidup pasien setelah operasi CABG. Perawat sebaiknya memperhatikan sumber daya yang dimiliki pasien saat memberikan intervensi keperawatan.

These research objectives were to determine the factors that influence a lifestyle of patients after CABG surgery. This analytical descriptive study with cross sectional approach was performed in RSJPDHK, Jakarta, using a questionnaire that was valid and reliable. The sample of this study was 61 patients who were selected by conveniance sampling technique. Data were analyzed with chi-square test.
The results showed, no association between age, gender, education, occupation, duration after surgery, knowledge, attitudes and support with the lifestyle of patients after CABG surgery and there was association (p value 0.005) between resource with a lifestyle of patients after CABG surgery . Nurses should consider patient?s resources when providing nursing interventions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Eprina Nadeak
"Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan tindakan revaskularisasi pada pembuluh darah koroner yang tersumbat, operasi mayor, pemulihan yang lebih lama dan resiko komplikasi tinggi. Prevalensi kualitas tidur buruk cukup tinggi pada pasien paska operasi CABG. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada pasien paska operasi CABG. Metode penelitian ini menggunakan cross sectional, consecutive sampling dengan jumlah 100 responden. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), International Physical Activity Questionnaire (IPAQ), dan Depression Anxiety Stress Scale (DASS). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi kualitas tidur buruk (51%) cukup tinggi dibandingkan kualitas tidur baik (49%). Fraksi ejeksi (p 0,031; OR 4,718) dan usia (p 0,039; OR 3,309)) memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas tidur paska operasi CABG pada hasil analisis bivariat. Hasil regresi logistik: fraksi ejeksi, usia, beta bloker dan diabetes melitus memiliki hubungan dengan kualitas tidur paska operasi CABG, fraksi ejeksi (p 0,017 OR 5,520) sebagai prediktor kualitas tidur. Implikasi: perawat sebaiknya melakukan pengkajian dan indentifikasi kualitas tidur dengan memperhatikan variabel tersebut, sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat untuk meningkatkan kualitas tidur pasien paska operasi CABG.

Coronary Artery Bypass Graft (CABG) is a revascularization procedure for coronary artery occlusion, major surgery, longer recovery time and high risk of complication. Prevalence of poor sleep quality is quite high in patient post-CABG surgery. This study aims to identify factors associated with sleep quality in patient post-CABG surgery. This research method used cross sectional, consecutive sampling with 100 respondents. The questionnaires used ini this study were Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), International Physical Activity Questionnaire (IPAQ), dan Depression Anxiety Stress Scale (DASS). The results showed that the prevalence of poor sleep quality (51%) was quite high compared to good sleep quality (49%). Ejection fraction (p 0,031 OR 4,718) and age (p 0,039; OR 3,309) and had a significant relationship with post-CABG sleep quality on the results of bivariate analysis. Results of logistic regression: ejection fraction, age, beta blockers and diabetes mellitus had a relationship with post-CABG sleep quality, ejection fraction (p 0,017; OR 5,520) was a dominant factor of sleep quality. Implication: nurses should conduct assessment and identification of sleep quality and be considered of those variables, so that nurse can determine the appropriate intervention to improve sleep quality in patient post-CABG surgery. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hosea, Fransiscus Nikodemus
"Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak, yang dapat dialami oleh baik laki-laki ataupun perempuan. Salah satu tata laksana yang dapat dilakukan untuk kondisi ini adalah Coronary Artery Bypass Graft (CABG). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara lama rawat, jumlah pembuluh arteri koroner yang tersumbat, dan hipertensi terhadap kematian pasien CABG di Rumah Sakit Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Desain penelitian yang dipilih adalah restrospective cohort. Data penelitian ini diperoleh dari rekam medik pasien yang tercatat di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Data pada penelitian ini melibatkan 66 subjek penelitian. Data yang dikumpulkan kemudian diuji dengan Chi-square dan Fisher untuk menentukan nilai probabilitas (p).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara mortalitas dengan lama rawat (RR=1,57 IK95%=0,60-4,08 p=0,35), jumlah pembuluh arteri koroner yang tersumbat (RR=0,90 IK95%=0,25-3,27 p=1,00), dan riwayat hipertensi (RR=1,59 IK95%=0,41-6,21 p=0,72). Faktor lama rawat, jumlah pembuluh darah arteri koroner yang tersumbat, dan riwayat hipertensi tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap mortalitas subjek penelitian dalam waktu 6 tahun pasca tindakan coronary artery bypass graft.

Coronary artery disease is one of the most common cause of death, that can be found both in men and women. This condition can be treated with some surgical intervention such as Coronary Artery Bypass Graft (CABG). The purpose of this study is to determine the association between length of stay, the number of diseased coronary artery vessel, and hypertension with mortality in post-CABG patients after 6 years in National Cardiovascular Center Harapan Kita. This study uses retrospective cohort as its design. Data used in this study involving 66 subjects. The data is then tested using Chi-square and Fisher to see the value of probability (p).Based on data analysis, it is found that there is no significant association between mortality with length of stay (RR=1.57 95%CI=0,60-4,08 p=0.346), the number of diseased coronary artery vessel (RR=0.90 95%CI=0.25- 3.27 p=1.000), and hypertension (RR=1.59 95%CI=0.41-6.21 p=0.716). Length of stay, the number of diseased coronary artery vessel, and hypertension are not associated with the mortality of post-coronary artery bypass graft patients after 6 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chatarina Setya Widyastuti
"Bedah pintas koroner atau coronary artery bypass graft (CABG) adalah tindakan pembedahan untuk mengatasi dampak sumbatan arteri koroner pada klien dengan gangguan sindroma koroner akut. Dampak dari pembedahan ini menuntut klien untuk dapat menyesuaikan pola hidupnya agar gangguan berulang dapat dihindari. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pola hidup pasien setelah operasi CABG. Penelitian dengan metode deskriptif analitik ini menggunakan pendekatan cross sectional. Sebuah kuesioner yang sudah valid dan reliabel telah digunakan untuk mengumpulkan data. Sampel penelitian ini adalah 61 pasien yang dipilih dengan teknik convenience sampling. Data dianalisis dengan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara sumber daya yang dimiliki pasien dengan pola hidup pasien setelah operasi CABG (p= 0,005; α= 0,05). Berdasarkan temuan ini direkomendasikan agar perawat sebaiknya memperhatikan sumber daya yang dimiliki pasien seperti keuangan, keterjangkauan fasilitas kesehatan, waktu, kekuatan fisik, dan informasi saat memberikan pendidikan kesehatan terkait pola hidup yang harus dijalankan pasien.
Patients Resources Affecting their Life Style after Coronary Artery Bypass Graft Surgery. Coronary artery bypass graft (CABG) is a surgical intervention to solve the impact of coronary artery occlusion in patients with the acute coronary syndrome. The impact of the surgery demands clients to adjust their life style in order to prevent the recurrent attack. The objectives of the research were to determine the factors that influence the lifestyle of patients after CABG surgery. This analytical descriptive study employed a cross sectional approach. A valid and reliable questionnaire was used to collect data. The sample of this study was 61 patients who were selected with a convenience sampling technique. Data were analyzed with Chi-square test. The results showed that there is a significant relationship between patient resources with the lifestyle of patients after CABG surgery CABG (p= 0.005; α= 0.05). A recommendation is directed to nurses who are in a better position to always consider patient?s resources such as finance, affordability of health facilities, time, physical strength and information when providing health education about the patient lifestyle."
Akedemi Keperawatan Panti Rapih ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
610 JKI 16:3 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Sabila
"Penyakit jantung merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia dan efikasi diri merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kemampuan pasien untuk manajemen diri dan pengelolaan penyakitnya. Coronary Artery Bypass Graft merupakan tatalaksana yang dilakukan pada pasien dengan Penyakit Jantung Koroner yang dapat berdampak secara fisiologi dan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan efikasi diri pada pasien pasca-bedah jantung CABG. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif cross-sectional, dengan jumlah sampel sebanyak104 responden. Efikasi diri pada penelitian ini menggunakan kuesioner Cardiac Self-Efficacy yang dikembangkan oleh Sullivan. Dari analisis uji Chi-square didapatkan bahwa faktor yang berhubungan dengan efikasi diri adalah usia (p-value 0,008), pekerjaan (p-value 0,046), tingkat Pendidikan (p-value 0,005), status perkawinan (0.006) dan fase rehabilitasi (p-value 0,000) dengan efikasi diri. Penelitian ini merekomendasikan untuk memperhatikan karakteristik demografi dalam meningkatkan efikasi diri agar manajemen diri dan pengelolaan penyakit menjadi lebih baik.

Heart disease is the highest cause of death in the world and self-efficacy is one of the factors that contribute to a patient's ability to self-manage and manage their disease. Coronary Artery Bypass Graft is a treatment performed on patients with coronary heart disease which can have physiological and psychological impacts. This study aims to identify factors related to self-efficacy in post-cardiac CABG surgery patients. Design This study uses a cross-sectional, with a total sample of 104 respondents. Self-efficacy in this study used the Cardiac Self-Efficacy developed by Sullivan. From the Chi-square test analysis, it was found that factors related to self-efficacy were age (p-value 0,008), occupation (p-value 0,046), education level (p-value 0,005), marital status (p-value 0,006) and rehabilitation phase (0.000) with self-efficacy. This study recommends paying attention to demographic characteristics in increasing self-efficacy so that self-management and disease management are better."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Indra Prasetya
"Latar belakang dan tujuan: Morbiditas dan mortalitas pascaCABG salah satunya dipengaruhi respon inflamasi oleh penggunaan mesin CPB. Di beberapa pusat, sering dilakukan pemberian kortikosteroid untuk menurunkan respon inflamasi. Terdapat berbagai uji klinis yang memberikan hasil yang masih kontroversial. Deksametason dipilih karena memiliki potensi efek glukokortikoid yang tinggi, tanpa efek mineralokortikoid, masa kerja yang panjang, relatif aman bagi pasien, serta mudah untuk didapat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan deksametason lebih efektif untuk memperbaiki keluaran klinis dan mengendalikan penanda inflamasi jika dibandingkan plasebo pada pasien yang menjalani operasi CABG on pump.
Metode: Randomisasi 60 sampel menjadi grup deksametason (n=30) dan grup plasebo (n=30). Variabel dengan sebaran normal dilakukan analisis statistik independent t-test, sedangkan data dengan sebaran tidak normal dilakukan analisis statistik nonparametrik yaitu Mann-Whitney test. Analisis univariat antara dua kelompok studi akan dilakukan menggunakan uji fisher exact test.
Hasil: Uji statistik kejadian MACE dengan grup deksametason dibandingkan grup plasebo, didapatkan nilai RR 1,389 dengan CI 0,995-1,938 (p =0,045). Deksametason memiliki keunggulan yang dapat dilihat dari parameter durasi ventilasi mekanik (deksametason 7 (5-14) vs plasebo 10 (5-19), p <0,0001), lama rawat ICU (deksametason 16 (11-22) vs plasebo 18 (12-72), p =0,017), lama rawat rumah sakit (deksametason 5 (5-7) vs plasebo 6 (5-15), p = 0,005), penanda inflamasi IL-6 (deksametason 114 (32-310) vs plasebo 398 (72-1717), p <0,0001) dan PCT (deksametason 1,08 (0,31-3,8) vs plasebo 3,7 (1,06-11,4), p <0,0001).
Simpulan: Pemberian deksametason efektif memperbaiki keluaran klinis, dan mengendalikan penanda inflamasi pascaoperasi dibandingkan plasebo.

Background and purpose: Mortality and morbidity post CABG are affected by inflammatory response which are caused by usage of CPB machine. In some centre, corticosteroid are often used to reduce inflammatory response. There are various clinical trials that provide controversial results. Dexamethasone was chosen because it has a high potential for glucocorticoid effects, without mineralocorticoid effects, long working period, relatively safe for patients, and easy to obtain. This study aims to determine whether the use of dexamethasone is more effective in improving clinical outcomes and controlling inflammatory markers when compared to placebo in patients undergoing on pump CABG.
Methods: 60 sample are randomized into dexamethasone group (n=30) and placebo group (n=30). Variables with normal distribution were carried out independent t-test statistical analysis, whereas data with abnormal distribution were analyzed using nonparametric statistics, namely Mann-Whitney test. Univariate analysis between the two study groups will be conducted using the fisher exact test.
Result: The incidence of MACE with the dexamethasone group compared to the placebo group was obtained RR 1,389 with CI 0,995-1,938 (p =0,045). Dexamethasone has advantages that can be seen from the parameters of duration of mechanical ventilation (dexamethasone 7 (5-14) vs placebo 10 (5-19), p <0,0001). ICU stay (dexamethasone 16 (11-22) vs placebo 18 (12-72), p =0,017), hospital stay (dexamethasone 5 (5-7) vs placebo 6 (5-15), p = 0,005), IL-6 (dexamethasone 114 (32-310) vs placebo 398 (72-1717), p <0,0001) and PCT (dexamethasone 1,08 (0,31-3,8) vs placebo 3,7 (1,06-11,4), p <0,0001).
Conclusion: The administration of dexamethasone improves clinical output, and managed to controls post operative inflammatory marker more effectively compared to placebo.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Indra Prasetya
"Latar belakang dan tujuan: Morbiditas dan mortalitas pascaCABG salah satunya dipengaruhi respon inflamasi oleh penggunaan mesin CPB. Di beberapa pusat, sering dilakukan pemberian kortikosteroid untuk menurunkan respon inflamasi. Terdapat berbagai uji klinis yang memberikan hasil yang masih kontroversial. Deksametason dipilih karena memiliki potensi efek glukokortikoid yang tinggi, tanpa efek mineralokortikoid, masa kerja yang panjang, relatif aman bagi pasien, serta mudah untuk didapat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan deksametason lebih efektif untuk memperbaiki keluaran klinis dan mengendalikan penanda inflamasi jika dibandingkan plasebo pada pasien yang menjalani operasi CABG on pump.
Metode: Randomisasi 60 sampel menjadi grup deksametason (n=30) dan grup plasebo (n=30). Variabel dengan sebaran normal dilakukan analisis statistik independent t-test, sedangkan data dengan sebaran tidak normal dilakukan analisis statistik nonparametrik yaitu Mann-Whitney test. Analisis univariat antara dua kelompok studi akan dilakukan menggunakan uji fisher exact test.
Hasil: Uji statistik kejadian MACE dengan grup deksametason dibandingkan grup plasebo, didapatkan nilai RR 1,389 dengan CI 0,995-1,938 (p =0,045). Deksametason memiliki keunggulan yang dapat dilihat dari parameter durasi ventilasi mekanik (deksametason 7 (5-14) vs plasebo 10 (5-19), p <0,0001), lama rawat ICU (deksametason 16 (11-22) vs plasebo 18 (12-72), p =0,017), lama rawat rumah sakit (deksametason 5 (5-7) vs plasebo 6 (5-15), p = 0,005), penanda inflamasi IL-6 (deksametason 114 (32-310) vs plasebo 398 (72-1717), p <0,0001) dan PCT (deksametason 1,08 (0,31-3,8) vs plasebo 3,7 (1,06-11,4), p <0,0001).
Simpulan: Pemberian deksametason efektif memperbaiki keluaran klinis, dan mengendalikan penanda inflamasi pascaoperasi dibandingkan plasebo.

Background and purpose: Mortality and morbidity post CABG are affected by inflammatory response which are caused by usage of CPB machine. In some centre, corticosteroid are often used to reduce inflammatory response. There are various clinical trials that provide controversial results. Dexamethasone was chosen because it has a high potential for glucocorticoid effects, without mineralocorticoid effects, long working period, relatively safe for patients, and easy to obtain. This study aims to determine whether the use of dexamethasone is more effective in improving clinical outcomes and controlling inflammatory markers when compared to placebo in patients undergoing on pump CABG.
Methods: 60 sample are randomized into dexamethasone group (n=30) and placebo group (n=30). Variables with normal distribution were carried out independent t-test statistical analysis, whereas data with abnormal distribution were analyzed using nonparametric statistics, namely Mann-Whitney test. Univariate analysis between the two study groups will be conducted using the fisher exact test.
Result: The incidence of MACE with the dexamethasone group compared to the placebo group was obtained RR 1,389 with CI 0,995-1,938 (p =0,045). Dexamethasone has advantages that can be seen from the parameters of duration of mechanical ventilation (dexamethasone 7 (5-14) vs placebo 10 (5-19), p <0,0001). ICU stay (dexamethasone 16 (11-22) vs placebo 18 (12-72), p =0,017), hospital stay (dexamethasone 5 (5-7) vs placebo 6 (5-15), p = 0,005), IL-6 (dexamethasone 114 (32-310) vs placebo 398 (72-1717), p <0,0001) and PCT (dexamethasone 1,08 (0,31-3,8) vs placebo 3,7 (1,06-11,4), p <0,0001).
Conclusion: The administration of dexamethasone improves clinical output, and managed to controls post operative inflammatory marker more effectively compared to placebo.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zubaidah
"Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian : ?Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan pola eliminasi; konstipasi pada klien post operasi CABG (Coronary Artery Bypass Graft)?. Desain penelitian yang di gunakan adalah metode deskriptif sederhana, dengan responden sebanyak 30 orang klien post operasi CABG. Alat pengumpulan data berupa angket/ kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti, dengan menyediakan 4 pilihan jawaban untuk masing-masing pertanyaan. Penelitian dilakukan pada bulan April dan Mei 2002 di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta Angket yang memenuhi syarat untuk di lakukan pengolahan data sebanyak 30 orang klien Dari hasil pengolahan data penelitian temyata pola eliminasi buang air besar pada klien berubah yang sebelum operasi sekali sehari menjadi tiga hari bahkan lebih setelah operasi bam bisa buang air besar. Faktor penyebab dari hal tersebut antara Iain: mobilisasi klien post operasi sangat terbatas, pola diet jumlah serat dan intake makanan kurang, konsumsi cairan perhari tidak adekuat, dan pengaruh usia lanjut."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Zubaidah
"Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian : "Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan pola eliminasi; konstipasi pada klien post operasi CABG (Coronary Artery Bypass Graft)".
Desain penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif sederhana, dengan responden sebanyak 30 orang klien post operasi CABG. Alat pengumpulan data berupa angket/ kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti, dengan menyedial-can 4 pilihan jawaban untuk masing-masing pertanyaan. Penelitian dilakukan pada bulan April dan Mei 2002 di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Angket yang memenuhi syarat untuk di lakukan pengolahan data sebanyak 30 orang klien.
Dari hasil pengolahan data penelitian temyata pola eliminasi buang air besar pada klien berubah yang sebelum operasi sekali sehari rnenjadi tiga hari bahkan lebih setelah operasi bam bisa buang air besar. Faktor penyebab dari hal tersebut antara Iain : mobilisasi klien post operasi sangat terbatas, poia diet jumlah serat dan intake makanan kurang, konsumsi cairan perhari tidak adekuat, dan pengaruh usia lanjut."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5252
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Rafles Partogi Hadameon
"Latar belakang: Mesin cardiopulmonary bypass (CPB) yang digunakan untuk operasi conventional coronary artery bypass graft (CCABG) meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi ginjal pascaoperasi. Teknik operasi off-pump coronary artery bypass (OPCAB) tidak menggunakan mesin CPB, sehingga diharapkan dapat menurunkan kejadian acute kidney injury (AKI) pascaoperasi. Gangguan fungsi ginjal pascaoperasi dapat berkomplikasi menjadi penyakit ginjal kronik dan bahkan meningkatkan mortalitas.
Tujuan: Membandingkan gangguan fungsi ginjal pascaoperasi OPCAB dan CCABG dengan menilai peningkatan kreatinin serum, derajat AKI, dan kebutuhan hemodialisis pascaoperasi.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian kohort retrospektif yang dilakukan dengan menganalisis data rekam medis pasien di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2019 – 2021. Data kreatinin serum pascaoperasi diambil pada waktu 24 jam dan 48 jam pascaoperasi, kemudian hasilnya dibandingkan di antara kedua kelompok. Derajat AKI pascaoperasi dan kebutuhan hemodialisis pascaoperasi yang terjadi di antara kedua kelompok juga dibandingkan.
Hasil: . Kelompok pasien OPCAB (n = 277) dan CCABG (n = 770) memiliki data demografis yang tidak berbeda bermakna. Kelompok OPCAB memiliki nilai median kreatinin serum pascaoperasi yang lebih rendah pada waktu 24 jam (1,04 mg/dL vs 1,20 mg/dL; p <0,05) dan 48 jam pascaoperasi (1,12 mg/dL vs 1,21 mg/dL; p<0,05). Kejadian AKI pascaoperasi pada semua stadium dan kebutuhan hemodialisis pascaoperasi juga lebih rendah secara bermakna pada kelompok OPCAB.
Kesimpulan: Teknik operasi OPCAB menghasilkan kreatinin serum dan derajat AKI lebih rendah serta kebutuhan hemodialisis pascaoperasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan CCABG.

Background: Cardiopulmonary bypass (CPB) machine, that is used in conventional coronary artery bypass graft (CCABG), increases the risk of postoperative renal dysfunction. Off-pump coronary artery bypass technique does not utilize the CPB machine, therefore is expected to decrease postoperative acute kidney injury (AKI) incidents. Postoperative renal dysfunction can complicate into chronic kidney disease and even increases mortality risk.
Purpose: To compare the postoperative renal dysfunction after OPCAB and CCABG by evaluating the increase of creatinine serum, AKI, and postoperative hemodialysis.
Methods: For this retrospective cohort study, we analyzed the data from patient’s medical record in National Cardiovascular Center Harapan Kita from 2019 to 2021. The patients in OPCAB group (n=277) and CCABG group (n=770) had similar demographic characteristics. Postoperative creatinine serum was measured at 24 hours and 48 hours postoperative, then the results were compared between the two groups. Postoperative AKI and hemodialysis were also compared.
Results: The OPCAB group had lower median value of postoperative creatinine serum at 24 hours (1.04 mg/dL vs 1.20 mg/dL; p <0.05) and 48 hours postoperation. (1.12 mg/dL vs 1.21 mg/dL; p<0.05). All stages of postoperative AKI and hemodialysis were also lower significantly in the OPCAB group.
Conclusion: OPCAB technique resulted in lower postoperative creatinine serum, AKI rates, and less hemodialysis neeeds compared with CCABG technique .
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>